Share

Terserah

Author: Tinta Hitam
last update Last Updated: 2023-10-01 20:22:46

"Kenapa Mas? Kok kamu kaget gitu?" heran Fatma saat melihat reaksi suaminya.

"Tidak papa, sayang. Hanya saja, itu adalah desa temanku," bohong Satria.

Tiba-tiba saja pikirannya menyelami masa lalu, dimana dia pernah tinggal di desa itu sampai SMA. Akan tetapi, sudah lama dia meninggalkan desa itu, karena menghindari kenangan yang begitu menyakitkan.

"Ya sudah, kamu tidur yah. Aku masih mau cek pemasukan bulanan dulu," ujar Satria.

Fatma mengangguk, namun saat dia akan membaringkan tubuhnya, tiba-tiba saja ia merasakan sakit yang teramat sangat di bagian perut bawahnya sampai ke punggung bawah.

"Aawwh! Sshh!" ringisnya sambil meremas seprei dengan kuat.

Satria yang baru saja akan bangkit dari ranjang, tiba-tiba menatap panik pada Fatma. "Kamu kenapa? Sakit lagi ya?" Fatma hanya mengangguk dengan raut wajah kesakitan.

Pria itu langsung mengambilkan obat pereda nyeri milik Fatma, lalu membantu wanita itu untuk meminumnya.

"Sebaiknya sekarang kamu istirahat, ya!" Fatma kembali mengangguk, lalu dia membaringkan tubuhnya di ranjang dan menutup matanya.

Satria menatap miris ke arah wanita yang sudah menemaninya selama 5 tahun. Tubuhnya semakin hari semakin kurus, berbeda dengan 4 tahun yang lalu, saat Fatma belum di diagnosa penyakit mematikan itu.

"Hatiku semakin berat untuk menikah lagi. Rasanya aku tidak sanggup semakin menyakitimu, Fatma. Tapi, itu adalah permintaanmu, dan aku tak bisa menolaknya." Satria bermonolog di dalam hatinya dengan air mata yang mulai menggenang.

.

.

Pagi hari Fatma sudah siap menghidangkan sarapan untuk suaminya, dan tak lama Satria turun menuju meja makan.

"Ya ampun, Fatma! Sudah berapa kali aku bilang, jangan cape-cape. Kamu gak ingat apa kata dokter, hm?"

"Iya Mas, maaf. Lagian aku di bantu bi Siti kok," jawab Fatma sambil tersenyum pucat walau bibirnya sudah di kasih pemerah bibir.

"Ya sudah, tapi jangan mengerjakan yang berat-berat, oke!" Fatma mengangguk paham, lalu mereka pun sarapan bersama.

"Mas, nanti siang kamu pulang ya!" Fatma menatap sekilas pada sang suami.

"Memangnya ada apa?"

"Nanti siang kita akan ke butik buat beli jas buat acara esok," terang Fatma dengan mata berbinar.

Satria hanya mengangguk pelan tanpa menjawab. Setelah sarapan Fatma pun mengantarkannya ke depan pintu, dan setelah melihat Satria memasuki mobil wanita itu pun berbalik hendak menuju kamar. Akan tetapi, tiba-tiba saja tubuhnya limbung.

"Aawwhh! Ya Allah, sakit sekali." Fatma meremas perutnya yang kembali berdenyut nyeri. Dia berjalan sedikit tertatih.

"Astagfirullah! Buk Fatma!" panik bi Siti, kemudian dia membantu Fatma menuju kamar.

"Saya mau ke kamar mandi, Bi," ujar Fatma.

"Perlu bibi bantu, Bu?"

"Nggak usah, Bi. Aku bisa sendiri kok," tolak Fatma yang tak mau menyusahkan pembantunya.

Dia pun menuju kamar mandi, namun saat dia sedang buang air kecil, terasa sangat sakit, bahkan uri-nenya bercampur dengan darah.

"Ya Allah, kuatkan hamba, sampai hamba melihat mas Satria bahagia," lirihnya.

Sementara selama di cafe, Satria terlihat melamun. Dia memikirkan ucapan Fatma semalam tentang wanita yang akan menjadi iatri keduanya nanti.

"Kenapa harus dari desa sana? Kenapa tiba-tiba saja aku ingat dia?" gumamnya dengan tatapan sendu.

