Semilir angin malam, menerbangkan helai demi helai rambut Lavender yang sedang berdiri di balkon kamarnya.
Satu minggu sudah berlalu sejak dia kembali hidup dari kematiannya. saat ini pikiran Lavender sedang menerawang jauh pada kejadian beberapa tahun yang lalu, saat dia di jual sebagai jaminan untuk mendapatkan bantuan dana dari Elios Greyson.Beberapa tahun yang lalu.........Mansion Pradivta terlihat tenang dari luar, namun berbeda dengan kondisi di dalamnya yang terlihat sangat tegang.Di ruang tamu terlihat seorang gadis yang baru saja pulang sekolah, menatap murka pada kedua orang tuanya."Maksud kalian apa? Kenapa kalian tega melakukan ini padaku." Sentak gadis yang baru menginjak usia 17 tahun, dia Lavender Pradivta."Jangan banyak tanya, Lavender! kamu cukup mengikuti perintah kami." Sahut sang ayah."Kenapa aku harus mengikuti perintah kalian? selama ini aku selalu menuruti semua ucapan kalian, tapi apa yang aku dapat hah? kalian bahkan enggan menganggap aku sebagai putri kalian!" bentak Lavender.PLAK.Tanpa Lavender duga, Thomas menampar pipinya hingga membuat sudut bibirnya robek."Cukup, Lavender! jangan membantah lagi, atau Papah kurung kamu di loteng." Hardik Thomas.Lavender memegang pipinya yang terasa panas, namun rasa sakit di hatinya lebih parah, air matanya terus memberontak meminta di keluarkan. Lavender berusaha mati-matian mempertahankan air matanya agar tidak jatuh, dia tidak mau di anggap lemah oleh mereka.Dia kembali menegakan kepalanya, Lavender menatap tepat pada netra papahnya."Sampai kapan kalian mau memperlakukan ku seperti sampah hah? SAMPAI KAPAN, PAH?"Amarah Lavender tak terbendung lagi, dia benar- benar mengeluarkan semua unek-uneknya yang selama ini dia tahan."Kalian, bahkan tidak sedikit pun menaruh rasa iba padaku! setiap hari aku menjadi samsak kemarahan dan kekesalan kalian.""Pah, Mah, salah aku apa? kenapa kalian tidak bisa memperlakukan aku layaknya seorang anak pada umumnya. tolong, Pah, jangan jual aku seperti ini, beri aku waktu untuk bernafas, selama ini aku tidak pernah meminta apa pun pada kalian, kali aku mohon, Pah, jangan jual aku." Lirih Lavender.Pertahanan Lavender runtuh, air matanya jatuh membasahi kedua pipinya yang mulus. batin dan jiwanya sangat lelah, dia ingin menyerah tapi di sisi lain dia belum siap untuk mati.Pada akhirnya semua ucapan Lavender tidak di hiraukan oleh kedua orang tuanya, mereka justru menyeretnya menuju loteng dan mengunci Lavender di sana tanpa makan dan minum selama tiga hari.___________Kembali pada saat ini, Lavender mengusap air matanya yang jatuh menggunakan punggung tangannya. kejadian itu sudah berlalu sangat lama namun masih membekas seperti baru setiap kali Lavender mengingatnya.Helaan nafas berat beberapa kali Lavender keluarkan. Gaun tidurnya berkibar terbawa angin, dan hawa dingin mulai menusuk kulit putihnya."Kamu, tidak boleh lemah, Lavender." Gumamnya menguatkan diri sendiri.Hubungan dengan keluarganya sudah merenggang sejak lama, terlebih semenjak menikah Lavender tidak pernah lagi mengunjungi mansion Pradivta.Beberapa menit berlalu, Lavender masih betah berdiri di pembatas balkon. sampai akhirnya dia menyadari keberadaan Ezra di balik pintu.Lavender menoleh, benar saja dia melihat Ezra sedang menatapnya sambil sembunyi-sembunyi.Lavender berbalik menuju arah putranya, begitu jarak mereka tinggal satu langkah, Lavender menghentikan langkahnya. dia berjongkok menyamakan tingginya dengan Ezra."Sayang, kok sudah bangun? apa, Mamah, mengganggu tidurmu." Tanya Lavender lembut.Ezra menggelengkan kepalanya pelan, dia menatap kedua mata Lavender yang memerah."Mamah, nangis?" cetus Ezra.Lavender tersenyum tipis, dia hendak menyentuh pucuk kepala Ezra namun dia urungkan ketika teringat kejadian beberapa hari yang lalu.Dia mengepalkan kedua tangannya erat, sudut hatinya berdenyut nyeri. namun dia berusaha tetap tersenyum pada putranya."Mamah, nggak