"Rum, hari ini aku mau antar Selia ke Dokter, ini jadwalnya pemeriksaan" ucap Prayoga sambil mengganti pakaian seusai mandi.
"Tapi hari ini, kan kita sudah sepakat untuk cari lokasi buat perayaan ulang tahunku Mas?" tanya Arumi cemas. "Iya, aku tahu. Tapi ini sudah jadwalnya Selia periksa Rum!" Prayoga mencoba mempertahankan pendapatnya. "Ya, itu bisa nanti, kan setelah kita pulang?, lagian juga paling nggak lama kok" "Ya nggak bisa gitu dong!. Kalau acara ulang tahun itu bisa dirayakan kapan aja, tapi kalau jadwal pemeriksaan, itu nggak bisa di tunda lagi. Kalau hari ini batal, kita harus nunggu jadwal minggu depan" tolak Prayoga. "Kamu bisa cari Dokter lain, kan Mas?" "Nggak semudah itu dong!" "Kenapa?, bukankah di kota ini ada banyak Dokter kandungan yang bagus?" "Iya, itu benar. Tapi sejak awal Selia udah sama Dokter Febbi, jadi kalau sampai ganti Dokter lain, aku khawatir nggak cocok lagi sama Selia" "Hah?!, serius Mas?, se khawatir itu kamu sama Selia?" Arumi merasa cemburu. Prayoga menatap tajam Arumi. "Ada apa denganmu Rum?!" "Kau cemburu?!" "Cemburu?!,ya, kalau aku cemburu itu wajar, kan?, aku ini juga masih istrimu loh Mas, jangan lupa ya?!" Prayoga tersenyum kecut mendengar ucapan Arumi. "Terus aku harus mengabaikan Selia, begitu maumu?!" "Kau ini gimana sih?, dulu kau yang terus memaksa aku agar aku mau menikah dengan Selia, kau juga yang memaksa aku agar mau tidur dengan Selia..." "Kau pura-pura menolak, Iya kan?!, tapi ternyata dibelakang ku kau diam-diam tidur dengan Selia!" "Cihh!!, memalukan!, kau tipu aku dengan sikap palsu mu itu, aku sungguh kecewa padamu Mas!" suara Arumi mulai parau. Ia mengumpat Prayoga, hal yang selama ini tak pernah ia lakukan. Karena pada dasarnya, Arumi adalah wanita yang tenang dan lembut. Tapi, semua itu berubah sejak Bu Melinda meminta Prayoga untuk menikah lagi. Hati Arumi yang hancur, tapi ia tak bisa melawan, membuat ia berubah menjadi wanita yang kasar dan mudah marah. "Ah sudahlah!, aku malas berdebat denganmu!!" Prayoga segera pergi meninggalkan Arumi. "Mas!!, tunggu dulu aku belum selesai bicara mas!!" teriak Arumi sambil mengejar Prayoga yang berjalan dengan cepat. Prayoga terus melangkah, ia tak peduli dengan teriakan Arumi. Dan tanpa Arumi sadari, ternyata langkahnya sudah membawa ia ke kamar Selia. Disitu langkahnya terhenti, manakala ia melihat Selia yang sedang berdiri di ambang pintu menyambut kedatangan Prayoga. Ketika bertemu Selia, Prayoga langsung berubah drastis. Ia yang tadi sedang marah dengan Arumi, kini mendadak menjadi lembut dan manis. Ia bahkan langsung mencium mesra kening Selia,hal itu tentu membuat hati Arumi dibakar api cemburu. Ingin sekali Arumi menampar wajah Selia dan memakinya habis-habisan karena sudah merebut suaminya. Tapi, seketika niat itu urung, ketika Arumi ingat jika keberadaan Selia di rumah itu juga karena campur tangannya. "Ayo kita pergi sekarang!" Prayoga mengulurkan lengannya pada Selia, dan bak gayung bersambut, Selia pun meski masih tampak malu, langsung melingkarkan tangannya ke lengan kekar Prayoga. Kedua mata Arumi langsung terbelalak melihat pemandangan yang sangat menyakitkan untuk ia lihat itu, tapi sekali lagi ia tetap tak berdaya untuk menghentikannya. "Mas, tunggu dulu!" cegah Arumi. "Apalagi Rum?, kami bisa terlambat!" "Kau tetap akan menemani aku, kan?" Arumi