Share

Bab 2: Panik

Author: Ana_miauw
last update Last Updated: 2024-01-30 18:39:11

Setelah perjalanan yang cukup panjang, akhirnya gelar sarjana Nabila terpakai juga. Dia berhasil diterima kerja di sebuah perusahaan agen jasa iklan. Menjadi seorang penulis naskah dan pembuat gambar iklan.

Sementara Zaki Nabila titipkan ke daycare dan akan ia jemput sepulang dirinya bekerja, seperti yang dilakukannya hari ini.

“Ibu! Ibu!” seru anak itu senang saat mendapati sang ibu datang menjemput.

“Sayang.” Nabila memeluknya. “Kangen ya, sama Ibu?”

“Hu’um.” Anak itu seluruh bajunya berkeringat, itu sebabnya Nabila langsung menggantinya setibanya mereka di rumah.

“Zaki belajar apa aja hari ini, Nak?”

“Main ail...”

Nabila terkekeh. Dari sekian banyaknya aktivitas yang Zaki lakukan, hanya bermain air yang dia ingat. Mungkin itulah kegiatan yang dianggapnya paling seru.

“Ibu keljanya lama. Jaki ngga mau sama Miss, Jaki maunya sama Ibu aja,” ujarnya mengeluh.

“Maaf ya, Nak. Tapi Ibu harus kerja, biar Zaki bisa beli mainan.”

“Kan ada Ayah....”

Bibir Nabila langsung mengatup. Kesedihan merambati dadanya mengingat bagaimana hubungannya dengan Dewa.

Nabila bingung. Bagaimana caranya menjelaskan kalau pria yang dimaksud tak seperti seorang suami dan ayah pada umumnya?

Tak lama berselang, terdengar suara mobil berhenti di halaman. Dewa pulang. Lelaki berpostur tubuh tinggi dan gagah itu memasuki rumah. Tanpa salam, tanpa senyum, tanpa ekspresi. Wajahnya kaku seperti biasa.

“Baru pulang, Mas?” Nabila mencoba berbasa-basi.

“Menurutmu?”

Mendengar ketegasan lelaki itu membuat Nabila seketika menciut.

Sudah tahu Dewa tak suka ditanya-tanya, tapi Nabila tidak pernah kapok. Masih untung, dia tidak dikatakan buta olehnya.

Dengan segera Nabila membawa Zaki ke dalam kamar. Mencegah Zaki lari ke arah Dewa dan mengemis perhatiannya seperti biasa.

Terlalu menyedihkan baginya melihat Zaki demikian pada seorang laki-laki yang dianggapnya ayah.

“Mau sama Ayah, Bu....”

Nah, benar kan, apa dugaannya barusan? Zaki meminta bersama Dewa. Pintu maaf Zaki selalu terbuka lebar meski bagaimana Dewa memperlakukannya. Dia tetap baik di mata anak ini.

“Ayah lagi capek, Nak. Tidak boleh diganggu, ya,” kata Nabila mencium puncak kepala anak itu, “kita bobo aja gimana? Nanti Ibu ceritain dongeng. Mau?”

Beruntung Zaki menurut.

Tidak sulit juga menidurkan anak itu. Barulah setelahnya, Nabila bisa membersihkan diri dan melakukan sisa pekerjaan rumah yang dia tinggalkan sebelum berangkat bekerja.

Saat di dapur, Nabila malah menemukan Dewa. Tampak kebingungan mencari sesuatu.

“Sedang cari apa, Mas? Biar aku bantu.”

Namun bukannya menjawab, Dewa justru berbalik pergi meninggalkannya.

Nabila sudah sangat sering mendapat perlakuan kurang menyenangkan seperti ini dari Dewa. Tetapi tetap saja hatinya selalu sakit acap kali menerima perlakuan tersebut.

“Apa sebegitu menjijikkannya aku sampai kamu tak sudi aku dekati seperti ini, Mas?” seru Nabila saat batas kesabaran sudah naik ke atas kepala.

Mendengar hal tersebut Dewa berbalik. Sorot matanya menajam.

“Apa? Kenapa kamu marah? Ada ya, manusia yang kuat nggak bicara sama istrinya sendiri selama bertahun-tahun? Dan orangnya itu cuma kamu, Mas. Cuma kamu!”

“Minimal kalau mau ngomong itu pakai otak!” katanya membuat tangis Nabila pecah seketika.

** *

Percakapan kemarin masih begitu membekas di dalam hati Nabila. Bagaimana mereka beradu pandang dalam kebencian, bagaimana mereka saling bersuara keras mempertahankan argumen masing-masing.

