"Kakanda, ini belepotan," Dinda mengambil tisu dan membersihkan sudut bibir Dimas.Sedangkan yang sebenarnya adalah tidak ada noda sama sekali di sana.Tapi Dinda sangat menjiwai perannya saat ini.Lagi pula siapa yang menyadari jika dia hanya sedang bersandiwara saja.'Apa lagi ini?' batin Dimas pun lagi-lagi berbicara.Panggilan Dinda benar-benar aneh dan membuatnya merasa jijik.Belum lagi perlakukan Dinda yang terus membuatnya kesal bukan main."Kakanda?" Megan menahan tawa mendengarnya.Membuat Dimas menahan amarah merasa dipermalukan oleh Adinda."Kenapa? Itu panggilan sayang aku sama suami aku," jelas Dinda.Huuueekkk....Dinda merasa mual dengan apa yang dia ucapkan sendiri.Tapi sudahlah ini demi perang yang tengah terjadi antara dirinya dengan Ferdi.Di saat Dimas merasa dirinya sedang bekerja untuk membuat Megan cemburu.Saat itu Ferdi pun mencium tangan Megan.Membuat Megan bahagia karena merasa apa yang dilakukan oleh Ferdi sangat tepat.Dia melihat wajah Dimas yang menah
Dimas pun meletakkan Dinda di atas meja kerjanya.Dia ingin mencekik leher Dinda karena sudah berani memerintah dirinya dengan sesukanya.Dimas merasa dipermainkan oleh Dinda.Sehingga wanita itu harus diberi pelajaran agar tak lagi bersikap seperti ini.Ini sudah melewati batas.Dimas merasa Dinda selalu mengambil kesempatan untuk membuatnya seperti sedang dibodohi."Kau menjengkelkan, rasakan ini," Dimas pun mulai memegang leher Dinda.Tapi apa yang terjadi saat itu dilakukan oleh Dimas pada Dinda?"Ayo kalau berani!" Dengan cepat Dinda menahan tubuhnya dengan menopang kedua tangannya pada meja.Sedangkan sebelah kakinya berada di dada Dimas.Sepatu hak tingginya dia tusukan pada dada Dimas.Membuat Dimas menatap sepatu Dinda yang berwarna hitam pekat yang berada di dadanya dengan tajam.Merasa wanita itu semakin berani dan kurang ajar padanya.Kemudian dia pun kembali melihat wajah Dinda.Lalu tatapan mata Dimas turun pada tengkuk leher Dinda.Tanda itu masih tampak jelas di sana
Chandra melihat Dinda yang sudah pergi.Dia pun segera masuk ke ruangan Dimas tidak lupa menutup pintu.Melihat Dimas yang masih berdiri di sana dalam diamnya."Sepertinya wanita tadi cukup menantang," Chandra pun duduk di sofa sambil melihat Dimas.Chandra ingat jelas seperti apa wanita yang barusan itu.Dimas pun akhirnya kembali duduk di kursi kebesarannya.Kepalanya serasa ingin pecah memikirkan satu orang wanita yang sampai detik ini tidak bisa tunduk padanya.Lalu ia meneguk kopi yang masih tersisa di sana.Namun, sesaat kemudian dia pun tersadar kopi tersebut adalah sisa dari Dinda."Menjengkelkan!" gumam Dimas.Mengapa malah kembali meneguk kopi itu?Dimas pun melemparkan cangkirnya pada lantai hingga hancur berantakan.Menjengkelkan!Keinginan ingin membuat diri lebih baik malah semakin pusing bukan main.Adinda!Wanita ini benar-benar sangat menguras tenaga dan emosi seorang Dimas Hermawan."Ada apa? Ada yang salah dengan mu?" tanya Chandra yang melihat bahwa Dimas sedang ti
Dimas memarkirkan mobilnya dengan asal.Kemudian turun dari mobilnya dan tampak Laras sedang membaca majalah di teras."Apa wanita ja--" Dimas tidak mengucapkan kata kasar yang ingin dia ucapkan itu.Entah mengapa dia malah mengingat wajah Dinda yang penuh kemarahan beberapa saat lalu saat dia mengatakan itu."Wanita ja?" tanya Laras yang bingung dengan maksud dari putranya itu."Apa Dinda sudah kembali?" Akhirnya Dimas pun menyebutkan nama wanita itu dengan benar."O," Laras pun mengangguk, "sudah, baru saja," belum juga Laras selesai berbicara tapi Dimas sudah pergi.Membuat Laras hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah laku putranya tersebut.Tapi sesaat kemudian Laras pun tersenyum mengingat Dimas pulang-pulang langsung bertanya tentang Dinda.Ini adalah sebuah hal yang cukup baik tentunya dia pun kembali duduk dan melanjutkan kembali membaca majalah.*****Saat Dimas masuk ke dalam kamar tepat Dinda juga keluar dari kamar mandi.Dimas berdiri di depan daun pintu yang sud
