Satu bulan berlalu.
Vhena sudah sangat bosan dengan kegiatannya di rumah yang hanya menonton televisi dan short videos di ponsel pintarnya. Rasanya ingin sekali ia mencari hal baru agar tidak bosan di rumah.Semenjak kejadian lipstik dengan pemilik gaib itu, ia tak lagi menemui Yuda ke kantor. Ia tidak ingin berprasangka buruk pada suaminya dan sekretarisnya yang bernama Jheni itu."Mas, kamu mau kemana lagi? Ini kan sudah malam," tanya Vhena, melihat suaminya yang berpakaian rapi hendak keluar rumah."Aku ada perlu dengan Bimo," jawab Yuda singkat."Kamu baru saja pulang loh, Mas,""Ya memangnya kenapa? Ini urusan penting, Vhena," ujar Yuda dengan nada tegas."Bukan begitu. Jika penting kenapa tadi tidak diselesaikan sekalian sebelum pulang?""Sudahlah, aku pergi dulu. Aku akan pulang besok." Vhena menganga mendengar perkataan suaminya. Satu bulan terkahir Yuda sangat sering meninggalkannya sendirian hingga larut, bahkan tidak pulang. Yuda sudah jarang kembali ke rumah.Pekerjaanlah yang menjaditamengnya. Ia menganggap Vhena tidak paham mengenai bisnis. Vhena mencegahnya, akan tetapi lelaki itu berjalan cepat dan langsung masuk ke dalam mobil. Mengendari mobilnya dengan kecepatan tinggi hingga membuat Vhena tidak bisa berbuat apapun."Kenapa sekarang kamu berubah, Mas?" gumam Vhena. Ia menitikan air mata lantaran sedih melihat suaminya yang tak sehangat dulu.Vhena kembali ke kamar. Ia menatap bingkai foto yang ada di nakas. Fotonya bersama sang suami sedang bertatapan dan tersenyum lebar memakai gaun pengantin. Saat itu mereka sangat bahagia. Vhena teringat masa-masa diawal pernikahan mereka. Yuda sangat menyayangi dan mengasihinya. Tanpa sadar, bulir bening menetes mengenai kaca pada bingkai foto tersebut.Vhena mengusapnya dengan lembut. "Mas Yuda, ada masalah apa dengan hubungan ini? Ada masalah apa denganku hingga sekarang kau bersikap seolah tak membutuhkanku lagi."***Vhena terbangun dari tidurnya. Kini ia sudah terbiasa bangun tidur tanpa ada suaminya. Ia langsung beranjak bangkit untuk membersihkan diri. Setelah menyiapkan makanan, Vhena berniat untuk mengirimkan bekal pada Yuda.Vhena tidak akan tega jika ia bisa makan enak, tapi suaminya di luar sana bekerja keras hingga jarang pulang, entah makan atau belum. Vhena hanya ingin tetap menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri meskipun dari kejauhan."Mas, tolong antarkan ke kantor ya. Seperti biasanya, untuk Mas Yuda." Vhena menitipkan bekal makanan untuk Yuda kepada driver langganan."Baik, Mbak Vhena. Pesanan akan mendarat dengan aman," balas driver.Kurir itu mengendarai motornya sambil bersolek, serasa hari itu ia mendapatkan banyak orderan. Beberapa saat kemudian ia akhirnya sampai dan langsung mendapati Hasan di sana, tidak memakai seragam."Haih .. Bekal untuk pak Yuda lagi?" tanya Hasan yang sudah hapal dengan kurir driver tersebut."Betul, apa pak Yudanya ada?" jawab kurir kemudian bertanya."Kau tidak lihat kantor sedang tutup?" tanya Hasan."Kau ini kenapa sih, datang disaat kantor tutup dengan berdalih bekal untuk pak Yuda?" imbuhnya kesal, lantaran kurir driver tersebut mengantarkan bekal makanan lebih sering pada saat kantor tutup."Loh, maaf saya hanya mengirim pesanan dari Mbak Vhena, Pak," jawab kurir heran."Sudah, bawa saja kembali bekal itu pada Bu Vhena. Saya juga ingin pulang, ke sini hanya untuk mengecek saja," ujar Hasan kemudian pergi mengendarai motornya.Seperti biasa driver tersebut menelpon Vhena. Akan tetapi kali ini tidak diangkat. Langsung saja ia berniat untuk mengantarkan kembali ke rumah Vhena.