Home / Rumah Tangga / Istri Tawanan Abdi Negara / Bab 70 - Sudut Kenangan

Share

Bab 70 - Sudut Kenangan

Author: ekaphrp
last update Huling Na-update: 2025-09-19 23:01:45
“Sha, lo baik-baik aja, ‘kan?”

Pertanyaan itu melesat dari bibir Samuel. Namun, tak ada jawaban. Tavisha masih memandang layar ponsel sembari menimang—haruskah ia membalas pesan suaminya?

Cukup lama pandangannya tertuju pada layar ponsel yang menampilkan pesan tersebut. Ia sama sekali belum berniat membalasnya. Sudah hampir lima belas menit ia biarkan begitu saja. Tak lama, ponsel itu kembali berbunyi. Kali ini bukanlah pesan melainkan panggilan.

Layar itu menampilkan nama kontak suaminya, ‘Mas Suami’.

“Kenapa nggak diangkat?” tanya Samuel melihat perempuan itu hanya membeku.

“…”

Tetap tak ada jawaban. Sehingga membuat Samuel bertanya-tanya, apa yang terjadi pada sahabatnya? Mengapa akhir-akhir ini Tavisha selalu murung. Bahkan, ia jarang ke kampus untuk menyelesaikan skripsi. Namun, Samuel tak bisa memaksa perempuan itu untuk menceritakan semua. Biarlah waktu yang akan menjawab.

Setelah panggilan pertama berhenti karena ia abaikan. Ponselnya kembali berbunyi. Sepertinya
ekaphrp

Makin penasaran ga? Kalau tahu dokumen operasi langit merah di tangan Yudha, kira-kira apa reaksinya? Dan apa aja ya kira-kira isi di buku catatan almarhumah ibunya? Siapa penasaran? Cung! Kasih GEM banyak-banyak biar aku semangat hiks.

| 7
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter
Mga Comments (10)
goodnovel comment avatar
Eany Luphdieya
sebaiknya dikembalikan aja kepada tavisha gk sih?? dan diselidiki bersama. jija yudha menyembunyikannya dan tavisha tahu pasti salah pahamnya makin menjadi
goodnovel comment avatar
SumberÃrta
naah kan berarti bener masih orang sekitaran Yudha sekarang dokumen itu malah di berikan ke yudhaa hmmmm
goodnovel comment avatar
Yhara_18
wah ada catatan usang milik mama tavisha, apa itu sebuah petunjuk .
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Istri Tawanan Abdi Negara   Bab 75 - Yang Terpendam

    Ketika kembali ke kediamannya, Yudha mendapati sang istri lagi-lagi merenung di ujung jendela kamar. Tatapannya kosong sambil memeluk kedua kakinya. Ada perasaan sesak saat dirinya harus melihat keadaan Tavisha yang semakin hari semakin menyedihkan. Ia tidak ingin psikologis perempuan itu terganggu. Terlebih ada bayi dalam kandungannya yang harus mendapatkan perhatian lebih. “Tavisha?” Yudha mendekat, duduk di hadapan perempuan itu. Jemarinya menarik sofa sang istri agar lebih dekat. Kemudian menelaah setiap guratan yang tampak di wajah. “Ada apa?” tanya Yudha, suaranya rendah nyaris tanpa ekspresi. “...” Namun yang ditanya lagi-lagi tak memberinya jawaban. Yudha hampir frustasi. Ia tidak pernah melihat sisi Tavisha yang sebegini rapuh. Dan itu—membuat dirinya merasa bersalah. Bukan hanya karena ia tidak bisa menenangkan hati perempuannya. Tapi, ia sadar. Sebagai abdi negara, ia tidak bisa selalu menemani Tavisha. Bahkan, jika ada operasi yang mengharuskannya pergi, ia tidak bi

  • Istri Tawanan Abdi Negara   Bab 74 - Melawan Takdir

    Setelah melihat keadaan istrinya, Yudha memutuskan untuk secara terang-terangan mendatangi sang ayah di kediamannya. Sore itu, Yudha tiba di kediaman Dirgantara ketika langit mulai meredup. Hanya menyisakan cahaya jingga yang mengitari halaman. Lantas, ia turun dari mobil, menutup pintu tanpa suara berlebih.Kali ini, langkahnya terasa begitu berat. Terlebih, saat ia mulai melewati pintu utama. Yudha kembali berpikir, kapan terakhir dirinya berbicara serius empat mata dengan sang ayah? Ah, ia pun teringat saat makan malam terakhir di kediamannya. Ketika, Tavisha pertama kali menyebut operasi langit merah dalam acara makan malam tersebut. Bagi Yudha, sang ayah bak bayangan tegas dalam hidupnya. Pria penuh wibawa itu, nyaris tak tersentuh oleh apapun. Pintu dibuka oleh seorang asisten rumah tangga. Begitu melihat Yudha, wanita paruh baya itu buru-buru menunduk. “Selamat sore, Tuan Muda.” “Bapak ada di dalam?” “Ada. Beliau di ruang kerja.”Yudha mengangguk, lalu melangkah masuk. Ruma

