Cepat-cepat Moza pun memakai pakaiannya.Sesaat kemudian segera menuju pintu berkeinginan untuk segera melarikan diri guna menghindari Hilman.Sayangnya saat baru akan memutar gagang pintu tiba-tiba suara Hilman membuat langkah kakinya terhenti."Kamu mau kemana? Buru-buru sekali.""Mau ke luar cari udara segar," jawab Moza.Segera tangannya pun bergerak memutar gagang pintu tapi Hilman kini sudah berdiri di sampingnya."Buatkan kopi," perintah Hilman."Kopi?" tanya Moza.Moza tidak tahu cara membuat kopi, dirinya sudah terbiasa hidup mewah sejak kecil.Jangankan untuk membuat kopi, untuk mengingat tali sepatunya saja tidak bisa."Iya, Kakak mau kamu yang membuatnya," terang Hilman."Moza nggak bisa bikin kopi, Kak," jawab Moza dengan jujur, "atau Moza minta bibi yang buatin, tapi Moza yang bawa ke sini?" tanya Moza memberikan ide.Untuk apa berbohong bukan?Jika bisa katakan bisa, jika tidak juga ya katakan sejujurnya."Kakak maunya buatan istri sendiri, memangnya istri Kakak siapa?"
Wah ini tidak benar.Barusan Hilman meneguk kopi dengan tambahan micin.Jika membiarkan Moza memasak makanan untuknya bisa jadi sayur campuran bubuk kopi.Hilman benar-benar bergidik ngeri.Resep aneh ala-ala Moza sangat mengerikan bahkan Hilman merasa menyesal telah meminta dibuatkan kopi."Kak Hilman, kayaknya mual banget. Apa Moza perlu buatkan kopi lagi?" tanya Moza dengan wajah polosnya."Nggak perlu," sahut Hilman dengan cepat.Sebelumnya saja sudah membuatnya harus muntah-muntah.Jangan sampai selajutnya Hilman masuk rumah sakit karena lambungnya yang sudah tak mampu menampung kopi buatan Moza."Ya sih, nggak baik juga buat kesehatan kalau minum kopi banyak," kata Moza.Hilman pun bernapas lega setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Moza."Ya udah, jadi Moza masak aja ya," tanya Moza."Masak?""Iya, buat, Kak Hilman," Moza tersenyum sambil menunjuk dua barus gigi rapinya."Untuk masak, apakah perdana juga?" tanya Hilman memastikan.Jika perdana artinya akan ada resep aneh.T
"Kok pada diem? Cobain dong, Moza udah capek-capek bikin," kata Moza.Moza pun segera duduk di kursi kemudian meneguk mineral.Jelas terbukti Moza cukup kelelahan dengan memasak, mungkin karena sedang hamil muda.Tapi dia tidak mempermasalahkan hal itu karena rasa lelahnya akan segera terbayar saat melihat wajah-wajah bahagia setelah menikmati masakannya."Ayo, Hilman. Cicipi masakan istri mu," Dimas pun meminta Hilman untuk mencicipinya berharap dirinya tak perlu mencicipi.Deg!Hilman malah dibuat semakin tegang."Papi, juga dong. Moza juga pengen tahu komentar, Papi," ujar Moza.Membuat Hilman merasa sedikit lega.Artinya dia memiliki teman untuk berbagi menyantap masakan Moza."Iya," Dimas pun mulai melihat kembali masakan Moza dengan jelas.Matanya menangkap sesuatu yang tidak biasa.Karena semakin penasaran Dimas pun segera memegangnya dan ternyata itu adalah cangkang telur.Tapi mungkin itu sedikit cangkang yang terjatuh tidak sengaja.Karena tidak sabar menunggu komentar dari
"Sayang, kamu kenapa? Seperti dikejar hantu saja?" tanya Dimas yang melihat Dinda kembali ke kamar dengan sangat terburu-buru.Dinda pun menarik napas panjang terlebih dahulu untuk membuat dirinya menjadi lebih baik setelah sebelumnya dibuat jantungan."Kamu nggak boleh terlalu banyak gerak, ingat! Kamu baru lahiran," Dimas pun mencoba untuk mengingatkan Dinda.Dinda pun mengangguk mengerti tapi saat ini dirinya benar-benar sangat tegang karena ulah Moza."Cerita sama, Mas. Sebenarnya kamu kenapa?""Nggak ada apa-apa, Mas," Dinda memilih untuk tidak menceritakan pada Dimas.Lagi pula dirinya dan Moza adalah sahabat dan harus menjaga rahasia."Oh Mas tahu, kamu pasti shock melihat masakan Moza?!" tebak Dimas.Sudah pasti saat ini Dinda juga melarikan diri dari makanan mengerikan buatan Moza sama seperti dirinya sebelumnya.Dinda pun tersenyum tanpa ingin menjelaskan penyebab sebenarnya."Udah, kamu minum dulu," Dimas pun memberikan mineral agar Dinda bernapas lebih baik.Hingga suara p