*Sementara dilain sisi. Vhena kini sedang mengendarai motornya seorang diri. Bosan karena terlalu sering berada di rumah, ia berniat untuk mengunjungi rumah orang tuanya. Tapi di perjalanan tiba-tiba kepalanya terasa pusing. Hampir saja dirinya terhutung jatuh dari motor, dengan cepat Vhena menepikan motornya dan beristirahat duduk di trotoar jalan. Vhena memijat kedua dahinya dengan perlahan, berharap rasa pusingnya mereda."Mbak, ada apa?" tiba-tiba Vhena mendengar suara seorang laki-laki yang memanggilnya. Dengan spontan ia pun mendongakkan kepalanya. Ada rasa sedikit kaget kala ia melihat laki-laki yang tidak asing, yaitu kurir driver langganannya."Loh, Mbak Vhena. Mbak kenapa?" tanya kurir."Enggak, saya cuma sedikit pusing saja." Vhena menjawab sambil berusaha berdiri. Tetapi rasa pusingnya membuat kepalanya sedikit berputar dan keseimbangan tubuhnya berkurang.Kurir tersebut dengan sigap menangkap tubuh Vhena yang hampir saja terjatuh. "Maaf," ujar kurir itu karena merasa tidak enak. Vhena hanya tersenyum simpul."Apa perlu saya antar ke rumah sakit?" tanya kurir."Tidak usah. Oh iya, bagaimana bekal suami saya tadi? Apakah sudah sampai kantor?" jawab Vhena kemudian bertanya."Oh, ini bekalnya, Mbak. Mohon maaf, pak Hasan bilang kantor tutup. Beliau bahkan tidak memakai seragamnya, tadi juga hendak pulang," kurir menjelaskan sembari mengembalikan bekal tersebut pada Vhena.Vhena tampak sedih. Ia menerima pengembalian bekal tersebut dengan berat hati. Ini kali pertamanya kurir itu mengembalikan bekal suaminya. Akan tetapi, ini bukan pertama kalinya kurir tersebut terkecoh dengan tutupnya kantor, padahal Yuda sudah berpamitan untuk bekerja.Entah pekerjaan apa yang sebenarnya Yuda kerjakan, dan dimana ia bekerja. Kenapa kantornya kini menjadi sering tutup. "Ya sudah, kalau begitu terimakasih banyak," ujar Vhena."Namaku Fikri," kurir tersebut memperkenalkan namanya dengan mengulurkan tangan. Vhena hanya tersenyum.Vhena kembali menaiki motornya dan hendak melanjutkan perjalanan ke rumah orang tuanya. Tetapi, kepalanya kembali terasa pusing dan berputar. Kurir itu lantas kembali membantunya. "Mbak maaf, apa perlu saya antarkan pulang saja?" tawar kurir."VHENA!" suara bariton tiba-tiba terdengar kencang dibarengi dengan suara pintu mobil yang ditutup kencang. Vhena dan kurir itu pun spontan menoleh ke arah sumber suara secara bersamaan."Mas Yuda," gumam Vhena lirih, tapi masih bisa terdengar oleh kurir disampingnya. Kurir itu langsung melepaskan tangannya yang menopang tubuh Vhena saat mendengar gumaman lirih itu. "Maaf," ujarnya."KURANGAJAR!" Yuda langsung mengamuk, memberikan bogem mentah kepada kurir yang tidak bersalah itu."Mas, hentikan!" teriak Vhena.Vhena berusaha memisahkan dua lelaki yang sedang bergelut, tapi Yuda tidak lekas menghentikan tangannya yang semakin melukai wajah Fikri. Lelaki yang berstatus sebagai kurir driver tersebut tidak melakukan perlawanan. Tanpa mereka sadari, Vhena tiba-tiba saja jatuh pingsan akibat rasa pusingnya yang semakin menjadi."VHENA!" pekik Yuda yang menyadari Vhena sudah pingsan di belakangnya. Gegas Yuda membawa sang istri ke dalam mobil dan meninggalkan Fikri beserta motor Vhena di sana.