Satria membuka laci kerjanya, lalu dia mengeluarkan sebuah foto yang mulai lusuh. Senyumnya terpantri penuh kerinduan saat melihat foto itu dan mengusapnya dengan lembut.

"Bagaimana kabarmu saat ini? Apa kamu sudah menikah?" Dia berkata pada foto itu.

Saat Satria sadar jam sudah menunjukan pukul 11.00 siang, dia pun bergegas untuk pulang, sebab mereka akan ke butik. Dan sesampainya di rumah, ternyata Fatma sudah siap, lalu mereka pun keluar menuju mobil.

"Pelan-pelan," ucap Satria sambil melindungi kepala Fatma agar tak terpentok mobil.

Fatma tersenyum lalu duduk. Perlakuan itulah yang ia suka dari Satria, walaupun ia tahu jika Satria belum bisa mencintainya, tapi perlakuannya yang begitu lembut dan menghargainya sudah membuat Fatma sangat senang.

Sesampainya mereka di butik, Fatma langsung memilihkan jas yang cocok untuk acara ijab nanti. Walaupun memang pernikahan kedua Satria tidak di ramaikan.

"Mas, kayaknya ini cocok deh," ucap Fatma sambil memperlihatkan Jas dan kemeja berwarna putih. Lalu, dia meminta Satria untuk mencobanya.

Setelah beberapa saat, Satria keluar dari ruang ganti. Melihat itu Fatma menatap kagum ke arah suaminya. Tak terasa dadanya sesak saat membayangkan jika sebentar lagi dia akan berbagi suami dengan wanita lain.

"Kamu sangat tampan, Mas. Jas ini cocok sekali untuk kamu," puji Fatma sambil tersenyum manis. "Gimana Mas, kamu suka?"

"Aku terserah pilihanmu saja," jawab Satria dengan pasrah.

Dia terlihat tidak bersemangat, dan hanya bisa pasrah dengan pernikahannya nanti. Dan setelah selesai mereka pun menuju rumah sakit terlebih dahulu untuk cek-up penyakit Fatma.

"Dok, apa kemungkinan istri saya bisa sembuh?" tanya Satria dengan tatapan penuh harap sambil melihat keadaan Fatma yang terbaring di ranjang pasien.

"Kemungkinan sangat kecil, Pak. Kankernya bahkan sudah menyebar," jawab Dokter tersebut.

Satria menghela nafas dengan berat, kemudian Fatma bangkit dan duduk di samping sang suami. "Jagan khawatir, Mas. Aku baik-baik saja kok." Fatma mencoba kuat di hadapan Satria

Akan tetapi, Satria tahu sakitnya Fatma seperti apa. "Jangan pura-pura kuat di hadapanku." Lalu dia mengajak Fatma untuk pulang.

"Kamu mau makan apa?" tanyanya saat berada di jalan.

"Aku mau martabak telor, Mas!" pinta Fatma.

Satria langsung mencari pedagang martabak. Dia membeli 1 bungkus untuk Fatma. Satria pikir, dengan prilakunya yang baik dan menghargai Fatma sebagai istrinya, bisa menebus kesalahannya yang tak bisa membalas cinta Fatma.

Sesampainya di rumah, Satria meminta bi Siti untuk menyiapkan martabak itu. Mereka duduk di ruang tamu dengan Fatma yang bersandar di sofa.

"Boleh aku melihat rupa dari istri keduaku?" pinta Satria, sebab ia sangat penasaran.

"Tunggu besok Mas. Sebentar lagi kamu akan melihatnya," kekeh Fatma.

"Apa dia berjilbab?"

"Ya. Tentu saja. Aku sudah bilang bukan, bahwa aku akan mencarikan istri terbaik untuk suamiku," papar Fatma sambil mencubit pipi Satria.

Pria itu terdiam, kemudian dia menatap lekat keadah Fatma, "apa dia tahu jika aku sudah mempunyai istri? Apa dia tahu, akan menjadi istri kedua?"

Entah kenapa felling Satria mengatakan, jika wanita yang akan ia nikahi tidak tahu menahu tentang statusnya itu. Dan mendengar hal tersebut, Fatma memnggelengkan kepalanya.

