Share

Istri Yang Menghilang
Istri Yang Menghilang
Author: Stefani

Menjadi Tawanan

"Ahh... hentikan.. aahh.. tolong hentikan!" tangis Hanna menggema lagi ketika pria itu berada diatasnya lagi memacu hasratnya yang seolah tidak ada habisnya.

"Berhenti? Haruskah aku berhenti? Apa kamu masih ingin melanjutkan untuk berpura-pura tidak mengingatku?" Aiden menggerakkan pinggangnya dengan kasar sehingga Hanna kesakitan.

"Tuan... aku mohon... aahh.. aku bukan Alena!"

Entah sudah berapa hari Hanna menjadi tawanan dan pelampiasan nafsu bejat pria ini yang bernama Aiden Bradley. Dia bahkan tidak dapat melihat terang dan gelap di tempat ini.

Bahkan tangan dan kakinya dirantai seperti hewan peliharaan.

"Aaggghh... sakiiittt...." Hanna berteriak kesakitan karena Aiden menggigit dadanya.

"Isteriku tersayang, sebegitu bencikah dirimu padaku sampai kamu harus merubah wajahmu dan berpura-pura tidak mengingatku Alena?"

"Sudah berapa kali kukatakan padamu, aku bukanlah Alena Hart. Namaku Hanna Miller huhuuuu...." Hanna berkata dengan putus asa sambil menangis.

Hanna tidak tahu, mengapa pria ini bersikeras bahwa dirinya adalah isterinya yang bernama Alena.

Pria ini entah berapa kali melakukannya kepada Hanna. Lagi dan lagi.. Hingga Hanna jatuh pingsan.

Beberapa hari yang lalu, dia masih menjalani hidupnya dengan baik-baik saja.

Dia diundang secara khusus sebagai pembicara pada seminar bertema 'bedah jantung' di sebuah rumah sakit terbesar di negara Valleta.

Ketika Hanna akan pulang kembali ke Amerika, di tengah jalan menuju bandara, tiba-tiba mobil yang dikendarainya dihadang sekelompok orang.

Dia dibawa dengan paksa ketempat ini dan berakhir seperti ini.

Dia memang tidak begitu mengenal pria bernama Aiden Bradley ini. Mereka hanya bertemu dengan singkat beberapa kali, pertama di acara jamuan makan malam ketika dia baru datang ke Valleta.

Dan kedua kali, ketika dia menghadiri seminar yang diadakan di rumah sakit itu.

Satu-satunya hal yang diketahui Hanna, Aiden Bradley adalah kepala keluarga Bradley, yang merupakan keluarga terkaya di Valleta. Keluarga Bradley juga merupakan pemilik rumah sakit terbesar.

Setiap kali bertemu, pria ini bahkan tidak banyak berbicara. Dia selalu berwajah dingin. Dia benar-benar tidak menyangka bahwa pria ini adalah seorang pria bejat, yang mengurungnya disini dan memperkosanya berkali-kali.

Ketika Hanna sadar dari pingsannya, Aiden melemparkan selembar kertas padanya.

"Apa ini?" Hanna melihat kertas itu dengan kebingungan.

"Bukti supaya kamu tidak dapat menyangkalku lagi," Aiden berkata sambil mendengus.

Hanna membaca hasil di lembaran kertas itu "DNA 99,99 persen cocok." dengan nama tertera Alena Hart disandingkan dengan Hanna Miller.

Mata Hanna membesar seketika.

"A.. apaa... ini.. .ini tidak mungkin!"

Aiden Bradley tertawa sambil mendengus kasar

"Entah mengapa, dari awal ketika aku bertemu denganmu, gerak gerik mu semua terasa familiar. Caramu berdandan, parfum yang kamu gunakan, bahkan menu makanan yang kamu pilih ketika makan juga sama. Meskipun dengan wajah yang berbeda, aku tahu itu kamu Alena."

"Hasil tes ini, keluar di hari aku akan pulang ke Amerika, bagaimana bisa?" pikiran Hanna terasa kosong.

"Aku menyuruh orang untuk mengambil sampel untuk uji DNA-mu diam-diam dari kamar hotel yang kamu tinggali," ujar Aiden sambil memainkan rambut Hanna dengan jarinya.

"Sekarang kamu tidak akan bisa lari dariku lagi Alena." Aiden mendekatkan wajahnya pada Hanna.

"Aku pun tahu bahwa kamu adalah 'dia'. Sungguh tidak menyangka, demi pergi dariku kamu merubah wajah dan identitasmu selama 2 tahun ini Alena Hart."

Hanna terlihat kebingungan, dia memang kehilangan ingatan. Tapi bagaimana mungkin orang tuanya membohonginya selama ini?

Dia melihat foto-foto keluarga yang ada di rumahnya, foto-foto dari sejak dia lahir hingga bertumbuh dewasa. Bahkan foto-foto ketika dia bersekolah semuanya ada di sana? Bagaimana hal seperti itu bisa direkayasa?

"Bagaimana itu mungkin? Tidak, aku adalah Hanna Miller. Tes DNA itu pasti salah, aku bisa membuktikan padamu bahwa aku adalah Hanna Miller. Lepaskan aku, akan aku bawa kamu kepada orangtuaku dan melakukan tes DNA kepada mereka juga."

"Lalu? Setelah aku melepaskanmu, kamu akan pergi dan melakukan operasi plastik lagi?" Aiden mencengkram rahang Hanna.

"Bahkan tanda lahir berbentuk hati di pinggangmu ini sudah lebih dari bukti cukup bahwa ini memanglah dirimu Alenaku sayang." Aiden kemudian melepaskan cengkeramannya pada rahang Alena.

