Share

Bab 3. Pertemuan yang Membuka Luka

Penulis: Qinoy
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-13 14:15:28

Bab 3. Pertemuan yang Membuka Luka

Arman maju beberapa langkah, mengabaikan kehadiran Farah yang mengekor di belakangnya. “Jangan main-main, Aisyah. Kamu datang ke sini untuk apa? Menguntitku? Atau kamu sengaja ingin mencari masalah?”

Mata mereka bertemu. Ada luka yang tersembunyi dalam tatapan, tapi bibir Aisyah berhasil melengkung dalam senyum tipis yang dingin. “Aku di sini bukan urusanmu, Arman. Tidak perlu khawatir, lagipula ini kantor orang tua__"

"Pergilah, Aisyah. Jangan mempermalukan diriku." Arman memotong kalimat Aisyah yang belum selesai. 

Aisyah terpaksa mengatupkan kembali bibirnya. 

"Farah, sudah berusaha keras agar aku diterima bekerja di tempat ini. Jangan membuatku terlibat masalah karena dirimu!" Arman menuding. 

"Apa maksudmu?" Rasanya Aisyah ingin tertawa mendengar pernyataan konyol Arman. Bahkan saat wanita itu menoleh ke arah Farah, wajah wanita yang sudah merebut suaminya itu tampak congkak. "Kau benar-benar tidak tau apa-apa, Arman." Suara tawa Aisyah terdengar. 

"Hei, kau menertawakan diriku?" Farah merasa tersindir dengan tatapan dan tawa Aisyah yang dianggap meremehkannya. 

"Peselingkuh dan juga perebut suami orang. Kalian benar-benar pasangan pembohong yang serasi." Suara lantang Aisyah mengatakan hal itu hingga membuat beberapa orang berlalu lalang dan berbisik-bisik langsung menjadi diam dan menyaksikan kejadian hal tersebut.

Farah tersentak mendengar sindiran itu. Dengan cepat, ia melangkah maju. “Berani sekali kamu bicara seperti itu padaku!"

Aisyah tidak gentar. “Astaga, kau tersindir?” Matanya melirik Farah, yang wajahnya memerah menahan amarah.

Arman mencoba menahan Farah yang tampak kehilangan kendali, tapi wanita itu terlanjur terbakar emosi. “Dasar wanita jelek, bodoh!” Farah berteriak, lalu dengan kasar mendorong Aisyah hingga jatuh ke lantai.

Tubuh Aisyah terbanting keras di atas lantai marmer lobi yang dingin. Suara jatuhnya menarik perhatian beberapa karyawan dan tamu yang sedang berlalu lalang. Keributan pagi itu membuat suasana lobi berubah tegang.

“Nona, Anda baik-baik saja?” Seorang pria berjas hitam, yang sedari tadi berdiri tak jauh dari sana, segera menghampiri. Ia membungkuk untuk membantu Aisyah berdiri.

Aisyah mengangguk pelan, meski tangannya bergetar menahan sakit. “Terima kasih,” gumamnya pelan sambil menyeka debu di roknya.

Namun, sebelum ia sempat mengatur napas, suara Arman kembali membahana. “Siapa dia?! Apa dia juga salah satu pelangganmu?!”

Aisyah membelalak, terkejut dengan tuduhan keji itu. “Arman, apa maksudmu?”

Arman mendekat, wajahnya penuh kemarahan. “Jangan berpura-pura bodoh! Kamu muncul di sini dengan penampilan seperti itu, dan sekarang ada laki-laki lain yang langsung membelamu? Jangan-jangan dia salah satu dari mereka yang membayar tubuhmu?!”

Kata-kata itu seperti pukulan telak di wajah Aisyah. Ia menatap Arman dengan tatapan tak percaya. Sementara itu, kerumunan yang semakin banyak mulai berbisik-bisik.

“Beraninya kamu, Arman,” ucap Aisyah dengan suara yang bergetar. “Beraninya kamu mengucapkan hal seperti itu kepadaku. Apa kamu sudah kehilangan akal?!”

“Beraninya?!” Arman mencibir. “Aku susah payah masuk ke kantor ini berkat Farah, dan kamu malah membuatku malu! Apa kamu akan bertanggung jawab kalau aku dipecat gara-gara ulahmu, jalang sialan?!”

Kerumunan semakin gaduh. Tatapan penuh cemooh tertuju pada Aisyah, membuatnya merasa seperti dihakimi oleh dunia. Namun, ia tidak bisa membiarkan Arman terus menginjak harga dirinya.

