Istri Tanpa Nafkah (Batin)

Istri Tanpa Nafkah (Batin)

By:  Ana_miauw  Updated just now
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
1 rating
55Chapters
455views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Karena kesalahan satu malam yang dilakukannya bersama pria lain, Nabila hamil menjelang pernikahan. Calon suaminya marah besar begitu mengetahui hal tersebut meski dia tetap bersedia menikahinya. Namun dari situlah penderitaan Nabila berasal. Zaki sang suami sangat membencinya. Hampir tiga tahun pernikahan mereka, jangankan pernah tidur satu kamar, saling berbicara pun tidak. Keduanya justru lebih mirip seperti orang asing yang terpaksa hidup bersama dalam satu atap. Nabila ingin meminta cerai, tapi hatinya berat untuk melakukan. Cintanya terlalu besar untuk pria itu.

View More
Istri Tanpa Nafkah (Batin) Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
user avatar
Ana_miauw
Jangan lupa tinggalkan jejak ya
2024-05-17 11:58:06
2
55 Chapters
Bab 1: Menjadi Janda Padahal Masih Bersuami
Sudah hampir tiga tahun Nabila menjadi seorang janda, padahal dia masih bersuami.Nabila memandangi pantulan tubuhnya di cermin. Melihat baik-baik di mana kekurangannya.Padahal tidak ada yang kurang. Dia masih sangat cantik, kulitnya putih bersih, semua anggota tubuhnya pun masih sangat indah meski dia pernah melahirkan dan menyusui anak yang kini sudah berusia hampir dua tahun.Nabila sangat merawat bentuk tubuhnya agar selalu terlihat cantik di mata suaminya.Tapi sampai sekarang, Dewa—suaminya, belum pernah sekalipun mendatanginya. Jangankan mendatanginya, menatap dirinya pun seperti enggan. Mereka pisah kamar dari awal pernikahan.Bayangkan! Tiga tahun itu bukan waktu yang sebentar. Bagaimana pun, Nabila seorang wanita dewasa dan normal. Dia juga memiliki kebutuhan biologis yang harus terpenuhi.Namun jika demikian, maka jangan salahkan Nabila jika dia melakukannya dengan caranya sendiri.Kendati Nabila tahu, perbuatan ini sangat berdosa dan sangat dilarang di dalam agama yang di
Read more
Bab 2: Panik
Setelah perjalanan yang cukup panjang, akhirnya gelar sarjana Nabila terpakai juga. Dia berhasil diterima kerja di sebuah perusahaan agen jasa iklan. Menjadi seorang penulis naskah dan pembuat gambar iklan.Sementara Zaki Nabila titipkan ke daycare dan akan ia jemput sepulang dirinya bekerja, seperti yang dilakukannya hari ini.“Ibu! Ibu!” seru anak itu senang saat mendapati sang ibu datang menjemput.“Sayang.” Nabila memeluknya. “Kangen ya, sama Ibu?”“Hu’um.” Anak itu seluruh bajunya berkeringat, itu sebabnya Nabila langsung menggantinya setibanya mereka di rumah.“Zaki belajar apa aja hari ini, Nak?”“Main ail...”Nabila terkekeh. Dari sekian banyaknya aktivitas yang Zaki lakukan, hanya bermain air yang dia ingat. Mungkin itulah kegiatan yang dianggapnya paling seru.“Ibu keljanya lama. Jaki ngga mau sama Miss, Jaki maunya sama Ibu aja,” ujarnya mengeluh.“Maaf ya, Nak. Tapi Ibu harus kerja, biar Zaki bisa beli mainan.”“Kan ada Ayah....”Bibir Nabila langsung mengatup. Kesedihan m
Read more
Bab 3: Bolehkah Aku Memelukmu?
