"Kenapa Mas? Kok kamu kaget gitu?" heran Fatma saat melihat reaksi suaminya.
"Tidak papa, sayang. Hanya saja, itu adalah desa temanku," bohong Satria.Tiba-tiba saja pikirannya menyelami masa lalu, dimana dia pernah tinggal di desa itu sampai SMA. Akan tetapi, sudah lama dia meninggalkan desa itu, karena menghindari kenangan yang begitu menyakitkan."Ya sudah, kamu tidur yah. Aku masih mau cek pemasukan bulanan dulu," ujar Satria.Fatma mengangguk, namun saat dia akan membaringkan tubuhnya, tiba-tiba saja ia merasakan sakit yang teramat sangat di bagian perut bawahnya sampai ke punggung bawah."Aawwh! Sshh!" ringisnya sambil meremas seprei dengan kuat.Satria yang baru saja akan bangkit dari ranjang, tiba-tiba menatap panik pada Fatma. "Kamu kenapa? Sakit lagi ya?" Fatma hanya mengangguk dengan raut wajah kesakitan.Pria itu langsung mengambilkan obat pereda nyeri milik Fatma, lalu membantu wanita itu untuk meminumnya."Sebaiknya sekarang kamu istirahat, ya!" Fatma kembali mengangguk, lalu dia membaringkan tubuhnya di ranjang dan menutup matanya.Satria menatap miris ke arah wanita yang sudah menemaninya selama 5 tahun. Tubuhnya semakin hari semakin kurus, berbeda dengan 4 tahun yang lalu, saat Fatma belum di diagnosa penyakit mematikan itu."Hatiku semakin berat untuk menikah lagi. Rasanya aku tidak sanggup semakin menyakitimu, Fatma. Tapi, itu adalah permintaanmu, dan aku tak bisa menolaknya." Satria bermonolog di dalam hatinya dengan air mata yang mulai menggenang...Pagi hari Fatma sudah siap menghidangkan sarapan untuk suaminya, dan tak lama Satria turun menuju meja makan."Ya ampun, Fatma! Sudah berapa kali aku bilang, jangan cape-cape. Kamu gak ingat apa kata dokter, hm?""Iya Mas, maaf. Lagian aku di bantu bi Siti kok," jawab Fatma sambil tersenyum pucat walau bibirnya sudah di kasih pemerah bibir."Ya sudah, tapi jangan mengerjakan yang berat-berat, oke!" Fatma mengangguk paham, lalu mereka pun sarapan bersama."Mas, nanti siang kamu pulang ya!" Fatma menatap sekilas pada sang suami."Memangnya ada apa?""Nanti siang kita akan ke butik buat beli jas buat acara esok," terang Fatma dengan mata berbinar.Satria hanya mengangguk pelan tanpa menjawab. Setelah sarapan Fatma pun mengantarkannya ke depan pintu, dan setelah melihat Satria memasuki mobil wanita itu pun berbalik hendak menuju kamar. Akan tetapi, tiba-tiba saja tubuhnya limbung."Aawwhh! Ya Allah, sakit sekali." Fatma meremas perutnya yang kembali berdenyut nyeri. Dia berjalan sedikit tertatih."Astagfirullah! Buk Fatma!" panik bi Siti, kemudian dia membantu Fatma menuju kamar."Saya mau ke kamar mandi, Bi," ujar Fatma."Perlu bibi bantu, Bu?""Nggak usah, Bi. Aku bisa sendiri kok," tolak Fatma yang tak mau menyusahkan pembantunya.Dia pun menuju kamar mandi, namun saat dia sedang buang air kecil, terasa sangat sakit, bahkan uri-nenya bercampur dengan darah."Ya Allah, kuatkan hamba, sampai hamba melihat mas Satria bahagia," lirihnya.Sementara selama di cafe, Satria terlihat melamun. Dia memikirkan ucapan Fatma semalam tentang wanita yang akan menjadi iatri keduanya nanti."Kenapa harus dari desa sana? Kenapa tiba-tiba saja aku ingat dia?" gumamnya dengan tatapan sendu.Satria membuka laci kerjanya, lalu dia mengeluarkan sebuah foto yang mulai lusuh. Senyumnya terpantri penuh kerinduan saat melihat foto itu dan mengusapnya dengan lembut."Bagaimana kabarmu saat ini? Apa kamu sudah menikah?" Dia berkata pada foto itu.Saat Satria sadar jam sudah menunjukan pukul 11.00 siang, dia pun bergegas untuk pulang, sebab mereka akan ke butik. Dan sesampainya di rumah, ternyata Fatma sudah siap, lalu mereka pun keluar menuju mobil."Pelan-pelan," ucap Satria sambil melindungi kepala Fatma agar tak terpentok mobil.Fatma tersenyum