“Sudah cukup, Arman!” sergah Aisyah. “Aku tidak tahu apa yang membuatmu berpikir sejauh itu, tapi aku tidak akan membiarkanmu mempermalukanku di sini!”

Namun, Arman tidak peduli. Matanya tetap memancarkan kemarahan dan kebencian yang tak ia sembunyikan.

Farah, yang berdiri di sampingnya, tersenyum sinis. “Lihatlah, Arman. Dia bahkan berani melawanmu sekarang. Memang pantas dia kamu tinggalkan.”

Aisyah memandang Farah dengan dingin. “Kamu benar. Dia memang pantas meninggalkan aku, karena aku terlalu baik untuk orang seperti dia.”

Farah, terkesiap mendengar balasan itu. Kemarahan semakin membakar dirinya. 

Farah,mengeluarkan ponselnya dan mulai menelepon seseorang, "Hallo, Paman."

Farah tersenyum penuh kemenangan setelah menutup telepon. Ia memandang Aisyah dengan tatapan sinis, seolah memastikan bahwa wanita di hadapannya tidak punya tempat lagi untuk berdiri. “Kamu pikir bisa menang di sini, Aisyah? Lihat saja, aku akan memastikan kamu menyesal pernah muncul di tempat ini.”

Beberapa menit kemudian, suara langkah cepat menggema di lobi. Seorang pria paruh baya dengan wajah tegang muncul, mengenakan jas abu-abu rapi. Dia adalah Hendra, Paman Farah sekaligus orang yang cukup berpengaruh di perusahaan. Ketika matanya menangkap Farah, ia langsung menghampiri dengan raut penasaran.

“Ada apa ini, Farah? Kenapa kau meneleponku di jam kerja dengan nada panik?” tanya Hendra dengan nada tegas.

Farah langsung menunjuk Aisyah. “Paman, wanita ini yang menyebabkan keributan di sini! Dia memalukan keluarga kita, apalagi di perusahaan ini!”

Hendra mengernyitkan alis, memandang Aisyah dengan tatapan bingung. “Apa maksudmu? Siapa dia?”

Aisyah berdiri tegak, meskipun hatinya masih terasa terluka oleh penghinaan yang baru saja diterimanya. Ia menatap Hendra dengan tatapan tajam. "Pak Hendra, saya adalah Aisyah calon__"

"Dia mantan istri Mas Arman, dan ke sini untuk mencari ribut. Lihat saja, bahkan dia datang dengan pelanggan yang dia layani." Farah menyela kalimat Aisyah. Tidak hanya menyakiti, tapi wanita itu juga semakin bertindak seperti penguasa di tempat tersebut. 

Hendra menatap sinis Aisyah, dari ujung kaki hingga ujung kepala setelah mendengar perkataan keponakannya. 

Aisyah merasa risih ditatap demikian, lalu menoleh ke arah Farah. "Kau seperti membicarakan dirimu sendiri, Farah! Aku bukan pelacur seperti dirimu!" Suara Aisyah terdengar kencang

"Dasar kau wanita kurang ajar." Mata Hendra kini mendelik tidak terima sang keponakan dihina. "Di mana petugas keamanan. Seret wanita gila itu keluar!" Suara bariton lelaki tua itu terdengar keras. 

Dengan kencang petugas keamanan menarik tangan kanan Aisyah dan menyeret wanita rapuh itu seperti tersangka kejahatan. "Jangan membuat keributan di kantor ini, sialan!" 

"Lepaskan!" 

Keluar dari lobi, dan menjadi bahan tontonan dan tertawaan karyawan membuat Aisyah menangis. Bukan hanya diseret paksa, paman dari Farah itu pun dengan keras mendorong tubuh Aisyah hingga wanita tersebut terjatuh dari anak tangga.

"Argh." Beruntung tidak terlalu tinggi, tapi itu cukup membuat kaki Aisyah terkilir. 

"Kau pantas mendapatkan itu dasar wanita murahan miskin!" Kalimat menohok dari Farah itu diakhiri dengan tawa.

Aisyah mulai menangis melihat ke sekeliling orang-orang menertawakannya. Betapa malu Aisyah. 

"Kalian benar-benar orang bodoh." Lelaki yang tadi mengekor Aisyah kembali membantu sang wanita berdiri.

