Home / Rumah Tangga / Istri Yang Kau Campakkan Bukan Wanita Biasa / Bab 4. Pengungkapan yang Menggetarkan

Share

Bab 4. Pengungkapan yang Menggetarkan

Author: Qinoy
last update Last Updated: 2025-01-13 14:16:15

Bab 4. Pengungkapan yang Menggetarkan

"Apa yang kau icarakan, bodoh. Wanita macam apa yang berani mengklaim hal konyol seperti itu?" Suara tawa Farah menggema di pelataran kantor, memancing lebih banyak bisik-bisik dari kerumunan yang sudah berkumpul.

Aisyah menelan rasa sakit di kakinya, berusaha keras untuk tetap berdiri dengan sisa tenaga yang ia miliki. Mata-mata penuh ejekan dari orang-orang di sekitarnya membuat dadanya terasa sesak.

"Berhenti menertawakanku!" Aisyah berteriak, suaranya pecah oleh emosi.

Namun, bukannya berhenti, Farah justru melangkah mendekat dengan tatapan penuh cemooh. "Kau ini apa? Mau mencoba membuktikan sesuatu? Hei, lihatlah dirimu! Bahkan berjalan saja kau kesulitan."

Aisyah menatap Farah dengan mata berkaca-kaca, namun tak ada air mata yang ia biarkan jatuh. "Kau pikir kau sudah menang, Farah?" katanya dengan suara gemetar.

Arman menyeringai. "Kau sudah kalah, Aisyah. Jangan membuat dirimu semakin menyedihkan."

Aisyah ingin melawan, tetapi rasa sakit di kakinya dan penghinaan yang terus datang membuat tubuhnya limbung. 

Suara deru mobil terdengar dari luar, lalu berhenti di dekat Aisyah. Beberapa orang menoleh, melihat seorang pria paruh baya turun. Wajahnya penuh tanya dan sedikit kekhawatiran.

"Ada apa, ini?" suara pria itu bergema, memecah kebekuan suasana.

Suara pria paruh baya yang penuh wibawa itu membuat semua orang di pelataran kantor terdiam. Mata mereka secara bersamaan tertuju pada lelaki berjas hitam mahal yang kini berdiri di hadapan mereka, tatapannya tajam dan menusuk.

"Ada keributan apa ini?" tanyanya sekali lagi, kali ini dengan nada lebih tegas.

Paman Farah, yang sebelumnya terlihat sangat percaya diri, buru-buru maju dengan wajah penuh senyum palsu. "Ah, maaf atas kekacauan ini, Pak. Saya akan segera mengusir wanita gila itu!" katanya, menunjuk Aisyah dengan gerakan tangan yang penuh hinaan.

Mata pria itu menyipit, tatapannya bergerak dari paman Farah ke arah Aisyah yang tampak lemah dan masih dipapah oleh lelaki yang berdiri di sisinya. "Mengusir wanita gila?" Ia membeo pernyataan paman Farah dengan nada rendah tapi menusuk. "Siapa yang kau maksud wanita gila itu?"

"Dia, Pak! Wanita itu tidak tahu malu! Datang ke sini hanya untuk mengemis cinta mantan suaminya," tambah Farah dengan nada penuh cemooh.

Aisyah menegakkan tubuhnya dengan susah payah, menatap Farah dengan tatapan tajam meski rasa sakit di kakinya membuatnya sulit untuk berdiri lama.

"Mengemis cinta?" suara lelaki paruh baya itu terdengar sinis, tatapannya semakin tajam.

"Iya, Pak! Dia memang terlihat alim, tapi jangan salah, dia bukan wanita baik-baik," kali ini giliran mantan suami Aisyah yang berbicara. Senyum sinis terukir di wajahnya, seolah kemenangan sudah di tangannya.

Bisik-bisik mulai terdengar di antara para karyawan.

"Usir saja dia! Usir!"

Aisyah menghela napas panjang, berusaha tetap tenang meski kata-kata mereka menusuk hati. Ia menatap tajam ke arah mantan suaminya dan berbicara dengan suara tegas. "Aku bukan wanita hina seperti yang kalian tuduhkan. Dan aku tidak pernah menjual diriku."

Suasana langsung hening. Kata-kata Aisyah yang penuh ketegasan berhasil membuat semua orang terdiam. Namun, mantan suaminya hanya menyeringai, seolah tidak terpengaruh sama sekali.

Lelaki berjas hitam itu melangkah mendekat, tatapannya penuh perhatian ke arah Aisyah. "Kenapa dengan kakimu?" tanyanya.

