Share

Kamu Gila

Tepat jam 12.00 siang Satria sudah selesai dalam pekerjaannya. Dia pun hendak pulang karena sangat penasaran dengan apa yang akan di sampaikan oleh kedua mertuanya.

"Assalamualaikum," ucapnya saat memasuki rumah.

Terlihat umi dan abinya, Fatma sudah datang. Satria langsung mencium tangan keduanya lalu duduk di samping Fatma.

Terlihat Umi dan abinya, Fatma sejak tadi saling melirik satu sama lain. Abi menarik nafas terlebih dahulu kemudian dia menatap lekat ke arah Satria.

"Ada apa Umi, Abi? Kata Fatma ada hal yang ingin kalian sampaikan padaku? Apa itu?" Satria sudah sangat penasaran.

"Euuum ... begini Satria. Sejujurnya kedatangan Abi dan Umi kesini bukan tanpa alasan, tapi karena kami ingin menyampaikan sesuatu hal yang penting sama kamu." Abi Haidar menjeda ucapannya sejenak, membuat jantung Satria berpacu. "Seperti yang kamu tahu Nak, jika Fatma sedang sakit dan tidak memungkinkan untuk hamil, jadi dia ingin kamu menikah lagi."

DEGH!

Sudah Satria prediksi jika kedatangan kedua mertuanya pasti ada kaitannya dengan permintaan konyol Fatma.

"Tidak, Abi. Satria tidak mau!" tolaknya dengan tegas.

"Iya, abi paham kok. Dengarkan dulu penjelasan abi, Nak. Begini ... Fatma hanya ingin di saat dia meninggalkanmu nanti, kamu sudah ada yang urus dan menemani." Tersayat hati abi Haidar saat mengatakan hal itu. Dia mencoba menahan kesedihannya di hadapan Fatma. "Abi mohon, Nak! Abi juga tak mau ini terjadi, tapi abi hanya ingin mengabulkan permintaan Fatma. Dan tentunya kamu juga ingin kan membahagiakan Fatma?"

Terlihat Satria mengusap wajahnya dengan kasar, dia benar-benar kalut saat ini. Matanya menatap ke arah Fatma yang saat ini tengah menundukan kepalanya.

Entah apa yang membuat Fatma begitu ngotot dengan keinginan konyolnya itu. Biasanya seorang istri sangat enggan untuk dimadu, tapi Fatma malah sebaliknya.

"Fatma," panggil Satria, membuat Fatma seketika mengangkat wajahnya dengan linangan air mata. "Benar, jika kamu ingin mas menikah lagi? Apa kamu rela jika di madu?" tanyanya memastikan.

Fatma tersenyum getir saat mendengar pertanyaan suaminya. Namun dia mencoba ikhlas. "Insya Allah aku ikhlas, Mas. Mungkin setiap istri tidak ada yang mau di madu, dan aku tak menampik itu. Tapi, aku hanya ingin melihatmu bahagia di sisa akhir hidupku. Anggaplah ini sebagai bakti dan bukti cintaku padamu, Mas."

Dadanya terasa sesak saat mengatakan hal tersebut, tapi Fatma mencoba legowo. Dan terlihat beberapa kali Satria membuang nafasnya dengan kasar.

"Baiklah, jika itu keinginanmu. Aku akan menikah lagi. Tapi ingat! Aku menerima ini, bukan semata-mata karena aku ingin menduakanmu. Akan tetapi, karena keinginanmu!" tegas Satria.

Fatma mengangguk dengan senyuman lega di bibirnya. "Makasih ya Mas, kamu sudah mau mengabulkan permintaan terakhirku."

"Hmm." Satria hanya menjawab dengan gumaman saja.

"Karena Satria sudah setuju, maka pernikahan akan di adakan 3 hari lagi," timpal Abi Haidar.

"Apa! 3 hari lagi?" kaget Satria dengan mata membulat kaget. "Abi yang benar saja? Calonnya saja belum ada?"

"Sebenanrnya Umi dan Abi sudah mencarikan calon istri untuk kamu, Sat. Dan tentunya wanita itu adalah wanita baik-baik."

Satria kembali di buat terkejut dengan pernyataan mertuanya. Dia tak menyangka jika semua sudah di persiapkan dengan begitu baik oleh Fatma dan kedua orang tuanya.

"Baikal, Umi dan Abi atur saja," jawabnya dengan pasrah. "Aku mau kembali ke cafe dulu." Pria itu berlalu setelah berpamitan pada istri dan mertuanya.

