Sepasang suami istri baru itu, turun dari mobil dengan keadaan tangan saling bertaut. Wajah Gama terlihat begitu serius. Dia juga terlihat sangat perhatian; saat akan menaiki tangga batu di dekat tempat parkir, ia dengan lembut menuntun Abby agar tidak tersandung.
Abigail tidak tahu ini bagian dari akting atau bukan, tetapi dia cukup nyaman. Jika memiliki partner seperti Gama yang perhatian di depan umum, maka drama panjang ini tidak akan terlalu membosankan. Saat mengangkat wajahnya, Abby sedikit terkejut saat mendapati dua orang pria dan seorang wanita muda tengah menatap mereka dengan wajah berbinar. Tidak tiga-tiganya, karena satu orang pria yang berpenampilan sangat formal terus menampilkan raut datar. Sedangkan dua yang lain, mereka mengikuti langkah Abby dan Gama dengan senyum mengembang dan wajah berbinar. “Hentikan wajah bodoh itu. Kalian membuatnya takut!” Gama si pengacau membuat senyum dua orang yang terlihat mirip itu, menghilang seketika. “Maafkan kami, Nyonya.” Sang pria membungkuk. “Maafkan sikap tidak sopan kami, Nyonya.” Gadis muda itu juga melakukan hal yang sama.Hal yang membuat Abby menatap sengit pada Gama. Suami tidak pekanya ini telah menghilangkan senyum manis dari bibir dua entitas lucu ini. Namun, Abby juga tidak bisa marah pada Gama. Karena seperti yang pria itu katakan tadi, tempat kaki mereka menapak saat ini merupakan neraka dua belas pintu. Setiap gerak gerik mereka pasti selalu diamati. Karenanya, Abby bergegas mengubah raut wajahnya, lalu menatap dua anak muda tadi. “Aku tidak apa-apa. Dia sedikit berlebihan.” Helaan nafas lega seketika terdengar setelah Abby mengayakan hal itu. “Berhenti bermain-main.” Gama meremas tangan Abby guna meminta atensi. Setelah mendapatkan apa yang ia mau, Gama lalu menggunakan dagunya untuk menunjuk tiga orang di depan mereka. “Kau harus berkenalan dengan mereka. Yang paling kanan itu, Carlos. Dia akan mengurus hal eksternal dan internal. Kau bisa meminta bantuan apa pun padanya. Termasuk masalah hukum ayahmu.”Pria berpakaian formal yang sejak tadi menampilkan raut dingin itu menunduk, sembari meletakkan tangan kanannya di perut. “Senang berkenalan dengan Anda, Nyonya.” Abby menganggukkan kepalanya. Dia ingin mengulurkan tangan untuk bersalaman, tetapi langsung diurungkan saat melihat posisi tangan Carlos. Karenanya, Abby hanya tersenyum. “Mohon bantuannya, Carlos.” Gamaliel lalu melanjutkan. “Yang di tengah itu, Jase. Dia dan Carlos akan mengikutiku ke mana pun. Tapi kau juga bisa meminta bantuan apa pun padanya.” Pria muda yang tadi tersenyum cerah itu, melakukan hal yang sama seperti Carlos. “Saya, Jase. Senang bertemu dengan Anda, Nyonya.” Abby kembali tersenyum cerah. Entah kenapa, senyum polos Jase membuatnya sangat nyaman. Seolah telah menemukan seorang adik laki-laki. “Senang berkenalan denganmu, Jase.” Gama dan Carlos saling melirik saat melihat perubahan sikap Abby. Padahal tadi pada Carlos dia tidak seantusias itu. Tapi kenapa ....Gamaliel memegang tangan Abby lagi, kemudian melanjutkan sesi perkenalan. “Satu-satunya wanita di antara mereka. Dia Rea. Orang yang akan mengikutimu ke mana pun. Dia akan membantu apa pun yang kau butuh kan.” Seperti dua yang lain, Rea juga melakukan hal yang sama. Dan ya, dengan reaksi yang hampir mirip dengan yang ia tunjukkan pada Jase tadi, Abby tersenyum cerah. “Semoga kita bisa menjadi teman, Rea.” Ucapan Abby membuat empat orang itu terkejut. Khususnya Gama. Teman? Seorang yang baru saja menjadi istrinya ingin berteman dengan pelayan? Abby yang tidak menyadari tatapan aneh mereka, terus saja tersenyum. Karena menurutnya tidak ada yang aneh. Bukankah sangat wajar jika dia membutuhkan teman di tempat asing ini? “Sebaiknya kita