Share

Istri Tak Dianggap
Istri Tak Dianggap
Penulis: Ajeng padmi

Crazy night

Ana tidak pernah menyukai pesta.

Hingar bingar musik langsung menyambutnya begitu dia menginjakkan kaki di gedung ini, meski keningnya mengernyit tak suka, tapi sebagai seorang artis profesional dia tetap saja menampilkan senyum lebar khasnya.

ini pesta yang khusus diadakan untuk dirinya sangat konyol kalau dia terlihat tidak bahagia.

Ana mencoba menarik turun gaun malam yang dia pakai, kalung mutiara yang tadi terlihat sangat cantik serasa mencekiknya.

Ana mencari sosok penting yang berada di balik kemeriahan pesta kali ini.

“Itu Pak Ridwan, sapa dia dulu,” bisik Adam, sang manager yang mendampinginya.

“Setelah ini apa aku bisa pergi?” tanya Ana dengan penuh harap.

“Memangnya kamu mau ke mana?”

“Toilet, kemana lagi, setidaknya di sana tidak berisik seperti di sini,” kata Ana.

Adam langsung memutar bola matanya dengan malas.

“Jangan bilang kamu akan melarikan diri lagi, kalau sampai itu kamu lakukan, aku akan mengikatmu,” ancamnya.

“Ya… ya aku tahu apa yang akan kamu katakan tenang saja aku hanya akan ke toilet sebentar.”

Tanpa menunggu jawaban Adam, Ana lalu menghampiri orang nomor satu di agensinya itu dan menyapanya dengan hangat, juga beberapa orang yang dikenalnya, setelah itu Ana langsung melipir menghindar.

“Ughh akhirnya bisa bebas juga,” Ana tersenyum senang dan satu tujuannya kini. Toilet.

Ana tidak akan melarikan diri kok tenang saja, tapi mungkin dia akan bersemedi sebentar di toilet, dia bisa membayangkan wajah cemberut managernya yang pasti akan mengomel panjang lebar.

"Selamat, Pak Adam anda memang manager yang luar biasa.”

Adam tersenyum lebar menyambut jabatan tangan Robert Alexander, laki-laki blasteran italia yang sudah berusia awal enam puluh, saat ini adalah pemilik management artist yang sangat berpengaruh di Indonesia.

“Ini juga berkat bimbingan anda Pak, dan juga bakat luar biasa yang dimiliki artis saya,” kata Adam merendah.

“Anda terlalu merendah, oh ya lalu di mana bintang kita malam ini, saya belum melihat sinarnya yang indah itu.”

“Ah...Ana dia tadi berpamitan ke toilet, mungkin sebentar lagi akan kembali.”

“Ah sayang sekali saya harus menghadiri acara penting setelah ini, padahal saya ingin mengucapkan selamat untuknya,” kata laki-laki yang lebih senior itu.

“Saya mewakili Ana minta maaf untuk itu.”

“Bukan masalah, panggilan alam memang tak boleh ditunda,” seloroh laki-laki itu.

Adam menatap punggung laki-laki itu sekilas, lalu menghela napas panjang. semoga saja Ana tidak melarikan diri dari pesta ini seperti yang sudah-sudah.

Ana berjalan dengan ceria menuju toilet rumah ini. dia menolehkan kepala ke kanan kiri, mencari kir-kira di mana letak toilet berada.

“Maaf, Toilet di mana, ya?” tanya Ana pada seorang wanita berpakaian pelayan yang kebetulan lewat.

“Maaf, Nona, toilet di lantai satu ini sedang diperbaiki, mari saya antar ke toilet di lantai atas.”

Ana mengangguk dan mengikuti pelayan itu, rumah ini memang benar-benar luas, mirip dengan sebuah hotel bintang lima, pantas saja dipilih untuk mengadakan pesta untuknya, tempatnya pun lebih privat, jadi mereka tidak khawatir dengan adanya orang lain yang tidak berkepentingan.

“Silahkan masuk Nona,” kata sang pelayan dengan ramah.

“Ini toilet?” tanya Ana dengan heran, dilihat dari pintunya saja terlalu bagus untuk ukuran toilet.

“Ini memang kamar tamu, Nona dan toilet yang ada di sana memang dipersiapkan untuk anda.”

toilet untuknya? agak aneh juga tapi Ana segera menepis pikiran buruk itu, dia hari ini adalah bintang utama tak heran kalau fasilitas untuknya memang sudah dipersiapkan dengan baik.

“Ugh gelap, di mana saklar lampunya.” Ana meraba tembok mencari saklar.

“Sayang, kamu sudah di sini rupanya?” suara itu terasa familiar, tapi ingatannya kabur tak dapat mengenali siapa ini.

Ana belum sempat menjawab saat sebuah tangan memeluk tubuhnya erat.

tangan siapa?

Mungkin Ana memang sudah gila, bahkan Ana tak memberontak saat laki-laki itu memeluknya, pelukan itu terasa hangat dan familiar, dan Ana suka.

Tapi tidak, laki-laki itu bukan hanya memeluk Ana sekarang, bahkan tangan laki-laki itu sudah masuk ke dalam gaun panjang yang dipakainya, tidak ini salah.

“Lepaskan aku!” serunya tak terima, untuk pertama kalinya Ana tidak percaya dengan feelingnya lagi.