Brak!Dimas menggebrak meja bar tender.Dia memijat kepalanya hingga berulangkali.Rasanya dia sulit sekali melupakan apa yang barusan terjadi.Entah mengapa dirinya begitu menginginkan Dinda.Apa lagi sentuhan bibir Dinda sungguh membuatnya panas bukan main.Ada perasaan kesal karena saat tadi malah menolak.Padahal Dinda sudah menawarkan dirinya.Gengsi terlalu tinggi membuat Dimas sendiri yang akhirnya tersiksa seperti saat ini.Apa yang dia lakukan sepertinya bertolak belakang dengan batinnya."Kau sudah terlalu banyak minum," kata Chandra yang duduk di samping Dimas.Tidak hentinya Dimas meneguk minuman itu, dan Chandra merasa itu sangat berlebihan."Sudah terlalu banyak minuman ini ku teguk, tapi tidak juga bisa membuat ku tenang," jawab Dimas.Kemudian dia pun kembali meneguk minuman itu.Gelasnya pun kembali di isi.Yang dia cari saat ini bisa merasa tenang setelah meneguk sebanyak mungkin minuman itu.Namun, anehnya bukanya merasa tenang malah pikirannya semakin kacau bukan ma
Pagi harinya Dinda pun terbangun.Tapi dia merasa ada yang aneh.Tubuhnya terasa berat seperti ada beban yang menimpanya.Ternyata ada tangan yang melingkar di pinggangnya.Dinda terdiam sejenak dalam pikirannya.Hingga sesaat kemudian ada dengkuran halus yang terdengar dan merasa napas hangat yang berhembus pada bagian punggungnya.Perlahan ia pun bergeser dan melihat ke belakang.Ternyata Dimas di sana yang masih tertidur pulas.Dinda pun bingung karena tak tahu kapan Dimas pulang.Hingga sudah berada di sana bahkan masih tertidur pulas.Dinda sudah terlalu kelelahan menangis hingga membuatnya langsung tertidur.Dan untuk Dimas yang memeluknya Dinda juga tak menyadari entah sejak kapan.Dinda pun segera bergeser dan tanpa sengaja membuat tangan Dimas terjatuh dari tubuhnya.Saat itu tidur Dimas pun terusik dan dia pun membuka matanya.Dimas melihat Dinda yang sudah duduk di ranjang sambil bergerak turun.Tapi Dimas memegang tangan Dinda.Dinda pun tersadar jika Dimas sudah bangun.T
"Ayo kita pulang," Dimas pun memeluk Moza.Dia bisa melihat wajah Moza yang penuh dengan ketakutan."Moza, nggak mau satu mobil bareng dia!" Moza pun menatap Dinda penuh kebencian.Lagi pula apa yang dia alami saat ini itu karena Dinda.Ya, Moza mengatakan ini adalah salah Dinda."Kenapa?" tanya Dimas."Kenapa tadi malam, Papi nggak datang di acara itu?" Air mata Moza menetes dengan sendirinya.Dia kesal karena tadi malam adalah acara makan malam bersama dengan Megan untuk merayakan ulang tahun Maminya tersebut.Seharusnya mereka makan malam layaknya keluarga bahagia.Tapi apa?Dimas tidak hadir sama sekali.Dan itu sudah pasti karena istri barunya.Dinda adalah penyebabnya!Moza akan semakin membenci Dinda setelah hari ini.Bahkan keinginannya untuk meminta kedua orang tuanya bersama kembali hancur berantakan.Lagi-lagi Dinda adalah penyebabnya.Sampai kapan pun Moza tak akan pernah bisa menerima ini semua.Dia sangat membenci Dinda dan itu untuk selamanya."Maaf, Papi ada pekerjaan
Setelah mengantarkan Moza kembali ke rumah dia langsung menuju kantor.Awalnya dia berpikir jika Dinda sudah sampai di kantor lebih awal.Tetapi ternyata tidak.Karena saat dirinya sampai di kantor nyatanya wanita itu tidak ada.Ssstttt!!!Suara desahan Dinda pagi ini terus saja terngiang-ngiang di benak seorang Dimas.Wanita itu seakan begitu menantang dan membuatnya tak dapat melupakan dengan mudahnya.Tak ada raut wajah malu ataupun pura-pura malu.Yang ada Dinda mampu mengimbangi dirinya, membalas setiap sentuhan yang dia berikan.Dimas pun mengacak rambutnya hingga berulangkali.Karena sangat sulit rasanya mengkondisikan pikirannya sendiri.Dimas yang duduk di kursi kebesarannya pun bertanya-tanya kemana perginya wanita itu.Kini dia pun menatap Gilang yang berdiri di hadapannya dengan tajam."Kau yakin dia belum sampai?"Dia yang dimaksud oleh Dimas adalah Dinda.Dan Gilang sudah mengerti."Belum, Pak Presdir.""Kau sudah tahu dia itu siapa?" Dimas memicingkan matanya melihat Gi