Share

Bab 9

Semilir angin malam, menerbangkan helai demi helai rambut Lavender yang sedang berdiri di balkon kamarnya.

Satu minggu sudah berlalu sejak dia kembali hidup dari kematiannya. saat ini pikiran Lavender sedang menerawang jauh pada kejadian beberapa tahun yang lalu, saat dia di jual sebagai jaminan untuk mendapatkan bantuan dana dari Elios Greyson.

Beberapa tahun yang lalu.........

Mansion Pradivta terlihat tenang dari luar, namun berbeda dengan kondisi di dalamnya yang terlihat sangat tegang.

Di ruang tamu terlihat seorang gadis yang baru saja pulang sekolah, menatap murka pada kedua orang tuanya.

"Maksud kalian apa? Kenapa kalian tega melakukan ini padaku." Sentak gadis yang baru menginjak usia 17 tahun, dia Lavender Pradivta.

"Jangan banyak tanya, Lavender! kamu cukup mengikuti perintah kami." Sahut sang ayah.

"Kenapa aku harus mengikuti perintah kalian? selama ini aku selalu menuruti semua ucapan kalian, tapi apa yang aku dapat hah? kalian bahkan enggan menganggap aku sebagai putri kalian!" bentak Lavender.

PLAK.

Tanpa Lavender duga, Thomas menampar pipinya hingga membuat sudut bibirnya robek.

"Cukup, Lavender! jangan membantah lagi, atau Papah kurung kamu di loteng." Hardik Thomas.

Lavender memegang pipinya yang terasa panas, namun rasa sakit di hatinya lebih parah, air matanya terus memberontak meminta di keluarkan. Lavender berusaha mati-matian mempertahankan air matanya agar tidak jatuh, dia tidak mau di anggap lemah oleh mereka.

Dia kembali menegakan kepalanya, Lavender menatap tepat pada netra papahnya.

"Sampai kapan kalian mau memperlakukan ku seperti sampah hah? SAMPAI KAPAN, PAH?"

Amarah Lavender tak terbendung lagi, dia benar- benar mengeluarkan semua unek-uneknya yang selama ini dia tahan.

"Kalian, bahkan tidak sedikit pun menaruh rasa iba padaku! setiap hari aku menjadi samsak kemarahan dan kekesalan kalian."

"Pah, Mah, salah aku apa? kenapa kalian tidak bisa memperlakukan aku layaknya seorang anak pada umumnya. tolong, Pah, jangan jual aku seperti ini, beri aku waktu untuk bernafas, selama ini aku tidak pernah meminta apa pun pada kalian, kali aku mohon, Pah, jangan jual aku." Lirih Lavender.

Pertahanan Lavender runtuh, air matanya jatuh membasahi kedua pipinya yang mulus. batin dan jiwanya sangat lelah, dia ingin menyerah tapi di sisi lain dia belum siap untuk mati.

Pada akhirnya semua ucapan Lavender tidak di hiraukan oleh kedua orang tuanya, mereka justru menyeretnya menuju loteng dan mengunci Lavender di sana tanpa makan dan minum selama tiga hari.

___________

Kembali pada saat ini, Lavender mengusap air matanya yang jatuh menggunakan punggung tangannya. kejadian itu sudah berlalu sangat lama namun masih membekas seperti baru setiap kali Lavender mengingatnya.

Helaan nafas berat beberapa kali Lavender keluarkan. Gaun tidurnya berkibar terbawa angin, dan hawa dingin mulai menusuk kulit putihnya.

"Kamu, tidak boleh lemah, Lavender." Gumamnya menguatkan diri sendiri.

Hubungan dengan keluarganya sudah merenggang sejak lama, terlebih semenjak menikah Lavender tidak pernah lagi mengunjungi mansion Pradivta.

Beberapa menit berlalu, Lavender masih betah berdiri di pembatas balkon. sampai akhirnya dia menyadari keberadaan Ezra di balik pintu.

Lavender menoleh, benar saja dia melihat Ezra sedang menatapnya sambil sembunyi-sembunyi.

Lavender berbalik menuju arah putranya, begitu jarak mereka tinggal satu langkah, Lavender menghentikan langkahnya. dia berjongkok menyamakan tingginya dengan Ezra.

"Sayang, kok sudah bangun? apa, Mamah, mengganggu tidurmu." Tanya Lavender lembut.

Ezra menggelengkan kepalanya pelan, dia menatap kedua mata Lavender yang memerah.

"Mamah, nangis?" cetus Ezra.

Lavender tersenyum tipis, dia hendak menyentuh pucuk kepala Ezra namun dia urungkan ketika teringat kejadian beberapa hari yang lalu.

Dia mengepalkan kedua tangannya erat, sudut hatinya berdenyut nyeri. namun dia berusaha tetap tersenyum pada putranya.