“Pindahkan semua barang-barangmu ke kamarku!” kata Dewa usai kedua orang tuanya pergi dan di terpaksa menyetujui mereka untuk tinggal.Sehingga keduanya terlebih dahulu pulang untuk mengambil semua barang keperluan mereka.“Nggak usah, ngapain? Aku bisa tidur di kamar Zaki,” balas Nabila enggan karena Dewa tak memintanya dengan baik, alias terpaksa.“Mereka bisa memergokimu jika malam atau siang namun tak mendapati barang-barangmu di sana.”“Apa yang kamu takutkan, Mas? Memang kenyataannya kita tidak pernah tidur bersama.”“Nabila, menurutlah! Jangan berlagak sok paling tersakiti. Kamulah yang menghancurkan semua mimpi-mimpiku yang kubangun susah payah!” teriak Dewa dengan sorot mata menajam. “Cepat masuklah ke kamarmu dan ambil semua barang-barangmu!”“Kamu nggak perlu melakukannya kalau kamu terpaksa,” Nabila memberanikan diri untuk melawan.“Dan apa kamu siap kalau mereka dan orang tuamu tahu hubungan kita yang sebenarnya? Tentang kita, juga tentang Zaki, dari mana anak harammu itu
Read more
Bab 4: Ketemu Bos Ganteng
Hati siapa yang tidak babak belur mendapat penolakan dari suaminya sendiri?Seperti itu yang selalu Nabila rasakan setiap hari, tapi berusaha ditahannya sampai dia siap melepas semuanya nanti. Ketika dia sudah bisa hidup mandiri, tidak bergantung pada suaminya lagi.Saat ini, Nabila sedang pelan-pelan mengumpulkan penghasilan. Sebab tak mungkin dirinya menyisihkan uang Dewa demi kepentingannya sendiri. Sementara dia tak pernah berbuat apa-apa untuknya.Tidak dipungkiri, selama ini, Nabila memakai uang nafkah dari Dewa untuk kebutuhan mereka sehari-hari. Tapi hanya sebatas itu. Nabila sadar diri atas statusnya yang hanya seorang istri pajangan. Masih diterima dan sudah diberi tempat tinggal saja, Nabila sudah sangat bersyukur. Nabila tidak bisa bayangkan jika Dewa mengusirnya atau mengembalikannya ke rumah dan mengatakan semua yang sejujurnya kepada kedua orang tuanya. Terutama sang ayah yang memiliki riwayat sakit jantung.Nabila berbalik badan. Ditatapnya sang suami yang kini terba
Read more
Bab 5: Yang Terindah Tapi Pahit Terasa
Meski berat, namun pada akhirnya Nabila bersyukur karena hampir semua pekerjaannya hari ini bisa selesai lebih awal dari waktu yang diperkirakan. Tinggal menyetrika pakaian. Tapi biasanya, Nabila hanya akan menyetrika pakaian yang penting-penting saja, seperti kemeja Dewa dan baju kantornya sendiri.Untuk baju si kecil—selain baju-baju tertentu pastinya, maka akan cukup Nabila lipat rapi dan dia masukkan ke dalam lemari. Jam sembilan malam setelah Nabila menidurkan Zaki, Nabila menuju ke kamar Dewa. Di saat yang bersamaan Dewa membuka pintunya.“Ke mana saja kamu? Aku panggil-panggil dari tadi,” kata pria itu.“Zaki baru aja tidur. Nggak bisa kutinggal,” jawab Nabila, “ada apa, Mas?”“Di mana motornya? Kok nggak ada di garasi?”“Motorku ditinggal di kantor. Rusak.”“Bisa-bisanya sampai rusak? Itu kan motor satu-satunya, Bila.”“Maaf, Mas. Kemungkinan akinya rusak, jadi nggak bisa nyala. Tapi besok pasti udah diperbaiki lagi, kok.”Dewa berdecak. “Aku mau pakai.”“Untuk sementara, Ma
Read more
Bab 6: Capek
Tanpa Nabila sadari, dia turun dari mobil Dewa dengan mata yang sembab. Dan tersebut disadari oleh teman satu timnya yang kini memberikan sebotol concealer padanya.“Nabila kurang tidur atau abis nangis?” tanya wanita itu.“Oh, makasih, Mba.” Nabila terlebih dahulu menerimanya, barulah dia menjawab pertanyaan Risa barusan, “Dua-duanya.”“Ya, ampun. Mengsad banget, sih.”Nabila tersenyum sumbang.“Berat banget ya, masalahnya?”“Lumayan.” Namun bukannya membaik, mata kurang ajar Nabila malah semakin membanjir. Ya, beginilah memang Nabila yang Dewa kenal, dia memang perempuan yang sangat perasa dan sensitif. Bayangkan, dia bahkan sudah memendamnya sendiri selama bertahun-tahun.“Nggak papa, Bil. Puasin aja nggak usah ditahan biar hati kamu lega.”“Nabila, motormu akhirnya nginap di bengkel. Ternyata bukan Cuma akinya yang—” ucapan Aditya terhenti ketika dia mendapati apa yang terjadi di balik meja bawahannya. “M-maaf, Pak. S-saya, nggak profesional,” sahut Nabila buru-buru menghapus ai
Read more
Bab 7: Hadirnya Zaki