masuk sekarang.” Setelah terdiam sesaat, Gamaliel lalu berkata pelan.Mereka semua lalu berjalan dengan formasi berbeda. Gama yang terus menggandeng Abby berada di depan. Carlos dan Jase berdiri tepat di belakang Gama. Sedangkan Rea, mengambil tempat tepat di belakang Abby. Pintu kayu besar itu terbuka saat Gama dan istrinya menginjak tangga pertama. Tangga yang berada tepat di depan pintu Kastel. Dari arah dalam, seorang pria paruh baya dengan beberapa helai uban di kepalanya keluar. Wajah pria itu terlihat dingin sesaat, senyum tipis seketika tersemat di bibirnya saat bayangan Gama tertangkap oleh netra tuanya. “Selamat datang Tuan Muda dan Nyonya.” Pria itu lalu sedikit menyingkir untuk memberi jalan. “Silakan, Tuan. Tuan besar dan yang lainnya telah menunggu sejak tadi.” Gamaliel mengangguk. “Terima kasih, Paman.” Seperti tadi, Gama kembali menuntun istrinya masuk diikuti oleh tiga pengawal setianya. Abigail yang awalnya berencana menjaga sikap, seketika mengurungkan niatnya begitu melihat interior Kastel Evans. Berbeda dengan bangunan luar yang mengadaptasi tampilan Kastel negeri dongeng, bagian dalam bangunan megah tersebut terlihat lebih modern dengan Interior Eropa yang didominasi oleh warna merah dan emas. Setelah melewati pintu, mereka langsung disuguhkan dengan Aula besar, dengan beberapa pilar kokoh berjejer rapi, serta lampu kristal yang menghiasi langit-langit kastel. Tidak banyak furnitur di sana, tetapi kesan mewah dan sedikit magis begitu terasa dalam setiap langkah kaki mereka. Di depan sana, sebuah tangga besar, dengan bagian tengah yang terbagi menjadi dua tangga; kanan dan kiri, menyambut kedatangan mereka. Namun, bukannya menaiki tangga, Abby kembali dituntun melewati tangga tersebut, hingga memasuki sebuah aula lain, dengan deretan sofa mewah yang tertata rapi. Di ruangan inilah, pertama kali Abby melihat orang lain selain mereka berlima dan pelayan di depan pintu tadi. Ada puluhan orang yang duduk memenuhi hampir semua kursi, dan di belakang masing-masing kursi, berdiri beberapa orang dengan gaya pakaian beragam. Ada yang pakaiannya berwarna-warni, ada juga yang gelap. Sedangkan yang duduk di kursi, orang-orang dengan pakaian mewah. Semua kursi di susun saling berhadap-hadapan, dengan tiga meja kayu kecil sebagai pemisah. Di kepala meja, duduk seorang pria yang cukup mirip dengan Gama tapi dalam versi lebih tua. Abby tidak kenal dengan mereka semua. Orang-orang ini memang hadir dalam pernikahan mereka, tapi dia hanya sekedar basa-basi menyapa, tanpa berkenalan. Dia hanya mengenali ayah dan ibu mertuanya saja, yang saat itu duduk di dekat kepala meja. “Mereka semua harus diwaspadai.” Abby terkejut saat mendengar suara Rea yang berupa bisikan.Tidak menjawab, Abby hanya menoleh sekilas pada Rea, memberi tanda bahwa ia menyimak apa yang ingin gadis itu sampaikan.Setelah menjeda ucapannya, Rea kembali berbisik. “Mereka semua merupakan inti keluarga Evans. Dan mereka sangat berbahaya. Saling menggigit dalam diam adalah kebiasaan mereka.” Rea kembali menjeda ucapannya, lalu melanjutkan. “Tapi, dari semuanya, yang benar-benar harus Anda waspadai saat ini adalah, Nona Alicia. Dia yang duduk dengan orang tuanya, di sofa ketiga dari kanan. Gadis bergaun putih itu.” Abby mengikuti arah yang ditunjukkan Rea. Benar saja, di sana memang duduk seorang gadis cantik bergaun putih, dengan rambut cokelat panjang yang dikepang gantung. Wajah gadis itu terlihat sangat polos. Namun, saat tatapan mereka beradu, Abby yang awalnya skeptis dengan apa yang dikatakan Rea tadi, menjadi yakin. Gadis ini, gadis bernama Alicia yang sempat ia kira polos ini, tidak sesederhana penampilannya. Abby dengan jelas dapat menangkap kemarahan dalam