memelas. Prayoga melirik ke arah Selia yang terlihat salah tingkah saat menyadari kehadiran Arumi. "Entahlah, Selia ingin jalan-jalan katanya, jadi, mungkin kami pulang terlambat. Kau bisa pergi dengan siapa saja, ajak asisten mu saja!" "Tapi Mas,kau sudah janji akan menemani aku!" rengek Arumi. Prayoga menggeleng, kesal. "Sudahlah Rum, jangan kekanak-kanakan, malu sama Selia. kau, kan lebih dewasa dari dia!" celetuk Prayoga yang kemudian memberi isyarat pada Selia untuk segera pergi dari tempat itu. "Mas!!" "Selia!!" "Selia, tolong beri pengertian pada Mas Yoga!" Arumi mengekori langkah Prayoga dan Selia. Tapi Prayoga malah mempercepat langkahnya, seolah sudah tak tahan dengan keberadaan Arumi di dekatnya. _____Satu hari sebelumnya.. "Siapa kau?!" tanya Arumi pada seorang wanita yang datang ke rumahnya. "Apa kabar Bu Arumi?" wanita itu tersenyum manis sambil melenggang masuk ke dalam rumah meski Arumi belum memintanya. Arumi bingung, ia mengekori langkah wanita yang berpenampilan seksi itu. "Hei, siapa kau?!" tanya Arumi lagi dengan nada tinggi. "Oh ya, aku lupa, perkenalan, aku Nurselia!" wanita itu mengulurkan tangannya. Arumi bengong saat wanita itu menyebut namanya. "Selia?" gumam Arumi sambil terus mengamati wanita yang ada dihadapannya itu. "Kau tentu masih ingat aku, kan Bu?" tanya Selia dengan senyum misterius, seolah menyimpan sebuah rahasia yang besar. "Bagaimana bisa kau Selia?" tanya Arumi ragu, sebab wanita yang ada di hadapannya itu tak mirip sedikitpun dengan Selia. Wanita itu, Selia, menyeringai membuat Arumi sedikit cemas. "Ku dengar kau akan menikah dengan mantan suamiku, oh, bukan, mantan suamimu?" tanya Selia yang terus mempermainkan bibirnya, seolah
"Ada apa lagi Mas?" tanya Arumi kesal, ia sebenarnya sudah merasa malas untuk bertemu lagi dengan Prayoga, semenjak ia mendapat video dari perempuan bernama Aulia itu. "Rum, aku mohon, maafkan aku!" Prayoga langsung menghambur kearah Arumi yang berdiri dengan wajah datar. "Percayalah, semua itu nggak benar!. A-ku udah ditipu Rum!" ucap Prayoga dengan menggebu-gebu. "Apa, ditipu katamu?!" Arumi memicingkan matanya, merasa aneh dengan pernyataan mantan suaminya itu. "Iya Rum, aku nggak kenal siapa wanita itu, sungguh!" Prayoga hendak meraih tangan Arumi untuk ia genggam, agar dramanya terlihat begitu realistis. Tapi Arumi dengan cekatan menghindar. Ia tak ingin lengah lagi, ia sudah sadar kini, karena kelengahannya itulah yang membuat ia akhirnya jatuh kembali ke dalam jeratan cinta Prayoga yang sesungguhnya kini sudah tak lagi sama seperti enam tahun yang lalu. Prayoga terperanjat melihat reaksi ketus Arumi. "Rum?!" "Huhh!!" Arumi menarik nafas dan mengembuskan nya begitu
"apa kabar Mas Yoga?!" seorang wanita tiba-tiba menegur Prayoga yang sedang duduk santai menikmati secangkir es kopi di sebuah cafe. Prayoga kaget dan segera meletakkan gelas berisi es kopi americano di atas meja. "hai!" seorang wanita melambaikan tangannya pada Prayoga sambil tersenyum manis. Prayoga tertegun melihat wanita itu, ia coba untuk mengingat-ingat, siapa tahu ia mengenal wanita itu, tapi ia ternyata tak bisa mengenalinya dengan mudah sebab wanita itu mengenakan kacamata hitam. "sendiri aja?" tanya wanita itu setelah berada tepat di dekat Prayoga. Prayoga tak menjawab, ia malah memandangi wanita itu dari ujung rambut hingga ujung kaki. wanita itu berpenampilan cukup seksi dengan hot pant jeans yang di padu atasan rajut berbelahan dada cukup rendah hingga membuat area privasi miliknya sedikit terlihat. "kok bengong?!" ucap wanita itu sambil menjentikkan jarinya, membuat lamunan Prayoga buyar seketika. "e, si-apa kau?!" tanya Prayoga gugup. "astaga, apa waktu b
