Share

9. Rival

Author: Harmony^-
last update Last Updated: 2023-10-17 19:21:45

Arsenio selalu tahu apa yang ingin dia lakukan, dan sekarang yang dia inginkan adalah memukul kepala Arion—putra mahkota kekaisaran Firaz, sekaligus adik sepupu yang telah berani bertindak kurang ajar pada Kakaknya. Terutama karena seorang wanita yang sudah jelas adalah tunangan Arsenio.

“Kamu meninggikan suaramu? Di depanku?” Arsenio menatap geram.

“Ya, kenapa memangnya? Aku adalah Putra Mahkota Kekaisaran ini. Memang apa yang tidak bisa aku lakukan? Kau hanya seorang Duke, sementara aku—plak!”

Arsenio melalukannya. Dia merasa puas melihat wajah kaget Arion setelah mendapatkan pukulan darinya.

“Kau memukulku?!” Arion memelototkan mata. Dia melihat beberapa prajurit mulai memasang wajah garang ke arah Arsenio. “Kau—kau kurang ajar!”

Pedang di tarik dari sarungnya. Empat orang prajurit menghunuskan pedang ke arah leher Arsenio.

“Apa ini?” Sirena terkejut melihat pemandangan runyam di depannya. Dia baru keluar ruangan untuk berpamitan pulang. Namun apa yang dix lihat sekarang?

Dua orang lelaki sedang berseteru. Sementara empat orang prajurit Kekaisaran menodong pedang ke leher Arsenio untuk melindungi Tuannya. Pemandangan runyam di siang hari ini membuat kepala Sirena merasa pening.

Sirena mendekati salah seorang prajurit. Dia meletakkan tangan kanannya di depan dada dan sedikit menunduk—menunjukkan sikap anggun dengan sempurna.

“Yang Mulia, maafkan kelancangan tunangan saya.” Sirena menggenggam pedang prajurit di sampingnya dengan tangan kiri, lalu menariknya turun. “Mohon redamkan amarah Anda.”

 “S-Sirena ... apa yang kamu lakukan?” Arion tergagap. Dia menatap darah yang menetes di atas lantai dengan gentar. “Kau terluka.”

Arsenio menepis tiga pedang yang masih mengarah di lehernya. Dia mendekati Sirena dengan cepat.

“Kau gila?” Dia menggenggam tangan gadis itu dengan cemas. “Baru saja luka yang satu di obati, sekarang kamu membuat luka baru? Sebenarnya apa yang ada di dalam kepalamu, Lady Sirena?!” teriaknya marah.

Sirena hanya diam. Wajahnya yang terlihat acuh tak acuh saat bagian tubuhnya terluka, membuat Arsenio tersulut emosi.

“Lady, apakah tangan Anda tidak sakit?” Seorang prajurit menatap cemas. Dia melihat tangan Sirena yang terluka karena pedangnya—dengan tatapan bersalah. “Maafkan kelancangan saya. Saya pantas mati, Yang Mulia.”

Prajurit itu membungkuk layaknya ksatria. Kepalanya pun menunduk dalam—tak berani menatap tiga orang bangsawan berpangkat tinggi di depannya.

“Bangun.” Sirena menepis tangan Arsenio yang menggenggam tangannya dengan cemas. Dia menatap prajurit yang membungkuk di depan mereka dengan tatapan dingin.

“Ini bukan salahmu. Yang menggenggam pedang itu adalah aku. Jika kamu bergerak sedikit saja saat aku melakukan hal itu, mungkin pergelangan tanganku bisa putus. Terima kasih karena tetap sigap walau kamu terlihat panik melihat kelakuanku, Sir.” Sirena bertatapan dengan sang prajurit. Dia bisa melihat wajah kebingungan lawan bicaranya.

Bahkan tidak hanya prajurit itu. Namun orang-orang yang ada di sekitar Sirena—mereka terlihat bingung dan kaget melihat respons tenang Sirena. Tidak seperti Sirena yang biasanya.

“Dan untuk pertengkaran kalian berdua.” Gadis itu melihat ke arah Putra Mahkota Arion dan Tuangannya, Arsenio, dengan tegas. “Kami akan menikah satu minggu lagi, Yang Mulia.”

Perkataan itu mengarah pada Putra Mahkota Arion.

Saat Sirena mendekati Arsenio—Arion terlihat cemas dan geram. Padahal Sirena hanya mengambil inisiatif agar aktingnya terlihat lebih sempurna.