lalu duduk. Perlakuan itulah yang ia suka dari Satria, walaupun ia tahu jika Satria belum bisa mencintainya, tapi perlakuannya yang begitu lembut dan menghargainya sudah membuat Fatma sangat senang.Sesampainya mereka di butik, Fatma langsung memilihkan jas yang cocok untuk acara ijab nanti. Walaupun memang pernikahan kedua Satria tidak di ramaikan."Mas, kayaknya ini cocok deh," ucap Fatma sambil memperlihatkan Jas dan kemeja berwarna putih. Lalu, dia meminta Satria untuk mencobanya.Setelah beberapa saat, Satria keluar dari ruang ganti. Melihat itu Fatma menatap kagum ke arah suaminya. Tak terasa dadanya sesak saat membayangkan jika sebentar lagi dia akan berbagi suami dengan wanita lain."Kamu sangat tampan, Mas. Jas ini cocok sekali untuk kamu," puji Fatma sambil tersenyum manis. "Gimana Mas, kamu suka?""Aku terserah pilihanmu saja," jawab Satria dengan pasrah.Dia terlihat tidak bersemangat, dan hanya bisa pasrah dengan pernikahannya nanti. Dan setelah selesai mereka pun menuju rumah sakit terlebih dahulu untuk cek-up penyakit Fatma."Dok, apa kemungkinan istri saya bisa sembuh?" tanya Satria dengan tatapan penuh harap sambil melihat keadaan Fatma yang terbaring di ranjang pasien."Kemungkinan sangat kecil, Pak. Kankernya bahkan sudah menyebar," jawab Dokter tersebut.Satria menghela nafas dengan berat, kemudian Fatma bangkit dan duduk di samping sang suami. "Jagan khawatir, Mas. Aku baik-baik saja kok." Fatma mencoba kuat di hadapan SatriaAkan tetapi, Satria tahu sakitnya Fatma seperti apa. "Jangan pura-pura kuat di hadapanku." Lalu dia mengajak Fatma untuk pulang."Kamu mau makan apa?" tanyanya saat berada di jalan."Aku mau martabak telor, Mas!" pinta Fatma.Satria langsung mencari pedagang martabak. Dia membeli 1 bungkus untuk Fatma. Satria pikir, dengan prilakunya yang baik dan menghargai Fatma sebagai istrinya, bisa menebus kesalahannya yang tak bisa membalas cinta Fatma.Sesampainya di rumah, Satria meminta bi Siti untuk menyiapkan martabak itu. Mereka duduk di ruang tamu dengan Fatma yang bersandar di sofa."Boleh aku melihat rupa dari istri keduaku?" pinta Satria, sebab ia sangat penasaran."Tunggu besok Mas. Sebentar lagi kamu akan melihatnya," kekeh Fatma."Apa dia berjilbab?""Ya. Tentu saja. Aku sudah bilang bukan, bahwa aku akan mencarikan istri terbaik untuk suamiku," papar Fatma sambil mencubit pipi Satria.Pria itu terdiam, kemudian dia menatap lekat keadah Fatma, "apa dia tahu jika aku sudah mempunyai istri? Apa dia tahu, akan menjadi istri kedua?"Entah kenapa felling Satria mengatakan, jika wanita yang akan ia nikahi tidak tahu menahu tentang statusnya itu. Dan mendengar hal tersebut, Fatma memnggelengkan kepalanya."Dia tidak tahu, Mas. Nanti saat sudah ada di sini, baru kita akan menjelaskannya," jawab Fatma."Apa! Bagaimana mungkin bisa dia tidak tahu, Fatma. Sama saja kamu, umi dan abi menjebaknya? Bagaimana perasannya nanti? Dia pasti akan sangat terluka." Satria mengusap wajahnya dengan kasar."Tidak akan, Mas. Walau mungkin iya, tapi umi dan abi akan menjelaskannya. Lagi pula, kedua orang tuanya juga sudah tahu.""Terserah saja." Satria berujar dengan nada frustasi. Dia sangat yakin jika wanita itu nanti akan sangat syok.BERSAMBUNG.......Hari yang di nanti pun telah tiba, dimana saat ini Satria akan menikahi seorang wanita kembali atas permintaan Fatma."Waah! Mas, kamu sangat tampan. Aku yakin deh, istri kedua kamu nanti pasti akan terpesona," puji Fatma sambil merapikan jas milik suaminya.Satria tak menjawab, dia hanya diam sambil menatap kedua netra milik sang istri. Dapat dia lihat ada gurat kesedihan di balik cadar itu."Sebelum ini semua terjadi, aku ingin memastikan kembali. Apa kamu yakin dengan keputusanmu, Fatma?" Satria menatap lekat ke arah wanita itu.Menghela nafas lalu mengangguk, "Iya Mas, insya Allah aku ikhlas."Satria hanya bisa membuang nafasnya dengan pasrah saat mendengar keputusan Fatma yang tak berubah. Kemudian mereka keluar dari kamar menuju lantai bawah dimana umi dan abi sudah menunggu."Masya Allah, Satria, kamu tampan sekali," puji Umi Khaira."Terimakasih Umi," jawab Satria dengan senyuman tipis."Ya sudah, kalau begitu kita berangkat sekarang!" ajak Abi Haidar.Mereka pun pergi dengan
