Ale dan Alca begitu terkejut dengan surat wasiat Dima itu. Alca semakin tidak mengerti kenapa adik sepupunya itu begitu lancangnya membuat surat wasiat tanpa memberitahu apa pun padanya. Ini seolah keputusan sepihak saja.
“Apa-apaan ini? Aku tidak terima dengan surat wasiat macam ini!” Suara Ale bergetar. Tangisnya pecah ketika mendapati permintaan suaminya itu. Ale menatap pengacara dengan tatapan kekesalan. Dia merasa warisan yang dibuat Dima benar-benar konyol sekali. Jadi tentu saja itu membuatnya tidak bisa menerima surat wasiat itu. “Apa surat ini asli?” Papa David bertanya pada pengacara. Sebenarnya dia tak kalah terkejut karena anaknya menyiapkan surat wasiat sebelum meninggal. “Surat ini sudah sah secara hukum, Pak. Ini, beliau juga memberikan rekaman sebagai bukti jika memang surat ini buat secara sah.” Pengacara memberikan file rekaman yang dibuat oleh Dima. Alca langsung meraih file itu. Dia segera menyambungkan pada televisi yang berada di ruang keluarga. Saat rekaman itu dimulai, tampak Dima berada di ruang kerjanya di kantor. Tampak Dima begitu segar dan sehat ketika berada di dalam rekaman. “Hai, semuanya. Mungkin saat kalian menerima rekaman ini, artinya aku sudah tiada. Mungkin kalian bertanya-tanya kenapa aku membuat surat wasiat. Aku sendiri juga tidak tahu. Aku hanya merasa firasatku buruk belakangan ini. Beberapa kali aku bermimpi buruk. Jadi aku putuskan untuk membuat surat wasiat ini. Pasti kalian sudah mendengar semua dari pengacara. Itu semua memang adalah keinginan aku. Aku sengaja tidak memberikan harta bendaku untuk papa. Karena papa punya lebih banyak dari aku. Oh … ya untuk wasiat aku tentang pernikahan Kak Alca dan Ale. Itu benar adalah keinginan. Aku merasa tidak akan ada orang yang bisa menjaga Ale, sebaik kak Alca. Jadi aku mohon untuk kalian semua mengizinkan Kak Alca untuk menikah dengan Ale. Kak Alca, maaf aku tidak bertanya padamu lebih dulu. Pasti kamu akan sangat membenciku. Namun, percayalah jika aku sudah memikirkan dengan matang semunya. Itu saja yang aku ingin sampaikan. Aku hanya ingin kalian semua bahagia meskipun tanpa aku. Aku titip Ale pada kalian semua. Mama-Papa, jangan biarkan Ale sendiri. Aku mohon. Kak Alca, jangan sakiti Ale, karena hatinya begitu rapuh. Jagalah dia untukku. Mama Arriel-Papa Adriel, tolong terima Ale sebagai menantu. Aku mencintai kalian semua. Bahagialah selalu meski aku tidak ada.” Rekaman Dima itu sesekali diiringi tawa sedikit. Dima memang adalah pria yang begitu mudah tersenyum dan bercanda. Dia benar-benar mirip dengan papanya. Mudah bergaul dan begitu ramah. “Sial.” Mendapati rekaman itu Alca mengumpat. Dia benar-benar membenci adiknya. Dia tidak menyangka adik sepupunya itu melakukan hal gila. “Aku tetap tidak bisa menerima.” Alca langsung menolak. “Jika Dima ingin aku menjaga Ale, tentu saja aku bisa menjaganya, tetapi bukan dengan menikah.” Alca tidak bisa meninggalkan kekasihnya hanya untuk menikahi adik iparnya.Ale yang ikut menonton rekaman sang suami, merasa begitu terluka sekali. Rasanya seperti didorong ke jurang yang begitu dalam. Dia hanya bisa menangis melihat hal ini. Pengacara yang selesai membacakan surat wasiat memilih untuk berpamitan. Dia memberikan ruang untuk keluarga membicarakan itu, barulah setelah itu, dia akan memberikan surat-surat semua aset yang harus diberikan pada penerima hak waris. “Apa kalian tidak merasa aneh? Kenapa Dima membuat surat wasiat setelah pernikahan. Lalu kenapa dia harus memberikan saham, rumah, dan mobil pada Ale yang jumlahnya cukup banyak sekali. Padahal mereka baru seminggu menikah. Lalu kenapa Dima meminta aku untuk menikah dengan Ale. Padahal dengan