"Dia tidak tahu, Mas. Nanti saat sudah ada di sini, baru kita akan menjelaskannya," jawab Fatma.

"Apa! Bagaimana mungkin bisa dia tidak tahu, Fatma. Sama saja kamu, umi dan abi menjebaknya? Bagaimana perasannya nanti? Dia pasti akan sangat terluka." Satria mengusap wajahnya dengan kasar.

"Tidak akan, Mas. Walau mungkin iya, tapi umi dan abi akan menjelaskannya. Lagi pula, kedua orang tuanya juga sudah tahu."

"Terserah saja." Satria berujar dengan nada frustasi. Dia sangat yakin jika wanita itu nanti akan sangat syok.

BERSAMBUNG.......

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Ervina Chesika
kayanya mantan pacarnya yg terpaksa satriya tinggalin dmi perjodohan ortunya
goodnovel comment avatar
Tinta Hitam
Bisa jadi kak
goodnovel comment avatar
Nofita Sari
jngan wanita itu masa lalu satria
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Istri Untuk Suamiku   END

    "Mas Satria!" kaget Fatma.Satria menatap teduh ke arah Fatma, bergantian pada bayi yang ada di dalam gendongan wanita itu. "Hai, aku tadi habis meeting tidak sengaja melihat kalian. Maaf jika aku mengganggu.""Tidak apa Nak. Sini duduklah bergabung bersama dengan kami!" ajak Abi sambil menepuk kursi kosong yang ada di sebelahnya."Oh ya, tidak apa Bi. Saya juga masih ada pekerjaan, dan bayi ini siapa?" tanyanya penasaran sambil melihat ke arah bayi mungil nan cantik yang berada di dalam gendongan mantan istrinya."Ini adalah anak kami," jawab Andre."Hah? Anak?" bingung Satria, karena setahunya Fatma tidak bisa hamil. Dia juga memperhatikan bahwa wajah wanita itu sekarang berbinar dengan sangat cantik, tidak seperti saat berada di sisinya pucat tanpa gairah.'Fatma benar-benar berubah. Auranya sekarang terpancar begitu sangat indah dan cantik, berbeda saat dia bersamaku dulu.' batin Satria."Iya, memang Fatma tidak bisa hamil," sindir Andre yang tahu isi di dalam pikiran Satria. "Tap

  • Istri Untuk Suamiku   Bab 148

    "Kalau aku sih setuju saja. Lalu kapan kita akan ke sana dan rekomendasi Panti Asuhan mana yang bagus menurut mama atau menurut Umi dan Abi?""Umi punya rekomendasi yang bagus," ucap Umi Khaira.Mereka setuju untuk 4 hari ke sana, melihat apakah ada seorang bayi yang akan diadopsi atau tidak. Dan setelah makan malam selesai Caca dan juga tante Lena pulang begitu pula dengan Umi dan Abi."Kamu baik-baik ya Nak. Kalau ada apa-apa dan butuh apa-apa, tinggal bilang sama Umi. Pasti Umi buatkan dan Umi bantu. Dan Andre. Tolong jaga Fatma ya! Besok Umi ke sini lagi.""Iya Umi. Umi dan Abi hati-hati di jalannya!""Assalamualaikum," ucap Abi dan Umi serempak."Waalaikumsalam."..Hari yang ditunggu pun telah tiba, di mana hari ini Fatma, Andre dan keluarga mereka pergi ke sebuah Panti Asuhan, tetapi tidak dengan Caca, karena dia menemani Vano di rumah."Ayo kita masuk!" ajak Umi, "Assalamualaikum!" ucapnya saat mereka sudah masuk ke dalam panti asuhan."Waalaikumsalam. Eh, mbak Khaira." Seora

