"Tuan, bagaimana bisa anda menawarkan hal gila ini kepadanya?" Wilson benar-benar terkejut dengan persyaratan mendadak yang diajukan Roger pada Najma.
Roger tak mengalihkan pandangan dari layar tipisnya. "Aku hanya sedang membuatnya menyerah. Kalau dia gadis baik-baik, pasti akan menolak persyaratan itu.""Anda yakin dia akan menyerah karena persyaratan itu?"Roger menyeringai. "Kita lihat saja besok."***"Dokter bilang Ibu Aliyah akan sulit sembuh kalau dirinya sendiri sudah tidak semangat hidup. Dalam igauannya, dia terus menyebut nama bapak. Sepertinya kehilangan panti membuatnya sangat terpukul karena di sana ada banyak kenangan ibu bersama bapak." Belum Najma memberikan respons atas pernyataannya, Imas langsung bertanya. "Oya bagaimana? Berhasil tidak?"Tidak. Ingin sekali Najma mengatakan itu. Tapi sorot mata Imas yang penuh harap, membuatnya tidak tega. Takutnya juga nanti terdengar oleh Aliyah yang sedang berbaring di tempat tidur pesakitannya. Meskipun tampak tidur, kemungkinan ibu kepala panti itu mendengar bisa saja terjadi.“E... masih sedang diusahakan, bu. Mau bertemu Tuan Roger bukanlah perkara yang gampang.” Padahal dia sudah bertemu dengan pria itu. Hanya saja belum ada hasil. Dia tidak yakin akan menerima persyaratan yang diminta oleh Roger.Imas menghela nafas berat. "Susah ya bertemu dengan orang penting seperti dia? Apalagi kita orang kecil."Najma diam seribu bahasa. Rasanya dia ingin curhat pada wanita pengurus panti itu tentang apa yang dia bicarakan dengan Roger di perusahaan tadi. Namun sepertinya itu hanya akan menambah beban buat Imas. Tidak. Dia tidak bisa mengatakannya. Cukup dia sendiri yang akan memikirkan hal ini.Najma sampai ke kos-an pukul 23.35. Dia harus kerja dulu tadi. Tapi otaknya terus saja berpikir jawaban apa yang akan diberikannya besok pada Roger. Hanya untuk sebuah sertifikat tanah apakah dia memang harus merelakan kesuciannya?Tapi ini bukan masalah kesucian. Ini adalah masalah dosa yang akan dia tanggung jika menyetujui syarat Roger. Zina adalah salah satu dosa besar. Dan dia benar-benar takut dengan dosa itu.Najma melempar tas sembarangan ke atas kasur tanpa ranjang itu. Lalu duduk di sisinya. Dia merenung di sana. Melupakan hari yang sudah larut malam. Bahkan sangking dalamnya dia memikirkan itu, rasa kantuk tak datang menyerang seperti biasanya.Hingga dini hari menjelang Najma tetap terjaga. Dia melihat jam di ponselnya, pukul 03.06. Dia pun beranjak dari kasur. Mengambil air wudhu. Dan melaksanakan sholat malam.Alam begitu hening saat Najma datang mengadu pada Tuhannya. Bermunajat atas harapan yang seolah tak memiliki jalan. Dia memohon tanpa bisa menahan tangis. Karena baginya Aliyah bukan sekadar seorang kepala panti yang baik hati karena telah memungutnya dari jalanan. Baginya Aliyah adalah ibu yang dianugerahkan untuknya. Oleh sebab itu, hatinya hancur saat melihat Aliyah tak mampu menerima kenyataan.Ini bukan hanya soal kesedihan mereka yang harus meninggalkan panti. Tapi bangunan yang menyimpan banyak kenangan itu bakal diratakan dengan tanah apalagi pembangunan hotel jadi dilakukan. Inilah alasan kesehatan Aliyah langsung drop.Karena itu sebagai orang yang berhutang budi pada Aliyah, Najma bertekad untuk mempertahankan tanah dan bangunan panti asuhan tersebut.