Satria memanggil para dokter dan suster, dan Fatma langsung di bawa ke ruang IGD.'Ya Allah, selamatkanlah Fatma. Aku mohon jangan ambil dia sebelum aku membahagiakannya.' batin Satria dengan langkah mondar-mandir di depan ruangan IGD.Rasa bersalah kian hinggap sangat dalam. Dia merasa belum bisa membahagiakan Fatma selama ini, apalagi melihat kondisi Fatma yang semakin hari semakin menurun."Tenanglah Sat, abi yakin Fatma tidak kenapa napa," ucap abi Haidar mencoba menenangkan kecemasan Satria.Satria menoleh dan mengangguk, "iya, Bi," jawabnya.Namun, dapat Satria lihat raut kecemasan pada pria paruh baya itu. Dia tahu jika sebagai ayah pasti sangat sedih, tapi abi selalu bersikap tenang dan tawakal.Tak lama dokter keluar dan mengabarkan tentang kondisi Fatma. "Pasien harus di rawat. Kankernya sudah menyebar dan harus di berikan perawatan intensif," jelas dokter tersebut."Lakukan yang terbaik, Dok." Satria menatap sendu ke arah Fatma yang tengah terbaring lemah di ranjang pasien.
"Azizah!" kaget Satria dan juga Fatma, karena melihat wanita itu sedang berdiri di ambang pintu.Satu tangan Azizah menutup mulut dengan tatapan yang sudah mengalirkan air bening, sehingga membasahi tangan serta pipinya. Kepalanya menggeleng, kemudian dengan langkah yang berat dia pun mendekat ke arah Fatma."Jadi kalian adalah suami istri? Lalu ... aku?" tanyanya dengan suara bergetar sambil menunjuk dirinya sendiri.Fatma bangkit dari tidurnya, dia mencoba menggapai tangan Azizah, tapi wanita itu menepisnya sambil menggelengkan kepala."Tolong dengarkan dulu penjelasan kami, Azizah. Kamu salah paham, aku dan juga Mas Satria bisa--""Cukup! Kenapa kalian lakuin ini padaku? Kenapa tidak bilang dari awal jika Mas Satria itu sudah menikah, dan kalian adalah suami istri? Kenapa kalian malah membohongiku?!" marah Azizah dengan dada bergemuruh sesak.Sorot matanya begitu tajam, dadanya terasa sakit seperti tertimpa batu besar. Dunianya seakan runtuh seketika saat mengetahui kebenaran yang
Umi Khaira mendekat ke arah Azizah. "Nak, kita bicarakan semua ini bersama. Jangan pernah mengatakan hal itu yang nantinya akan membuatmu menyesal.""Menyesal? BAhkan saat ini hatiku sudah hancur Umi," tuding Azizah sambil menunjuk dadanya."Kita bicarakan semua ini di ruang tamu, biar semuanya clear. Setelah itu terserah kepadamu Nak, mau mengambil keputusan apa. Biarkan kami menjelaskan kenapa kami tidak memberitahukan tentang hubungan antara Fatma dan juga Satria." Abi Haidar berujar, dia mencoba untuk menetralkan suasana yang terlihat sangat tegang.Akhirnya Azizah mau, walaupun sejujurnya hati dia merasa sangat sakit bagaikan diremas-remas seperti ampas kelapa yang sedang diperas santannya.Namun, tiba-tiba saja Fatma kembali pingsan karena dia baru pulang dari rumah sakit namun keadaannya juga belum sepenuhnya pulih.Semua orang menjadi panik, begitu pula dengan Azizah. Apalagi saat melihat hidung Fatma mengeluarkan darah, namun wanita itu mencoba untuk diam hingga akhirnya Satr
