Dan ya, untuk ke sekian kalinya Alicia kembali terdiam.
Omong-omong, mereka tengah berada di taman kecil yang hanya berbatasan kaca dengan ruang makan. Sebuah taman beratapkan kaca, dengan deretan bunga Tulip dan mawar putih yang mengelilingi. Pada tengah taman membentang rumput hijau dengan setapak batu alam sebagai tempat mereka berpijak. Di sebelah Utara taman terdapat kolam kecil dengan patung Dewi kesuburan yang tengah memegang tempayan yang terus mengalirkan air ke tengah kolam. Tempat yang sangat indah dan nyaman untuk memenangkan diri. Hal itulah yang dilakukan Abby tadi, sebelum iblis wanita ini tiba. Alicia berdehem beberapa kali. Seperti sebelumnya, dia kembali meremas sisi gaunnya hingga kusut, guna meredam kekesalan atas ucapan Abby tadi. “Bagaimana, Alic? Apakah kau punya saran?” Lagi, Abigail bertanya. Pertanyaan Abby berhasil menarik Alicia dari lamunannya. Wanita cantik bergaun putih itu menatap Abby dalam diam. Beberapa saat kemudian, kedua matanya perlahan mengalirkan kristal bening yang sangat deras bak dua tanggul yang pecah. Alicia masih berdiri terpaku di sana dengan tangisan yang belum reda. Tangisan yang perlahan mengundang perhatian semua orang yang ada di sana, termasuk Gamaliel dan ayahnya yang tengah berbincang. Melihat Alicia menangis, beberapa orang yang ada di dekat sana bergegas menghampiri mereka. Alicia sendiri, begitu mendapati banyak langkah kaki yang mendekat, wanita cantik itu mengusap air matanya dengan kasar, lalu menatap Abby dengan wajah sembab. “A-aku tidak tahu apa yang salah dengan ucapanku tadi, Kakak Ipar ... A-aku hanya ingin berbagi cerita denganmu tentang kedekatanku dan kak Gama dulu. Tapi kenapa kau ....” Alicia menutup wajahnya dengan kedua tangan. Setelahnya, dia kembali mengangkat wajahnya, lalu dengan suara yang semakin parau melanjutkan. “Kami ... Kami telah akrab sejak kecil. Bagi mereka yang akrab, panggilan kesayangan adalah hal yang biasa, a-aku tidak tahu kalau panggilanku begitu mengganggumu.”“Ma-maafkan aku, Kakak Ipar ....” Alicia mengakhiri dramanya dengan membungkuk sembilan puluh derajat. Abigail mengangkat sebelah alisnya. ‘Kau ingin bermain? Baiklah.’ “Ada apa ini?” Julia Smith–ibu Gama ikut masuk dalam obrolan. Namun, bukannya menenangkan Alicia, Julia justru menghampiri Abby dengan wajah khawatir. “Terjadi sesuatu, Nak?” Apa yang Julia lakukan hampir membuat Alicia merusak topengnya sendiri. Bahkan dengan drama tangisan seperti ini, masih belum bisa menggerakkan hati wanita paruh baya itu untuk sekedar bersimpati padanya. Namun, karena sudah kepalang basah, Alicia tidak ada pilihan selain melanjutkan dramanya. “Ma-maafkan aku, Bibi ... Ini salahku ... Aku–“Bibi tidak bertanya padamu, Alic.” Suara Julia terdengar dingin. Setelahnya, wanita paruh baya tersebut beralih pada Abby. “Katakan, sayang ... Apa yang terjadi?” Abby mengalihkan pandangannya pada Julia. Dengan gerakan lembut, wanita cantik itu menyentuh tangan ibu mertuanya. “Aku juga tidak mengerti, Ibu. Aku tengah melihat pemandangan tadi, saat Alicia datang dan menceritakan tentang kedekatannya dengan Gama yang telah berlangsung bertahun-tahun. Kedekatan yang sangat intim hingga memiliki panggilan kesayangan satu sama lain.”Abigail menghela nafas, lalu menatap Alicia yang telah tenggelam dalam pelukan ibunya. “Aku sempat terkejut tadi, tapi sebagai orang baru, aku cukup tahu diri untuk tidak merasa cemburu.” Lagi, helaan