  • Istri Tawanan Abdi Negara   Bab 73 - Menjadi Asing

    Setelah semua riuh pertengkaran mereda malam itu, rumah besar keluarga Tandjung tenggelam dalam kesunyian. Dokter sudah pulang, meninggalkan pesan agar Tavisha banyak beristirahat. Seisi rumah pun berangsur hening. Namun, Yudha tidak lekas meninggalkan kediaman itu. Ia duduk di ruang tamu cukup lama, punggungnya bersandar pada sofa dengan pandangan kosong. Rasanya ia masih mendengar suara lirih Tavisha, kalimat-kalimat getir yang menuduh sekaligus menolak kehadirannya. Kepalanya berat, tapi setiap kali menutup mata, wajah pucat istrinya yang tak sadarkan diri kembali muncul. Akhirnya, Yudha memilih tidur di kamar tamu. Lampu sengaja tidak dimatikan. Tubuhnya berbaring, tetapi pikiran terus berkelana. Tentang rahasia yang belum ia buka, tentang kenyataan kehamilan yang baru diketahuinya, juga tentang kemungkinan kehilangan kepercayaan Tavisha sepenuhnya. Di kamar utama, Tavisha terjaga. Tubuhnya lemah, tapi ia tidak bisa memejamkan mata. Pandangannya sering beralih ke pintu, menunggu

  • Istri Tawanan Abdi Negara   Bab 72 - Saling Melindungi atau Menghancurkan?

    “Jawab aku, Mas! Bapak kamu yang ngebunuh Mama, ‘kan?!” tanya Tavisha dengan nada berapi-api. Tatapannya menusuk tajam. Suaranya menggelegar hebat dengan sisa tangisan yang belum sepenuhnya reda. Yudha menahan napas. Tubuhnya kaku seolah terhantam oleh kenyataan. Kata-kata itu terlalu berat untuk dijawab, tapi diam justru membuatnya terlihat lebih bersalah. “Itu tidak benar,” ucap Yudha, lirih. “Kalau nggak benar, mana buktinya?!” Tavisha menekan suaranya. “Kenapa kamu selama ini nutup-nutupin, Mas? Kenapa kamu melarang aku buat cari tahu? Apa karena takut aku bongkar aib keluarga kamu?” “Bukan begitu.” Yudha menggeleng cepat, mencoba mendekat. “Saya cuma—” “Cuma apa?” Tavisha mundur selangkah. “Cuma memilih jadi anak baik buat bapaknya, sementara aku kehilangan Mama tanpa tahu siapa yang membunuhnya?!” Nada getir itu menggema di ruangan kaca. Napas Tavisha memburu, dadanya naik turun tak teratur. Sedangkan Yudha berusaha menjaga nada suaranya tetap rendah. “Saya tidak perna

  • Istri Tawanan Abdi Negara   Bab 71 - Fakta Mengejutkan

    Yudha masih memandang dokumen itu seraya menimang. Haruskah ia membukanya disana? Bagaimana kalau tiba-tiba ada yang datang memergokinya? Setelah menimang cukup lama, ia melangkah ke depan pintu, mengunci dan menutup jendela. Rasa penasaran yang membuncah tak bisa ia lawan. Alhasil, Yudha memilih membuka dokumen tersebut. Perlahan jemarinya mulai membuka perekat, menarik dengan sangat hati-hati seakan barang itu terlalu berharga untuk di rusak. Ya, memang benar. Karena dokumen itu satu-satunya yang bisa memberi petunjuk tentang operasi langit merah. Amplop itu kini terbuka sepenuhnya. Yudha menarik pelan berkas yang terlampir di dalam sana. Jemari lihai dengan mata yang terus memindai. Kertas-kertas itu menghentak jantungnya. Lembaran putih bertinta hitam tersebut bukan sekadar laporan biasa. Ada cap rahasia berwarna merah, tanda tangan pejabat tinggi, serta catatan pinggir yang seakan ditulis buru-buru. Yudha menekuri setiap baris, matanya menyapu dengan fokus yang tak pernah ia

  • Istri Tawanan Abdi Negara   Bab 70 - Sudut Kenangan

    “Sha, lo baik-baik aja, ‘kan?” Pertanyaan itu melesat dari bibir Samuel. Namun, tak ada jawaban. Tavisha masih memandang layar ponsel sembari menimang—haruskah ia membalas pesan suaminya? Cukup lama pandangannya tertuju pada layar ponsel yang menampilkan pesan tersebut. Ia sama sekali belum berniat membalasnya. Sudah hampir lima belas menit ia biarkan begitu saja. Tak lama, ponsel itu kembali berbunyi. Kali ini bukanlah pesan melainkan panggilan. Layar itu menampilkan nama kontak suaminya, ‘Mas Suami’. “Kenapa nggak diangkat?” tanya Samuel melihat perempuan itu hanya membeku. “…” Tetap tak ada jawaban. Sehingga membuat Samuel bertanya-tanya, apa yang terjadi pada sahabatnya? Mengapa akhir-akhir ini Tavisha selalu murung. Bahkan, ia jarang ke kampus untuk menyelesaikan skripsi. Namun, Samuel tak bisa memaksa perempuan itu untuk menceritakan semua. Biarlah waktu yang akan menjawab. Setelah panggilan pertama berhenti karena ia abaikan. Ponselnya kembali berbunyi. Sepertinya

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status