Hingga membuat Nabila tak bisa fokus kerja hari ini. Beberapa kali atasannya memergokinya tak fokus, tenggelam dalam lamunannya sendiri.

Tidak peduli siapa di antara mereka yang paling bersalah dan siapa yang benar, karena pada intinya, keduanya sama-sama merasa sakit.

Seperti biasa, sepulang dari kantor, Nabila langsung menjemput Zaki di daycare. Di sana, Zaki sudah menyambutnya dengan suka cita.

Mereka menggunakan kendaraan roda dua. Nabila mendudukkan anaknya di depan menggunakan kursi khusus. Zaki sangat senang hingga dia terus berceloteh di sepanjang perjalanan.

“Ibu, Zaki bole jajan?”

“Oh, Zaki mau jajan,” balas Nabila, “boleh, dong. Mau beli mainan lagi juga boleh.”

“Asyik, yeayy! Maacih, Ibu.”

“Sama-sama, Sayang.”

Tak hanya mainan, Nabila juga membeli bahan makanan sekaligus untuk mereka nanti malam. Membuat motor mereka penuh dengan barang-barang.

Tiba di depan rumah, Nabila dikejutkan dengan kedatangan kedua mertuanya. Terlihat dari mobilnya yang terparkir di halaman.

Nabila heran. Tidak biasa-biasanya mereka datang ke sini jika tak berkepentingan.

Dewa juga, pria itu tumben sudah pulang. Apa dia sengaja pulang lebih cepat demi menyambut orang tuanya yang sedang bertamu?

“Kok, ada mobil Uti, Bu?” tanya Zaki.

“Iya, sepertinya Uti sedang bertamu.”

Zaki berlari kecil ke dalam, bocah itu memekik begitu melihat mbahkung dan utinya. Begitu juga dengan kedua kakek-nenek tersebut.

Nabila tertegun. Batinnya membayangkan, sepatah apa hati mereka jika mereka tahu bahwa Zaki bukanlah cucu kandung mereka yang sebenarnya?

“Yah, Bun?” Nabila menyalami kedua mertuanya secara bergantian.

“Jam segini kalian baru pulang, habis dari mana?” tanya Adawiyah.

“Aku habis jemput dia dari daycare, Bun.”

“Daycare?” ulang Adawiyah meminta kejelasan.

“Iya, aku udah kerja, Bun. Jadi terpaksa masukin Zaki ke daycare.”

“Kamu udah kerja? Emangnya nafkah dari Dewa masih kurang sampai kamu cari-cari tambahan di luar?” Adawiyah tak habis pikir, “kamu jangan egois dong, Bila. Anak kalian ini masih kecil banget. Masih sangat membutuhkan perhatian. Para wanita karir, mereka rela loh, meninggalkan pekerjaannya demi menjadi ibu rumah tangga. Kok kamu malah sengaja ninggalin anak buat kerja,” omelnya.

“Maaf, Bun. Habis Bila bosen kalau di rumah terus,” Nabila beralasan.

“Nggak papa, Bun. Aku nggak pernah mengekangnya. Dia Cuma kerja, bukan berarti melalaikan kewajibannya di rumah,” sahut Dewa menyela omelan bundanya.

“Jadi kamu mendukungnya, Wa?”

“Kenapa enggak?”

“Salah kalian ini. Sebanyak apapun yang akan kalian dapatkan sekarang ini, tidak akan berguna di masa depan kalau kalian gagal membentuk Zaki menjadi anak yang baik. Justru uang yang ada bisa habis untuk memperbaiki keadaan yang sudah terlanjur rusak.”

“Nggak akan sejauh itu, Bun...” sahut Rofiq, suaminya. Sembari lelaki itu memberikan petuah, bahwa apa yang dilakukan Nabila saat ini, pastilah sudah melalui berbagai pertimbangan.

“Menantu kita lebih tahu yang terbaik untuk keluarganya, Bun. Jadi nggak usah khawatir anak dan cucu kita bakal terlantar.”

Nabila terdiam. Membiarkan mereka mengeluarkan pendapatnya. Sebab bagaimana pun, tekadnya tetap tidak akan berubah. Nabila akan tetap bekerja. Karena dengan cara seperti inilah dia bisa menjaga pikirannya agar senantiasa waras.

“Ya, sudah. Kalau rencana kalian begitu, memangnya Bunda bisa apa?” kata Adawiyah akhirnya, enggan merumitkan keadaan yang dapat menyulitkannya. Karena mereka tengah membutuhkan bantuan.