nafas Abby terdengar. Kali ini, bahkan matanya sedikit memerah saat kembali menatap Julia. “Aku tidak tahu kalimat mana yang salah, tapi sungguh aku tidak bermaksud ....” Wanita cantik bermata almond itu, mengusap sudut matanya yang basah. “A-aku hanya mencoba meredam rasa cemburu dengan ... Dengan meminta saran Alicia tentang nama kesayangan untuk Gama, tapi sepertinya ....” Abby menatap Alicia yang juga tengah menatapnya tajam di dalam rangkulan ibunya. “Sepertinya terlalu dini untuk orang baru sepertiku masuk dalam hubungan harmonis yang telah mereka bangun bertahun-tahun.” Tidak ada kalimat Abby yang menjelek-jelekkan Alicia. Namun, mereka yang paham akan langsung tahu siapa yang salah di sini. Bagi wanita yang sudah menikah khususnya ... Mereka semua yang telah makan asam garam pernikahan dapat menangkap jelas niat buruk Alicia. Untuk alasan apa lagi seorang wanita menceritakan hubungan masa lalunya dengan seorang pria yang sudah menikah, pada istrinya sendiri? Jelas di sini Alicia berniat menegaskan posisinya sebagai wanita penting dalam hidup Gama. Jika ini terjadi pada wanita lain dan bukan Abigail yang tahan banting, pastilah Gama yang baru menikah beberapa hari lalu akan langsung mendapatkan surat gugatan cerai dari istrinya. Pikiran para wanita di sana, sama dengan yang ada di kepala Julia Smith. Tanpa melepaskan genggaman tangan Abby, wanita paruh baya itu menatap Alicia tajam. “Aku tidak tahu apa tujuanmu, Alic. Tapi sebagai wanita seharusnya kau paham, dampak seperti apa yang bisa terjadi jika membahas masa lalu dengan istri orang lain. Kau sudah cukup dewasa dan tidak bodoh untuk tahu hal itu, bukan?” Tatapan Julia semakin menajam. “Aku harap kau tahu batasanmu. Seorang sepupu, tetaplah sepupu. Meskipun tidak ada darah Evans mengalir dalam tubuhmu, tapi kau bisa hidup sampai saat ini karena uang Evans. Jangan lupakan posisimu.” Julia menggenggam tangan Abby semakin erat sembari mengedarkan pandangannya pada mereka semua yang ada di sana. “Biar aku perkenalkan lagi. Dia, Abigail Collins yang telah berganti nama belakang menjadi Evans. Dia Nyonya muda Evans, istri say Gama saat ini. Siapa pun kalian yang masih muda, tidak ada yang berhak mengangkat kepalanya terlalu tinggi di depan wanita ini. Camkan itu.”Keheningan memenuhi seluruh taman, begitu Julia menyelesaikan ucapannya. Tidak ada satu pun dari mereka yang berani menentang, atau menjawab ucapan Julia tadi. Begitu juga dengan Abby yang tetap pada posisi semula, dia tidak menunduk apalagi bersembunyi di balik punggung Julia, seperti yang dilakukan Alicia tadi. Wanita cantik itu merasa, air mata palsu yang ia keluarkan tadi adalah batasnya. Tidak ada lagi hal lain yang akan ia lakukan untuk mendukung drama murahan Alicia. “Bukankah ucapanmu sangat berlebihan, Kakak Ipar?” Suara Hadley Green, ibu angkat Alicia terdengar. Wanita paruh baya yang sejak tadi memeluk Alicia itu, perlahan mengurai pelukannya lalu menatap Julia dan Abby bergantian. “Meminta para generasi muda untuk tidak mengangkat kepala mereka terlalu tinggi di depan orang baru? Apakah kau tidak merasa malu mengatakan hal bodoh seperti itu?!” Abigail menatap Hadley dalam diam. Hadley Green merupakan salah satu orang yang ada dalam informasi Rea, tentang orang yang har