Dewa memang bisa dikatakan pria yang aneh. Dia tidak pernah menganggap Nabila sebagai istrinya selama tiga tahun ini. Namun begitu Nabila mengatakan bahwa dia lelah dan ingin pergi, mengapa pria itu tak kunjung menanggapi? Kenapa? Apa Dewa keberatan? Jika keberatan, kenapa dia tak mengatakannya? Itulah pertanyaan-pertanyaan yang ada di dalam benak Nabila sekarang. Nabila masih termenung sampai beberapa menit berlalu. Saat batas kesabarannya menunggu telah habis dan dia memilih keluar dari kamar ini tanpa pria itu mencegahnya. Dia akan tidur bersama putranya malam ini. Masa bodoh dengan pandangan mertuanya jika salah satu dari mereka mendapatinya pisah ranjang. Nabila sudah tidak peduli lagi sekarang karena yang terpenting adalah kewarasannya. Berkali-kali Nabila katakan, tidak sampai gila saja dia masih untung. Tidak ada perbincangan keesokan harinya. Semua orang kompak diam tanpa bicara. Bahkan ketika Nabila terpaksa membawa sang anak ke tempat kerjanya. Padahal biasanya, wan
Read more
Bab 8: Disetujui
“Eh, anakmu ini, Bil?” tanya Risa begitu sang teman tiba di kantor dengan membawa seorang anak laki-laki sangat lucu dan menggemaskan. Terlebih jika dia tersenyum, !aka hilang kedua bola matanya terhimpit pipinya yang tembam. Dan yang terlucu adalah giginya, lantaran ompong di bagian tengah hingga membuatnya seperti drakula mini. “Iya, Mba. Maaf, aku harus bawa anakku ke sini. Soalnya di rumah nggak ada yang jagain. Mau masukin dia ke daycare juga nggak dibolehin sama neneknya. Bingung kan aku jadinya?” jawab Nabila panjang kali lebar. “Oh, my, God ... lutunaaaa.” Risa menjembil pipi Zaki yang kini langsung menyembunyikan kepalanya di antara kedua kaki sang ibu. “Kenapa, Nak? Malu ya, sama tante cantik?” Kepala Zaki malah dirasa semakin dalam. “Kok malah makin ngumpet? Ayo kenalan dulu sama Tante Risa, Sayang.” Nabila mengambil Zaki dan menuntunnya untuk mengulurkan tangan pada Risa. Tapi dia bersembunyi lagi setelah itu. Risa terkekeh, “Dia pemalu banget, ya?” “Padaha
Read more
Bab 9: Budaya Patriarki
“Jelaskan, kenapa aku harus menyetujui dia membawa anaknya ke sini?” tanya Aditya pada istrinya selepas Nabila keluar dari ruangan.“Kita nggak tau apa alasan dibaliknya,” Siwi menjawab.“Tapi kita bisa dianggap melanggar aturan.”“Tidak apa-apa daripada kamu kehilangan satu tim kreatif sehebat dia. Kamu bilang dia hebat, kan? Karena dia, klien-klienmu yang berasal dari perusahaan besar, berani membayar dua kali lipat iklannya lebih tinggi.”“Kamu benar, Wi... tapi....”Dengan segera Siwi menyela, “Sudah, jangan terlalu banyak tapi. Apa yang membuatmu jadi keberatan, Dit?”“Gimana cara aku menjelaskannya ke mereka—maksudnya anak-anak kantor?”“Gampang saja sebetulnya kalau kamu punya niat. Kamu berkuasa di sini, Dit. Kamu bosnya.”“Nanti dikira aku pilih kasih.”“Dit...” Siwi menggenggam tangan Aditya, meminta pria itu menatapnya, “percaya deh, nggak ada seorang pemimpin yang sempurna.”“Kamu benar, dan aku sedang mengusahakan itu.”“Nggak akan bisa, Dit. Setiap manusia pasti punya ba
Read more
Bab 10: Memulai Perencanaan
“Nabila?” ujar Dara saat membukakan temannya pintu rumah. Ya, wanita itu datang secara tiba-tiba tanpa kabar, sambil menggendong anaknya dengan membawa tas berukuran sedang.Semacam orang yang hendak bepergian, namun lebih dari satu hari. Begitu feeling nya.“Are you okay?” Dara melayangkan pertanyaan itu karena jika dilihat gelagatnya, Nabila jelas tidak sedang baik-baik saja.“Aku ganggu, nggak? Aku butuh tumpangan,” kata Nabila langsung saja, “cuma hari ini aja, kok.”“Mau sampai taun depan juga aku nggak peduli, yang penting kalian masuk dulu sekarang. Ayo masuk, masuk!” Tanpa keberatan, Dara bahkan membantu menggendong Zaki yang dia berikan kecupan sambutan.“Tante bau acem. Hiiiiiyyy Tante bau acem.” Zaki memberontak saat mendapatkan serangan dari teman ibunya seperti ini.“Zaki ngomong yang baik-baik, Nak. Salim sama Tantenya dulu.”“Ngga mau, Tantenya ciumin telus ihhh...”“Tante kan kangen sama Zaki, masa cium nggak boleh?” kata Dara sangat gemas.“Boleh tapinya jangan banak-
Read more
DMCA.com Protection Status