"Aaaaa!" pekik Nilam yang begitu shock melihat Kiara dan seorang pria yang tengah bermesraan di atas ranjang."Nilam, ada apa?" ayah Kiara pun seketika itu muncul karena mendengar teriakan Nilam.Nilam gemetaran dan ayah Kiara pun akhirnya ikut menyaksikan sendiri.Kiara sudah berusaha untuk mendorong dada Chandra agar menyingkir dari tubuhnya.Tapi tidak bisa dan sepertinya inilah yang dia tunggu."Kiara!" seru sang ayah penuh kemarahan melihat putrinya membawa laki-laki secara diam-diam masuk ke dalam kamarnya.Saat itu Chandra pun segera bangkit dan membuat Kiara juga segera berdiri."Ayah, ini nggak seperti yang Ayah lihat," kata Kiara dengan cepat.Tapi tatapan mata ayahnya kini tertuju pada Chandra."Chandra?" Farhan merasa mengena siapa pria yang ada di hadapannya.Usia mereka memang sama tapi berbeda dari segi wajah dan penampilan mungkin karena Chandra dari keluarga berada dan terurus.Berbeda jauh dengan Farhan yang tampak tua."Iya," jawab Chandra.Saat itu Kiara yang dibuat
"Om, tolong jelaskan kalau kita tidak ada hubungan," pinta Kiara tidak ada hentinya.Tapi Chandra memilih untuk diam hingga akhirnya keduanya pun dituntut untuk menikah oleh kedua orang tua Kiara.Namun, setelah menikah keduanya tidak lagi boleh menampakkan wajahnya di hadapan Farhan dan Diana.Terutama Diana yang tak lagi ingin mengenal putrinya Kiara.Hubungan mereka seakan berakhir sampai di sini meskipun sebenarnya tidak mungkin hubungan darah bisa diputuskan.Tapi rasa kecewa sudah terlanjur mendalam.Karena tidak mungkin Diana bisa menerima Chandra sebagai menantu setelah dulunya sempat menjalani hubungan spesial.Ini gila!Dan pernikahan pun terjadi di rumah sakit.Tentunya Dion sebagai adik dari Chandra terkejut mengetahui bahwa Kakaknya akan menikah dengan Kiara yang dulunya adalah baby sitter anaknya.Bahkan Nia juga sangat terkejut mendengarnya.Tapi begitulah adanya kini pernikahan pun telah dilaksanakan.Seperti apa yang dikatakan oleh Diana sebelum pernikahan terjadi."C
Chandra melihat Kiara yang masih menangis tanpa hentinya.Membuat perasaan bersalahnya muncul.Apakah dirinya terlalu memaksakan kehendak tanpa berpikir perasaan orang lain?Tapi, semuanya telah terlanjur terjadi.Hingga tatapan mata Kiara pun kini mulai mengarah padanya dengan tajam.Tampak jelas kebencian yang terpancar dari sorot matanya."Puas kamu sekarang?!" geram Kiara.Kiara masih menahan suara agar tidak terlalu keras.Bagaimana pun kini mereka masih berada di rumah sakit yang mana harus menjaga ketenangan pasien.Bahkan ibunya juga harus istirahat di dalam sana.Namun, rasa benci terhadap Chandra tak bisa dia tahan.Apa yang dilakukan oleh pria itu benar-benar sangat diluar akal sehat."Aku minta maaf," kata Chandra dengan raut wajah penuh penyesalan."Kalau maaf mu bisa mengembalikan keadaan menjadi baik-baik saja itu tidak masalah! Tapi, sayangnya maaf mu tidak akan merubah keadaan!""Semuanya sudah hancur berantakan karena fitnah gila mu!" geram Kiara.Apapun alasannya sa
Kiara masih duduk di sudut ruangan sambil menangis karena tidak bisa menerima kenyataan bahwa telah menikah dengan Chandra, serta tak lagi dianggap anak oleh orang tuanya.Rasa sakitnya terasa mendalam dan entah bagaimana caranya untuk bisa menerima kenyataan pahit ini.Hingga Chandra pun kembali menghampiri Kiara.Dia pun berjongkok agar mengimbangi Kiara."Aku minta maaf," kata Chandra.Sejak beberapa jam berlalu setelah sebelumnya masuk ke dalam kamar Chandra tak bisa tenang karena Kiara masih duduk di lantai sambil menangis.Membuatnya pun segera kembali menghampiri dan membujuk Kiara untuk masuk ke kamar untuk beristirahat.Apa lagi malam semakin larut dan rasa dingin mulai terasa.Tapi saat Chandra berbicara Kiara tak ingin perduli.Kiara memilih untuk melempar tatapannya ke arah lain dari pada melihat wajah yang sangat dibencinya itu."Kiara, aku takut kamu sakit," kata Chandra lagi.Lagi-lagi Kiara tak ingin perduli, karena ucapan Chandra pun menurutnya sangat tidak mungkin da