Hadley terdiam. Wanita paruh baya itu terdiam seribu bahasa setelah mendapat balasan telak dari Julia. Di belakang Julia, Abby yang melihat bagaimana sang ibu mertua mengatasi masalah, tidak bisa menahan dirinya untuk tidak merasa bangga. Sepertinya perasaan khawatir merepotkan orang yang membelanya, membuat Abby lupa siapa ibu mertuanya ini dan seperti apa posisinya di keluarga Evans. Ya, selain informasi tambahan dari Rea, Abby juga sempat mencari tahu tentang orang-orang penting keluarga Evans. Dan, kedua orang tua Gama, berada di peringkat kedua, setelah kepala keluarga Evans–Kakek Gerald dan istrinya, sebagai orang paling berpengaruh dan memiliki keputusan mutlak dalam keluarga. Pada posisi ke-tiga sudah jelas Gama, sebagai pewaris utama, sekaligus orang yang menarik perusahaan Evans dari ambang kebangkrutan, menstabilkan lalu membuat perusahaan semakin naik di era krisis hingga bisa kembali pada posisinya; berada di puncak rantai makanan .., sudah barang tentu ia sangat diha
Dengan masih mempertahankan tatapan sengitnya, Gerald kembali berbicara. “Persetan dengan apa kata orang.” ...Sementara di depan sana, setelah meninggalkan Kakek dan ayahnya, Gama bergegas menghampiri Abby. “Kita pulang sekarang?” Abigail cukup terkejut dengan tindakan Gama. Mata wanita itu juga sempat terbelalak. Namun, sebisa mungkin ia menormalkan raut wajahnya, lalu mengangguk. “Ya, aku juga sedikit lelah sekarang.”Bukan omong kosong, Abby memang sangat lelah sekarang dan entah kenapa, kehadiran Gama adalah hal yang paling ia syukuri saat ini. Abby bukannya tidak pernah menghadapi perseteruan keluarga seperti ini. Pernah, bahkan sering. Dulu, sebelum sang ayah yang notabene CEO perusahaan Collins difitnah membunuh’, menggelapkan uang perusahaan hingga harus mendekam di balik jeruji besi, keluarga mereka selalu menjadi sasaran sindiran saat acara keluarga berlangsung. Banyak dari para Collins yang sangat membenci keluarga mereka. Terkhususnya sang ayah, yang telah sukses di
Ucapan Gama yang terkesan–bukan terkesan tapi sangat tidak berperasaan tersebut, membuat mereka semua yang ada di dalam mobil terkejut. Carlos yang tengah menyetir, secara perlahan menaikkan pembatas antara kursi depan dan belakang, sedangkan Rea tanpa sadar mengambil sebotol air mineral yang sering Carlos selipkan di saku dasbor, kemudian menenggaknya hingga tandas. Beberapa saat saja bersama Abby, membuat mereka tahu bahwa sang nyonya muda bukan lawan yang mudah untuk tuan mereka. Melihat bagaimana Abby membalikkan keadaan di kastil Evans tadi, sudah lebih dari cukup untuk memberi peringatan keras pada Carlos dan Rea–pada sang tuan juga sebenarnya, untuk tidak menganggap remeh nyonya muda mereka ini. Dan ya, Sepertinya kekhawatiran Carlos dan Rea benar-benar terbukti. Sedikit meragukan sebenarnya, karena yang terdengar pertama kali setelah hening yang cukup panjang, bukanlah suara keras Abby, melainkan suara tawa yang sedikit dipaksakan. “Perang dimulai,” gumam Rea. Di bangku b
Abigail masih terpaku di tempatnya. Beberapa saat setelah Gama keluar dari mobil, barulah wanita cantik itu sadar dan melontarkan tatapan tajam pada sang suami. “Apa dia kira aku cacat?!” Abigail menatap pintu mobil yang dibuka Gama dengan sedikit kesal. “Hanya membuka pintu mobil, bukan? Berlebihan!” Rea yang tahu sang nyonya tengah kesal, bergegas membantu membukakan pintu mobil untuk Abby. “Mari, Nyonya.” Abigail menarik nafas dalam, lalu turun dengan senyum cerah. “Terima kasih, Rea.” Udara segar yang dirasakan saat turun dari mobil, membuat Abby merasa sangat nyaman. Awalnya dia berpikir, Gama adalah seseorang yang glamor dalam segala hal; baik penampilan maupun tempat tinggal, tapi ternyata pemikirannya itu salah besar. Melihat dari lingkungan tempat tinggal juga eksterior rumah yang lebih didominasi warna cokelat kayu, pepohonan rindang dan taman yang luas, sangat jelas terlihat bahwa hampir mirip dengannya, Gamaliel Evans juga sangat menyukai tempat tinggal berbau alam. “