Sepanjang perjalanan Satria terus saja berdecak. Tak habis pikir jika semua sudah di persiapkan dengan begitu baik oleh Fatma.

"Bagaimana jika aku tak bisa mencintai istri keduaku nanti? Bagaimana jika aku menyakiti batinnya, sama seperti aku menyakiti Fatma?" monolognya sambil fokus menyetir

Ada raut ketakutan di hati pria tampan blasteran turki itu. Dia takut tidak bisa membahagiakan kedua istrinya. Karena jujur saja, selama 5 tahun lamanya ia merasa bersalah sebab tak bisa mencintai Fatma sebagai istrinya, dan ia takut itu akan terjadi pada istri keduanya.

.

.

Malam telah menyapa, saat ini Satria baru saja pulang saat jam menunjukan pukul 21.00. Dia sengaja pulang malam untuk menenangkan pikirannya.

"Mas, tumben pulang malam lagi?" tanya Fatma sambil memberikan teh hangat untuk Satria.

"Iya, banyak kerjaan," jawabnya dengan acuh.

Setelah meminum teh itu, Satria pun masuk kedalam kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya yang terasa lengket.

"Bagaimana rupa istri keduaku, ya?" gumamnya sambil menatap langit-langit kamar mandinya.

Dia keluar dan mendapati Fatma sedang duduk di depan meja rias sambil menyisir rambut panjangnya. Pria itu berdiri menyandarkan tubuh kekarnya yang hanya terbalut handuk sebatas pinggang di tembok.

'Dia memang sangat cantik, aku tak menampik akan hal itu. Tapi, kenapa selama 5 tahun pernikahan kami, aku tak bisa mencintainya? Padahal, aku sudah membuka hatiku untuknya. Kenapa rasanya sulit sekali ya Allah?' batin Satria sambil menatap lurus ke arah Fatma.

Menyadari sejak tadi Satria terus saja menatapnya membuat Fatma sedikit malu, hingga pipi wanita itu merona. Dia berjalan mendekat ke arah Satria.

"Mas, kamu kenapa menatapku seperti itu? Lalu, kenapa belum pakai baju?" tanyanya.

Satria tersentak kaget, "eh, ti-tidak papa." Dia pun berlalu masuk kedalam ruang ganti setelah mengambil baju di lemari.

Dia merebahkan tubuhnya di ranjang, kemudian Fatma masuk kedalam pelukan sang suami, kendati Satria tidak menolak, dan itu yang di sukai oleh Fatma. Walaupun ia tahu Satria tak pernah mencintainya, tapi pria itu tak pernah menolak jika Fatma bermanja-manja dengannya.

"Kenapa kamu tidak meminta persetujuanku dulu tentang calon istriku? Kamu mempersiapkannya, tanpa kamu tanya aku terlebih dulu, apakah aku suka atau tidak." Berbicara namun tatapannya lurus ke arah tv yang menyala.

Fatma menengadahkan wajahnya sejenak, lalu dia kembali menaruh kepalanya di dada bidang sang suami. "Maaf jika aku lancang. Aku hanya ingin memilihkan wanita yang baik untukmu, Mas. Aku mungkin ikhlas di madu, tapi aku ingin wanita itu memiliki sifat dan budi pekerti yang baik," jelas Fatma.

"Lalu, jika suatu saat nanti aku mencintainya bagaimana? Tidakkah kamu sadar akan tindakanmu itu? Kamu hanya semakin membuat hatimu terluka."

Fatma tersenyum, "jika suatu saat kamu mencintainya, aku ikhlas, walau ku tau sakit. Tapi, asal kamu bisa adil padaku dan dia, bagiku tak masalah. Kebahagiaanmu, juga kebahagiaanku."

"Kamu gila! Kamu benar-benar sudah gila."

Mendengar itu Fatma malah terkekeh, "iya Mas, aku memang sudah gila. Aku hanya ingin melihat suamiku bahagia sebelum mata ini--" Ucapan Fatma terhenti saat tiba-tiba saja Satria menaruh jari telunjuknya di bibir tipis wanita itu.

"Jangan pernah bicara begitu! Kamu bukan Tuhan, begitu pun dengan dokter. Nyawa itu adalah rahasia Allah, kamu paham!" kesalnya, sebab ia tak menyukai saat Fatma mengatakan tentang kematian. "Lalu, di mana wanita itu tinggal?" Satria mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Dia tinggal di kota B. Tepatnya di desa Karangsari," jawab Fatma.

"Apa! Karangsari!" kaget Satria dengan tubuh tegap.

BERSAMBUNG......

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status