"Ahh... hentikan.. aahh.. tolong hentikan!" tangis Hanna menggema lagi ketika pria itu berada diatasnya lagi memacu hasratnya yang seolah tidak ada habisnya.
"Berhenti? Haruskah aku berhenti? Apa kamu masih ingin melanjutkan untuk berpura-pura tidak mengingatku?" Aiden menggerakkan pinggangnya dengan kasar sehingga Hanna kesakitan."Tuan... aku mohon... aahh.. aku bukan Alena!"Entah sudah berapa hari Hanna menjadi tawanan dan pelampiasan nafsu bejat pria ini yang bernama Aiden Bradley. Dia bahkan tidak dapat melihat terang dan gelap di tempat ini.Bahkan tangan dan kakinya dirantai seperti hewan peliharaan."Aaggghh... sakiiittt...." Hanna berteriak kesakitan karena Aiden menggigit dadanya."Isteriku tersayang, sebegitu bencikah dirimu padaku sampai kamu harus merubah wajahmu dan berpura-pura tidak mengingatku Alena?""Sudah berapa kali kukatakan padamu, aku bukanlah Alena Hart. Namaku Hanna Miller huhuuuu...." Hanna berkata dengan putus asa sambil menangis.Hanna tidak tahu, mengapa pria ini bersikeras bahwa dirinya adalah isterinya yang bernama Alena.Pria ini entah berapa kali melakukannya kepada Hanna. Lagi dan lagi.. Hingga Hanna jatuh pingsan.Beberapa hari yang lalu, dia masih menjalani hidupnya dengan baik-baik saja.Dia diundang secara khusus sebagai pembicara pada seminar bertema 'bedah jantung' di sebuah rumah sakit terbesar di negara Valleta.Ketika Hanna akan pulang kembali ke Amerika, di tengah jalan menuju bandara, tiba-tiba mobil yang dikendarainya dihadang sekelompok orang.Dia dibawa dengan paksa ketempat ini dan berakhir seperti ini.Dia memang tidak begitu mengenal pria bernama Aiden Bradley ini. Mereka hanya bertemu dengan singkat beberapa kali, pertama di acara jamuan makan malam ketika dia baru datang ke Valleta.Dan kedua kali, ketika dia menghadiri seminar yang diadakan di rumah sakit itu.
Satu-satunya hal yang diketahui Hanna, Aiden Bradley adalah kepala keluarga Bradley, yang merupakan keluarga terkaya di Valleta. Keluarga Bradley juga merupakan pemilik rumah sakit terbesar.Setiap kali bertemu, pria ini bahkan tidak banyak berbicara. Dia selalu berwajah dingin. Dia benar-benar tidak menyangka bahwa pria ini adalah seorang pria bejat, yang mengurungnya disini dan memperkosanya berkali-kali.
Ketika Hanna sadar dari pingsannya, Aiden melemparkan selembar kertas padanya.
"Apa ini?" Hanna melihat kertas itu dengan kebingungan.
"Bukti supaya kamu tidak dapat menyangkalku lagi," Aiden berkata sambil mendengus.
Hanna membaca hasil di lembaran kertas itu "DNA 99,99 persen cocok." dengan nama tertera Alena Hart disandingkan dengan Hanna Miller.
Mata Hanna membesar seketika.
"A.. apaa... ini.. .ini tidak mungkin!"