nangis, sayang, ini cuma kelilipan aja." ujar Lavender di selingi senyum tipis.Lavender memilih mengajak Ezra masuk ke kamar mereka, udara dingin semakin menjadi dan Lavender takut Ezra kembali terkena flu."Kita tidur lagi yuk, biar besok bangunnya seger." Ajak Lavender.Ezra mengangguk patuh, namun dia tak bergeming hingga membuat Lavender bingung."Sayang, kenapa belum masuk?" heran Lavender.Tanpa Lavender duga, Ezra mendekat ke arah Lavender. dia meraih tangan nya secara ragu-ragu."Eza, mau peyuk, Mamah, boleh?"Ezra menunduk, dia masih takut jika Lavender akan menolaknya seperti dulu.Mendengar ucapan putranya, Lavender langsung mengulurkan kedua tangannya dia mengangkat tubuh Ezra dan mendekapnya sangat erat."Tentu saja boleh, Sayang." Sahut Lavender ketika Ezra sudah berada di dalam pelukannya.Jawaban Lavender, di sambut hangat oleh Ezra. perlahan tangan mungil Ezra melingkar di lehernya, kepalanya dia senderkan di dada Lavender.Perasaan hangat menyelimuti hati Lavender, dia membawa Ezra masuk ke dalam kamar dan kembali tidur.Tanpa mereka sadari, sejak tadi Elios sudah berada di bawah balkon kamar istrinya. dia bahkan mendengar semua ucapan Lavender pada putranya."Lavender, menangis? apakah itu mungkin?" gumam Elios tak percaya.Selama dia menikah dengan Lavender, dia belum pernah melihat Lavender menangis. yang dia lihat hanya sisi kuatnya saja, Lavender tidak pernah sekali pun menunjukan raut sedihnya.Elios memilih kembali masuk ke dalam mansion, tadinya dia hanya ingin menghirup udara segar karena sejak tadi pikirannya di penuhi nama Lavender, namun tanpa dia duga dia justru menemukan fakta baru tentang istrinya.'Ternyata, kamu tidak sekuat yang aku bayangkan, Lav.' batin Elios._____________Malam telah berganti pagi, saat ini Lavender sudah sibuk di dapur sejak jam 05.00 pagi. dia sedang membuat sarapan untuk keluarganya.Meski dia belum bisa menerima Elios, namun dia juga tidak sekejam itu untuk membiarkan Elios kelaparan.Para pelayan yang sudah melakukan kekerasan fisik pada Ezra, langsung di ganti semua oleh Elios dua hari yang lalu."Bi, tolong ambilkan kecap." Pinta Lavender.Bibi Narsih, kepala pelayan yang baru di kediaman Greyson. perempuan paruh baya yang sudah menginjak usia 40 tahun itu sangat cekatan dalam bekerja, dan Lavender menyukai kegesitannya dalam bekerja.Lima belas menit kemudian, masakan Lavender telah selesai. dia memasak nasi goreng untuk dirinya dan Elios, sedangkan untuk Ezra dia memasak makanan yang lebih sehat, seperti sayuran yang hanya di rebus dan beberapa menu pendamping lainnya.Lavender melepas celemek dari tubuhnya, lalu mencuci kedua tangannya di wastafel."Bi, tolong bawa ke meja makan yah, saya mau mandi dulu." Ujar Lavender."Baik, Nyonya." Sahut Bi Narsih.Setelah menyelesaikan cuci tangannya, Lavender bergegas naik menuju lantai dua. dia perlu membangunkan Ezra dan mengajaknya mandi.Ceklek.Tap. Tap. Tap.Lavender memasuki kamarnya, dia melihat Ezra masih tertidur pulas di atas ranjang king sizenya.Dia mendekati Ezra, Lavender mengelus pucuk kepala putranya dengan lembut."Sayang, bangun yuk." ucap Lavender lembut."Eugh." Ezra melenguh pelan.Perlahan-lahan kelopak matanya mulai terbuka, saat dia melihat Lavender, senyum riang Ezra tunjukan padanya."Celamat pagi, Mamah." sapa Ezra cadel."Pagi juga, sayangnya, Mamah." sahut Lavender.Hubungannya dengan Ezra mulai ada perkembangan, meski masih ada rasa canggung di antara mereka berdua.Lavender merasa bangga dengan usaha nya setelah beberapa hari dia berjuang keras mendekati Ezra secara perlahan.Akan tetapi ada kalanya juga Lavender merasa insecure dengan dirinya sendiri, dia merasa tak pantas menjadi ibu kandung Ezra.'Aku harap, kehangatan ini berlangsung lama.' Batin Lavender penuh harap.Lavender sedang bersiap-siap pergi membeli pakaian bersama, Ezra. dia sudah memandikan putranya tadi, hari ini Lavender mengenakan atasan blouse