Setelah menarik nafas dalam, Abigail lalu membenarkan posisi gaunnya, kemudian bergegas memasuki dapur dengan langkah sedikit menghentak–ia sengaja melakukannya agar mereka tahu ia datang. Kedatangan Abby, membuat suasana yang senilai ramai menjadi hening. Para pelayan yang awalnya bergunjing seketika berpencar dan mengerjakan pekerjaan mereka masing-masing hingga hanya menyisakan Mia–kepala dapur kediaman Gama dan Alicia sang calon nyonya yang gagal. "Apakah aku mengganggu?" Abigail yang melihat mereka semua terdiam, bertanya dengan wajah polos. Mia yang melihat hal itu, memaksakan senyumnya. "Anda membutuhkan sesuatu, Nyonya?" Abigail menatap Mia, lalu mengangguk. "Ya, tolong segelas air, Mia. Aku akan menunggu di taman samping." Setelah mengatakan niatnya, wanita cantik itu bergegas berbalik pergi. Namun, belum juga mengambil langkah kedua, suara Alicia berhasil menghentikan langkahnya. "Hanya air putih, Abby ... Tidak bisakah kau membawanya sendiri?"Sudut bibir Abby terang
Mia masih terus menunduk. Ucapan Abigail benar-benar membuatnya kehilangan kata-kata. Jika ini beberapa saat lalu, dia pasti akan beradu argumen dengan sang Nyonya. Tapi, melihat bagaimana Nyonya mudanya ini bermain kata, tidak ada pilihan lain bagi Mia selain menunduk tanpa niat membalas. Beberapa saat berlalu dalam diam. Setelah dirasa cukup, Mia lalu berdehem kecil. "Terima kasih atas perhatian Anda, Nyonya. Saya akan lebih berhati-hati ke depannya agar tidak tenggelam." Mia menarik nafas dalam. "Jika tidak ada yang ingin Anda bicarakan, Saya permisi." Abigail hanya mengangguk sebagai jawaban. Setelah Mia pergi, Rea yang sejak tadi berdiri di dekat pilar ruang makan berjalan mendekat. "Apakah Anda baik-baik saja, Nyonya?" Rea melihat ke belakang, memastikan tidak ada yang mendengar,. "Mia memang seperti itu, Aku harap Nyonya tidak mengambil hati setiap ucapan dan tindakannya." Suara Rea membuat Abby yang semula memunggungi pintu, berbalik. Wanita cantik itu melemparkan tat
Abigail tersenyum. "Apapun itu, aku tetap berterima kasih." Rea tidak bisa berkata apa-apa lagi selain mengangguk dengan senyum. "Ingatlah untuk berhati-hati, Nyonya. Keluarga Evans tidak sesederhana yang terlihat. Aku harap Nyonya selalu ingat untuk mawas diri. Nyonya besar yang adalah nenek Tuan Gama, juga orang yang melindungi Mia ... Aku dengan berani mengatakan bahwa beliau sangat berbahaya. Tidak seperti tuan besar Evans yang ramah pada Anda, Nyonya besar sedikit lebih keras." Abigail mengangguk-anggukkan kepalanya, lalu mengangguk. "Aku mengerti." Seolah baru teringat sesuatu, Rea menatap Abby. "Aa, benar. Tuan besar menyuruhku ke sini. Tuan ingin sarapan pagi bersama." Rea melirik CCTV yang menyorot langsung mereka berdua. "Tuan menunggu Anda di ruang kerjanya." "Kenapa Ruang Kerja?" Abigail mengerutkan keningnya. "Aku ingin sarapan di meja makan. Katakan padanya untuk datang. Jika tidak, aku akan makan sendirian." Rea mengusap belakang kepalanya. "Akan saya sampaikan, Ny