Aisyah menunduk sesaat, menahan rasa malu. "Tidak apa-apa, Pak. Hanya sedikit luka kecil."

Pria itu mengernyit, kemudian memberikan instruksi kepada lelaki yang bersama Aisyah. "Bawa dia ke ruang perawatan sekarang."

Kerumunan yang tadinya penuh dengan bisikan dan cemoohan mendadak berubah jadi keheningan yang mencekam. Semua mata memandang tak percaya.

"Jangan sampai Anda terpengaruh dengan penampilannya, Pak. Dia wanita ular!" Farah berkata dengan penuh amarah, suaranya menggema.

Pria itu berhenti melangkah. Tatapan dinginnya kini tertuju pada Farah. "Apa yang kau bicarakan?" Ia menghela napas panjang sebelum melanjutkan, suaranya terdengar seperti petir di siang bolong.

"Dia wanita ular!" Farah mengulangi dengan suara yang penuh kebencian. "Penampilannya memang menipu, tapi wanita seperti dia hanya tahu cara merayu pria demi keuntungan dirinya sendiri!"

Hendra, paman Farah, segera menimpali dengan nada mendukung. "Benar, Pak! Saya sudah lama mendengar cerita buruk tentang dia.

Arman, mantan suami Aisyah, melangkah maju dengan senyum dingin yang menghiasi wajahnya. "Pak, saya rasa Anda tidak tahu siapa dia sebenarnya. Aisyah ini hanya pura-pura tidak bersalah. Dia bahkan menjual dirinya sendiri demi uang setelah kami bercerai!"

Bisik-bisik kembali memenuhi udara, kali ini dengan nada yang semakin menuduh dan penuh ejekan.

"Lihat dia! Berani sekali datang ke sini."

"Pasti benar, dia wanita hina."

"Apa yang ia cari di sini? Memalukan!"

Lelaki berjas hitam itu masih berdiri tegap, mendengarkan setiap kalimat dengan ekspresi datar. Namun, matanya yang tajam menyiratkan ketidaksenangan yang mendalam. Ia mengangkat tangannya perlahan, meminta semua orang untuk diam.

"Pak, Anda harus percaya pada kami!" Farah berkata dengan nada tinggi, suaranya penuh percaya diri. Ia melangkah maju, seolah merasa mendapat dukungan dari semua bisikan di sekitarnya. "Wanita ini tidak layak berada di sini, apalagi diberi kesempatan. Penampilannya memang terlihat memelas, tapi itu semua hanya topeng. Dia ini manipulatif, penuh drama, dan hanya ingin menarik simpati orang-orang seperti Anda!"

Farah melemparkan pandangan penuh kemenangan ke arah Aisyah yang berdiri di sudut, memegangi lengannya yang terluka. Namun, Aisyah tetap diam, wajahnya tetap tenang meskipun jelas terlihat kelelahan.

Arman menambahkan dengan senyum sinis, "Semua orang tahu, Pak. Aisyah adalah wanita bermuka dua. Bahkan setelah kami bercerai, saya masih sering mendengar cerita-cerita buruk tentang dirinya. Anda pasti bisa menilai sendiri, kan, dari caranya memanfaatkan situasi ini? Luka kecil seperti itu pun dia dramatisir."

"Sudah jelas dia hanya cari perhatian!" Farah menyela, tatapannya penuh kebencian. "Kalau saya jadi Anda, Pak, saya langsung usir saja dia dari sini!"

Namun, lelaki berjas hitam itu tidak menunjukkan reaksi apa pun. Tatapannya tetap datar, hanya sedikit menyipitkan mata ketika mendengar setiap kalimat fitnah yang keluar dari mulut Farah, Hendra, dan Arman.

Setelah beberapa saat hening, pria itu akhirnya berbicara dengan suara rendah namun penuh wibawa. "Sudah selesai kalian berbicara?"

Suasana mendadak senyap. Farah, yang tadinya terlihat percaya diri, mulai terlihat gelisah. Namun, ia masih mencoba mempertahankan sikapnya. "Kami hanya menyampaikan fakta, Pak. Kalau Anda ingin bukti, kami bisa mencari saksi."

Pria itu mendekati Farah perlahan, langkahnya tenang namun setiap langkahnya terasa berat di udara. "Fakta?" tanyanya dengan nada rendah namun menusuk. "Bukti apa yang kau punya? Atau kau hanya melontarkan kata-kata kosong untuk menjatuhkan orang lain?"