Aiden Bradley tertawa sambil mendengus kasar"Entah mengapa, dari awal ketika aku bertemu denganmu, gerak gerik mu semua terasa familiar. Caramu berdandan, parfum yang kamu gunakan, bahkan menu makanan yang kamu pilih ketika makan juga sama. Meskipun dengan wajah yang berbeda, aku tahu itu kamu Alena.""Hasil tes ini, keluar di hari aku akan pulang ke Amerika, bagaimana bisa?" pikiran Hanna terasa kosong."Aku menyuruh orang untuk mengambil sampel untuk uji DNA-mu diam-diam dari kamar hotel yang kamu tinggali," ujar Aiden sambil memainkan rambut Hanna dengan jarinya."Sekarang kamu tidak akan bisa lari dariku lagi Alena." Aiden mendekatkan wajahnya pada Hanna."Aku pun tahu bahwa kamu adalah 'dia'. Sungguh tidak menyangka, demi pergi dariku kamu merubah wajah dan identitasmu selama 2 tahun ini Alena Hart."Hanna terlihat kebingungan, dia memang kehilangan ingatan. Tapi bagaimana mungkin orang tuanya membohonginya selama ini?Dia melihat foto-foto keluarga yang ada di rumahnya, foto-foto dari sejak dia lahir hingga bertumbuh dewasa. Bahkan foto-foto ketika dia bersekolah semuanya ada di sana? Bagaimana hal seperti itu bisa direkayasa?"Bagaimana itu mungkin? Tidak, aku adalah Hanna Miller. Tes DNA itu pasti salah, aku bisa membuktikan padamu bahwa aku adalah Hanna Miller. Lepaskan aku, akan aku bawa kamu kepada orangtuaku dan melakukan tes DNA kepada mereka juga.""Lalu? Setelah aku melepaskanmu, kamu akan pergi dan melakukan operasi plastik lagi?" Aiden mencengkram rahang Hanna."Bahkan tanda lahir berbentuk hati di pinggangmu ini sudah lebih dari bukti cukup bahwa ini memanglah dirimu Alenaku sayang." Aiden kemudian melepaskan cengkeramannya pada rahang Alena."Mira! Kemari cepat!""Ya, Tuan!" ucap seorang wanita paruh baya yang bekerja sebagai kepala pelayan di rumah itu."Lepaskan rantainya, bersihkan dia dan dandani dia dengan layak sebagai 'Nyonya Bradley'. Bawa beberapa pelayan bersamamu agar dia tidak bisa kabur.""Baik, Tuan Bradley" Mira berkata sambil menunduk hormat.Kemudian Hanna dibawa keluar dari ruangan gelap itu.Dia dibawa ke sebuah kamar besar yang isinya terlihat sangat mewah dengan desain interior ala klasik romawi. Di dalam kamar itu terdapat foto-foto pernikahan di dinding. Tampak foto-foto Aiden Bradley dengan seorang wanita dengan gaun pernikahan yang tampak sederhana, namun tetap menampakkan kecantikannya."Apakah dia Alena?" pikir Hanna.Wajah wanita di foto itu memiliki fitur yang sangat halus dan dia terlihat polos, senyumnya terlihat indah menampakkan deretan giginya yang putih rapi dengan pipi yang merah merona seperti warna cahaya matahari yang terbenam.Hanna menatap foto itu, "Bagaimana bisa aku adalah kamu? Wajah kita benar-benar berbeda," ucap Hanna dalam pikirannya.Dia dimandikan dan didandani oleh para pelayan, sekarang dia tampak berbeda dengan penampilannya yang tampak kacau tadi.Hanna adalah seorang gadis muda berusia 27 tahun. Wajahnya memiliki fitur yang tegas, bibirnya memiliki bentuk yang seksi dan menggoda, hidung lurus dan runcing, rahangnya sempurna dengan tulang pipi yang ramping.Hanna sekali lagi menatap foto wanita yang berada di dinding kamar itu. Wajahnya terlihat imut, manis dan sorot matanya yang disertai senyuman terlihat polos dan penuh kelembutan. Hidungnya mungil dengan bibir yang tipis."Tidak mungkin aku adalah dia, fitur wajah kami sungguh jauh berbeda. Lagipula wajahku terlihat persis seperti fotoku dari sewaktu masih kecil hingga dewasa," Hanna bergumam meyakinkan dirinya."Iya, aku bukanlah dia. Ayah dan ibu terlihat sangat menyayangiku. Untuk apa mereka berpura-pura menyayangi seseorang yang asing dan bukan puteri mereka?"Hanna berjalan menyusuri kamar yang luas itu mencoba melihat peluang dan segala kemungkinan cara untuk melarikan diri.Meskipun telah dipindahkan ke kamar yang lebih baik jika dibandingkan dengan ruangan gelap tadi, tapi rantai itu dipasangkan kembali di tangan dan kaki Hanna. Bahkan kamarnya juga dikunci dari luar.Air mata menetes di pipi Hanna."Ayah... Ibu... Aku merindukan kalian, hiks. Tolong selamatkan aku."