***"Tuan, Najma datang lagi. Apakah ini artinya dia menerima syarat dari anda?"Gerakan jemari Roger di atas keyboard langsung terhenti begitu mendengar ucapan Wilson. Dia sangat terkejut, tapi berusaha untuk tetap terlihat tenang di hadapan assisten pribadinya itu. "Ya sudah, bawa dia ke sini. Aku penasaran sekali apakah dia memang berani menerima tawaranku itu."Wilson mengangguk. Tanpa diperintah dua kali, pria itu meninggalkan ruangan presiden direktur tersebut dan kembali bersama seorang gadis berhijab yang terlihat lembut tapi... sangat keras kepala."Katakan apa jawabanmu." Tanpa mempersilakan Najma duduk, Roger langsung ke intinya.Tak langsung menjawab, Najma menundukkan wajah dan menggulung ujung kemejanya. Kegelisahan jelas terlihat di wajahnya. "E... saya... saya... mau, tuan."Jawaban itu sontak membuat Roger dan Wilson terhenyak. Namun rupanya masih ada kalimat terusan. "Tapi... anda harus menikahi saya dulu agar tubuh saya menjadi halal untuk anda dan saya tidak melakukan dosa zina."Roger mengedipkan mata, lalu tertawa lepas. Entah karena jawaban Najma dianggap lucu atau karena merendahkan. Hingga kemudian tawa itu menyurut. "Eh, kamu itu siapa sampai meminta aku menikahi kamu? Putri pejabat? Selebritis? Selegram? Atau... seorang model?"Najma menggeleng samar. "Bukan semua, tuan. Tapi hanya dengan menikah satu-satunya cara saya mendapatkan panti asuhan kembali tanpa harus dosa di hadapan Tuhan."Roger kini menatap Najma lama. Kembali memperhatikan gadis itu dari ujung kepala hingga ujung kaki. Memastikan apakah dia memang berselera dengan gadis itu, terlepas permintaan konyolnya yang ingin dinikahi terlebih dahulu sebelum digauli. "Walaupun dinikahi secara siri?"Najma kembali mengangguk. "Ya. Yang penting dihalalkan dulu. Setelah berhubungan jika anda ingin menjatuhkan talak atas diri saya, saya terima."Roger baru akan merespon ketika Najma kembali melanjutkan. "Namun, jadikan sertifikat tanah panti asuhan sebagai mahar."Roger menyeringai. Lalu memijit keningnya. Bukan pusing dengan permintaan Najma tapi sedang tidak habis pikir ternyata gadis itu cukup cerdik juga.Selanjutnya, hening. Yang terdengar hanyalah ketukan jari Roger pada meja kerja yang berbahan kaca. Membuat kekhawatiran Najma terulur menjadi lebih lama hingga beberapa menit ke depan."Oke__" Akhirnya keluar juga suara Roger. "__,aku terima keinginanmu." Membuat Najma terhenyak tak menyangka. Gadis itu sampai mengangkat wajahnya tiba-tiba yang sejak tadi menunduk saja. Memandang Roger dengan mata berkaca-kaca. "Tapi kamu harus ingat bahwa pernikahan kita bukan pernikahan atas dasar suka sama suka. Pernikahan kita terjadi karena sertifikat tanah. Kamu tidak boleh menuntut aku menjadi suami seperti yang kamu harapkan. Setia, baik, perhatian, dan lain sebagainya. Karena aku sendiri hanya akan menganggapmu sebagai... teman tidur. Aku akan mempertahankanmu kapan pun aku mau. Dan aku akan Melepaskanmu jika aku sudah merasa bosan."Kalimat yang sungguh sadis bukan? Tapi Najma tak merasakan sakit hati. Itu karena yang ada di benaknya hanyalah sertifikat tanah panti. Rasa cintanya pada panti dan Aliyah membuatnya rela mengorbankan masa depannya."Dan masih ada lagi." Rupanya Roger belum selesai membeberkan syarat-syaratnya. "Pernikahan kita akan dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Tidak ada satu pun orang yang boleh tau. Baik dari pihakku maupun pihakmu, terkecuali orang-orang yang bersangkutan dalam pernikahan kita. Apa kamu paham?""Paham," jawab Najma dengan antusias.Roger menganggukkan kepala. "Oke, kalau begitu pernikahan akan diurus besok oleh Wilson. Sertifikat tanah akan kamu dapatkan sebagai mahar. Kamu siapkan diri untuk itu. Sekarang, pergilah dari hadapanku. Aku banyak pekerjaan."Tanpa merasa keberatan, setelah mengucapkan terima kasih dan berpamitan, gadis itu berbalik meninggalkan ruangan