"sial!, bagaimana bisa wanita itu punya video seperti itu?, ku rasa aku udah dijebak malam itu?, tapi atas dasar apa dia lakukan itu?!" Prayoga mondar-mandir sambil terus mengoceh. "loh Yoga?!, kok udah pulang?!" Bu Melinda kaget ketika melihat keberadaan Prayoga di ruang tengah. "bukankah hari ini kau dan Arumi akan fitting baju ya?" tanya Bu Melinda sambil mendekati anaknya itu. "apa terjadi sesuatu?" selidik Bu Melinda yang mulai merasa ada hal aneh yang terjadi jika melihat gelagat yang ditunjukkan Prayoga. "Yoga, kamu dengar Ibu nggak?!" pekik Bu Melinda. "iya Bu, Yoga dengar!" jawab Prayoga ketus. "kalo dengar kenapa kamu nggak jawab?!" Bu Melinda nggak kalah ketus. "Yoga lagi bingung Bu!" "bingung kenapa?, apa baju yang kalian pesan nggak sesuai?" tanya Bu Melinda sambil duduk di sofa dan menikmati secangkir teh Kamomil yang hangat dan harum. "bukan soal baju, tapi ini soal Arumi!" "crutt!" air teh yang sedang di seruput Bu Melinda muncrat seketika saat ia me
"Kok lama banget Mbok?" Prayoga bertanya pada Mbok Piah dengan gusar. Ini sudah hampir setengah jam ia menunggu Arumi yang kata Mbok Piah tadi sedang bersiap-siap. Kedua matanya terus menatap ke lantai atas, berharap Arumi segera turun untuk menemui dirinya. Prayoga merasa aneh, ia pernah hidup bersama Arumi selama enam tahun lamanya. Ia paham betul jika Arumi bukanlah tipikal wanita yang akan menghabiskan banyak waktu hanya untuk berkutat di meja rias. "Coba panggil lagi Mbok, ini udah siang!" pinta Prayoga, Mbok Piah mengangguk ragu namun ia bergegas naik ke lantai atas untuk memanggil Arumi. Prayoga gelisah, ia terus mondar-mandir kesana-kemari sambil menggerutu tak jelas. Dan tak berselang lama Arumi pun turun di ikuti oleh Mbok Piah. Prayoga tertegun melihat Arumi. Tadi menurut Mbok Piah Arumi sedang bersiap diri, tapi kini yang nampak justru berbeda. Arumi masih mengenakan daster panjang berwarna biru gelap dengan Khimar peach yang menutup kepalanya. Wajah Arumi juga
"Siapa ya?!" Mbok Piah menatap bingung pada seseorang yang berdiri di hadapannya. Sepagi itu ada seorang wanita muda yang Dadang berkunjung. Wanita itu masih sangat mudah, usianya sepertinya belum genap dua puluh tahun. Paras wajahnya cukup cantik, tubuhnya tak terlalu tinggi namun cukup sintal, apalagi ditambah dengan pakaian yang ketat membuat setiap lekuk di tubuhnya tergambar dengan jelas. Mbok Piah nampak tak suka melihat penampilan wanita itu yang terlalu seksi. "Perkenalkan, saya Aulia!" wanita itu mengulurkan tangannya pada Mbok Piah yang masih bingung. Dengan ragu Mbok Piah menerima uluran tangan wanita itu. "Maaf Bu, apa Bu Arumi nya ada?" tanya wanita bernama Aulia itu dengan ramah seolah sudah sangat mengenal Arumi. Mbok Piah memicingkan matanya, mencoba untuk menyelidiki siapa wanita itu. "E, Ibu dia, dia su-dah pergi!" jawab Mbok Piah berdusta, sebenarnya Arumi ada di rumah, tapi semalam Arumi bilang pada Mbok Piah jika hari ini ia berencana untuk melakukan fittin