"Mira! Kemari cepat!"

"Ya, Tuan!" ucap seorang wanita paruh baya yang bekerja sebagai kepala pelayan di rumah itu.

"Lepaskan rantainya, bersihkan dia dan dandani dia dengan layak sebagai 'Nyonya Bradley'. Bawa beberapa pelayan bersamamu agar dia tidak bisa kabur."

"Baik, Tuan Bradley" Mira berkata sambil menunduk hormat.

Kemudian Hanna dibawa keluar dari ruangan gelap itu.

Dia dibawa ke sebuah kamar besar yang isinya terlihat sangat mewah dengan desain interior ala klasik romawi. Di dalam kamar itu terdapat foto-foto pernikahan di dinding. Tampak foto-foto Aiden Bradley dengan seorang wanita dengan gaun pernikahan yang tampak sederhana, namun tetap menampakkan kecantikannya.

"Apakah dia Alena?" pikir Hanna.

Wajah wanita di foto itu memiliki fitur yang sangat halus dan dia terlihat polos, senyumnya terlihat indah menampakkan deretan giginya yang putih rapi dengan pipi yang merah merona seperti warna cahaya matahari yang terbenam.

Hanna menatap foto itu, "Bagaimana bisa aku adalah kamu? Wajah kita benar-benar berbeda," ucap Hanna dalam pikirannya.

Dia dimandikan dan didandani oleh para pelayan, sekarang dia tampak berbeda dengan penampilannya yang tampak kacau tadi.

Hanna adalah seorang gadis muda berusia 27 tahun. Wajahnya memiliki fitur yang tegas, bibirnya memiliki bentuk yang seksi dan menggoda, hidung lurus dan runcing, rahangnya sempurna dengan tulang pipi yang ramping.

Hanna sekali lagi menatap foto wanita yang berada di dinding kamar itu. Wajahnya terlihat imut, manis dan sorot matanya yang disertai senyuman terlihat polos dan penuh kelembutan. Hidungnya mungil dengan bibir yang tipis.

"Tidak mungkin aku adalah dia, fitur wajah kami sungguh jauh berbeda. Lagipula wajahku terlihat persis seperti fotoku dari sewaktu masih kecil hingga dewasa," Hanna bergumam meyakinkan dirinya.

"Iya, aku bukanlah dia. Ayah dan ibu terlihat sangat menyayangiku. Untuk apa mereka berpura-pura menyayangi seseorang yang asing dan bukan puteri mereka?"

Hanna berjalan menyusuri kamar yang luas itu mencoba melihat peluang dan segala kemungkinan cara untuk melarikan diri.

Meskipun telah dipindahkan ke kamar yang lebih baik jika dibandingkan dengan ruangan gelap tadi, tapi rantai itu dipasangkan kembali di tangan dan kaki Hanna. Bahkan kamarnya juga dikunci dari luar.

Air mata menetes di pipi Hanna.

"Ayah... Ibu... Aku merindukan kalian, hiks. Tolong selamatkan aku."

Ketika Hanna sedang membuka-buka sebuah lemari, matanya melihat sebuah harapan. Di dalam lemari itu ada beberapa jarum perak bertuliskan inisial 'AH' di permukaannya.

"Ini..hal yang paling kubutuhkan saat ini. Terima kasih Tuhan, terima kasih!" Hanna bersyukur dalam hati.

"Tapi milik siapa jarum ini? Mengapa benda ini bisa berada disini? Apakah inisial 'AH' ini artinya milik Alena Hart?"

"Tidak penting ini punya siapa, yang penting sekarang aku setidaknya melihat secercah harapan."

"Kletek!" pintu kamar kemudian terbuka oleh seseorang.

"Nyonya, sudah waktunya makan malam. Tuan Aiden sudah menunggu di meja makan."

Hanna berpura-pura meringis kesakitan. "Ssshhh... sakiitt... ini pedih sekali."

Mira yang melihat Hanna tampak kesakitan lalu merasa kasihan padanya. "Ada apa Nyonya?"

Hanna mengangkat tangan dan menunjukkan pergelangan tangannya kepada Mira. "Ini sakit Mira... Hiks... Bisakah kamu memberikanku kotak obat darurat?"

"Tentu saja, Nyonya, sebentar kuambilkan."

Tidak berapa lama kemudian, Mira telah membawakan kotak obat darurat untuk Hanna. "Ini obatnya, Nyonya."

"Terima kasih, Mira" ucap Hanna sambil menerima kotak obatnya.

Kemudian Hanna membuka kotak obat tersebut dan terlihat bingung.

"Ada apa, Nyonya?"

"Mira, bisakah kamu membuka kunci rantai ikatanku ini sebentar? Aku kesulitan mengoleskan obatnya jika sambil terikat begini."

"Tapi, Nyonya, aku takut Tuan Aiden akan marah jika ketahuan."

"Aku berjanji ini hanya akan sebentar saja Mira. Kumohon...." ujar Hanna sambil berusaha meyakinkan dengan wajah memelas.

Mira tidak tega dan kemudian dia menyetujuinya "Baiklah, sebentar saja ya Nyonya."

"Iya, aku berjanji."

Setelah ikatannya terbuka, Hanna mengobati pergelangan tangannya dan berpura-pura menjatuhkan sesuatu.

Mira dengan sigap mengambil benda yang dijatuhkan Hanna.

"Ini Nyo....nya..." Mira seketika jatuh pingsan tidak sadarkan diri.

"Maafkan aku, Mira."

Hanna kemudian mencabut jarum perak yang digunakan untuk menusuk area belakang telinga Mira.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status