Ketika Hanna sedang membuka-buka sebuah lemari, matanya melihat sebuah harapan. Di dalam lemari itu ada beberapa jarum perak bertuliskan inisial 'AH' di permukaannya."Ini..hal yang paling kubutuhkan saat ini. Terima kasih Tuhan, terima kasih!" Hanna bersyukur dalam hati.
"Tapi milik siapa jarum ini? Mengapa benda ini bisa berada disini? Apakah inisial 'AH' ini artinya milik Alena Hart?""Tidak penting ini punya siapa, yang penting sekarang aku setidaknya melihat secercah harapan.""Kletek!" pintu kamar kemudian terbuka oleh seseorang."Nyonya, sudah waktunya makan malam. Tuan Aiden sudah menunggu di meja makan."Hanna berpura-pura meringis kesakitan. "Ssshhh... sakiitt... ini pedih sekali."Mira yang melihat Hanna tampak kesakitan lalu merasa kasihan padanya. "Ada apa Nyonya?"
Hanna mengangkat tangan dan menunjukkan pergelangan tangannya kepada Mira. "Ini sakit Mira... Hiks... Bisakah kamu memberikanku kotak obat darurat?""Tentu saja, Nyonya, sebentar kuambilkan."Tidak berapa lama kemudian, Mira telah membawakan kotak obat darurat untuk Hanna. "Ini obatnya, Nyonya.""Terima kasih, Mira" ucap Hanna sambil menerima kotak obatnya.Kemudian Hanna membuka kotak obat tersebut dan terlihat bingung.
"Ada apa, Nyonya?""Mira, bisakah kamu membuka kunci rantai ikatanku ini sebentar? Aku kesulitan mengoleskan obatnya jika sambil terikat begini.""Tapi, Nyonya, aku takut Tuan Aiden akan marah jika ketahuan.""Aku berjanji ini hanya akan sebentar saja Mira. Kumohon...." ujar Hanna sambil berusaha meyakinkan dengan wajah memelas.Mira tidak tega dan kemudian dia menyetujuinya "Baiklah, sebentar saja ya Nyonya.""Iya, aku berjanji."Setelah ikatannya terbuka, Hanna mengobati pergelangan tangannya dan berpura-pura menjatuhkan sesuatu.Mira dengan sigap mengambil benda yang dijatuhkan Hanna."Ini Nyo....nya..." Mira seketika jatuh pingsan tidak sadarkan diri.
"Maafkan aku, Mira."Hanna kemudian mencabut jarum perak yang digunakan untuk menusuk area belakang telinga Mira.Aiden telah menunggu selama 20 menit di meja makan dan Hanna belum juga datang."Mengapa dia lama sekali?" gumamnya gelisah.Aiden kemudian beranjak dari meja makan dan berjalan menuju kamar yang dulunya adalah miliknya dan Alena.Ketika membuka pintu dia terkejut melihat Mira pingsan dan tergeletak di lantai. Matanya melihat sekeliling dan dia tidak menemukan sosok Hanna."Mira! Mira!" ujar Aiden sambil menepuk-nepuk pipi dan pundak Mira.Mira perlahan mulai membuka matanya dan ketika dia tersadar penuh dia berkata dengan gugup dan gelisah."Tuan, maafkan saya, saya telah lalai. Tadi Nyonya meminta obat untuk mengobati luka lecet di pergelangan tangan dan kakinya. Kemudian... kemudian saya merasa seperti sesuatu menyengat di kulit telinga saya dan tiba-tiba penglihatan saya gelap Tuan.""Pengawal! Pengawal!" teriak Aiden memanggil."Ya, Bos!" para bodyguard Aiden kemudian datang."Segera kejar dan temukan Hanna!""Siap, Bos!""Sial, aku baru saja menemukanmu dari persembunyian setela