Farah terdiam, mulutnya terbuka seolah ingin menjawab, namun tak satu kata pun keluar.

Hendra, yang mencoba menyelamatkan keadaan, berkata, "Pak, Anda harus mengerti. Kami hanya berusaha melindungi reputasi perusahaan ini. Jika orang-orang tahu wanita seperti dia berada di sini, apa kata mereka nanti?"

"Cukup. Aku tidak ingin mendengar satu kata pun lagi dari kalian."

Ia kemudian berbalik, menatap lelaki yang berdiri di samping Aisyah, masih memeganginya dengan penuh perhatian. "Bawa dia ke ruang kesehatan sekarang. Pastikan lukanya dirawat dengan baik."

Lelaki itu segera mengangguk dan mulai memapah Aisyah keluar dari kerumunan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Yang Kau Campakkan Bukan Wanita Biasa   Bab 95. Ancaman dari Masa Lalu

    Bab 95. Ancaman dari Masa Lalu“Kamu pikir bisa lolos begitu saja, Aisyah? Aku tahu rahasia Amarta Grub yang bisa menghancurkanmu!” Suara serak di ujung telepon membuat Aisyah menegang. Ia berdiri di balkon apartemennya di Jakarta, memandang lampu-lampu kota yang berkelap-kelip di malam hari. Hijab cokelat mudanya sedikit tertiup angin, namun matanya yang tegas tetap fokus.“Siapa ini?” tanya Aisyah, suaranya dingin namun terkendali. “Jangan main-main dengan ancaman kosong.”Penelepon tertawa sinis. “Aku Budi, mantan anak buah Hendra. Aku punya dokumen yang membuktikan Amarta Grub menyembunyikan pajak di Singapura. Bayar aku 5 miliar, atau dokumen ini sampai ke media.”Aisyah menarik napas dalam, mencoba menahan amarah. “Kamu pikir aku takut? Kirim bukti itu sekarang, atau aku yang akan melacakmu.”Telepon terputus. Aisyah menatap ponselnya, jantungan berdetak kencang. Rendra, yang baru saja masuk dari ruang tamu, melihat ekspresi istrinya dan segera mendekat. “Ada apa, Sayang? Wajahm

  • Istri Yang Kau Campakkan Bukan Wanita Biasa   Bab 94. Ekspansi Bisnis Aisyah

    Bab 94. Ekspansi Bisnis Aisyah“Selamat, Aisyah! Cabang Amarta Grub di Singapura resmi beroperasi mulai hari ini!” seru Rendra, mengangkat gelas berisi jus apel di tangan kanannya. Matanya yang tajam namun hangat menatap Aisyah dengan penuh kebanggaan. Mereka berada di ruang makan apartemen mewah di Jakarta, dikelilingi pemandangan kota yang berkilau di malam hari.Aisyah tersenyum lebar, hijab biru lautnya yang elegan sedikit bergoyang saat ia mengangguk. “Terima kasih, Rendra. Tanpa dukunganmu, aku nggak yakin bisa sampai di titik ini.” Suaranya lembut, tapi penuh keyakinan, mencerminkan wanita tangguh yang telah bangkit dari masa lalu yang kelam.Rendra tertawa kecil, meletakkan gelasnya di meja kaca. “Jangan bilang gitu. Ini semua karena kerja kerasmu. Aku cuma pendamping setia di belakang layar.”Di sudut ruangan, asisten Aisyah, Nita, masuk membawa tablet. “Mbak Aisyah, undangan sebagai pembicara di Global Women Leadership Summit di London sudah dikonfirmasi. Mereka ingin Anda b

  • Istri Yang Kau Campakkan Bukan Wanita Biasa   Bab 93. Reuni dan Penutupan

    Bab 93. Reuni dan PenutupanTepuk tangan riuh menggema di ballroom megah. Rendra, CEO muda PT Indomarka, perusahaan pemasok produk, melangkah maju, mengambil mikrofon. “PT Indomarka berkomitmen mendukung misi Amarta Grub. Kami bukan hanya bisnis, tapi juga mitra yang punya tujuan lebih besar.”Di sudut ruangan, kamera media internasional merekam setiap kata. Seorang wartawan dari Singapura mendekati Aisyah setelah ia turun dari panggung. “Ms. Aisyah, Amarta Grub, perusahaan distribusi makanan impor di bawah kepemimpinan ayah Anda, Pak Hermawan, kini disebut sebagai salah satu perusahaan paling inovatif di Asia. Apa rahasia kesuksesan Anda?”Aisyah tersenyum, tangannya memegang gelas air mineral. “Tidak ada rahasia. Hanya kerja keras, visi yang jelas, dan tim yang luar biasa. Rendra dan PT Indomarka adalah mitra hebat yang membantu mewujudkan mimpi Amarta Grub.”Rendra, yang berdiri di sampingnya, menambahkan, “Aisyah adalah otak di balik semua ini. PT Indomarka hanya membantu mengekse

