Happy Reading*****"Iya," jawab Aliyah masih dengan wajah dan suara yang terdengar sedih.Haidar melihat semua perubahan dari istri pertamanya, tetapi dia sengaja mengabaikan hal itu. Setelah ini, dia akan menjelaskan semua agar kesalahpahaman tak terus berlanjut. Sungguh tidak ada niat untuk mengabaikan kehadiran Aliyah karena kabar bahagia yang baru dia dapatkan mengenai kehamilan Hazimah.Hazimah menengok ke belakang dan melihat wajah Aliyah yang berubah sedih. Ada juga rasa kekecewaan yang dia tangkap. "Mas," pangginya pada sang suami."Enggak masalah. Biar Mas yang jelaskan nanti. Aliyah pasti ngerti, kok dengan alasan kita," bisik Haidar yang semakin membuat Aliyah merasa tersisih dengan tingkah keduanya."Ya Allah, kenapa aku sedikit kesakitan melihat semua ini. Ada apa dengan diriku?" tanya Aliyah dalam hati.Dari arah kamarnya, Sania tergopoh memeluk menantu keduanya ketika melihatnya masuk. Tadi pagi, perempuan paruh baya tersebut sempat diberitahu oleh Aliyah bahwa Hazim
Happy Reading*****Sepulang dari klinik, Haidar dan Hazimah pergi ke pusat perbelanjaan untuk membeli pakaian yang akan digunakan oleh keluarganya menghadiri undangan hajatan salah satu sahabat Sania.Berkali-kali, Hazimah bertanya apa tidak masalah jika tidak mengajak Aliyah berbelanja. "Sayang, percaya sama Mas. Aliyah enggak akan mempermasalahkan hal remeh seperti ini. Dia pasti ngerti mengapa kita enggak ngajak dia," terang Haidar untuk menenangkan hati istri keduanya."Tapi, Mas. Aku nggak enak saja kalau sampai dia merasa diabaikan karena kita nggak meminta pendapatnya dulu untuk membeli baju."Lembut, lelaki itu mengusap kepala Hazimah yang tertutup jilbab. "Percayalah. Aliyah bukan tipe perempuan yang mudah marah marah. Kalau kita pulang dulu dan mengajaknya, akan memakan banyak waktu."Hazimah terpaksa menganggukkan kepala, menyetujui apa yang suaminya katakan. Namun, di hatinya masih ada sedikit was-was jika apa yang mereka lakukan akan menyakiti hati Aliyah. Hampir satu
Happy Reading*****"Apa, Sayang?" tanya Haidar melihat kemarahan di mata sang istri pertama. "Bawa Mbak Azza ke dokter sekarang juga." Aliyah mulai merengek seperti anak kecil membuat Hazimah dan Yana menahan tawa. Haidar yang melihat kecemasan Aliyah malah tersenyum lebar. "Dia enggak sakit," ucapnya, lalu Haidar berbisik pada perempuan yang dinikahinya pertama kali.Aliyah terkejut, bola matanya terbuka sempurna. Lalu, diam mematung, ada rasa yang tak bisa dia katakan saat ini. Entahlah, Aliyah menggelengkan kepalanya. Mencoba mengusir bisikan-bisikan yang mulai tak jelas. Bacaan istighfar dia lantunkan agar pikiran aneh-aneh itu pergi sebelum membuka suaranya."Selamat, Mbak. Aku bahagia, akhirnya Ilyas punya adik." Ungkapan kebahagiaan itu tulus dikeluarkan Aliyah dari hatinya. "Terima kasih, Al." Hazimah dan Aliyah berpelukan. "Aku belum periksa untuk kepastiannya. Tadi, cuma perkiraan Mama aja," ungkap Hazimah. "Semoga aja hasilnya positif, Mbak. Amin." Aliyah mengangkat
Happy Reading*****Yana melempar senyum pada dua orang di samping dan depannya. Bukan tanpa sebab perempuan paruh baya itu bertanya demikian. Akhir-akhir ini, Yana sering melihat menantunya makan makanan dengan rasa asam. Perubahan tubuh Hazimah juga membuat Yana sedikit curiga."Mama nggak maksud apa-apa, Za," sahut Yana, "Coba ingat-ingat. Bulan ini, Mbak sudah dapat tamu bulanan belum?"Hazimah diam, mulai mengingat-ingat kapan terakhir kali periode bulanannya datang. "Ma, ini kenapa?" tanya ulang Haidar. Dia sama sekali tidak mengerti apa yang dimaksudkan oleh Yana. Apa hubungan periode bulanan sang istri dengan mual muntah yang dialami Hazimah saat ini. "Nggak kenapa-kenapa, Mas. Kamu tenang saja. Kalau memang istrimu belum mendapat tamu bulanannya, coba kamu beli test pack di apotek."Haidar membuka mata dengan sempurna. Lalu, menoleh pada istrinya. Hazimah sendiri cuma bisa tersenyum menjawab kebingungan lelaki itu. "Nggak usah bingung gitu, ih. Mama curiga kamu isi lagi,
Happy Reading*****"Im, kamu kenapa? Kalau sakit nggak usah ke resto," kata Haidar sambil mengetuk pintu kamar mandi. Suara muntahan Hazimah terdengar sangat keras membuat lelaki itu makin bingung dan khawatir."Ma, bundanya Ilyas kenapa?" tanya Haidar pada Yana."Biar Mama yang melihat keadaannya." Yana mengetuk pintu kamar mandi supaya diijinkan masuk."Azza, buka pintunya dulu," pinta Yana. Namun, perempuan yang ada di kamar mandi itu belum mau membuka pintu.Yana dan Haidar menunggu dengan panik di luar kamar mandi. Beberapa saat kemudian setelah tak terdengar lagi suara muntahan dari Hazimah, pintu itupun terbuka."Im, kamu baik-baik saja?" tanya Haidar yang melihat wajah pucat istrinya.Lemas karena semua isi perutnya sudah keluar tadi, Hazimah cuma bisa menganggukkan kepalanya sebagai tanda bahwa dia baik-baik saja."tapi, mukamu pucat banget. Kita ke dokter sekarang, ya." Haidar merangkul sang istri. Namun. karena lelaki itu merangkul Hazimah dengan keadaan sedang menggendon
Happy Reading*****Semakin hari, usaha Haidar dan kedua istrinya makin berkembang, tetapi cemoohan negatif para tetangga makin santer terdengar. Haidar dan keluarganya sudah tak peduli lagi. Toh hidddup mereka masih aman-aman saja walau nyinyiran selalu menghampiri. Haidar tengah mengancingkan kemejanya ketika suara Ilyas terdengar. Bayi tampan nan menggemaskan itu melambai-lambikan tangannya dari boks bayi tempatnya tertidur tadi."Eh, anak Ayah sudah bangun. Bentar, ya, Ayah panggil bundamu dulu. Kamu pasti lapar dan pengen nenen." Lelaki itu mengecup pipi gembul si kecil. Lalu, menggendongnya dan berjalan ke arah kamar mandi."Im, sudah selesai apa belum? Anak ganteng ini sudah bangun. Mungkin dia haus atau lapar," ucap haidar disertai ketukan pada pintu kamar mandi."Iya, bentar, Mas," sahut Hazimah dari dalam. Beberapa detik kemudian, perempuan itu membuka pintu dan melihat wajah ganteng putranya yang semakin hari semakin mirip dengan Zafran. Hazimah mengambil alih putranya dar