  • Istri Untuk Suamiku   Pulang

    Hari ini Fatma dan juga Andre pulang kembali ke tanah air zetelah wanita itu dinyatakan sembuh. Tentu saja membuat kebahagiaan yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata oleh Andre maupun kedua orang tua Fatma."Mas, aku bisa jalan sendiri," ucap Fatma dengan wajah yang malu saat Andre menggendongnya turun dari mobil setelah mereka sampai di rumah."Iya, aku tahu, tapi aku tidak mau jika istriku sampai kelelahan," jawabannya sambil tersenyum manis, kemudian dia masuk dan menidurkan Fatma di atas ranjang. "Istirahat dulu ya! Nanti setelah makanan siap aku akan memberitahumu."Fatma hanya bisa mengangguk sambil tersenyum bahagia, karena perlakuan Andre yang begitu membuatnya semakin jatuh cinta.Dia merasa seperti seorang ratu di dalam kehidupan Andre, di mana pria itu tak pernah sekalipun menyakitinya, bahkan selalu membuatnya tersenyum. Mungkin memang itu yang dinamakan cinta sejati."Sekarang aku percaya Mas, bahwa penyakit itu bisa sembuh bukan karena Allah saja, tetapi karena bat

  • Istri Untuk Suamiku   Mendadak Pergi

    "Bu, Caca pergi dulu ya," ucap Caca sambil mencium tangan ibunya saat jam menunjukkan pukul 07.30 pagi, sebab tadi Vano sudah mengirimkan pesan bahwa sopirnya sedang menunggu di parkiran rumah sakit."Maafkan Ibu ya, Nak, kamu harus menikah dengannya tanpa cinta. Maaf jika kami belum bisa menjadi orang tua yang baik untukmu." Bu Eka menangis."Ibu ini bicara apa sih. Tidak perlu menyesali apapun. Caca ikhlas kok. Lagi pula, cinta akan datang seiring berjalannya waktu. Doakan saja yang terbaik untuk rumah tangga Caca. Kalau begitu Caca pamit ya Bu, Pak Vano sudah menunggu."Setelah mencium tangan ibunya Caca pergi, akan tetapi sang ayah masih belum tersadar, sehingga wali nikah diwakilkan kepada wali hakim, sebab tidak memungkinkan untuk ayahnya Caca hadir.Saat mobil sudah sampai di kediaman tante Lena, Caca langsung disambut oleh wanita itu. "Jadi kamu yang bernama Caca?""Iya Tante. Maaf, Tante siapa ya?" Caca yang bilang memang belum mengetahui siapa Tante Lena."Perkenalkan. Saya

  • Istri Untuk Suamiku   Menjebak

    "Syarat? Syarat apa yang Bapak maksud?" bingung Caca sambil menatap ke arah Vano.Pria itu tersenyum miring kemudian dia melipat tangannya di depan dada dan menyandarkan tubuhnya di dinding."Syaratnya adalah ... kau harus menikah denganku!" Ucapan Vano sontak membuat kedua bola mata Caca membulat, tetapi pria itu masih terlihat begitu santai. "Ya terserah pada dirimu ... kalau kau memang sayang dengan ayahmu, maka aku bisa membantumu. Syaratnya adalah tadi, jika kau tak mau juga tak masalah."Pria itu menegakkan tubuhnya hendak pergi dari sana, namun tiba-tiba Caca menahan tangannya. "Saya mau, Pak."Dia tidak mempunyai pilihan lain, karena bagi Caca keselamatan sang ayah itu lebih utama. Apalagi saat ini sedang kritis dan butuh pertolongan."Kau yakin?" tatapan Vano menyipit mencoba untuk meyakinkan wanita tersebut. Tapi di dalam hatinya dia bersorak bahagia."Saya yakin, Pak!" Caca bahkan tidak perduli jika nanti Vano menyakitinya setelah mereka menikah, karena baginya saat ini kes

  • Istri Untuk Suamiku   Sadar

    "Bukan maksud abi untuk membelanya, Umi. Hanya saja takut dia tersinggung. Bagaimana kalau maksud dia memang tidak ingin merebut Andre? Memang real hanya sebatas teman." Abi Haidar berkata dengan pikiran yang positif.Akan tetapi, Umi Khaira adalah seorang wanita dan dia sangat tahu karakter seperti Mila itu bagaimana. Mendengar penjelasan dari suaminya, Umi Khaira malah terkekeh dan itu membuat Abi sangat bingung."Kenapa Umi malah tertawa? Memangnya ucapan abi ada yang salah?""Abi, Abi ..." Beliau menggelengkan kepalanya. "Abi ini adalah seorang pria, jadi mana paham jika berada di posisi wanita itu seperti apa. Dengar ya Bi! Tidak ada seorang lawan jenis yang memberikan perhatian dengan secara berlebihan kepada teman lelakinya, begitu pula sebaliknya, jika tidak ada sebuah perasaan. Teman hanya sekedarnya menyemangati itu sudah hal biasa, tetapi jika memberikan perhatian dengan mengirimkan makanan setiap hari, apakah itu hal yang wajar? Umi rasa tidak."Andre dan juga Abi hanya di