“Kumohon biarkan aku pergi,” ratapnya saat lagi-lagi tenaganya tak sanggup untuk mengimbangi tenaga laki-laki yang berniat buruk padanya.

Laki-laki itu bahkan seolah tuli dengan permohonannya, sinar lampu yang dibuat temaram membuat Ana kesulitan mengenali laki-laki di atasnya ini.

“Kenapa, Sayang, biasanya kamu sangat menyukai ini.”

Tidak! Ana sama sekali tak menyukai ini, dia bukan wanita yang biasa tidur dengan sembarang orang, dia akan melakukannya dengan orang yang dia cinta.

“Tidak lepaskan.”

Sia-sia permohonan Ana laki-laki itu makin brutal mengeksplor tubuhnya, bahkan seluruh bagian wajahnya tak luput dari bibirnya.

“Aku tak tahan lagi,” kata laki-laki itu dengan pandangan mata yang tajam menatapnya.

Mata… mata itu, Ana seperti mengenalnya, mata laki-laki yang diam-diam dia kagumi. Rafael Alexander, tapi benarkah itu dia?

“Rafael kau kah itu?”

“Iya ini aku Rafael siapa lagi?”

Ana tersenyum mendengar jawaban itu, tapi otaknya tak mampu untuk berpikir lebih lanjut lagi, Rafael sudah melakukan aksinya lagi, kali ini Ana tidak menolak, meski sedikit sakit karena Rafael memperlakukannya dengan sedikit kasar tapi rasa bahagia karena kembali bertemu dengan laki-laki yang diam-diam telah menggenggam hatinya membuat Ana terlena.

Hari ini benar-benar anugerah untuknya dia sudah memenangkan penghargaan sebagai artis terbaik dan sekarang dia ada dalam dekapan Rafael Alexander, orang yang sangat dia kagumi.

Perlahan kegelapan mulai menelan kesadaran Ana, tapi bibirnya masih melengkungkan senyum, seolah dia adalah wanita yang paling bahagia di dunia ini.

Suara dobrakan pintu itu membuat Rafael terkejut, kepalanya sedikit pusing karena dibangunkan dengan paksa, matanya sedikit menyipit karena lampu blitz mengenai matanya, ada apa ini?

Bella di sana berdiri dengan wajah marah, tapi air mata yang mengalir di pipinya membuat Rafael tertegun, kalau Bella di sana, siapa tubuh yang dia peluk tadi?

Perlahan Rafael memutar kepalanya dan menatap wajah wanita yang semalam tidur dengannya.

Wajahnya langsung memerah saat mengenali siapa wanita itu. Dia Anastasya, Sang pemenang penghargaan artis terbaik, tapi bagaimana mungkin?

“Apa yang kalian lakukan di sini! Pergi! Atau aku akan menamatkan karier kalian!” teriakan itu menggelegar bahkan sanggup untuk membangunkan orang pingsan sekali pun.

Tanpa diperintah dua kali para wartawan meninggalkan kamar itu, hanya tinggal Bella yang menangis di depan pintu kamar.

“Sa... sayang ini tidak seperti yang kamu pikirkan, dia menjebakku,” kata Rafael pada sang istri yang sudah bersimbah air mata.

Tergesa. Laki-laki itu memakai bajunya sembarangan dan berjalan mendekati sang istri, memeluknya dengan lembut.

“Apa salahku? Raf, kenapa kamu mengkhianatiku? Apa kamu sudah tak mencintaiku lagi?” ratap Bela, membuat hati Rafael teriris,

Rafael tak pernah mampu melihat air mata wanita yang dicintainya ini mengalir, dia pasti akan menghancurkan semuanya, tapi naasnya sekarang air mata itu karena dirinya yang tertangkap basah berada satu ranjang dengan wanita lain.

Bukan Rafael bukan sengaja berkhianat, ingatannya kembali saat dia meminum Wine terkutuk itu... yah wine itu pasti dicampur dengan sesuatu yang membuat dia terlena dan... Oh Tuhan, apakah dia memang benar-benar sudah tidur dengan wanita itu.

“Aku bisa terima saat dia memenangkan penghargaan itu, tapi bukan berarti kamu juga bisa merebut suamiku!” teriak Bella histeris.

“Maafkan aku sayang, sungguh aku tak pernah mengkhianatimu, hanya kamu wanita yang aku cintai.”

Perlahan Rafael menuntun sang istri untuk duduk di sofa, dia lalu memutar langkah menghampiri Ana, matanya menatap wanita yang baru saja bangun karena pertengkaran yang chaos ini.

“Kupikir kamu wanita baik-baik ternyata kamu tak ubahnya wanita murahan yang melakukan apapun demi ambisimu, kamu kira dengan kamu melakukan ini kamu bisa memuluskan karir mu, kamu salah aku akan dengan senang hati menghancurkanmu.”

Ana duduk dengan tubuh yang gemetar, bukan karena takut tapi kekecewaan yang menghajar dirinya tanpa ampun, bagaimana mungkin rafael menuduhnya seperti itu.

“Aku tidak tahu apapun, bukankah kamu yang memaksaku-“

tatapan mata tajam Rafael membuat nyali Ana menciut, ada apa dengan laki-laki ini, bukankah yang dia katakan itu memang kenyataan.

“Apakah kamu menolak permintaanku sebelumnya hanya untuk hari ini?” tanyanya dingin.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Putri Nur Halizah
seru ceritanya lajut kan
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status