DEGH!Jantung Satria seketika berdetak kencang saat dia sudah berhasil membuka cadar milik Azizah. Mata pria itu membulat dengan saliva yang beberapa kali diteguk.Bukan terpesona dengan kecantikan yang dimiliki oleh istri keduanya itu, akan tetapi yang membuat Satria sangat kaget adalah ... karena Azizah mantan kekasihnya sewaktu SMA dulu. Bahkan sampai saat ini wanita itu masih bersemayam di hatinya tanpa tergantikan oleh siapapun termasuk Fatma."Azizah. Jadi kamu Habibah?"Mendengar perkataan Satria, Azizah langsung mengangkat wajahnya dan menatap lekat ke arah pria itu. "Ba-bagaimana kamu tahu sebutan nama itu?" tanya Azizah dengan gugup.Nama Habibah adalah panggilan kesayangan dari seorang pria yang selama ini ia cintai, bahkan selama ini tidak pernah ia lupakan, walaupun sudah beberapa tahun silam mereka tidak bertemu."Jadi benar, kamu Habibah?"Azizah tidak menjawab, dia menatap lekat ke arah Satria. "Apa kamu Kak Tama?" kaget Azizah dengan tatapan membulat.Keduanya sama-sa
"Mbak Fatma!" kaget Zizah."Fatma!"Jantung keduanya berdetak kencang saat melihat Fatma yang sedang berdiri di ambang pintu kamar Azizah. Jujur saja ada raut ketakutan di hati Satria, karena melihat kondisi Fatma yang saat ini sedang drop, dan dia takut jika kenyataan yang didengarnya malah akan membuat Fatma semakin sakit."Jadi kalian adalah sepasang kekasih di masa lalu?" Fatma bertanya sambil berjalan dengan perlahan, dan melihat itu Satria langsung membantunya dan memapahnya hingga duduk di tepi ranjang, tepatnya di sebelah Azizah."Itu hanyalah masa lalu, Mbak." Azizah menundukkan kepalanya.Terdengar helaan nafas yang begitu berat dari Fatma, namun seketika wanita itu mengukir senyum di wajah pucatnya. Dia menggenggam tangan Azizah dan menatapnya dengan lekat."Aku sangat bahagia dan sangat senang karena ternyata Mas Satria mencintaimu. Itu artinya, dia tidak perlu beradaptasi kembali. Sekarang aku tahu jawabannya kenapa Mas Satria tidak pernah bisa membuka hatinya untukku, it
Malam ini hujan mengguyur begitu deras. Fatma tengah duduk bersender di ranjang, sedangkan Jam menunjukkan pukul 23.00 malam.Wanita itu memejamkan matanya, menghela nafas dengan begitu berat, sementara tangannya meremas sprei, karena tahu jika malam ini Satria tengah tidur di kamar Azizah, dan pasti mereka sedang menghabiskan waktu bersama sebagai suami istri."Tidak Fatma. Kamu harus rela, ikhlas, kamu tidak boleh mengeluh karena ini semua adalah keputusanmu." Fatma mencoba untuk menguatkan hatinya.Dia pun membaca doa lalu memejamkan matanya, mencoba untuk tidak memikirkan apa yang tengah terjadi di dalam kamar Azizah, karena pasti hal itu terjadi. Apalagi mengingat jika kedua Insan itu saling mencintai sejak dulu, sudah pasti penyatuan tersebut dipenuhi rasa cinta...Pagi hari Azizah terbangun, dia membantu Umi Khaira dan juga Bi Siti membuat sarapan. Dan melihat menantu keduanya pagi-pagi sudah terbangun membuat Umi Khaira merasa heran, karena dia pikir semalaman pasti Azizah s
Sudah semalaman Fatma berada di rumah sakit, karena keadaannya yang memburuk, membuat wanita itu harus di rawat intensif.''Sayang, Mas balik kerumah sakit ya! Kamu kalau butuh apa apa bilang sama Bi Siti atau telpon Mas,'' ucap Satria setelah mereka selesai shalat dzuhur.Azizah mengangguk, "Terus kapan Mbak Fatma pulang, Mas?'' tanyanya.''Kalau keadaannya sudah jauh lebih baik. Tapi kayaknya dua atau tiga hari lagi di rumah sakit. Sebab keadaannya sangat tak baik.," jelas Satria.Zizah hanya mengangguk paham.''Oh ya Sayang, malam nanti aku pulang telat ya. Aku akan menemani Fatma dulu. Maafkan Mas, ya,"ucapnya sambil menarik Zizah kedalam pelukannya.''Tidak apa, Mas. Mas kan harus adil padaku dan Mbak Fatma. Lagian, saat ini Mbak Fatma lebih membutuhkan Mas," ujar Zizah mulai berdamai dengan hidupnya.''Mas akan usahakan pulang cepat."Kemudian Zizah mengantar suaminya ke depan, dan mobil pun melaju meninggalkan rumah setelah Satria mencium kening sang istri.''Kamu harus ikhlas