"Hei, kalian dengar, sepertinya lelaki itu puas dengan pelayanan Aisyah sehingga tetap setia membantunya." Mulut Farah semakin melontarkan kata-kata pedas.

Bibir Aisyah gemetar, dia memberanikan diri menatap Arman dan Farah. "Kalian benar-benar keterlaluan," Aisyah berteriak. "Dan kau Arman. Kau laki-laki tidak tahu diri." Aisyah menjeda kalimat. "Asal kau tahu Arman yang membuat kau masuk ke perusahaan ini bukan Farah__."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Istri Yang Kau Campakkan Bukan Wanita Biasa   Bab 70. Farah dalam Dilema

    Bab 70. Farah dalam DilemaSinar matahari siang menyelinap melalui jendela ruang makan di rumah Farah dan Arman, tapi suasana di dalam tetap dingin. Farah duduk di kursi makan, menatap piring yang belum disentuh. Air matanya masih mengering di pipi, bekas tangisan setelah Arman pergi meninggalkannya tadi pagi. Pesan dari Hamdan di ponselnya terus bergema di pikirannya: “Far, kapan kita ceritain soal kehamilan ini ke Arman? Aku nggak mau rahasia ini kelamaan.” Farah menggenggam ponselnya erat, hatinya terbelah antara rasa bersalah dan ketakutan.“Aku nggak bisa bilang sekarang, Hamdan. Arman udah curiga, tapi dia nggak akan percaya ini anaknya,” gumam Farah pada diri sendiri, suaranya parau. Ia tahu Arman pernah menceraikan Aisyah karena mengira Aisyah mandul setelah lima tahun pernikahan tanpa anak. Yang tidak Arman sadari, dokter pernah mengatakan bahwa dialah yang memiliki masalah kesuburan. Farah ingat betul saat ia hamil, Arman begitu bahagia, mengira itu keajaiban. Tapi sekarang,

  • Istri Yang Kau Campakkan Bukan Wanita Biasa   Bab 69. Konfrontasi Aisyah dan Rendra

    Bab 69. Konfrontasi Aisyah dan RendraPagi itu, sinar matahari menyelinap melalui jendela ruang kerja Aisyah di Amarta Grup. Tumpukan dokumen masih menunggunya, tapi pikirannya tidak sepenuhnya pada pekerjaan. Catatan kecil di kotak bekal merah yang ia temukan malam sebelumnya terus menghantuinya. “Buat Rendra, makan yang banyak ya, sayang.” Kalimat itu terasa seperti duri yang menusuk hatinya. Aisyah bukan tipe yang mudah cemburu, tapi sikap Rendra yang berubah dan kebohongan kecilnya membuatnya gelisah.Rendra tiba di Amarta Grup sekitar pukul sembilan, membawa dua cangkir kopi. Ia berharap bisa memulai hari ini dengan suasana yang lebih ringan. “Aisyah, ini kopi buat kamu. Maaf kalau kemarin aku bikin kamu bingung,” ucapnya sambil meletakkan cangkir di meja Aisyah, senyumnya terlihat canggung.Aisyah menatap Rendra, matanya penuh pertanyaan. Ia mengambil cangkir kopi, tapi tidak langsung minum. “Ren, duduk dulu. Aku perlu bicara,” katanya, nadanya tegas namun tetap lembut.Rendra m

  • Istri Yang Kau Campakkan Bukan Wanita Biasa   Bab 68. Ketegangan di Antara Aisyah dan Rendra

    Bab 68. Ketegangan di Antara Aisyah dan RendraRestoran kecil di dekat Amarta Grup dipenuhi aroma masakan yang menggugah selera. Aisyah dan Rendra duduk berhadapan di sudut ruangan, namun suasana di antara mereka terasa kaku. Aisyah memesan makanan dengan senyum sopan kepada pelayan, sementara Rendra hanya mengangguk singkat ketika ditanya pilihan menunya. Pikirannya masih dipenuhi kecemasan tentang Bella dan foto yang kini menjadi ancaman nyata baginya.“Aisyah, kamu yakin nggak apa-apa tadi pagi aku bikin kamu telat?” tanya Rendra, mencoba memecah keheningan. Suaranya terdengar ragu, seolah ingin memastikan Aisyah benar-benar tidak curiga.Aisyah menatap Rendra sekilas, lalu tersenyum tipis. “Ren, aku bilang berkali-kali, aku nggak masalah. Tapi kamu … kenapa kayak orang ketakutan gitu? Apa ada yang kamu sembunyikan dari aku?” tanyanya, nada suaranya tetap ringan, tapi ada ketajaman di balik kata-katanya.Rendra tersentak dalam hati. Dia mulai curiga, batinnya. Ia buru-buru menggele

