Beranda / Rumah Tangga / Istri Warisan Sahabat / 169. Indah Tanpa Debat

Share

169. Indah Tanpa Debat

Penulis: pramudining
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-27 16:19:24

Happy Reading

*****

"Bangun, Bang. Hari ini njenengan 'kan harus ke bengkel lebih pagi." Tepukan ringan pada pipi sang suami, dia lakukan.

Seminggu sudah usia pernikahan Nafeeza dan Ilyas. Pelan-pelan mereka mulai memahami kebiasaan masing-masing, mulai dari makanan dan lain-lainnya. Meskipun, masih dalam taraf penyesuaian.

"Sebentar lagi, nggeh. 'Kan belum azan juga." Ilyas malah menarik lengan sang istri hingga terjatuh ke bagian atas tubuhnya.

"Abang, ih. Masak ndak dengar suara selawat tahrim?" Nafeeza bergerak-gerak, berusaha melepas kungkungan sang suami.

"Enggak sampai semenit, Sayang. Lagian enggak bakal telat juga. Musala 'kan deket. Sebentar aja, mumpung Ibu belum manggil," ucap Ilyas.

"Aku belum mandi, Bang. Njenengan (kamu) dekat-dekat gini kan ndak enak sendiri." Nafeeza masih berusaha melepaskan pelukan suaminya.

Si Abang membuka mata dan menghirup dalam-dalam wangi dari tubuh istrinya. Meskipun masih mengenakan piyama, tetapi bau tak sedap itu tidak terdeteksi oleh
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Istri Warisan Sahabat   170. Rumah Idaman

    Happy Reading*****Pulang kerja, Ilyas dan Nafeeza tak langsung ke rumah ibunya. Mereka mampir sebentar ke pusat perbelanjaan, membeli beberapa minuman dan camilan titipan Aliyah. Diam-diam si Abang memasukkan sayuran dan bahan memasak lainnya, ditambah buah-buahan yang lumayan banyak hingga troli belanjaan mereka penuh saat ini.Nafeeza memicingkan mata. "Bang, banyak banget belanjanya. Bisa dipake buat seminggu, nih," katanya."Emang sengaja, Yang. Sekalian biar enggak usah belanja lagi. Takutnya Abang enggak bisa nemani kamu belanja tiap hari," terang Ilyas."Iya, tapi 'kan nanti ada Ibu atau Adik yang nemeni." Nafeeza mulai mencari barang pesenan Ibu mertuanya."Nanti kamu pasti, tahu," jawab si Abang santai, "berapa barang lagi yang belum dapet?""Dah pas. List terakhir Ibu, ini aja." Perempuan itu menunjukkan kotak tepung bolu kukus instan."Yuk, keburu ditunggu mereka."Dalam hati, Nafeeza bertanya-tanya. Siapa yang menunggu hingga sang suami menyebut kata mereka."Sayang, ayo

  • Istri Warisan Sahabat   169. Indah Tanpa Debat

    Happy Reading*****"Bangun, Bang. Hari ini njenengan 'kan harus ke bengkel lebih pagi." Tepukan ringan pada pipi sang suami, dia lakukan. Seminggu sudah usia pernikahan Nafeeza dan Ilyas. Pelan-pelan mereka mulai memahami kebiasaan masing-masing, mulai dari makanan dan lain-lainnya. Meskipun, masih dalam taraf penyesuaian. "Sebentar lagi, nggeh. 'Kan belum azan juga." Ilyas malah menarik lengan sang istri hingga terjatuh ke bagian atas tubuhnya. "Abang, ih. Masak ndak dengar suara selawat tahrim?" Nafeeza bergerak-gerak, berusaha melepas kungkungan sang suami. "Enggak sampai semenit, Sayang. Lagian enggak bakal telat juga. Musala 'kan deket. Sebentar aja, mumpung Ibu belum manggil," ucap Ilyas."Aku belum mandi, Bang. Njenengan (kamu) dekat-dekat gini kan ndak enak sendiri." Nafeeza masih berusaha melepaskan pelukan suaminya. Si Abang membuka mata dan menghirup dalam-dalam wangi dari tubuh istrinya. Meskipun masih mengenakan piyama, tetapi bau tak sedap itu tidak terdeteksi oleh

