Share

Bab 3

"Tuan, bagaimana bisa anda menawarkan hal gila ini kepadanya?" Wilson benar-benar terkejut dengan persyaratan mendadak yang diajukan Roger pada Najma.

Roger tak mengalihkan pandangan dari layar tipisnya. "Aku hanya sedang membuatnya menyerah. Kalau dia gadis baik-baik, pasti akan menolak persyaratan itu."

"Anda yakin dia akan menyerah karena persyaratan itu?"

Roger menyeringai. "Kita lihat saja besok."

***

"Dokter bilang Ibu Aliyah akan sulit sembuh kalau dirinya sendiri sudah tidak semangat hidup. Dalam igauannya, dia terus menyebut nama bapak. Sepertinya kehilangan panti membuatnya sangat terpukul karena di sana ada banyak kenangan ibu bersama bapak." Belum Najma memberikan respons atas pernyataannya, Imas langsung bertanya. "Oya bagaimana? Berhasil tidak?"

Tidak. Ingin sekali Najma mengatakan itu. Tapi sorot mata Imas yang penuh harap, membuatnya tidak tega. Takutnya juga nanti terdengar oleh Aliyah yang sedang berbaring di tempat tidur pesakitannya. Meskipun tampak tidur, kemungkinan ibu kepala panti itu mendengar bisa saja terjadi.

“E... masih sedang diusahakan, bu. Mau bertemu Tuan Roger bukanlah perkara yang gampang.” Padahal dia sudah bertemu dengan pria itu. Hanya saja belum ada hasil. Dia tidak yakin akan menerima persyaratan yang diminta oleh Roger.

Imas menghela nafas berat. "Susah ya bertemu dengan orang penting seperti dia? Apalagi kita orang kecil."

Najma diam seribu bahasa. Rasanya dia ingin curhat pada wanita pengurus panti itu tentang apa yang dia bicarakan dengan Roger di perusahaan tadi. Namun sepertinya itu hanya akan menambah beban buat Imas. Tidak. Dia tidak bisa mengatakannya. Cukup dia sendiri yang akan memikirkan hal ini.

Najma sampai ke kos-an pukul 23.35. Dia harus kerja dulu tadi. Tapi otaknya terus saja berpikir jawaban apa yang akan diberikannya besok pada Roger. Hanya untuk sebuah sertifikat tanah apakah dia memang harus merelakan kesuciannya?

Tapi ini bukan masalah kesucian. Ini adalah masalah dosa yang akan dia tanggung jika menyetujui syarat Roger. Zina adalah salah satu dosa besar. Dan dia benar-benar takut dengan dosa itu.

Najma melempar tas sembarangan ke atas kasur tanpa ranjang itu. Lalu duduk di sisinya. Dia merenung di sana. Melupakan hari yang sudah larut malam. Bahkan sangking dalamnya dia memikirkan itu, rasa kantuk tak datang menyerang seperti biasanya.

Hingga dini hari menjelang Najma tetap terjaga. Dia melihat jam di ponselnya, pukul 03.06. Dia pun beranjak dari kasur. Mengambil air wudhu. Dan melaksanakan sholat malam.

Alam begitu hening saat Najma datang mengadu pada Tuhannya. Bermunajat atas harapan yang seolah tak memiliki jalan. Dia memohon tanpa bisa menahan tangis. Karena baginya Aliyah bukan sekadar seorang kepala panti yang baik hati karena telah memungutnya dari jalanan. Baginya Aliyah adalah ibu yang dianugerahkan untuknya. Oleh sebab itu, hatinya hancur saat melihat Aliyah tak mampu menerima kenyataan.

Ini bukan hanya soal kesedihan mereka yang harus meninggalkan panti. Tapi bangunan yang menyimpan banyak kenangan itu bakal diratakan dengan tanah apalagi pembangunan hotel jadi dilakukan. Inilah alasan kesehatan Aliyah langsung drop.

Karena itu sebagai orang yang berhutang budi pada Aliyah, Najma bertekad untuk mempertahankan tanah dan bangunan panti asuhan tersebut.

***

"Tuan, Najma datang lagi. Apakah ini artinya dia menerima syarat dari anda?"

Gerakan jemari Roger di atas keyboard langsung terhenti begitu mendengar ucapan Wilson. Dia sangat terkejut, tapi berusaha untuk tetap terlihat tenang di hadapan assisten pribadinya itu. "Ya sudah, bawa dia ke sini. Aku penasaran sekali apakah dia memang berani menerima tawaranku itu."

Wilson mengangguk. Tanpa diperintah dua kali, pria itu meninggalkan ruangan presiden direktur tersebut dan kembali bersama seorang gadis berhijab yang terlihat lembut tapi... sangat keras kepala.

"Katakan apa jawabanmu." Tanpa mempersilakan Najma duduk, Roger langsung ke intinya.

Tak langsung menjawab, Najma menundukkan wajah dan menggulung ujung kemejanya. Kegelisahan jelas terlihat di wajahnya. "E... saya... saya... mau, tuan."

