Home / Rumah Tangga / Istri Tawanan Abdi Negara / Bab 32 - Marah, Kecewa, Sekaligus Takut.

Share

Bab 32 - Marah, Kecewa, Sekaligus Takut.

Author: ekaphrp
last update Last Updated: 2025-08-17 21:36:36
Tavisha menatap Yudha yang tengah bersandar pada mobil dengan cahaya lampu kampus yang menyinari wajah dinginnya. Samuel ikut berhenti ketika Tavisha terdiam cukup lama.

“Itu suami lo?” bisik Samuel, sedikit bergidik melihat tatapan yang begitu dingin tertuju pada mereka.

Tavisha hanya mengangguk pelan. Ada sesuatu yang membuat jantungnya berdegup sangat kencang. Tatapan suaminya tidak seperti biasa. Malam itu, tampak lebih menusuk—seakan menyimpan banyak pertanyaan.

“Mas Yudha?” gumam Tavisha.

Namun, tak ada sahutan dari sang empunya nama. Tavisha pun beralih pada Samuel, memberi tatapan seakan-akan memohon untuk meninggalkan mereka berdua.

“Kamu pulang duluan, Sam,” ucap Tavisha, pelan.

“Yakin?”

“Hmmm. Gue pulang bareng Mas Yudha.”

Samuel pun mengangguk sambil menepuk bahu Tavisha pelan lalu berjalan ke arah parkiran motor.

Sepeninggalan Samuel, hanya ada keheningan yang menyelimuti. Titik pandang mereka bertemu namun tak ada kata-kata yang terucap dari bibir keduanya.

“Masuk
ekaphrp

Udah mulai memasuki konflik, ya. Hubungan mereka akan kayak roller coaster yang sebentar manis, sebentar tegang wakaka.

| 9
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (20)
goodnovel comment avatar
Dhiyah
Semakin dilarang pasti semakin penasaran. Apalagi tavisha yg punya sifat keras kepala. Lebih baik nurut apa kt suamimu, tavisha. Kalo kamu nekat maju, akan membahayakan dirimu dan jg suamimu.
goodnovel comment avatar
Nining Mulyaningsi
udahhlahh tavisha .kamu nurut dehh sama Yudha. kamu tau sendiri kan Yudha dan keluarganya dan keluarga kamu itu abdi negara pasti tau semuanya kalau kata mereka bahaya itu pasti sangat bahaya jangan terus keras kepala.
goodnovel comment avatar
Shafeeya Humairoh
susah meyakinkan tavisha tapi tavisha bener juga klo ngga bisa bantu setidaknya jangan halangi
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Istri Tawanan Abdi Negara   Bab 78 - Berat Hati

    Yudha menatap wajah sang istri cukup lama sebelum beranjak dari tepi ranjang. Ia menyampirkan selimut hingga sebatas dada sang perempuan, memastikan agar tetap hangat. Dan ketika ia hendak berdiri, ponsel di saku celananya bergetar. Ia pun merogoh lalu memandang layar menampilkan kontak dari markas besar. Getarannya terasa seperti alarm yang membangunkan sisi lain dalam dirinya—sisi yang tak pernah bisa menolak panggilan tugas.Sekilas, ia memandang Tavisha sekali lagi. Perempuan itu masih terlelap, wajahnya teduh dengan rambut terurai menutupi sebagian pipinya. Yudha menahan napas sejenak, baru melangkah keluar kamar sepelan mungkin. Begitu tiba di ruang tamu, ia segera mengangkat panggilan itu.“Siap perintah!”Suara di seberang terdengar tegas. “Kapten, mohon segera ke markas. Ini mendesak. Panglima memerintahkan seluruh tim utama hadir pagi ini.”“Pagi ini?” Yudha melirik jam di dinding. Waktu menunjukkan pukul tujuh tiga puluh. “Iya, Kapten. Tidak bisa ditunda.”“Baik. Saya sege

  • Istri Tawanan Abdi Negara   Bab 77 - Sebuah Petuah

    Dahlia keluar dari kamar setelah berhasil menenangkan sang menantu dan memberinya makan. Hormon yang dialami Tavisha memang tidak biasa. Perempuan itu sangat rapuh. Seolah jika dipegang sedikit saja mampu menghancurkannya. Setelah pintu kembali tertutup, Yudha langsung menghampiri. Ada kecemasan di wajah yang tak bisa ia tutupi. “Bagaimana Tavisha, Bu?"“Dia tidur lagi setelah makan dan minum vitamin.”Terdengar hela nafas lega setelahnya. Dahlia lantas menyelipkan tangannya di sela lengan putranya sambil membawa pria itu untuk duduk di sofa. “Duduk sini, kita ngobrol sebentar.”Yudha hanya mengangguk pelan. “Jangan terlalu keras dengan Tavisha, Nak,” nasehat sang ibu setelah berhasil duduk di sofa ruang tamu bersama putranya. Namun, tidak ada sahutan yang berarti dari bibir Yudha. Pria itu hanya bergeming, seakan berpikir apa benar ia terlalu keras pada istrinya? Padahal, ia sudah berusaha untuk bisa menahan semua ego dan amarah yang terpendam di kepala hanya demi tidak menyakiti

