Share

Bab 3 Menerima Pernikahan

Ale menangis di kamar. Suaminya benar-benar menempatkan dirinya di posisi yang tidak nyaman sekali. Menikah dengan kakak sepupu sang suami jelas bukan pilihan untuk Ale. Jika dia boleh memilih, lebih baik dia sendiri seumur hidupnya, dibanding harus menikah lagi. Namun, justru sang suami membuat surat wasiat yang cukup aneh, dan kini surat wasiat sang suami menjadi masalah di dalam keluarga.

“Kenapa kamu harus meninggalkan warisan sebanyak itu untukku? Kenapa juga kamu meminta aku menikah dengan Kak Alca.” Ale yang melihat foto suaminya merasa begitu terpukul sekali. Dia tidak mengerti kenapa suaminya harus memintanya hal konyol itu. Dada Ale terasa sesak ketika mendapati kenyataan seperti sekarang. Belum hilang rasa sedihnya kehilangan suaminya, justru bertambah dengan keinginan suaminya menikah dengan sepupu sang suami.

Ale terus menangis. “Bolehkah aku menukar semuanya itu. Aku tidak butuh semua itu. Aku hanya mau kamu.” Ale memeluk foto Dima. Dia merasa suaminya begitu jahatnya meninggalkan dirinya begitu saja dengan masalah dan harta yang membuatnya tersiksa.

Ale menangis terus menangis. Dia merasa begitu bingung kenapa nasibnya jadi seperti ini. Baru sebulan pernikahannya, tetapi suaminya sudah pergi meninggalkannya. Belum lagi, suaminya meminta hal yang benar-benar aneh baginya, yaitu menikah dengan kakak iparnya.

***

Hari ini Ale berniat untuk bertemu dengan Alca. Ale merasa jika harus bicara dengan Alca tentang perihal warisan yang tidak masuk akal yang dibuat oleh mendiang suaminya.

“Maaf aku terlambat. Jalanan macet.” Alca menarik kursi dan mendudukkan tubuhnya.

“Tidak apa-apa, Kak.” Ale mengangguk. Sedari tadi, dia memang menunggu cukup lama kedatangan Alca. “Kakak mau minum apa?” Melihat Alca yang sudah duduk, Ale menawari Alca.

“Tidak perlu, aku tidak bisa berlama-lama.” Alca menolak tawaran Ale.

Ale cukup terpaku ketika sikap Alca berubah sekali. Alca dulu adalah pria yang ramah. Namun, kali ini dia begitu ketus saat berbicara. Dia menduga jika ini pasti karena permintaan mendiang suaminya tempo hari.

“Katakan apa yang ingin kamu katakan.” Alca tidak bisa berlama-lama bersama dengan Ale. Dia merasa tidak nyaman ketika berada berdua dengan Ale.

“Jadi aku ingin mengatakan jika aku tidak mau menuruti permintaan Dima. Aku harap Kak Alca pun melakukan hal itu.” Sakit rasanya ketika apa yang diminta suaminya tidak bisa dipenuhi, tetapi Ale tidak bisa memenuhi permintaan suaminya itu. Baginya, mengganti posisi suaminya terlalu sulit. Karena itu, dia bicara pada Alca. Jika Alca menolak pernikahan ini, tentu semua akan berjalan dengan baik.

“Jadi kamu menolak menikah denganku?” Alca menatap Ale tajam.

“Iya.” Ale tidak bisa memaksakan hatinya. Sekali pun mendiang suaminya memintanya, tetapi dia tidak akan melakukannya.

“Jika kamu tidak menikah denganku, lalu kamu akan menikah dengan orang lain. Setelah itu, saham perusahaan akan kalian kelola sendiri. Semua milik keluarga Janitra akan kamu ambil.” Alca menatap tajam pada Ale.

Ale membulatkan matanya. Dia tidak menyangka jika Alca akan mengatakan hal sekejam itu. Padahal tidak ada niatnya sama sekali melakukan hal itu.

“Aku tidak berniat untuk menikah dengan siapa-siapa. Kenapa Kak Alca begitu kejam sekali mengatakan hal itu?” Ale benar-benar tidak habis pikir jika Alca akan menuduhnya seperti itu. “Jika memang Kak Alca merasa takut saham itu aku gunakan, aku bisa berikan pada Kak Alca. Jika aku boleh memilih. Aku mau suamiku kembali, Kak. Bukan harta yang dia tinggalkan.” Air mata Ale menetes di pipinya. Tuduhan itu begitu menyakitkannya. Tak ada niatnya sama sekali menguasai saham itu.