  • Istri Yang Kau Campakkan Bukan Wanita Biasa   Bab 92. Aisyah kembali ke Dunia Bisnis

    Bab 92. Aisyah Kembali ke Dunia Bisnis“Dua tahun terakhir ini seperti mimpi buruk, tapi sekarang aku siap kembali, Ren. Amarta Grub akan bangkit lebih kuat!” Aisyah menatap Rendra dengan mata penuh semangat, tangannya memegang erat laporan keuangan di atas meja ruang rapat yang luas. Cahaya matahari pagi menyelinap melalui jendela kaca besar, menerangi ruangan bergaya modern dengan dominasi warna putih dan abu-abu.Rendra, yang duduk di seberang meja, tersenyum tipis. Wajahnya yang tampan dengan rahang tegas dan mata cokelatnya yang hangat memancarkan kepercayaan. “Aku nggak pernah ragu sama kamu, Aisyah. Kamu punya visi, dan aku di sini untuk bantu wujudkan itu. Ekspansi ke pasar internasional bukan cuma mimpi, kita bisa mulai dari Asia Tenggara.”Aisyah mengangguk, jari-jarinya menelusuri dokumen di depannya. “Singapura dan Malaysia jadi langkah awal. Kita punya produk unggulan, tapi aku ingin pastikan branding kita kuat di pasar global. Kita harus beda dari kompetitor.”“Setuju. A

  • Istri Yang Kau Campakkan Bukan Wanita Biasa   Bab 91. Kelahiran Anak Aisyah

    Bab 91. Kelahiran Anak Aisyah“Aisyah, lihat matanya! Persis seperti matamu, tegas dan penuh semangat,” ujar Rendra sambil memandang bayi kecil yang baru lahir, terbungkus selimut putih di tangan perawat. Suaranya penuh kelembutan, namun tak bisa menyembunyikan kegembiraan yang meluap.Aisyah, masih lelah namun tersenyum lebar, menatap bayi itu dari ranjang rumah sakit. Wajahnya yang manis dengan kulit kuning langsat tampak bersinar meski keringat masih membasahi dahi. Hijab biru mudanya sedikit bergeser, tapi ia tetap terlihat elegan. “Arsyad... nama yang kita pilih cocok untuknya, bukan?” katanya pelan, suaranya serak namun penuh kehangatan.Rendra mengangguk, mendekat dan mencium kening Aisyah dengan lembut. “Keren, seperti ibunya. Anak ini akan jadi kebanggaan kita.” Ia duduk di sisi ranjang, memegang tangan Aisyah erat-erat. Ruangan rumah sakit swasta di Jakarta terasa hangat meski udara pendingin berdengung pelan. Cahaya matahari pagi menyelinap melalui jendela, menerangi ruanga

  • Istri Yang Kau Campakkan Bukan Wanita Biasa   Bab 90. Tantangan Kehamilan Aisyah

    Bab 90. Tantangan Kehamilan Aisyah“Aisyah, kamu yakin baik-baik saja?” Rendra berdiri di samping ranjang rumah sakit, tangannya memegang erat tangan Aisyah. Ruang rawat inap VIP di rumah sakit swasta itu terasa nyaman dengan dinding krem, sofa kecil di sudut, dan jendela besar yang menampilkan pemandangan taman hijau. Namun, aroma antiseptik dan suara monitor jantung yang berdetak pelan menciptakan suasana tegang. Aisyah, mengenakan hijab putih sederhana dan gaun rumah sakit, tersenyum lemah dari ranjangnya.“Rendra, jangan khawatir. Dokter bilang ini cuma komplikasi kecil,” kata Aisyah, suaranya lembut tapi berusaha meyakinkan. “Tekanan darahku agak tinggi, jadi aku harus istirahat total untuk sementara.”Rendra mengerutkan kening, wajah tampannya penuh kekhawatiran. “Komplikasi kecil? Aisyah, kamu pingsan di kantor kemarin! Aku tidak akan membiarkan kamu memaksakan diri lagi.”Aisyah menghela napas, menatap Rendra dengan mata tegas yang masih mempertahankan pesonanya meski ia lelah

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status