  • Istri Tawanan Abdi Negara   Bab 76 - Rapuh dan Tak Berdaya

    Yudha membiarkan tangis itu pecah. Ia membiarkan perempuan rapuh dan tak berdaya itu meluapkan segala kesedihannya melalui tangisan. Ibunya bilang, perempuan hamil itu perasaannya sangat sensitif. Ia bisa menangis hal-hal bahkan sekecil apapun. Apalagi Tavisha yang tengah menghadapi badai besar dalam hidupnya. Setelah lama menunggu, tangis itu akhirnya berubah jadi sebuah keheningan. Yudha menilik sang perempuan yang tengah berada dalam pelukan. Tak ada suara selain deru napas teratur. Yudha bisa menebak bahwa perempuan itu sudah tertidur. Ia pun menyelipkan tangannya ke celah leher dan kaki sang perempuan. Kemudian berdiri membopongnya menuju ranjang.Dengan sangat hati-hati, Yudha meletakkan sang istri, seakan takut membuatnya terbangun. Setelahnya, ia menyingkap rambut dan mengusap sisa air mata yang ada di kelopaknya.“Maafkan saya Tavisha.”“…”“Saya menyayangi kamu lebih dari apapun.”“…”Ungkapan hati seorang Yudha yang tak pernah secara jelas terucap di hadapan istrinya. Ia s

  • Istri Tawanan Abdi Negara   Bab 75 - Yang Terpendam

    Ketika kembali ke kediamannya, Yudha mendapati sang istri lagi-lagi merenung di ujung jendela kamar. Tatapannya kosong sambil memeluk kedua kakinya. Ada perasaan sesak saat dirinya harus melihat keadaan Tavisha yang semakin hari semakin menyedihkan. Ia tidak ingin psikologis perempuan itu terganggu. Terlebih ada bayi dalam kandungannya yang harus mendapatkan perhatian lebih. “Tavisha?” Yudha mendekat, duduk di hadapan perempuan itu. Jemarinya menarik sofa sang istri agar lebih dekat. Kemudian menelaah setiap guratan yang tampak di wajah. “Ada apa?” tanya Yudha, suaranya rendah nyaris tanpa ekspresi. “...” Namun yang ditanya lagi-lagi tak memberinya jawaban. Yudha hampir frustasi. Ia tidak pernah melihat sisi Tavisha yang sebegini rapuh. Dan itu—membuat dirinya merasa bersalah. Bukan hanya karena ia tidak bisa menenangkan hati perempuannya. Tapi, ia sadar. Sebagai abdi negara, ia tidak bisa selalu menemani Tavisha. Bahkan, jika ada operasi yang mengharuskannya pergi, ia tidak bi

  • Istri Tawanan Abdi Negara   Bab 74 - Melawan Takdir

    Setelah melihat keadaan istrinya, Yudha memutuskan untuk secara terang-terangan mendatangi sang ayah di kediamannya. Sore itu, Yudha tiba di kediaman Dirgantara ketika langit mulai meredup. Hanya menyisakan cahaya jingga yang mengitari halaman. Lantas, ia turun dari mobil, menutup pintu tanpa suara berlebih.Kali ini, langkahnya terasa begitu berat. Terlebih, saat ia mulai melewati pintu utama. Yudha kembali berpikir, kapan terakhir dirinya berbicara serius empat mata dengan sang ayah? Ah, ia pun teringat saat makan malam terakhir di kediamannya. Ketika, Tavisha pertama kali menyebut operasi langit merah dalam acara makan malam tersebut. Bagi Yudha, sang ayah bak bayangan tegas dalam hidupnya. Pria penuh wibawa itu, nyaris tak tersentuh oleh apapun. Pintu dibuka oleh seorang asisten rumah tangga. Begitu melihat Yudha, wanita paruh baya itu buru-buru menunduk. “Selamat sore, Tuan Muda.” “Bapak ada di dalam?” “Ada. Beliau di ruang kerja.”Yudha mengangguk, lalu melangkah masuk. Ruma

  • Istri Tawanan Abdi Negara   Bab 73 - Menjadi Asing

    Setelah semua riuh pertengkaran mereda malam itu, rumah besar keluarga Tandjung tenggelam dalam kesunyian. Dokter sudah pulang, meninggalkan pesan agar Tavisha banyak beristirahat. Seisi rumah pun berangsur hening. Namun, Yudha tidak lekas meninggalkan kediaman itu. Ia duduk di ruang tamu cukup lama, punggungnya bersandar pada sofa dengan pandangan kosong. Rasanya ia masih mendengar suara lirih Tavisha, kalimat-kalimat getir yang menuduh sekaligus menolak kehadirannya. Kepalanya berat, tapi setiap kali menutup mata, wajah pucat istrinya yang tak sadarkan diri kembali muncul. Akhirnya, Yudha memilih tidur di kamar tamu. Lampu sengaja tidak dimatikan. Tubuhnya berbaring, tetapi pikiran terus berkelana. Tentang rahasia yang belum ia buka, tentang kenyataan kehamilan yang baru diketahuinya, juga tentang kemungkinan kehilangan kepercayaan Tavisha sepenuhnya. Di kamar utama, Tavisha terjaga. Tubuhnya lemah, tapi ia tidak bisa memejamkan mata. Pandangannya sering beralih ke pintu, menunggu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status