Sirena memeluk lengan lelaki itu. Dia menempelkan diri padanya.

“Jadi tolong berkati kami saat acara tersebut. Dan ... tolong jangan menyebut Kakak Ipar Anda dengan sebutan ‘kekasih’. Itu tidak sopan ... Yang Mulia,” ucap Sirena di akhiri senyum menawan yang tulus.

Arion membulatkan matanya. Wajahnya yang terkejut membuat Arsenio tersenyum jahat—mengejeknya.

“Bagaimana kalau kita kembali, Sirena?” Arsenio menghilangkan senyum manisnya. Dia menatap tajam pada wanita itu. “Tampaknya kamu sudah tidak bisa berada di sini terlalu lama. Penampilanmu sangat tidak pantas, Sirena.”

Memutar bola matanya malas. Sirena menyeret Arsenio untuk melangkah pergi tanpa mengucap salam perpisahan pada Arion—lelaki yang tak akan pernah mendapatkan kasih sayangya lagi.

“Kenapa semua hal yang keluar dari mulut Anda sangat jahat, Tuan Duke? Apakah Anda sangat membenci saya, hem? Keterlaluan sekali.” Sirena mengomel. Dia kesal. Namun dia juga tak melepaskan pelukannya dari Arsenio.

Diam-diam lelaki itu tersenyum. Tingkah kurang ajar Sirena yang seperti ini ternyata terlihat menggemaskan baginya.

“Aku tidak perlu berbicara dengan sajak manis untuk orang yang suka to the poin seperti kamu, kan? Kamu sendiri yang bilang tidak senang berbicara berbelit-belit, Sirena. Jadi jangan salahkan ak—”

“Lady Sirena, apa sekarang kamu ingin pulang sebelum menyapaku?”

Arsenio menghentikan kalimatnya. Dia dan Sirena spontan menoleh ke belakang. Mereka melihat seorang wanita berdiri di tengah-tengah lorong sambil menatap mereka dengan wajah masam.

“Putri Elvira?” Sirena berjalan mendekatinya. kedua kakinya melangkah mengikuti instingnya.

Dia sedikit bergegas begitu melihat wajah Elvira yang sedikit sembab—seperti habis menangis. “Anda baik-baik saja?” Sirena memastikan tubuh wanita itu tak memiliki luka dengan saksama.

Arsenio mengerutkan keningnya. Dia baru melihat Sirena sangat khawatir dengan seseorang. Bahkan dengan adik lelakinya saja dia tak pernah khawatir. Namun mengapa dengan Putri Elvira dia terlihat sangat protektif?

“Kenapa kamu tidak datang untuk bertemu denganku? Kamu tahu aku sudah menunggu selama dua jam di aula pesta. Tapi kamu tak kunjung datang.” Elvira menangis. Dia mengusap kasar air matanya yang jatuh membasahi pipinya. “Keterlaluan!”

“M-maafkan saya.” Sirena memeluk wanita itu dan menepuk punggungnya—berusaha menenangkan.

“Saya bersalah, Yang Mulia.” Sirena melepaskan pelukannya dan menundukkan diri. “Saya berhak mendapatkan hukuman, Yang Mulia. Tolong hukum saya.”

Elvira menepuk pundak Sirena—memintanya berdiri. “Aku tak mungkin menghukum kamu. Cepat bangun.” Dia menatap pakaian Sirena sedikit kotor di bagian punggung. Bahkan ada luka gores di telapak tangannya yang cukup panjang. “Lady ... kamu terluka?”

Sirena menyembunyikan tangannya dari pandangan Elvira. “Maafkan kelancangan saya, Yang Mulia. Saya hendak mengganti pakaian sebelum bertemu dengan Anda. Tapi kita sudah lebih dulu bertemu. Maaf—“

“Kenapa kamu meminta maaf.” Arsenio menarik mundur Sirena ke belakang punggungnya.

Dia mengambil alih posisi Sirena dan langsung berhadapan dengan Putri Elvira secara langsung.

“Maaf, Putri. Namun saya harus membawa tunangan saya kembali ke kediaman karena kondisinya memburuk. Dia bukan ingin mengganti pakian dan kembali lagi ke Istana. Tapi memang hendak pulang!” Arsenio menjelaskan dengan tegas.

Dia tak memberikan celah pada lawan bicaranya untuk menyela.