tersebut. Menyisakan Roger dan Wilson yang bingung dengan keputusan Roger."Tuan, apa yang anda lakukan? Anda... mau menikahi Najma? Apakah anda sudah melupakan Nona Agnes sebagai tunangan anda? Bukankah anda dan Nona Agnes akan menikah sebentar lagi?" Hal yang sejak tadi ingin ditanyakan, akhirnya keluar juga.Roger menoleh pada Wilson. Serius. "Memangnya salah jika aku juga menikahi Najma? Laki-laki boleh menikahi lebih dari satu wanita dalam Islam bukan?""Ya, itu benar, tuan. Hanya saja keputusan anda ini bisa merusak hubungan anda dengan Nona Agnes.""Buat Agnes tidak mengetahui pernikahan ini.""Tak ada bangkai yang tidak akan tercium bau__""Aku tau arah bicaramu." Roger menginterupsi, membuat Wilson menundukkan wajah karena takut. "Tapi apa kamu tidak mendengar semua yang aku katakan pada Najma. Dalam pernikahan ini hanya aku yang punya hak atas dirinya sedangkan dia tidak ada hak atas diriku. Aku bisa mempertahankannya ataupun melepaskannya kapan pun aku mau. Jadi pernikahan ini tidak serumit yang kamu bayangkan."Wilson mengalah. Tak berani untuk mendebat Roger lebih jauh meskipun ada beberapa hal yang ingin dia sampaikan untuk bos-nya itu.Bersambung.Malam itu, Najma dan Roger kembali melakukan aktivitas suami istri yang sempat tertunda selama lima tahun. Di bawah lampu kamar yang remang-remang dengan suasana malam yang sejuk, keduanya menyatukan diri. Berbeda dengan dulu yang hantui rasa bersalah, kali ini mereka melakukannya dengan perasaan bebas, sehingga bisa lebih menikmati setiap sentuhan demi sentuhan. Roger begitu bersemangat. Dia menyalurkan semuanya dari mulai hasratnya sebagai laki-laki yang sempat mati, rasa cinta yang begitu besar pada Najma, dan rindu yang menggebu-gebu. Dalam sekejap, kamar yang rapi itu berubah jadi berantakan. Seprei yang terlepas dari kasurnya, bantal yang sudah tidak berada di atas tempat tidur, dan pakaian yang berhamburan di lantai. Pasangan pengantin itu baru merasa capek setelah waktu melewati tengah malam menuju dini hari. Mereka pun merebahkan tubuhnya dengan tenang dan hati yang nyaman. Lalu tertidur dalam pelukan malam. Pukul 4 pagi, Najma terbangun dari tidurnya. Dia terkejut saat m
Wilson terhenyak mendapati ekspresi Roger barusan. Seakan calon istrinya hilang diculik orang. Padahal dia yakin Najma baik-baik saja. "Tuan tolong santai jangan sepanik itu.""Aku akan berhenti panik kalau Najma sudah ada di sini. Paham!" Roger membentak. Membuat Wilson berjengkit kaget. "Apa harus menunggu Najma benar-benar hilang baru kamu mengerti tentang kepanikanku?""Ya oke. Aku akan pergi menjemputnya sekarang."Wilson melangkah meninggalkan ruangan itu dengan terburu. Langkahnya tiba-tiba berhenti begitu melihat Najma yang mengenakan kebaya pengantin tengah melangkah ke arahnya. Di sebelah kanan kiri Najma adalah Aliyah dan Imas. Tentu saja itu membuat Wilson langsung menghela nafas lega."Ya ampun aja, Naj. Kamu membuat Tuan Roger panik. Aku telepon kamu berkali-kali tapi tidak diangkat. Aku sampai disuruh nyusul kamu.""Oh, maaf. Ponselku di dalam tas yang dibawa ibu Imas. Tapi memang aku silent. Makanya Ibu Imas tidak tahu kalau ada yang menelpon. Aku pikir pernikahan ini