tatapannya itu. Sudut bibir Abigail terangkat. “Menarik.” “Kau mengatakan sesuatu?” Gama yang seperti mendengar suara Abby menundukkan kepalanya. Saat ini mereka belum boleh duduk. Menurut aturan Kastel, mereka harus menunggu hingga sang kepala keluarga Evans itu mempersilahkan, barulah mereka boleh ikut duduk dengan yang lain. Itu yang dikatakan Rea saat mereka berjalan kemari tadi. Dan saat ini, pria tua yang tidak lain adalah Kakek Evans itu, tengah sibuk berbincang dengan anggota keluarga yang lain sehingga mereka belum diizinkan untuk duduk. Melihat kepala Gama yang tertunduk, membuat keinginan Abby untuk menguji Alicia tiba-tiba muncul. Di depan mata semua orang, Abby mengangkat wajahnya sehingga bisa lebih dekat dengan wajah Gama, lalu ia tersenyum cerah sembari menggeleng. “Aku tidak mengatakan apa-apa.” Reaksi yang ditunjukkan Abby membuat Gama dan ketiga pengawalnya terkejut. Apa ini ...? Kenapa tiba-tiba berubah?! Sedangkan sang pelaku, seolah tidak menyadari keterkejutan di wajah Gama dan yang lainnya, dia justru kembali memandang ke depan, sembari menggandeng lengan Gama semakin erat. Dan ya, seringai tipis terbit di bibir Abby, saat melihat kedua tangan Alicia terkepal. Tidak ada yang menyadari seringai tipis di bibir Abby, tidak ada selain Pria tua yang duduk sebagai kepala meja tersebut. “Kali ini putraku melakukan pekerjaannya dengan baik. Menantu perempuan ini ... dia sangat cocok mendampingi berandal itu.”Setelah kejadian sore tadi—yang berujung Abby harus memuaskan suaminya dengan cara lain hingga membuat rahangnya sedikit keram, akhirnya mereka tiba di lokasi diadakannya pesta ulang tahun Paman Gama. “Apakah masih sakit?” Tanya Gama saat melihat beberapa kali Abby menyentuh pipinya. Abigail menatap suaminya sengit. “Menurutmu? Bukan sakit secara harafiah, tetapi aku hanya merasa seperti baru saja meniup beberapa balon. Benar-benar tidak nyaman.” Gama menghela nafas. “Maafkan aku. Jika kamu tidak menolak, mulutmu pasti tidak akan sakit.” Sudut bibir Abby bergerak-gerak. Ingin sekali dia menyemburkan racun mematikan, tetapi sekuat tenaga ia tahan. ‘Jika tidak menolak?’ Jika dia tidak menolak maka saat ini pastilah mereka masih bergelut di atas ranjang! Ck, benar-benar menyebalkan!Dengan diawali oleh helaan nafas, Abby memejamkan matanya. “Sudahlah jangan dibahas lagi. Anggap saja ini memang salahku.” Ballroom hotel yang telah disulap menjadi area pesta mewah dengan dominasi
Abby mengiyakan ucapan Rea dengan anggukkan. "Tentu saja! Aku sudah cukup menahan diri sejak tadi. Dia benar-benar harus diberi pelajaran."Wanita cantik itu mengambil langkah pasti menemui Alicia.b yyttgDan ya, seperti halnya Abby, Alicia juga juga telah menunggu Abby sejak tadi sehingga begitu melihat wanita itu, Alicia bergegas menghampiri Abby. "Akhirnya kamu datang juga."Abby melipat kedua tangannya. "Apakah aku harus tersanjung sekarang? Tidak kusangka akan dirindukan oleh seorang wanita." Dia memicingkan mata. "Kamu tidak mungkin berubah pikiran dengan begitu cepat bukan, nona Alicia? Suamiku akan sedih jika tahu penggemarnya telah menemukan idola yang baru dan itu adalah istrinya sendiri."Alicia mendengus. "Menjadikanmu idola? Mataku masih begitu bagus, Non—""Nyonya!" Potong Abby cepat. "Aku telah menikah. Aku adalah nyonya muda Evans yang agung. Kamu harus mulai membiasakan diri memanggilku Nyonya! Mengerti, Nona Alic?"Alicia menggertakkan giginya. kembali seperti tadi,