aset yang diberikan pada Ale, harusnya Dima berpikir istrinya bisa hidup dengan baik.” Alca menatap Ale yang duduk di samping mamanya itu penuh curiga. “Mama juga bingung.” Mama Mauren menimpali. Dia tidak tahu apa yang dipikirkan anaknya. “Apa kamu yang membuat semua ini? Apa kamu yang membuat Dima membuat surat wasiat dan membuat kecelakaan Dima?” Kalimat itu meluncur dari mulut Alca. Ale menatap Alca dengan tatapan tak percaya. Bagaimana bisa kakak sepupu suaminya itu menuduhnya seperti itu. “Aku tidak melakukan hal itu.” Ale mengelak tuduhan itu. “Aku benar-benar tidak tahu jika Dima membuat surat wasiat itu.” Memang benar adanya jika Ale memang tidak tahu. “Alca, jangan berpikir seperti itu, ini bukan film yang dibuat drama seperti itu.” Mama Arriel mencoba untuk menyadarkan pikiran aneh anaknya itu. “Ma, ini terlalu aneh. Mana ada orang yang baru saja menikah sudah memikirkan tentang surat wasiat.” Alca merasa jika ada sesuatu di balik ini semua. Ale benar-benar terluka mendapati tuduhan Alca. Istri mana yang mau suaminya mati. Tentu saja dia tidak mau. Tak kuasa melihat Alca, dia memilih untuk masuk ke kamarnya. Melihat Ale yang pergi, keluarga hanya bisa membiarkan. Mereka sendiri juga berada dalam dilema. Karena memang tidak mengerti kenapa Dima membuat surat wasiat seperti ini. “Bisa jadi Dima sengaja memintamu menikahi Ale karena sahamnya diberikan pada Ale semua. Artinya, jika Ale menikah dengan orang lain, saham itu akan jatuh ke tangan orang lain. Jika dia menikah denganmu, sahamnya tetap akan berada di tangan keluarga Janitra.” Papa Adriel memberikan pendapatnya dari apa yang ditangkap dari penyerahan aset milik Dima. “Yang dikatakan Adriel ada benarnya.” Papa David membenarkan ucapan adik tirinya itu. Dima adalah orang yang sangat berhati-hati. Jadi anaknya pasti memikirkan banyak hal. “Jika begitu, kamu harus menikah dengan Ale.” Mama Mauren merasa anaknya pasti sudah memikirkan matang-matang apa yang diputuskan. Mama Mauren berpindah duduk di samping Alca. Tangannya menarik tangan Alca. “Alca, menikahlah dengan Ale. Pertama karena itu adalah permintaan Dima, kedua agar saham keluarga tidak jatuh ke arang lain.” Mama Mauren mencoba membujuk Alca. Dia berharap Alca mau menikah dengan Ale. Permintaan menikah dengan Ale benar-benar membuat Alca bingung. Dia tidak bisa menikah dengan wanita lain. Ada wanita yang sudah sejak lama menunggunya. “Ma, aku tidak bisa.” Alca menarik tangannya.“Alca, kamu tahu bukan aku sudah membangun perusahaan itu sejauh ini. Jadi tentu saja jika dimiliki orang lain, usaha Papa akan sedih. Coba pertimbangkan untuk menikah dengan Ale. Jika bukan demi Dima, tolong demi Papa.” Papa David ikut menimpali ucapan sang istri.“Aku punya pacar, tidak mungkin menikah dengan Ale.” Alca benar-benar dalam keadaan bingung. Kini orang tua Dima justru mendesaknya untuk menikahi menantunya. Tentu saja itu adalah pilihan sulit. Alca tentu saja tidak semudah itu untuk menerima pernikahan ini, mengingat dia memiliki kekasih yang sudah sejak lama dipacarinya.Ale menangis di kamar. Suaminya benar-benar menempatkan dirinya di posisi yang tidak nyaman sekali. Menikah dengan kakak sepupu sang suami jelas bukan pilihan untuk Ale. Jika dia boleh memilih, lebih baik dia sendiri seumur hidupnya, dibanding harus menikah lagi. Namun, justru sang suami membuat surat wasiat yang cukup aneh, dan kini surat wasiat sang suami menjadi masalah di dalam keluarga. “Kenapa kamu harus meninggalkan warisan sebanyak itu untukku? Kenapa juga kamu meminta aku menikah dengan Kak Alca.” Ale yang melihat foto suaminya merasa begitu terpukul sekali. Dia tidak mengerti kenapa suaminya harus memintanya hal konyol itu. Dada Ale terasa sesak ketika mendapati kenyataan seperti sekarang. Belum hilang rasa sedihnya kehilangan suaminya, justru bertambah dengan keinginan suaminya menikah dengan sepupu sang suami. Ale terus menangis. “Bolehkah aku menukar semuanya itu. Aku tidak butuh semua itu. Aku hanya mau kamu.” Ale memeluk foto Dima. Dia merasa suaminya begitu jahat