  • Istri Warisan Sahabat   168. Aku dan Kamu adalah Kita

    Happy Reading *****Keadaan rumah Aliyah sudah ramai para undangan. Mereka sempat terkejut dengan kabar pernikahan putra sulung keluarga Haidar. Berbagai spekulasi bermunculan dan yang terburuk adalah anggapan bahwa gadis yang telah dinikahi Ilyas sudah hamil terlebih dahulu. Asumsi masyarakat sering kali mengerikan memang, tidak peduli akan ada hati yang tersakiti ketika mendengar perkataan mereka. Terpenting apa yang ada di pikiran bisa dikeluarkan. Hazimah mengelus dada mendengar bisik-bisik para tamu, meskipun semua undangan adalah kaum Adam, nyatanya gibah tetap ada di antara mereka. Bukan kali ini saja keluarga Haidar mendapat nyinyiran para tetangga. Beberapa puluh tahun silam, perempuan itu dan Aliyah sudah mengalaminya. Menjadi bahan omongan setiap kali ada kesempatan karena pernikahan poligami yang dilakukan. "Harus ekstra sabar nih kayaknya, Mbak." Aliyah berbisik pada Hazimah."Biasalah, Al. Ntar juga hilang sendiri. Sudah biasa 'kan?" Mereka berdua tertawa dan saat it

  • Istri Warisan Sahabat   167. Mama Oh Mama

    Happy Reading*****Suara salam dan ketukan pintu dari Khoirul tidak ditanggapi. Cukup lama lelaki itu berdiri menunggu sang istri membukakan pintu. Sang menantu tertua mendekatkan wajah ke kaca jendela, gelap tak ada yang mampu dia lihat. "Mama keluar kayaknya, Pa," ucap menantu tertua, Mufidah. "Bisa jadi, untung Papa bawa kunci serep. Ayo masuk!" Tangan Khoirul lincah memasukkan kunci yang dia ambil dari saku celana sebelah kiri. Sepi, tak ada seorang pun di dalam rumah. Kedua menantunya saling menatap heran, mereka memang tak mengetahui penyebab sang mertua pergi dan tak ikut menghadiri pernikahan Nafeeza. Penasaran sebenarnya, tetapi rasa itu masih mereka tahan. "Papa mau kopi? Aku buatkan," tanya sang menantu kedua, Diana. "Boleh, Nduk. Jangan terlalu manis, ya," jawab Khoirul dan diangguki oleh menantunya. Mufidah dan Diana berjalan ke arah dapur sambil berbisik, melempar pertanyaan yang mereka sendiri tak tahu jawabannya. "Lha, iya, Mbak. Apa sih alasan Mama?" kata Dian

  • Istri Warisan Sahabat   166. Bahagia yang Tertunda

    Happy Reading*****Ilyas dan keluarga sudah sampai di halaman KUA. Mereka kini menunggu Nafeeza serta papanya dan giliran untuk dipanggil masuk. Sebagai orang tua, Haidar sebenarnya sedih melihat pernikahan putra sulungnya secara sederhana tanpa resepsi pernikahan seperti kebanyakan orang menikah. Namun, apa daya semua terpaksa dilakukan."Sabar ya, Bang. Semoga calon Papa mertuamu bisa meyakinkan istrinya untuk merestui pernikahan kalian," bisik Haidar yang melihat Ilyas terlihat sedih dan banyak pikiran. "Enggeh, Yah. Semoga aja." Lelaki yang disebut Abang itu mengangkat garis bibirnya ke atas kala netranya menangkap sebuah mobil yang masuk gerbang KUA."Bang itu keluarga Mbak Feeza kayaknya," tunjuk Olivia dan diangguki oleh saudara tertuanya.Setelah keluarga Khoirul membuka pintu mobil, Haidar berjalan mendekati mereka. Menyambut kedatangan besan beserta anak-anaknya termasuk sang calon pengantin. Kebahagiaan menyelimuti dua keluarga itu walaupun ada salah satu istri Haidar yan

  • Istri Warisan Sahabat   165. Sang Pemimpin

    Happy Reading*****"Mama keterlaluan," ucap Nafeeza sedikit keras.Di rumah, putri bungsu Khoirul baru bisa menumpahkan kekecewaannya pada Latifah. Sesak yang sejak tadi dia pendam kini tumpah sudah. Jika pun, dia tersenyum saat diperkenalkan sebagai calon istri dari putra teman sang Mama, maka semua itu dilakukannya semata-mata karena ancaman.Tidak ada seorang anak pun yang rela orang tuanya meninggal dikarenakan kedurhakaan mereka, pun demikian dengan Nafeeza. Namun, semua itu kini dia luapkan saat ada papanya. Khoirul, hanya menatap sedih pada dua orang perempuan di depannya."Apalagi yang kamu lakukan sama putrimu, Ma?" tanya sang pemimpin keluarga sedikit emosi."Mama melakukan yang seharusnya dilakukan biar anakmu nggak mikirin laki-laki itu lagi." Latifah masuk ke kamar."Ceritakan ke Papa, Fee. Apa yang mamamu lakukan?" suruh Khoirul sesaat setelah istrinya melenggang pergi ke kamar. Lelaki itu merengkuh putrinya yang masih sesenggukan menahan tangis."Ma-ma jodohin aku tanp

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status