Jawaban itu sontak membuat Roger dan Wilson terhenyak. Namun rupanya masih ada kalimat terusan. "Tapi... anda harus menikahi saya dulu agar tubuh saya menjadi halal untuk anda dan saya tidak melakukan dosa zina."

Roger mengedipkan mata, lalu tertawa lepas. Entah karena jawaban Najma dianggap lucu atau karena merendahkan. Hingga kemudian tawa itu menyurut. "Eh, kamu itu siapa sampai meminta aku menikahi kamu? Putri pejabat? Selebritis? Selegram? Atau... seorang model?"

Najma menggeleng samar. "Bukan semua, tuan. Tapi hanya dengan menikah satu-satunya cara saya mendapatkan panti asuhan kembali tanpa harus dosa di hadapan Tuhan."

Roger kini menatap Najma lama. Kembali memperhatikan gadis itu dari ujung kepala hingga ujung kaki. Memastikan apakah dia memang berselera dengan gadis itu, terlepas permintaan konyolnya yang ingin dinikahi terlebih dahulu sebelum digauli. "Walaupun dinikahi secara siri?"

Najma kembali mengangguk. "Ya. Yang penting dihalalkan dulu. Setelah berhubungan jika anda ingin menjatuhkan talak atas diri saya, saya terima."

Roger baru akan merespon ketika Najma kembali melanjutkan. "Namun, jadikan sertifikat tanah panti asuhan sebagai mahar."

Roger menyeringai. Lalu memijit keningnya. Bukan pusing dengan permintaan Najma tapi sedang tidak habis pikir ternyata gadis itu cukup cerdik juga.

Selanjutnya, hening. Yang terdengar hanyalah ketukan jari Roger pada meja kerja yang berbahan kaca. Membuat kekhawatiran Najma terulur menjadi lebih lama hingga beberapa menit ke depan.

"Oke__" Akhirnya keluar juga suara Roger. "__,aku terima keinginanmu." Membuat Najma terhenyak tak menyangka. Gadis itu sampai mengangkat wajahnya tiba-tiba yang sejak tadi menunduk saja. Memandang Roger dengan mata berkaca-kaca. "Tapi kamu harus ingat bahwa pernikahan kita bukan pernikahan atas dasar suka sama suka. Pernikahan kita terjadi karena sertifikat tanah. Kamu tidak boleh menuntut aku menjadi suami seperti yang kamu harapkan. Setia, baik, perhatian, dan lain sebagainya. Karena aku sendiri hanya akan menganggapmu sebagai... teman tidur. Aku akan mempertahankanmu kapan pun aku mau. Dan aku akan Melepaskanmu jika aku sudah merasa bosan."

Kalimat yang sungguh sadis bukan? Tapi Najma tak merasakan sakit hati. Itu karena yang ada di benaknya hanyalah sertifikat tanah panti. Rasa cintanya pada panti dan Aliyah membuatnya rela mengorbankan masa depannya.

"Dan masih ada lagi." Rupanya Roger belum selesai membeberkan syarat-syaratnya. "Pernikahan kita akan dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Tidak ada satu pun orang yang boleh tau. Baik dari pihakku maupun pihakmu, terkecuali orang-orang yang bersangkutan dalam pernikahan kita. Apa kamu paham?"

"Paham," jawab Najma dengan antusias.

Roger menganggukkan kepala. "Oke, kalau begitu pernikahan akan diurus besok oleh Wilson. Sertifikat tanah akan kamu dapatkan sebagai mahar. Kamu siapkan diri untuk itu. Sekarang, pergilah dari hadapanku. Aku banyak pekerjaan."

Tanpa merasa keberatan, setelah mengucapkan terima kasih dan berpamitan, gadis itu berbalik meninggalkan ruangan tersebut. Menyisakan Roger dan Wilson yang bingung dengan keputusan Roger.

"Tuan, apa yang anda lakukan? Anda... mau menikahi Najma? Apakah anda sudah melupakan Nona Agnes sebagai tunangan anda? Bukankah anda dan Nona Agnes akan menikah sebentar lagi?" Hal yang sejak tadi ingin ditanyakan, akhirnya keluar juga.

Roger menoleh pada Wilson. Serius. "Memangnya salah jika aku juga menikahi Najma? Laki-laki boleh menikahi lebih dari satu wanita dalam Islam bukan?"

"Ya, itu benar, tuan. Hanya saja keputusan anda ini bisa merusak hubungan anda dengan Nona Agnes."

"Buat Agnes tidak mengetahui pernikahan ini."

"Tak ada bangkai yang tidak akan tercium bau__"

"Aku tau arah bicaramu." Roger menginterupsi, membuat Wilson menundukkan wajah karena takut. "Tapi apa kamu tidak mendengar semua yang aku katakan pada Najma. Dalam pernikahan ini hanya aku yang punya hak atas dirinya sedangkan dia tidak ada hak atas diriku. Aku bisa mempertahankannya ataupun melepaskannya kapan pun aku mau. Jadi pernikahan ini tidak serumit yang kamu bayangkan."

Wilson mengalah. Tak berani untuk mendebat Roger lebih jauh meskipun ada beberapa hal yang ingin dia sampaikan untuk bos-nya itu.

Bersambung.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status