"Mamah, nggak nangis, sayang, ini cuma kelilipan aja." ujar Lavender di selingi senyum tipis.

Lavender memilih mengajak Ezra masuk ke kamar mereka, udara dingin semakin menjadi dan Lavender takut Ezra kembali terkena flu.

"Kita tidur lagi yuk, biar besok bangunnya seger." Ajak Lavender.

Ezra mengangguk patuh, namun dia tak bergeming hingga membuat Lavender bingung.

"Sayang, kenapa belum masuk?" heran Lavender.

Tanpa Lavender duga, Ezra mendekat ke arah Lavender. dia meraih tangan nya secara ragu-ragu.

"Eza, mau peyuk, Mamah, boleh?"

Ezra menunduk, dia masih takut jika Lavender akan menolaknya seperti dulu.

Mendengar ucapan putranya, Lavender langsung mengulurkan kedua tangannya dia mengangkat tubuh Ezra dan mendekapnya sangat erat.

"Tentu saja boleh, Sayang." Sahut Lavender ketika Ezra sudah berada di dalam pelukannya.

Jawaban Lavender, di sambut hangat oleh Ezra. perlahan tangan mungil Ezra melingkar di lehernya, kepalanya dia senderkan di dada Lavender.

Perasaan hangat menyelimuti hati Lavender, dia membawa Ezra masuk ke dalam kamar dan kembali tidur.

Tanpa mereka sadari, sejak tadi Elios sudah berada di bawah balkon kamar istrinya. dia bahkan mendengar semua ucapan Lavender pada putranya.

"Lavender, menangis? apakah itu mungkin?" gumam Elios tak percaya.

Selama dia menikah dengan Lavender, dia belum pernah melihat Lavender menangis. yang dia lihat hanya sisi kuatnya saja, Lavender tidak pernah sekali pun menunjukan raut sedihnya.

Elios memilih kembali masuk ke dalam mansion, tadinya dia hanya ingin menghirup udara segar karena sejak tadi pikirannya di penuhi nama Lavender, namun tanpa dia duga dia justru menemukan fakta baru tentang istrinya.

'Ternyata, kamu tidak sekuat yang aku bayangkan, Lav.' batin Elios.

_____________

Malam telah berganti pagi, saat ini Lavender sudah sibuk di dapur sejak jam 05.00 pagi. dia sedang membuat sarapan untuk keluarganya.

Meski dia belum bisa menerima Elios, namun dia juga tidak sekejam itu untuk membiarkan Elios kelaparan.

Para pelayan yang sudah melakukan kekerasan fisik pada Ezra, langsung di ganti semua oleh Elios dua hari yang lalu.

"Bi, tolong ambilkan kecap." Pinta Lavender.

Bibi Narsih, kepala pelayan yang baru di kediaman Greyson. perempuan paruh baya yang sudah menginjak usia 40 tahun itu sangat cekatan dalam bekerja, dan Lavender menyukai kegesitannya dalam bekerja.

Lima belas menit kemudian, masakan Lavender telah selesai. dia memasak nasi goreng untuk dirinya dan Elios, sedangkan untuk Ezra dia memasak makanan yang lebih sehat, seperti sayuran yang hanya di rebus dan beberapa menu pendamping lainnya.

Lavender melepas celemek dari tubuhnya, lalu mencuci kedua tangannya di wastafel.

"Bi, tolong bawa ke meja makan yah, saya mau mandi dulu." Ujar Lavender.

"Baik, Nyonya." Sahut Bi Narsih.

Setelah menyelesaikan cuci tangannya, Lavender bergegas naik menuju lantai dua. dia perlu membangunkan Ezra dan mengajaknya mandi.

Ceklek.

Tap. Tap. Tap.

Lavender memasuki kamarnya, dia melihat Ezra masih tertidur pulas di atas ranjang king sizenya.

Dia mendekati Ezra, Lavender mengelus pucuk kepala putranya dengan lembut.

"Sayang, bangun yuk." ucap Lavender lembut.

"Eugh." Ezra melenguh pelan.

Perlahan-lahan kelopak matanya mulai terbuka, saat dia melihat Lavender, senyum riang Ezra tunjukan padanya.

"Celamat pagi, Mamah." sapa Ezra cadel.

"Pagi juga, sayangnya, Mamah." sahut Lavender.

Hubungannya dengan Ezra mulai ada perkembangan, meski masih ada rasa canggung di antara mereka berdua.

Lavender merasa bangga dengan usaha nya setelah beberapa hari dia berjuang keras mendekati Ezra secara perlahan.

Akan tetapi ada kalanya juga Lavender merasa insecure dengan dirinya sendiri, dia merasa tak pantas menjadi ibu kandung Ezra.

'Aku harap, kehangatan ini berlangsung lama.' Batin Lavender penuh harap.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status