“Baiklah, pernikahan akan dilaksanakan empat bulan sepuluh hari dari hari meninggalnya Dima. Ini sudah sesuai dengan waktu di mana kapan wanita dapat menikah setelah suaminya meninggal.” Papa David menatap keluarga semua yang hadir.Setelah kemarin Ale menyetujui pernikahan dengan Alca, akhirnya semua keluarga segera bertemu. Mereka segera membahas rencana pernikahan yang terjadi antara Ale dan Alca. Pernikahan yang diinginkan oleh Dima. “Baiklah.” Alca setuju dengan semua itu. “Sepertinya tidak perlu ada pesta. Yang terpenting pernikahannya sah saja,” tambahnya. Semua keluarga mengangguk setuju. Lagi pula apa kata orang juga. Baru saja Dima meninggal, tetapi sudah mengadakan pernikahan. Walaupun sebenarnya itu adalah keinginan Dima juga. “Mama akan urus semuanya.” Mama Mauren merasa bertanggung jawab atas pernikahan menantunya. “Jadi sambil menunggu pernikahan ini terlaksana Alca yang akan menjaga Ale.” Mama Mauren menatap Alca. Memindahkan tanggung jawab pada Alca. Al
Ale menunggu alat tes kehamilan terlihat warnanya. Perasaannya campur aduk. Dia bingung karena apa yang harus dilakukannya. Saat dua garis tercetak di alat tes kehamilan, tangis Ale pecah. Dia tidak menyangka jika dirinya akan hamil. Ternyata buah cintanya bersama sang suami hadir juga di rahimnya. “Ale.” Suara panggilan disertai dengan ketukan pintu terdengar. Ale yang mendengar suara pintu segera menghapus air matanya. Dia keluar dari toilet untuk menemui Alca. “Bagaimana?” Pertanyaan pertama yang diberikan Alca pada Ale. “Positif.” Ale menunjukan alat tes kehamilan. Tubuh Alca membeku. Rasanya, dia masih tidak bisa membayangkan akan menikah dengan wanita yang sedang mengandung anak sepupunya itu. Ale dan Alca akhirnya kembali ke ruang perawatan. Di sana sudah ada dokter yang menunggu. Ale segera memberikan alat tes kehamilan pada dokter. Dokter melihat alat tes kehamilan yang menunjukan jika Ale hamil. Karena terdapat dua garis merah di alat tes kehamilan. “Alat tes k
“Huek … huek ….” Ale memuntahkan isi perutnya. Kehamilannya ini benar-benar payah sekali. Padahal sudah masuk empat bulan, tetapi mualnya belum juga hilang. Belum lagi terkadang kepalanya pusing. Setelah isi perutnya keluar barulah Ale merasa lega sekali. Akhirnya lega juga. Dengan segera Ale keluar dari toilet dan membersihkan bibirnya di wastafel di depan kaca toilet. Sebelum keluar dari toilet, Ale merapikan make up-nya terlebih dahulu.Ale keluar dari toilet. Namun, dia dikagetkan dengan kehadiran Alca di dekat toilet wanita. Pria itu berdiri bersandar dengan tembok sambil melipat tangannya di dada. Melihat Alca di sana seketika nyali Ale ciut. Dia justru takut Alca marah. Karena baru saja klien datang Ale tiba-tiba pergi begitu saja. Rasa mualnya, membuatnya tidak sempat berpamitan. “Kak Alca kenapa ke sini? Klien kita ditinggal?” Dengan wajah ragu, Ale bertanya. “Dia sudah pergi.” Alca menjawab ketus. “Kenapa pergi?” Ale menatap Alca dengan rasa penasaran. Alca melepa