  • Istri Untuk Suamiku   Ucapan Menohok

    Sesuai dengan permintaan Vano, Caca membawanya berkeliling tempat-tempat yang menurutnya menyenangkan sekaligus sangat indah jika di malam hari.Setelah jam menunjukkan pukul 23.30 malam, Vano mengajak Caca untuk pulang. Walaupun sebenarnya dia tidak ingin, tetapi kasihan melihat wanita itu yang sepertinya sudah mengantuk."Oh ya, nanti aku mau kau mengajakku di saat siang hari.""Hah? Siang hari, Pak? Tapi kan siang-siang itu waktunya bekerja, jadi mana mungkin bisa?"PLETAK!"Kamu itu bodoh sekali." Vano menyentil kening Caca, membuat wanita itu merengut. "Libur kerja kan bisa. Memangnya selama 7 hari itu nonstop bekerja? Hari Minggu bukannya libur?""Iya, tapi nggak usah nyentil kening saya juga Pak! Jidat saya ini nggak jenong," sungut Caca dengan bibir yang sudah maju 5 cm.Vano benar-benar gemas, ingin sekali dia mencubit kedua pipi Caca tapi ditahannya. 'Wanita ini benar-benar sangat menarik. Baru kali ini aku merasa gemas kepada lawan jenis. Biasanya wanita secantik apapun ti

  • Istri Untuk Suamiku   Bos Vampir

    Caca membalik tubuhnya, seketika cengiran kuda pun ia tampilkan di wajah imutnya. "Eh ... Pak Vano.""Apa kamu bilang tadi? Kamu mau bejek saya? Emang kamu pikir saya perkedel?" Pria itu menaruh kedua tangan di atas pinggang sambil menatap tajam ke arah Caca."Hah? Bejek? Ti-tidak Pak. Bapak salah denger kali. Mungkin telinga Bapak belum dikorek selama satu bulan.""Jadi, secara tidak langsung kamu mengatakan kalau saya ini jorok? Iya!" sentaknya dengan kesal."Tidak Pak. Siapa juga yang berkata seperti itu. Kalau begitu saya duluan ya Pak, permisi!" Caca segera berlari tanpa menunggu jawaban dari Vano, dia masuk ke dalam lift dengan dada yang sudah berdebar kencang."Astaga Caca! Hampir aja kepalamu kena jitak. Masih mending kalau dia cuma menjitak, coba kalau dia memecat diriku? Dari mana lagi aku harus dapat uang sebanyak itu untuk operasi ayah, jika tidak bekerja di sini, huuhh ..." Wanita itu menghela nafas dengan kasar sambil memegangi dadanya. "Lagian mukanya horor banget wala

  • Istri Untuk Suamiku   200 juta

    Pria itu tersenyum sinis kemudian dia bangkit dari duduknya berjalan perlahan ke arah Caca. Melihat wanita itu dengan raut wajah yang sudah tegang."Kenapa? Apa kau lupa denganku?" tanyanya dengan nada begitu angkuh.Caca meremas roknya, dia merutuki kebodohannya kemarin karena sudah menggertak Vano. 'Astaga! Jadi dia CEO pengganti Pak Andre. Aduh ... bagaimana kalau dia mencari masalah denganku dan dia malah memecatku? Tapi kan di luar itu semua tidak ada masalahnya dengan kerjaan?'"Kenapa kau diam saja?" tanya Vano kembali saat melihat wanita yang berada di hadapannya dia membisu."Tidak apa-apa, Pak. Saya cuma kaget saja. Dan saya rasa hubungan kemarin tidak ada sangkut pautnya dengan pekerjaan, itu di luar dari kerjaan kita kan Pak. Memangnya apa kesalahan saya sampai harus dipanggil ke sini?"Vano sangat tertarik dengan pribadi Caca. Dia sama sekali tidak takut dengan dirinya. 'Menarik. Bahkan dia seperti menantangku, tidak takut jika aku akan memencetnya. Baiklah kita akan berm

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status