“Nabila, maaf sebelumnya. Kami bukan bermaksud merecoki rumah tangga kalian. Kami ke sini cuma mau minta tolong. Rumah kami sedang direnovasi, jadi kalau kalian tidak keberatan, kami mau minta izin untuk tinggal di sini selama beberapa hari ke depan sampai renovasinya selesai. Nanti sebagai gantinya, Bunda akan bantu jaga Zaki di rumah.”

Ucapan bunda barusan membuat tubuh sepasang suami istri itu sontak menegang. Tentu saja mereka panik, mereka tidak pernah tidur satu ranjang selama ini.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
wajar dewa marah dan g menganggap zaki dan si nabila. mengaku cinta tapi hamil sama laki2 lain. itu dimana otakmu kau tempatkan njing. dan masih tetap bertahan, apa g punya rasa malu?
goodnovel comment avatar
Sartini Cilacap
Ternyata zaki bukan anaknya dewa
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Istri Tanpa Nafkah (Batin)   Bab 125: Tamat

    “Udah ah, Mas. Capek.”Aditya menghentikan langkahnya ketika mendengar Nabila mengeluh. Ditatap nya sang istri yang kini sudah terdengar ngos-ngosan, sedang satu tangannya mengusap perut besarnya. Sembilan bulan usia kandungannya membuat dia menjadi semakin malas-malasan. Hobinya rebahan dan makan-makan camilan. “Baru juga jalan lima menit, Sayang. Kan kata dokter kamu harus lebih banyak jalan biar peredaran darahmu lancar. Kalau kamu mageran baby nggak akan turun-turun panggul kan?”“Aku nggak males, Mas. Tapi emang udah capek aja. Capek banget. Pengen minum, tapi yang manis-manis.”“BB-nya adek itu udah agak berlebih. Tadi pagi kan Bila sebelum sarapan udah minum teh manis. Masa sekarang mau minum yang manis-manis lagi?”“Ini anak kamu yang pengen loh, Mas. Jahat banget sumpah kalau nggak dibolehin.” Nabila langsung ngambek. Astaga... capek sekali loh, Aditya menjaga istrinya dari makanan-makanan yang manis. Ya, anak mereka berjenis kelamin perempuan. Pantas kalau masih di dalam

  • Istri Tanpa Nafkah (Batin)   Bab 124: Go Public

    Harusnya sih, harusnya. Setiap kali ada karyawan lama yang akan resign, mereka pasti akan mengadakan acara kumpul-kumpul untuk perpisahan. Ya mungkin sekedar untuk makan-makan traktiran, spesial dan terakhir dari orang yang akan resign itu.Tapi karena posisinya berbeda--lebih tepatnya Nabila bukan seorang karyawan yang sederhana nya, disukai oleh banyak orang meskipun dia berprestasi, jadi yang ditraktir makan siang hanya satu orang, yakni Risa.Gadis itu sangat senang setelah mengetahui bahwa ia akan ditraktir sepuasnya. Bahkan diperbolehkan membawa makanannya pulang untuk keluarga di rumah. Nabila bilang, ini spesial untuknya karena hanya dirinya satu-satunya orang yang mendapatkan hadiah tersebut. Dari uang pesangonnya yang masih banyak. “Bukan cuman uang pesangon, Bil. Tapi uang bulananmu dari Pak Bos juga pasti nilainya nggak kecil kan?”“Ya, alhamdulillah...”“Berapa kamu dikasih sama suamimu, Bil? Kasih aku bocoran tipis-tipis lah, aku beneran pengen tahu.”“Dia nggak kasih

  • Istri Tanpa Nafkah (Batin)   Bab 123: Baperan Banget

    Ok, satu persatu persoalan Nabila sudah selesai. Siapa ayah kandung Zaki, bagaimana dulu itu bisa terjadi dan ke mana para pelaku dihukum saat ini, semua sudah dibereskan. “Kecuali satu, Bil. Ya, cuma tinggal satu aja, beresin anggota tim kamu yang rese itu.” “Kayaknya kalau itu nggak usah deh, Mas. Toh, aku juga yang salah karena aku dah wara-wiri nggak masuk kerja. Lagian kalau mereka tau aku udah nikah mereka nggak bakalan ngomong gitu.” “Kamu boleh bilang nggak papa, tapi sebagai suamimu aku nggak suka istri kesayanganku digituin. Tetep aja mereka bakalan kukasih sanksi nanti.” Aditya sama sekali tak goyah dengan ketidak tegaan Nabila. “Kan aku juga udah mau keluar sih, Mas. Besok terakhir.” “Kelakuan mereka pasti nggak akan jauh beda ke anak baru nantinya.” “Belum tentu," sahut Nabila segera, “udahlah, Mas. Aku yakin mereka cuma lagi capek aja kemarin. Sebelumnya nggak pernah, kok. Soalnya aku cuti terus, jadi ya wajarlah kalau mereka marah.” “Biar itu jadi urusanku, Bil.