Pagi ini Ale bekerja, sayangnya Alca tidak menjemputnya. Karena itu dia memutuskan untuk berangkat bekerja sendiri dengan menaiki taksi. Ale berpikir jika Alca sengaja tidak menjemputnya karena berpikir jika dirinya tidak akan ke kantor. Beruntung pagi ini Ale jauh lebih baik. Jadi bisa datang ke kantor dengan keadaan sehat. Saat sampai di kantor, dia segera ke ruangannya. Kali ini, semangatnya cukup besar untuk ke kantor. Mengingat seharian kemarin dia di rumah. Saat lift terbuka, Ale mengayunkan langkahnya ke meja kerjanya. Namun, langkahnya terhenti ketika melihat Anisa, temannya yang berkerja di bagian HRD. “Nisa kenapa di sini?” Ale menatap temannya itu. Penasaran dengan keberadaan sang teman. “Aku dipindahkan ke sini, Al. Memang Pak Alca tidak bilang kamu?” Tubuh Ale membeku. Tidak ada pembicaraan sama sekali tentang hal ini padanya. Jadi tentu saja dia tidak tahu apa-apa. “Maksudnya kamu dipindah sementara ke sini?” tanya Ale memastikan. Nisa sedikit bingung deng
Pernikahan Ale dan Alca diadakan di rumah. Mereka hanya mengadakan acara tersebut dengan sederhana. Hanya keluarga dan teman dekat saja yang datang. Acara akad nikah pun terlaksana dengan lancar. Tidak ada kendala apa pun. Ale dan Alca kini jadi pasangan suami istri. Keluarga turut senang ketika mereka akhirnya menikah. “Mama titip Ale dan anak Dima padamu, Al.” Mama Mauren memeluk keponakannya. Kini cucunya akan menjadi anak Ale. Tentu saja dia harus menitipkan cucunya pada keponakannya itu. “Alca akan menjaga mereka, Ma. Mama jangan khawatir.” Alca menenangkan Mama Mauren. Ale yang mendengar janji Alca itu hanya dapat mencibir dalam hati. Kadang Ale merasa Alca sering sekali berdusta. Bilang ingin menjaganya, tetapi nyatanya tidak pernah sekalipun Alca menjaganya. Yang ada justru perlakuan ketus yang didapatkan Ale. “Mama tetap jadi mama kamu. Jadi jangan sungkan untuk meminta tolong.” Mama Mauren berpindah pada Ale. Walaupun Ale sudah bukan menantunya karena ditinggal mat
Acara yang selesai menyisakan mama dan papa Alca dan Dima saja. Mereka masih mengobrol banyak hal. “Sebaiknya kamu tinggal di sini saja, Al. Lagi pula rumah ini kosong nanti jika Ale kamu bawa pulang ke rumah.” Mama Mauren memberitahu keponakannya itu. Ale juga berniat untuk tinggal di rumah Dima. Lebih mudah dirinya yang pindah, dibanding Ale yang pindah. “Al, kalau bisa jangan sampai kamu melakukan hubungan suami istri sebelum Ale melahirkan.” Papa Adriel memberitahu anaknya. Mengingat Ale mengandung anak Dima, haram bagi Alca menyentuh Ale. Dahi Alca berkerut dalam, diiringi dengan alis yang bertautan. Dia benar-benar tidak berpikir hal itu. “Aku tidak akan melakukannya, Pa,” jawab Ale malas. “Bagus kalau begitu.” Papa Adriel merasa jauh lebih tenang karena Alca tidak akan melakukan hal yang dilarang. “Kalau begitu kami pulang dulu.” Papa David berpamitan. “Besok akan ada orang yang akan merapikan dekorasi ini.” Dia memberitahu Alca sambil berpamitan. Alca pun mengangguk. B
“Tidak.” Alca menjawab sambil berlalu pergi.Mendapati jawaban itu, membuat Ale terpaku. Apalagi Alca pergi begitu saja. Ale mengalihkan pandangan pada makanan yang dibuatnya, tak tersentuh sama sekali. Padahal, dia membuat masakan cukup banyak.Ale mengembuskan napasnya. Dia masih terus bertanya dalam hatinya, ‘kenapa Alca terus bersikap seperti itu padanya?’ Jika boleh jujur, pernikahan ini pun bukan keinginannya, lalu kenapa dirinya yang jadi pelampiasan kemarahan.“Mungkin dia masih butuh adaptasi.” Ale berusaha untuk berpikir positif. Berusaha untuk tetap kuat dengan sikap Alca. Berharap setelah mereka tinggal bersama cukup lama, mungkin Alca akan berubah.Ale pun memilih untuk segera kembali ke meja makan. Menikmati makanan yang tadi dibuatnya.“Aku pikir setelah ada orang di rumah ini, aku tidak akan makan sendirian.” Ale tersenyum tipis ketika dia bergumam sendiri. Ternyata dia tetap makan sendiri, walaupun ada Alca di rumah.Seharian Alca menikmati waktu di rumah dengan memba