berwarna putih di padukan dengan celana panjang berwarna hitam.Rambut hitamnya dia gerai begitu saja, setelah semua siap. Lavender menghampiri Ezra yang sedang duduk di ranjang king size sembari mengayun-ayunkan kedua kakinya."Sayang, maaf yah, Mamah, lama." Ujar Lavender tak enak.Ezra menoleh, dia kagum dengan wajah ibunya sendiri."Mamah, cantik." cetus Ezra.Lavender tertawa lirih, dia berjongkok di depan Ezra lalu mengecup singkat pipi chubby putranya."Kamu, juga ganteng." Sahut Lavender."Kita berangkat sekarang yuk, mumpung belum siang." ajaknya pada Ezra.Ezra mengangguk kecil, dia turun dari ranjang di bantu Lavender. mereka berdua bergandengan tangan menuju pintu keluar.Saat Lavender membuka pintu, dia terkejut melihat Elios berdiri di depannya."El? ngapain kamu berdiri di sini?" heran Lavender.Mendengar pertanyaan tersebut, E
Ruangan bernuansa abu-abu yang menjadi warna favorit bagi Elios, terlihat hening dan tenang sebelum seseorang menerobos masuk ke dalam ruangannya.BRAAKK.Elios yang tadinya sedang sibuk menggoreskan pulpen di atas kertas, seketika langsung melihat ke arah pintu.Dia tertegun melihat ibunya datang secara tiba-tiba tanpa memberi kabar terlebih dulu.Elios bergegas menyambut kedatangan ibunya, dia memundurkan kursi kebesarannya dan melangkah menuju tempat ibunya berdiri."Bu, tumben kesini nggak ngabarin dulu?" ucap Elios begitu berhadapan dengan ibunya."Ibu, buru-buru jadi tidak sempat memberitahu mu. ngomong-ngomong ada hal penting yang ingin, Ibu, bicarakan denganmu, Nak." sahut Ibu Elios yang bernama JASMINE GREYSON.Elios mengernyit heran, dia lantas mengajak ibunya menuju sofa panjang yang ada di samping meja kerja Elios.Mereka berdua duduk saling berjejeran, Jasmine nama ibu Elios. dia meraih tangan putranya secara mendadak hingga membuat Elios terkejut."Bu, ada apa?" heran El
Kondisi kediaman Greyson mendadak berubah tegang, semua yang memakan kue buatan Lavender muntah-muntah, terlebih Ezra yang sudah terkulai lemas.Lavender berdiri dari kursi ruang makan, dia menuju ke arah dapur. Melihat kondisi semakin tak terkendali, Lavender langsung mengambil ponselnya lalu menghubungi dokter pribadi keluarganya.Setelah menelfon dokter, Lavender berlari sembari menggendong Ezra menuju ruang keluarga. dia mengambil kotak obat lalu mencari obat anti mual, setelah mendapatkannya dia kembali ke arah dapur dan memberikan obat tersebut pada para pelayan."Kalian, minum ini dulu. sebentar lagi dokter datang kalian masih kuat nunggu, kan?" ucap Lavender.Para pelayan mengangguk, mereka mengambil obat tersebut dan langsung meminumnya.Tak berselang lama dokter pun datang, Ezra menjadi pasien pertama yang di periksa oleh dokter pribadi keluarganya."Dok, bagaimana kondisi anak saya?" cemas Lavender.Dokter itu menoleh ke arah Lavender, dia sedikit merasa takut saat mau meny
Setengah jam kemudian, Elios sampai di halaman mansionnya. dia memarkirkan mobilnya di garasi.Setelah membawa dua kotak mainan di tangannya, Elios bergegas memasuki mansion.Ceklek.Pintu terbuka lebar, namun suasana di dalam rumahnya tampak sepi dan sunyi. tidak ada satu pun pelayan yang berlalu lalang seperti biasanya."Kemana perginya semua orang?" gumam Elios.Dia melangkah menuju tangga, lalu menaikinya perlahan-lahan. sesaat kemudian dia sampai di depan pintu kamar Lavender yang sedikit terbuka.Baru saja Elios ingin membuka pintu, tiba-tiba dia mendengar pembicaraan antara Lavender dan dokter pribadinya."Dok, nanti kirim semua laporan yang terkena racun pada saya, soal biaya berobat nanti saya transfer pada anda." ujar Lavender."Baik, Nyonya, nanti saya-"BRAAKK.Belum sempat dokter itu menyelesaikan ucapannya, suara pintu di buka secara kasar membuat mereka berdua terlonjak kaget."Apa-apaan ini?" tanya Elios.Raut wajahnya tampak sangat marah, dia berjalan ke arah Lavender