Hasil diskusi di sepakati kalau pesta pernikahan akan dilaksanakan di Jakarta. Bukan tanpa sebab, Najma ingin dihadiri oleh seluruh penghuni panti. Dia ingin di hari bahagianya, semua penghuni panti juga berbahagia. Jadi, di hari pernikahannya itu anak-anak bisa makan makanan sepuasnya. Najma meminta Roger memesan makanan yang enak-enak yang belum pernah dimakan oleh penghuni panti.Ini baru rencana Najma. Tapi Roger sudah mengiyakan dengan antusias. Dia serahkan urusan pernikahan pada Najma. Dia biarkan calon istrinya itu membuat pesta seperti khayalannya sendiri. Yang penting bagi Roger Najma menjadi miliknya kembali.Yang berat adalah tugas Wilson yang harus berhasil mencari Wedding Organizer yang sanggup mempersiapkan acara pernikahan yang diadakan hanya dalam satu minggu.Dimana coba Wilson harus mencari Wedding Organizer yang sehebat itu?"Calon pasangan pengantin ini memang aneh. Inginnya cepat-cepat. Untung aku tidak menyanggupi permintaan tuan untuk mencari Wedding Organizer
Suara bel membuat Najma yang baru selesai masak, menoleh ke arah pintu. "Tidak mungkin mereka kan? Cepat sekali." Mini kitchen, Najma tinggalkan untuk membuka pintu. Matanya melebar begitu melihat dua orang pria di depannya. Ternyata memang 'mereka' yang dimaksud oleh Najma tadi. "Jam segini kalian sudah datang? Aku saja belum makan malam lho. Baru selesai masak." "Kami memang sengaja datang cepat," balas Wilson. "Biar lama, eh, maksudnya biar punya waktu leluasa untuk ngobrolnya. Kalau datang terlalu malam, pasti akan terburu-buru untuk pulang." "Iya juga sih. Tapi kalian pasti juga belum makan malam kan? Aduh, aku hanya masak nasi goreng buat aku saja. Gimana dong?" Wilson mengangkat dua plastik besar yang ditentengnya. "Karena itu kami beli makanan tadi di jalan. Kami memang berencana buat makan malam di sini." Najma nyengir melihat dua plastik besar berlabel restoran terkenal di tangan Wilson. "Oh, ya, niat banget ya?" "Iya, dong. Nggak disuruh masuk nih? Pegal lho berdiri d
"Lho kok sudah pulang?" tanya Wilson begitu Roger masuk ke dalam mobil. "Bukannya kalian berdua mau mengobrol di dalam apartemen Najma?" "Tidak jadi," jawab Roger dengan nada kesal. "Dia mengusirku lantaran kamu sudah tidak ada. Maksudnya dia tidak mau kami hanya berdua saja di dalam sana." "O... begitu." Kening Wilson mengerut. "Bagus dong. Mungkin dia takut kalau berduaan saja anda tidak akan kuat menahan godaan." "Apa kamu pikir imanku selemah itu?" "Waduh, bahasa anda jadi berbeda. Anda sudah bisa berbicara mengenai iman. Mentang-mentang calon istri berhijab." "Aku berjanji akan mengubah diriku menjadi pribadi yang agamis setelah menikah." "Jadi brewok mau dipanjangin nih?" Roger melirik Wilson kesal. "Kenapa kamu malah bawa-bawa brewok sih? Memangnya menjadi agamis wajib brewokan gitu? Sudah sekalian aku jadi ustad saja." "Ya kali aja, tuan." "Sudah, jalan! Omonganmu sudah ngacok!" Wilson tersenyum geli karena Roger tidak bisa diajak bercanda. "Tuan jangan serius terus.
"Tuan, kita tidak akan jadi pulang pagi ini." Roger menoleh pada Wilson dan menatap assistennya pribadinya itu dengan tatapan menyelidik. "Kenapa kita tidak jadi pulang?" Wilson menunjukkan layar ponselnya yang sudah berwarna gelap. "Tadi Najma kirim pesan kepadaku kalau... dia menerima lamaran anda." Bagai tersambar petir Roger mendengar itu. Dia tersentak kaget. "Benarkah?" Wilson mengangguk. "Hum. Jadi apakah kita akan tetap pergi ke Bandara?" "Tentu saja tidak! Bagaimana kau ini?!" hentak Roger. Dia lalu mengarah pandang pada sopir di depan. "Pak, balik arah!" Sementara itu, Najma menatap layar ponselnya dengan tersenyum. Baru saja dia mengambil keputusan besar dalam hidupnya, yaitu kembali merajut pernikahan dengan Roger. Tak mudah mengambil keputusan ini setelah dia mengalami kisah yang tidak baik dengan pria itu. Batinnya mengalami pergulatan. Apalagi dia sudah tahu karakter pria itu. Namun, setelah dipikir-pikir, semakin dia tahu tentang calon suami dengan segala karakt