  • Istri Tanpa Nafkah (Batin)   Bab 122: Kondusif

    Karena kabarnya Zaki dan Mama Dina ada di rumah Ami Safira, jadi Nabila dan Aditya langsung menuju ke sana. Namun tepat mereka sampai di sana, bukan hanya Mama Dina dan Zaki yang mereka dapati, tapi juga Papa Rudi. “Loh, kok, Papa ada di sini juga?” Nabila tak bisa menahan diri untuk bertanya. “Iya kebetulan Papa ada urusan sama beliau.” Lelaki itu mengerahkan pandangannya pada Ami Safira. “O-oohh?” dari nada suaranya, Nabila terdengar bingung. Anak itu sebenarnya sangat penasaran, ingin bertanya ada apakah gerangan urusan yang dimaksud oleh Papanya. Sebab sebelumnya mereka tidak saling mengenal, baru kenal pertama kali setelah Ami Safira datang ke rumah. Nabila takut Papanya sedang bertindak jauh tanpa persetujuannya lebih dulu--yang pada akhirnya akan merugikannya sebagai seorang menantu. Tapi kemudian buru-buru Nabila menepis pikirannya yang buruk itu. Tidak mungkin lelaki yang selalu memiliki perencanaan sangat matang tersebut, melakukan tindakan memalukan di bawah ha

  • Istri Tanpa Nafkah (Batin)   Bab 121: Aku Sebenernya...

    “Hayooo, abis ngapain baru dateng langsung cuci tangan?” Sebuah suara dari belakang mengejutkan Nabila yang tengah menyabuni tangannya di depan wastafel.Bukan, bukan karena dia kagetan. Tapi karena pemilik suara itulah yang membuat dia terkejut sekaligus senang setengah mati. Karena salah satu bestie nya sudah kembali ke kantor lagi. Hingga dia bisa berbagi cerita dan bersenda gurau bersamanya. “Oh my God, Risaaa!” langsung saja Nabila memeluknya yang di balas dengan putaran bola mata. “Iyuhh, apaan sih? Lebay amat punya teman. Baru ditinggal sehari aja langsung gila. Awas ah, risih gue dah kaya lesbong aja kita,” ujarnya. Namun bukan teman namanya kalau langsung tersinggung. Perkataan-perkataan nyelekit itu sudah biasa keluar dari mulut Risa. Makanya Nabila sudah tidak pernah kaget lagi jika Risa mencibirnya ratusan kali pun. “Kamu kali yang gila. Lagian dipeluk temen bukannya seneng. Itu artinya kamu dikangenin.”“Males dikangenin sama kamu! Mending dikangenin sugar daddy.”“

  • Istri Tanpa Nafkah (Batin)   Bab 120: Say Papa

    “Kita nanti main, yuk!”“Mau main ke mana?”“Jaki mau berenang di rumahnya Nainai.”“Boleh ... kapan?” agar Aditya bisa menanggapi secara penuh permintaan Zaki barusan, ia menjauhkan benda yang sedari tadi menjadi fokusnya ke meja, yakni si setan gepeng. “Besok yah?” kedua bola mata Zaki berbinar penuh pengharapan. “Tapi besok Papa sama Ibu kerja, Nak. Gapapa ya, kalau berenangnya cuma ditemenin sama Nainai?”“Hu'um.” Zaki kemudian naik ke atas pangkuan Aditya untuk berbisik, “Boleh tonton spidermen ga, tapi yang anak gede.”Mungkin yang Zaki maksud adalah Spiderman yang versi orang dewasa, bukan kartun. Tapi yang Aditya tahu, Nabila belum membolehkannya karena Zaki belum cukup umur untuk menyaksikan. “Ngga boleh, Nak. Yang gede buat anak gede, kalau anak kecil bolehnya nonton kartun.”“Dikit aja, Om ... eh, Pa?”Berdebar hati Aditya begitu Zaki memanggilnya dengan sebutan Papa. Ini pertama kalinya meskipun Zaki tampak ragu-ragu saat mengucapkannya. “Apa tadi manggilnya? Coba Pa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status