Suasana mansion yang terletak cukup jauh dari jalan raya, tampak sepi hingga tadi. namun sesaat kemudian mansion yang awalnya gelap gulita seketika berubah terang.Di dalam mansion itu, terlihat satu pria sedang berbincang-bincang dengan seorang pemuda yang mengenakan hoodie berwarna hitam."Anda sangat sulit di temui akhir-akhir ini, Tuan, apakah indonesia nyaman untuk anda tinggali?" tanya pria paruh paya."Lumayan, setidaknya di sini saya bisa bersantai." sahut pemuda tersebut."Benar, anda sudah lama tinggal di luar negeri. saya rasa anda akan betah tinggal di sini."Pemuda tersebut mendongak, sorot matanya terlihat sangat tajam dan menakutkan. Hingga membuat pria paruh baya itu sedikit gemetar."Sudahi basa basinya! saya tidak bisa membuang waktu hanya untuk mendengar ocehan tidak berguna dari anda." sentak pemuda tersebut.Glek.Pria paruh baya yang tak lain merupakan ayah Elios, itu pun menelan ludahnya dengan kasar.Dia buru-buru meminta maaf dan mengatakan alasan dia memanggi
Sesampainya di ruang UGD, Ezra langsung mendapat penanganan. Lavender menunggu di luar ruang UGD sembari mondar mandir di depan pintu.Banyak pasang mata yang melihatnya secara terang-terangan, namun Lavender tak memperdulikannya.Tak berselang lama, Elios datang sembari berlari ke arah istrinya. Nafasnya tersengal-sengal dan keringat menetes dari dahinya."Hosh...hosh, Lav, dimana Ezra?" ujar Elios."UGD." jawab singkat Lavender.Dia memilih duduk setelah kedatangan Elios, begitu juga dengan Elios yang ikut duduk di samping Lavender.Suasana kembali hening, Elios menoleh ke samping tempat istrinya berada. "Lav, a-aku mau minta maaf." Cetus Elios tiba-tiba.Lavender menoleh balik ke arah Elios, dia menaikan satu alisnya ke atas lalu kembali berkata."Untuk apa, kamu meminta maaf?" sahut Lavender.Raut wajahnya terlihat lelah dan bosan saat bertatapan dengan Elios, hal itu membuat Elios merasa sangat bersalah telah membentak Lavender."Maaf, aku sudah membentak mu, Lav, aku benar-ben
Lorong rumah sakit, yang awalnya sepi kini berubah riuh. Beberapa orang keluar dari dalam ruang rawat masing-masing setelah mendengar suara ribut dari luar.Lavender, sosok perempuan dingin yang mempunyai keahlian beladiri. dia tidak segan-segan menghajar orang yang berani mengancam miliknya.BUGH.BUUAAGH."Aarrghh, sialan." umpat salah satu pria yang terpental, setelah mendapat pukulan di perut dan wajahnya.Lavender kembali menghajar kedua rekan pria tersebut, gerakan Lavender tampak sangat luwes. banyak yang merasa kagum dengan Lavender, hingga pertarungan sengit itu akhirnya selesai saat Lavender memukul tengkuk kedua pria tersebut secara bergantian.BUK. BUK. BRUUUK.Lavender melihat sekelilingnya yang sedang merekam aksinya, tanpa permisi Lavender mengambil salah satu ponsel yang merekamnya."Hapus rekaman kalian, sebelum saya buat kalian sama seperti mereka." ujar Lavender mengancam mereka.Mendengar ucapan tersebut, semua orang yang tadi merekam aksinya segera menghapus reka
Suasana bar yang bising, membuat desahan Maya terkubur. tangan Reynold mulai merambat naik hingga menyentuh leher jenjang milik Maya."R-Rey, berhenti." ucapan Maya terdengar memelas.Senyum smirk terlihat di wajah Reynold, dia melepaskan tangannya dari leher Maya. dia yang merasa ada kesempatan segera menggeser duduknya secara spontan."Kamu takut, May?" tanya Reynold sembari tertawa lirih.Maya menggelengkan kepalanya pelan, dan menjawab kembali pertanyaan Reynold."Nggak, siapa bilang aku takut?" "Yakin? tapi tubuh kamu gemetaran tuh." tunjuk Reynold pada tangan Maya yang bergetar."Ah... ini cuma kesemutan." Maya mengelak tuduhan Reynold.Melihat Maya mencoba terus mengelak, Reynold menghentikan ledekannya. dia memilih menuang kembali minuman keras ke dalam gelas miliknya yang sudah kosong sedari tadi."Ngomong-ngomong, ada urusan apa kamu kembali ke indonesia, May?" cetus Reynold."Aku berniat tinggal di sini dalam waktu lama, Rey." Mendengar hal tersebut, Reynold menoleh ke ar