Share

07. Jangan Lupakan Posisimu

Dan ya, untuk ke sekian kalinya Alicia kembali terdiam. 

Omong-omong, mereka tengah berada di taman kecil yang hanya berbatasan kaca dengan ruang makan. Sebuah taman beratapkan kaca, dengan deretan bunga Tulip dan mawar putih yang mengelilingi. 

Pada tengah taman membentang rumput hijau dengan setapak batu alam sebagai tempat mereka berpijak. Di sebelah Utara taman terdapat kolam kecil dengan patung Dewi kesuburan yang tengah memegang tempayan yang terus mengalirkan air ke tengah kolam. 

Tempat yang sangat indah dan nyaman untuk memenangkan diri. Hal itulah yang dilakukan Abby tadi, sebelum iblis wanita ini tiba. 

Alicia berdehem beberapa kali. Seperti sebelumnya, dia kembali meremas sisi gaunnya hingga kusut, guna meredam kekesalan atas ucapan Abby tadi. 

“Bagaimana, Alic? Apakah kau punya saran?” Lagi, Abigail bertanya. 

Pertanyaan Abby berhasil menarik Alicia dari lamunannya. Wanita cantik bergaun putih itu menatap Abby dalam diam. Beberapa saat kemudian, kedua matanya perlahan mengalirkan kristal bening yang sangat deras bak dua tanggul yang pecah. 

Alicia masih berdiri terpaku di sana dengan tangisan yang belum reda. Tangisan yang perlahan mengundang perhatian semua orang yang ada di sana, termasuk Gamaliel dan ayahnya yang tengah berbincang. 

Melihat Alicia menangis, beberapa orang yang ada di dekat sana bergegas menghampiri mereka. 

Alicia sendiri, begitu mendapati banyak langkah kaki yang mendekat, wanita cantik itu mengusap air matanya dengan kasar, lalu menatap Abby dengan wajah sembab. “A-aku tidak tahu apa yang salah dengan ucapanku tadi, Kakak Ipar ... A-aku hanya ingin berbagi cerita denganmu tentang kedekatanku dan kak Gama dulu. Tapi kenapa kau ....” 

Alicia menutup wajahnya dengan kedua tangan. Setelahnya, dia kembali mengangkat wajahnya, lalu dengan suara yang semakin parau melanjutkan. “Kami ... Kami telah akrab sejak kecil. Bagi mereka yang akrab, panggilan kesayangan adalah hal yang biasa, a-aku tidak tahu kalau panggilanku begitu mengganggumu.”

“Ma-maafkan aku, Kakak Ipar ....” Alicia mengakhiri dramanya dengan membungkuk sembilan puluh derajat. 

Abigail mengangkat sebelah alisnya. ‘Kau ingin bermain? Baiklah.’ 

“Ada apa ini?” Julia Smith–ibu Gama ikut masuk dalam obrolan. Namun, bukannya menenangkan Alicia, Julia justru menghampiri Abby dengan wajah khawatir. “Terjadi sesuatu, Nak?” 

Apa yang Julia lakukan hampir membuat Alicia merusak topengnya sendiri. Bahkan dengan drama tangisan seperti ini, masih belum bisa menggerakkan hati wanita paruh baya itu untuk sekedar bersimpati padanya. 

Namun, karena sudah kepalang basah, Alicia tidak ada pilihan selain melanjutkan dramanya. “Ma-maafkan aku, Bibi ... Ini salahku ... Aku–

“Bibi tidak bertanya padamu, Alic.” Suara Julia terdengar dingin. Setelahnya, wanita paruh baya tersebut beralih pada Abby. “Katakan, sayang ... Apa yang terjadi?” 

Abby mengalihkan pandangannya pada Julia. Dengan gerakan lembut, wanita cantik itu menyentuh tangan ibu mertuanya. “Aku juga tidak mengerti, Ibu. Aku tengah melihat pemandangan tadi, saat Alicia datang dan menceritakan tentang kedekatannya dengan Gama yang telah berlangsung bertahun-tahun. Kedekatan yang sangat intim hingga memiliki panggilan kesayangan satu sama lain.”

Abigail menghela nafas, lalu menatap Alicia yang telah tenggelam dalam pelukan ibunya. “Aku sempat terkejut tadi, tapi sebagai orang baru, aku cukup tahu diri untuk tidak merasa cemburu.” Lagi, helaan nafas Abby terdengar. Kali ini, bahkan matanya sedikit memerah saat kembali menatap Julia. “Aku tidak tahu kalimat mana yang salah, tapi sungguh aku tidak bermaksud ....” 

Wanita cantik bermata almond itu, mengusap sudut matanya yang basah. “A-aku hanya mencoba meredam rasa cemburu dengan ... Dengan meminta saran Alicia tentang nama kesayangan untuk Gama, tapi sepertinya ....” Abby menatap Alicia yang juga tengah menatapnya tajam di dalam rangkulan ibunya. “Sepertinya terlalu dini untuk orang baru sepertiku masuk dalam hubungan harmonis yang telah mereka bangun bertahun-tahun.” 

Tidak ada kalimat Abby yang menjelek-jelekkan Alicia. Namun, mereka yang paham akan langsung tahu siapa yang salah di sini. 

Bagi wanita yang sudah menikah khususnya ... Mereka semua yang telah makan asam garam pernikahan dapat menangkap jelas niat buruk Alicia. 

Untuk alasan apa lagi seorang wanita menceritakan hubungan masa lalunya dengan seorang pria yang sudah menikah, pada istrinya sendiri? Jelas di sini Alicia berniat menegaskan posisinya sebagai wanita penting dalam hidup Gama. 

Jika ini terjadi pada wanita lain dan bukan Abigail yang tahan banting, pastilah Gama yang baru menikah beberapa hari lalu akan langsung mendapatkan surat gugatan cerai dari istrinya. 

Pikiran para wanita di sana, sama dengan yang ada di kepala Julia Smith. Tanpa melepaskan genggaman tangan Abby, wanita paruh baya itu menatap Alicia tajam. “Aku tidak tahu apa tujuanmu, Alic. Tapi sebagai wanita seharusnya kau paham, dampak seperti apa yang bisa terjadi jika membahas masa lalu dengan istri orang lain. Kau sudah cukup dewasa dan tidak bodoh untuk tahu hal itu, bukan?” 

Tatapan Julia semakin menajam. “Aku harap kau tahu batasanmu. Seorang sepupu, tetaplah sepupu. Meskipun tidak ada darah Evans mengalir dalam tubuhmu, tapi kau bisa hidup sampai saat ini karena uang Evans. Jangan lupakan posisimu.” 

Julia menggenggam tangan Abby semakin erat sembari mengedarkan pandangannya pada mereka semua yang ada di sana. “Biar aku perkenalkan lagi. Dia, Abigail Collins yang telah berganti nama belakang menjadi Evans. Dia Nyonya muda Evans, istri say Gama saat ini. Siapa pun kalian yang masih muda, tidak ada yang berhak mengangkat kepalanya terlalu tinggi di depan wanita ini. Camkan itu.” 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status