Alicia terlihat akan meledak sebentar lagi. Hal itu terlihat dari sudut gaunnya yang kusut karena diremas dengan kuat. Buku-buku jarinya bahkan memutih yang menunjukkan betapa kerasnya ia mengepalkan tangan. Dan tentu saja hal itu sangat menghibur bagi Abby. Namun, dia tidak ingin menunjukkan kepuasannya karena saat ini dia tidak tahu siapa di antara; Nolan, Regan dan Ace yang telah terjebak pesona wanita cantik nan lemah yang dipancarkan Aliccia. Dan ya, pilihan Abby untuk tetap mempertahankan sikap nyatanya membuahkan hasil, karena tak berselang lama Regan tiba-tiba menggeser duduknya hingga mendekati Alicia. "Kamu benar, Abby. Alicia bukan seorang wanita perebut suami orang, dia dan Gama murni berteman," ucap Regan sembari membuka bekal makan siang yang dibawa Alicia. "Ini sangat lezat, kalian harus mencobanya." "Aku tidak berselera." Nolan, pria dengan tatapan dingin itu, tanpa ampun mengemukakakan pendapatnya. Ace ikut mengangguk. "Ya, benar. Sudah sangat sering aku memakan
Abigail menoleh pada suaminya, lalu mengangguk. “Em, aku hanya sedikit terkejut tadi.”Masuknya Abby dan Gama membuat beberapa orang yang tengah serius membahas beberapa hal, serempak menoleh. Sama halnya seperti Abby, Alicia juga terkejut mendapati kehadiran istri Gama tersebut. Bayangan tentang apa yang terjadi pagi tadi, membuat emosi Alicia yang sempat mereda kembali bangkit. Dengan senyum cerah yang dibuat-buat, wanita cantik itu beranjak bangun dari duduknya. “Kamu datang?” Alicia menatap paper bag di tangan Gama, lalu kembali menatap Abby. “Kamu membawa makan siang? Em, sebenarnya kami, ah maksudku, aku sudah membawa makan siang. Kamu bisa makan bersama kami, aku rasa makanan yang kubawa cukup banyak ....” Tanpa menunggu tanggapan Abby, Alicia lalu mengalihkan pandangannya pada mereka yang tengah duduk di sofa. “Aku rasa kalian tidak keberatan, bukan? Em, sebelumnya perkenalkan dia istri Gama Abigail Colli—“Evans.” Abby dengan cepat memotong ucapan Alice. “Untuk Sekarang
Setelah selesai bersiap, Abby bergegas pergi ke kantor Gama dengan diantar oleh Rea. Senyum cerah terus menghias wajah wanita cantik itu. Entah karena apa tapi Abby benar-benar antusias saat ini. "Anda terlihat begitu bahagia, Nyonya." Rea dengan senyum tipis menatap Abby.Membalas senyum Rea, Abby mengangguk kecil. "Ya, ini pertama kalinya aku berkunjung ke sana. Aku merasa sedikit gugup tapi juga senang."Masih dengan senyum yang sama Rea mengangguk. "Sebentar lagi kita akan tiba."Benar saja tidak sampai dua puluh menit dari ucapan Rea, mobil yang dikendarai Rea perlahan memasuki pelataran parkir sebuah gedung pencakar langit.Abby tidak punya waktu untuk bertanya terlalu banyak karena segera setelah mereka turun, Rea langsung membawanya memasuki sebuah lift yang langsung mereka temukan begitu keluar dari area parkir bawah tanah.Denting lift terdengar begitu mereka tiba di tempat tujuan. Masih dengan senyum yang sama, Abby bergegas keluar dari lift begitu Rea mempersilahkan.Hal
Setelah mobil Gama menghilang, Abby menatap Rea. "Apa yang sebenarnya terjadi? Dia terlihat begitu khawatir."Rea menatap sang Nyoya. "Saya juga tidak tahu jelas apa yang terjadi. Tapi sepertinya memang serius. Hal itu saya simpulkan setelah melihat wajah Carlos yang terlihat tidak tenang.""Tidak bisakah kita mencari tahu? Siapa yang bisa kita tanyai untuk masalah ini?" Lagi Abby kembali bertanya.Rea menggelengkan kepalanya. "Satu-satunya harapan kita hanya Jase, Nyonya. Namun, seperti yang Anda lihat, situasinya sangat tidak memungkinkan untuk bertanya. Karenanya, Saya dan Anda hanya perlu menunggu informasi dari Jase."Abigail menghela nafas. Beberapa saat kemudian dia lalu mengangguk. "Sepertinya memang hanya bisa menunggu Jase."Rea tersenyum menanggapi ucapan Abby.....Hingga hari menjelang siang, Abigail semakin dibuat khawatir saat tidak juga mendapatkan kabar dari Jase. Wanita cantik itu terus melihat ke arah jam dinding dengan harap-harap cemas."Apakah tidak sebaiknya and