Memasuki musim semi, harum aroma bunga tercium dimana-mana. Kampus Universitas Harvard sedang mengumpulkan orang-orang terkenal di bidang pengetahuan teknologi.Hari ini salah satu dari orang terkenal tersebut adalah Hanna Miller. Hanna saat ini adalah seorang dokter ahli bedah jantung ternama di dunia dan dia akan hadir disana untuk memberikan seminar.Layar besar elektronik di alun-alun kampus menampilkan tulisan, "Seminar Hari Ini Bersama Profesor Dokter Hanna Miller", kemudian menampilkan video tayangan seorang wanita cantik yang mengenakan baju dokter dengan kedua tangan dimasukkan kedalam saku bajunya.Tidak ada ekspresi lebih pada wajahnya. Wajahnya yang tenang tampak dingin, elegan, dan sombong.Tidak lama kemudian datang sebuah mobil Cadillac berwarna merah. Mobil ini berhenti tepat di depan kerumunan reporter Amerika dan asing.Para reporter mengangkat kamera bersiap mengabadikan sosok yang sudah mereka nantikan.Pintu belakang mobil perlahan terbuka dan memperlihatkan sepatu
Hanna kemudian kembali untuk melakukan operasi bypass jantung seorang pasien yang cukup berumur.Seorang wanita berusia 76 tahun. Namun, jika hanya melihat penampilannya sekilas dia masih nampak seperti berusia 50an.Kulit dan tubuhnya masih terawat, dan garis wajahnya menunjukkan bahwa dia sangat cantik ketika muda.Wanita tua itu melakukan pemeriksaan seminggu sebelumnya. Operasi ini memiliki tingkat keberhasilan hanya 50 persen jika dokter-dokter ahli lain yang menangani.Pihak keluarga wanita itu tidak ingin menyerahkan penanganan operasi yang memiliki resiko gagal dan berakhir kematian 50 persen.Ketika pihak keluarga membawanya kepada Hanna, dengan yakin dia berkata, "Aku memiliki keyakinan keberhasilan operasi ini 80 persen. Tapi bahkan angka 20 persen sekalipun, itu sudah cukup besar untuk sebuah resiko yang akan diambil di meja operasi."Keluarga semula ragu, namun wanita tua itu cukup yakin."Baiklah, bahkan 80 persen sudah memberikanku secercah harapan. Aku akan mencoba dan
Setelah sekitar 7 jam, Betsy telah sadar. Hanna bergegas memeriksa kondisinya."Sepertinya kondisi Nenek sudah cukup stabil, tapi untuk berjaga-jaga sebaiknya Nenek masih tinggal di ruang observasi dulu ya selama 17 jam kedepan. Setelahnya Nenek bisa masuk ruang perawatan dan bertemu dengan anggota keluarga Nenek," ucap Hanna sambil tersenyum.Betsy yang masih lemah hanya bisa mengangguk dan tersenyum kepada Hanna.Sesampai Hanna di ruang prakteknya, Mia melapor kepada Hanna."Ada seorang pria diluar bernama James, katanya dia putera dari Nyonya Betsy.""Suruh dia masuk."Kemudian seorang pria tampan berusia 30an masuk keruangan, dia memiliki tinggi 185cm, dengan kulit kuning kecoklatan. Dia menggunakan pakaian kasual edisi terbatas, jika diliat sekilas bahkan dia terlihat seperti masih berada di umur 25 tahunan."Halo dokter, saya James, putera Betsy. Bagaimana kondisinya sekarang?""Wow, dia sangat tampan," pikir Hanna dalam hati.Untuk sesaat Hanna hilang fokus kemudian berkata, "Be
Mentari bersinar lagi, pagi hari datang kembali, menandakan hari yang baru telah datang lagi.Seperti biasanya Hanna akan memulai aktivitasnya di pagi hari dengan berolahraga.Dia akan berlari mengelilingi lingkungan disekitar gedung apartemen. Hanna berlari setidaknya 30 menit setiap hari.Dia sangat menyukai pagi hari di musim semi.Ketika matahari baru saja terbit, dia sungguh bersemangat untuk berlari.Di lingkungan apartemen Hanna ada sebuah taman yang ditumbuhi bunga-bunga lily putih.Dia sangat menyukai bunga lily putih. Setelah selesai berlari, dia akan duduk sejenak melepas lelah di taman itu sambil memandangi bunga-bunga yang ada disana."Wah, ternyata disini ada juga taman yang ditumbuhi bunga lily putih. Staminamu pada saat berlari boleh juga, aku hampir tidak mampu mengejar kecepatanmu.""Uhukk..uhuk..uhuuukk.." Hanna yang sedang meneguk air mineral yang dibawanya, seketika tersedak karena kaget.Setelah mengatur napasnya sejenak Hanna memandang dengan kesal ke arah pria