  • Istri Yang Kau Campakkan Bukan Wanita Biasa   Bab 67. Rasa Bersalah Kepada Aisyah

    Bab 67. Rasa Bersalah Kepada Aisyah Rendra terburu-buru untuk tiba ke rumah Aisyah. Di perjalanan ia masih harap cemas, mengkhawatirkan perasaan Aisyah yang terlalu lama menunggunya."Maafkan aku Aisyah, aku sudah ingkar janji, tapi semua ini terjadi karena kecelakaan itu," batin Rendra. Ia menganggap satu malam bersama Bella adalah sebuah kecelakaan."Bahkan aku sampai saat ini tidak tahu, apakah aku benar-benar sudah melakukan itu semua pada Bella. Rasanya aku tidak pernah menyentuhnya, tapi ..."Mobil yang Rendra kendarai tiba di halaman rumah Aisyah. Dia melihat Aisyah tengah duduk di kursi, tepat di teras rumahnya."Rendra, apa kamu baik-baik saja? tumben kamu telat hari ini. Ini sudah jam 10, aku telat 3 jam ke kantor," kata Aisyah ketika Rendra baru saja turun dari mobil."Aisyah, maaf, aku mengaku salah. Kamu boleh pukul aku, tampar aku, atau marah sama aku sekarang juga. Aku menyesal Aisyah ..." Rendra menangis di hadapan Aisyah."Rendra, are you okey?"tanya Aisyah. " Tenan

  • Istri Yang Kau Campakkan Bukan Wanita Biasa   Bab 66. Drama Perihal Di Nodai

    Bab 66. Drama Perihal Di Nodai Rendra membuka mata, sedikit dipaksakan, rasanya sakit. Sepasang matanya menatap sipit ke arah langit-langit, nuansanya putih. Rendra mengerutkan kening melihat sekitar, tampaknya ia sedang berada di tempat asing, bukan di kamarnya sendiri."Aku ada di mana?" batin Rendra.Rasanya dingin, AC distel lebih dingin dan membuat Rendra memeluk tubuh mungil seorang wanita di dekatnya."Aw," kata Rendra. Keluhan sakit terasa di punggungnya. Mungkin bekas pukulan semalam."Astaga. Be-Bella?" lanjut Rendra saat menyadari yang ia peluk adalah seorang wanita. Matanya mendelik, ia melihat Bella tidur di sebelahnya."Apa yang sudah kami lakukan?" batin Rendra.Ia membuka selimut yang menutup tubuhnya sambil berkata, "aku telanjang?"Dilihatnya Bella juga dalam keadaan yang sama."Tidak mungkin, aku tidak mungkin melakukan itu ..." Rendra mengacak rambutnya. Memukul kepalanya sambil bertingkah seolah sedang frustasi.Tidak lama kemudian, Bella terbangun. Ia membuka m

  • Istri Yang Kau Campakkan Bukan Wanita Biasa   Bab 65. Misi Penculikan Rendra

    Bab 65. Misi Penculikan Rendra"Apakah kalian sudah paham dengan tugas yang aku berikan?" tanya Bella. Tangannya bersilang, matanya memicing."Kami paham, bos. Kami akan lakukan perintah dari bos," sahut salah satu dari dua preman yang dikerahkan Bella."Bagus. Lakukan sekarang. Saya tunggu 1×24 jam sampai ada kabar bahwa kalian berhasil. Jangan lupa hubungi saya."Bella pergi meninggalkan dua preman itu. Ia memberikan uang di dalam amplop kuning, sontak dua preman tertawa bahagia."Kita mulai nanti malam. Sekarang aku ingin melihat dulu di mana target berada," ucap preman yang bertubuh gendut."Oke. bos Bella, jangan khawatir dan percayakan tugas ini sama kita, kita gak akan buat bos kecewa." balas preman yang satunya lagi.***Rendra dan Aisyah baru selesai makan malam bersama. "Ren, antar aku pulang ya, mataku sudah berat. Kata psikiater, aku harus istirahat tepat waktu walaupun sudah sembuh. Maksimal jam sepuluh. Ini sudah jam sembilan," ungkap Aisyah."Iya Aisyah, aku akan meng

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status