“Surat wasiat Dima sudah sah secara hukum. Jadi tidak bisa dipindah tangan sembarangan.” Alca menatap Ale. Walaupun wanita itu menangis, tak ada rasa iba sama sekali.

“Lalu apa mau Kak Alca. Kak Alca tidak mau saham itu, tetapi Kak Alca menuduh aku akan menikah dengan orang lain yang akan mengakibatkan saham itu jadi milik orang lain.” Ale masih bingung dengan yang diinginkan Alca.

Alca menatap Ale yang sedang menatapnya. “Kamu tanya apa yang aku inginkan?” tanyanya memastikan.

“Iya, aku ingin tahu apa yang Kak Alca mau?” Ale menatap balik Alca. Wajahnya sudah basah karena air mata.

“Menikahlah denganku. Sesuai dengan keinginan Dima.” Alca sudah memikirkan apa yang harus dilakukannya. Dia harus menerima pernikahan dengan Ale demi keluarga Janitra, dan lagi wasiat sang adik harus dipenuhi agar sang adik tenang.

Ale membulatkan matanya. Dia benar-benar terkejut dengan apa yang diinginkan Alca. Padahal jelas Alca tidak menyukainya, tetapi pria itu justru memutuskan untuk menikah dengannya.

“Aku tidak bisa menikah dengan Kak Alca.” Ale jelas menolak.

“Kenapa tidak mau menikah? Jika kamu merasa tidak ingin menguasai harta Dima. Jadi lakukan saja apa yang diminta Dima.”

Ale benar-benar tidak habis pikir. Padahal dirinya sudah menjelaskan pada Alca jika tidak ada niatnya menerima warisan itu.

“Terserah apa yang Kak Alca katakan. Yang penting aku sudah jelaskan jika aku tidak peduli dengan warisan itu. Jika Kak Alca mau meminta dariku, maka aku akan berikan, tapi tidak dengan pernikahan.” Ale tak kuasa mendapati tuduhan itu lagi. Dia pun meraih tasnya dan segera pergi meninggalkan Alca.

Ale menuju ke rumahnya menggunakan taksi. Sepanjang perjalanan Ale terus menangis. Rasanya benar-benar menyesakkan mendapat tuduhan itu. Belum hilang rasa sedihnya atas kematian sang suami, kini dia harus bersedih karena tuduhan itu.

Sampai di rumah, Ale bertemu dengan mertuanya. Mama Mauren segera memeluk Ale yang sedang menangis. Berusaha untuk menenangkan menantunya itu.

“Kenapa kamu menangis?” Mama Mauren mengajak Ale untuk duduk.

“Kak Alca masih menuduhku ingin menguasai harta Dima. Ma, aku tidak mau menerima warisan dari Dima. Aku tidak mau saham perusahaan, tidak mau rumah ini, tidak mau mobil.” Ale menggelengkan kepalanya. Isyarat jika dia tidak mau. Air matanya mengalir deras membasahi wajahnya.

“Jika kamu merasa tidak ingin dituduh menguasai harta Dima, maka menikahlah dengan Alca.”

Mendengar ucapan dari mama mertuanya, Ale terpaku. Rasanya kecewa mendengar mertuanya sendiri yang meminta menikah lagi. Padahal tanah makam anaknya masih basah. Rasanya, tidak pantas kalimat itu keluar dari mulut seorang ibu.

“Apa Mama juga menuduh aku ingin menguasai harta Dima” Ale memastikan pada mertuanya itu.

Mama Mauren memilih diam saja. Dia tidak tega menjawab iya pada menantunya itu.

Dari sikap mertuanya, Ale juga merasa jika mertuanya juga sedang berusaha untuk mempertahankan semua warisan yang diberikan Dima. Karena itu dia berharap dirinya menikah dengan Dima.

“Jika semua mengira aku akan menguasai harta milik Dima. Maka aku akan menikahi dengan Kak Alca.” Walaupun hatinya menolak untuk melakukan semua itu, tetapi demi membuktikan tuduhan itu, dia akan melakukannya.

Komen (9)
goodnovel comment avatar
Fatimah Chairan Chairani
aduh kasian banget ale tanah kebiruan aza masih basah banyak berkah sujud pada sang pencipta..
goodnovel comment avatar
Devi Pramita
kasian ale semoga nnt alca beneran cinta ale
goodnovel comment avatar
Nur Janah
semoga kamu bisa melalui ini sua ya Ale, buktikan pada mereka bahwa kamu sama sekali tidak tertarik akan harta peninggalan Dima
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status