"Sedang apa kamu disini Aiden?" Hanna bertanya.Aiden mengangkat bahunya,"Tidak ada yang salah jika aku disini. Aku menjenguk nenekku."James melihat Hanna dan Aiden bergantian, "Kalian saling mengenal?"Sebelum Aiden sempat menjawab, Hanna menjawab dengan cepat, "Tentu saja, karena Tuan Aiden sekarang adalah pemilik institut penelitian tempat aku bekerja."James teringat sesuatu, "Oh, aku ingat sekarang. Kamu berkata bahwa kamu ketua tim institut penelitian. Aiden memang beberapa hari yang lalu melakukan pengambil alihan institut penelitian.""Kami bertemu sebelum itu, Paman." Ketika Aiden menjawab seperti itu,Hanna memelototi Aiden."Dia pernah diundang sebagai pembicara di rumah sakit keluarga Bradley," sambung Aiden lagi sambil menatap Hanna dengan senyuman usil."Ayolah, Hanna. Sabar..sabar.." dia berbicara menyemangati dirinya dalam hati."Ya..kira-kira seperti itu perkenalan kami," sahut Hanna."Aku..aku permisi," ujar Hanna sambil berlalu pergi dari sana."Aiden, mengapa gadis
Siang hari, ketika Hanna selesai membersihkan diri setelah melakukan prosedur operasi, dia mendengar teleponnya berdering."Hanna, anakku sayang. Bagaimana kabarmu nak?" terdengar suara seorang wanita paruh baya di ujung telepon."Ibu.. aku merindukanmu. Aku baik Bu. Bagaimana dengan ayah dan ibu? Sudah sebulan ayah dan ibu di Himalaya. Kapan kalian akan kembali?""Aku dan ayahmu sudah kembali. Apakah kamu sudah makan siang? Ayo, kita makan bersama dirumah. Ibu akan masak makanan kesukaanmu. Bagaimana?" ujar Clara lagi."Tentu, tentu aku bisa Bu. Sampai bertemu dirumah," sahut Hanna dengan senang."Oke, ibu dan ayah menantikan kedatanganmu." Setelah itu Clara menutup teleponnya.Hanna merasa senang setelah menerima panggilan telepon dari ibunya.Mia yang melihat Hanna terlihat begitu senang pun bertanya, "Ada apa, kamu sepertinya sedang sangat gembira?""Mia, ayah dan ibuku sudah kembali ke negara ini. Aku ingin bertemu dengan mereka. Apakah ada agenda lagi setelah ini? Ibuku memanggi
Selesai makan siang, Dante dan Ethan berbicara sebentar diruang tamu. Sementara Hanna membantu ibunya merapikan meja makan dan mencuci piring.Setelah Hanna selesai membantu ibunya dia terpaksa meminta izin pergi lebih cepat."Maaf Bu, aku masih ingin berlama-lama disini, tapi sore ini aku harus melakukan operasi." Hanna berpamitan kepada ibunya."Begitulah kehidupan seorang dokter, Hanna. Kamu harus mengutamakan pasienmu terlebih dulu," ujar Clara sambil mengelus kepala Hanna.Pada saat yang sama Dante dan Ethan juga sedang berdiri di depan pintu, "Apakah kamu juga akan pergi?" tanya Dante pada Hanna."Iya, aku harus segera kembali ke rumah sakit, Ayah," jawab Hanna."Baiklah, mengemudilah dengan hati-hati," ujar Dante sambil memegang kepala Hanna."Iya, Ayah," jawab Hanna."Hmmm, Hanna.. ," tiba-tiba Ethan berbicara padanya."Ya, ada apa Tuan?" tanya Hanna."Apakah kamu pernah mendengar tentang Institut Penelitian Helms?" tanya Ethan.Mata Hanna berbinar ketika mendengar nama instit