“Apa maksudmu, Duke Arsenio? Apakah Lady Sirena terluka saat pesta tehku berlangsung?” Putri Elvira menatap wajah masam Sirena dan merasa getir.

“Siapa yang melakukannya?” Elvira merasa geram. “Sebagai penyelenggara pesta, ini adalah tanggung jawabku. Saya minta maaf Lady Sirena, tampaknya banyak tikus yang datang ke pesta saya. Saya akan menghukum mereka begitu menemukan pelakunya,” ucapnya dalam posisi menunduk hormat.

“Anda yakin akan menghukumnya?” Arsenio menatap sinis.

Elvira tak mau kalah. Dia menatap lelaki itu penuh tekad. “Ya. Saya akan menghukumnya. Katakan pada saya siapa yang melukai teman baik saya, Duke.”

Arsenio tersenyum miring. Dia melipat kedua tangannya di depan dada. Dia menunjukkan tatapan permusuhan dengan jelas. “Baik. Kalau begitu silakan hukum Kakak lelaki Anda. Putra Mahkota Arion. Dia adalah dalang semua ini.” Dia menyindir. “Mampukah Anda melakukannya, Yang Mulia Putri?”

Elvira mundur selangkah. Dia menatap lelaki di depannya dengan wajah ragu dan setengah takut. “K-kak Arion yang melakukannya?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Iin Romita
Aku..harus nyatet, nama2 anak2 bangsawan ini, kadang otak lupa nama ini siapa dan siapa.. banyak pemeran didalamnya.. hikz
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Istri Tawanan Duke Utara    56. Siluman

    “Nyonya Sirena. Bolehkah saya masuk?” Posy berdiri di depan kamar Sirena dengan membawa nampan berisikan sarapan untuk Nyonyanya. Sementara wanita muda yang berada di dalam kamarnya hanya menunduk dalam tanpa bisa menegakkan punggung dan lehernya dengan baik. Hantu Sirena merasa cemas. Dia tak lagi bisa mengendalikan dirinya. Padahal ini adalah tubuhnya. Namun dia seperti berada di dalam tubuh orang asing yang tak mau menuruti perintahnya. “Tubuh sialan! Milik siapa kau sebenarnya? Aku adalah pemilik aslimu.” Sirena menghardik dalam hati. “Cih, sekarang kau lebih nyaman di isi jiwa wanita kurang ajar itu dari pada diriku? Yang benar saja.” “Nyonya?” Posy mengerutkan kening samar. Dia mendengar seseorang bergumam sendiri di dalam kamar. Dia yakin itu suara Tuannya. Namun jika benar begitu, kenapa Sirena tak menjawab panggilannya? “Apakah Anda membutuhkan bantuan saya?” tanya Posy, sekali lagi. “Letakkan d

  • Istri Tawanan Duke Utara    55. Kontraktor

    “Terima kasih sudah mengantarku.” Pelayan perempuan itu menunduk hormat dan melihat kepergian Ozias beberapa saat, sebelum meninggalkan tempat. Dari kejauhan Ozias bisa melihat lelaki berambut coklat dengan mata biru melihatnya dengan tatapan tertegun. “Ozias?” gumam lelaki itu, senang melihat kawannya. Berbeda dengan lawan bicaranya yang terus menatap dingin—seakan melihat musuh. Melihat itu, Theo paham jika sekarang bukan saatnya berbincang ramah dengan seorang teman. “Aku datang untuk bertemu Kakakku. Dia di dalam, kan?” tanya Ozias, dingin. Theo mengangguk.  “Silakan masuk, Tuan. Saya akan mengantar Anda." Ozias hanya mengangguk dan mengikuti langkah Theo yang membawanya masuk ke dalam menara. Mereka menaiki tangga yang akan membawa keduanya ke puncak menara. “Bagaimana keadaan Kakakku?” Nada bicara Ozias melunak. Kini dia tak perlu memasang kewaspadaan tinggi karena hanya ada dirinya dan T

  • Istri Tawanan Duke Utara    54. Kedatangan Ozias

    BRAK! Arsenio menghantam meja. Beberapa puing kayu kokoh itu rontok ke atas karpet berbulu. Martell menatap takut. Dia tak pernah melihat Arsenio semarah ini selama satu tahun terakhir. Melihatnya kembali temperamental, tampaknya Nyonya Duchess yang baru selalu berhasil mengendalikan Duke mereka yang pandai mengontrol emosi. “Bisa-bisanya wanita itu membuatku kesal.” Arsenio mengepalkan tangannya semakin kencang. Dua urat menonjol di bawah dagu Arsenio membuat Martell menelan ludahnya susah—dia sangat tegang sekarang. “Yang Mulia, Tuan Frederick akan pergi ke desa untuk mencari informasi kemunculan pada monster.” Martell berusaha mengalihkan topik. Dia berharap Arsenio melupakan masalah Sirena dan fokus pada pekerjaan saja. Setidaknya itu lebih baik dari pada mengingat kenangan buruk yang membuat Tuannya menjadi emosional. “Aku sudah tahu. Frederick menyampaikannya padaku kemarin. Lalu, bagaimana dengan

  • Istri Tawanan Duke Utara    53. Intimidasi

    Posy terdiam beberapa saat. Melihat reaksi Vian dan Cavan yang cukup kebingungan, tampaknya hanya Theo yang bisa melihat sosok menyeramkan itu. “Anda, bisa melihatnya?” tanya Posy, terlihat cukup terusik. Lelaki bermata biru laut itu menganggukkan kepala. “Dari awal. Dalam wujud yang nyata.” Dia melirik ke arah sudut ruangan. “Bahkan sekarang, dia ada di sini—mengawasi kita.” Posy menatap ke beberapa sudut, termasuk sudut yang di lihat oleh Theo dengan tatapan waspada. Sayangnya, dia tidak bisa melihat wanita itu kecuali wanita itu menampakkan diri di hadapannya. “Besok saya akan mengaturkan pertemuan Anda dengan Nyonya.” Posy menatap waspada. “Yang bisa melihat wanita itu secara berkala hanya Nyonya ... jadi, bisakah Anda membicarakan hal ini kembali bersama dengan Nyonya besok?” Theo mengangguk. “Baiklah.”   “Nyonya.” Posy membuka gorden dan membiarkan cahaya matahari masuk ke dalam kamar. Na

  • Istri Tawanan Duke Utara    52. Hadiah

    Sirena berjalan masuk ke dalam menara tempatnya tinggal dengan langkah sempoyongan. Seperti yang dia duga, Arsenio telah menempatkan banyak pengawal untuk mengawasinya. Bahkan mereka bukanlah pengawal biasa. Karena baik Sirena atau Posy dapat merasakan kekuatan besar di dalam tiga lelaki berpakaian serba hitam itu. “Yang Mulia, Anda kembali?” Vian bergegas mendekat. Sayangnya, langkah Vian harus berhenti saat Posy menghalanginya dari Sirena. “Apa yang Anda lakukan di sini, Tuan Vian?” Posy menatap tajam. Dia terlihat waspada. “Apa Anda di tugaskan menjaga Nyonya Duchess?” Vian menatap dalam diam beberapa saat. Lalu dia tersenyum setelah mengetahui pikiran lawannya. “Ya. Tuan Duke memerintahkan kami—“ “Posy. Sudahlah. Jangan berdebat.” Sirena memijat pelipisnya. “Pergilah ... kamu ingin bertemu dengan Lucas, kan?” Posy menatap ragu. Meninggalkan Tuannya sendirian dalam pengawasan tiga serigala cukup membu

  • Istri Tawanan Duke Utara    51. Balas Dendam

    Sirena menatap kaget tumpukan mayat di depan mereka. Begitu pula dengan Posy yang memperlihatkan reaksi yang sama. “Para pelayan mengatakan, bahwa di desa ini terkena wabah hitam. Tiap malam satu keluarga akan mati. Mayat mereka berlumuran darah walau tidak di temukan luka di tubuh mereka,” jelas Posy. Wanita berambut coklat tua dengan mata hijau itu menatap nanar tumpukan mayat manusia dengan bau yang menyengat. “Sungguh aneh,” gumamnya, tidak habis pikir. Suara langkah kaku seseorang membuat kedua wanita muda itu menoleh ke arah sumber suara. Mereka melihat lelaki bertudung hitam ada di dekat tumpukan orang-orang, seakan bersiap membakar mayat-mayat itu dengan obor di tangannya. “Ternyata ada penonton yang datang.” Lelaki berjubah hitam itu menoleh. Dia memperlihatkan wajah tampannya dengan berani. Bahkan tersenyum lembut pada Posy dan Sirena. Posy maju selangkah, menghalangi pandangan lelaki itu dari

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status