*Di IGD, Vhena sedang ditangani oleh dokter. Yuda menunggu sambil duduk di kursi besi yang ada di depan ruang IGD tersebut. Ponselnya berulang kali berdering. Gundiknya senang sekali menganggunya, meminta seluruh waktu Yuda untuknya. Karena kesal Yuda lantas menjawab panggilan yang terus terulang itu."Ada apa, Jheni?" tanya Yuda dengan nada gusar, melewati panggilan telepon."Mas, bisa tidak kau tidak marah-marah? Nanti malam kita lanjutkan lagi," ujar Jheni."Istriku sedang di rumah sakit. Kau jangan mengganggu ku dulu. Masalah tadi kita bahas nanti setelah aku tahu keadaan Vhena," ucap Yuda. Panggilan pun dimatikan secara sepihak.Sementara dilain sisi, Jheni bergumam "Menyusahkan saja wanita itu. Pakai acara sakit segala." Di IGD dokter memanggil Yuda dan memberitahu kondisi Vhena."Anda suaminya?" tanya dokter."Betul. Bagaimana kondisi istri saya? Dia sakit apa?" tanya Yuda yang sedikit terlihat panik."Istri anda tidak sakit. Dia sedang hamil,""APA? HAMIL?!"Parkiran Malam dan Sisa KeheninganUdara malam lembap, langit masih menyisakan warna biru tua di antara lampu-lampu kota yang berpendar. Restoran mulai sepi, hanya tersisa beberapa mobil di area parkir.Vhena berjalan di belakang Yuda, langkahnya pelan. Tumit sepatunya terdengar beradu lembut dengan lantai semen yang dingin. Ia menggenggam tas erat-erat, sementara pikirannya masih tertinggal di meja makan yang terasa terlalu sunyi tadi.Yuda menekan tombol kunci mobil, bunyi “klik” kecil terdengar.Ia tidak menoleh.Tidak mengulurkan tangan, tidak menunggu. Seolah jarak mereka kini bukan hanya beberapa langkah, tapi sudah dunia yang berbeda.Namun ketika Vhena hendak membuka pintu sendiri, Yuda tiba-tiba menahannya. Tangannya menahan pintu mobil.“Biar aku,” katanya pelan, nyaris tanpa ekspresi.Vhena terdiam sejenak. Sekilas, ia menangkap tatapan yang dulu begitu ia kenal, hangat dan teduh tapi kali ini kosong. Ia hanya mengangguk, lalu masuk ke dalam.Beberapa menit mereka diam di d
Malam mulai turun di langit kota, perlahan mengganti sisa cahaya jingga di balik jendela besar ruang direktur. Lampu-lampu di Wiratama Corporation mulai dimatikan satu per satu, menyisakan sinar redup dari lantai delapan, ruangan Yuda.Sejak sore, Vhena masih di sana. Duduk di sofa panjang di sudut ruangan, memperhatikan Yuda yang sibuk menatap layar, menandatangani dokumen, mengangkat telepon, dan berbicara singkat dengan tim bawahannya. Dia nyaris tidak menyapanya sejak tadi. Hanya menatap, seperti orang asing yang sedang mengingat wajah seseorang yang dulu sangat dekat dengannya.Yuda berbeda.Caranya berbicara kini lebih datar, caranya duduk pun tak lagi rileks di dekatnya seperti dulu.Sementara Vhena, kehamilan muda membuat tubuhnya cepat lelah, tapi yang paling terasa adalah perubahan di hatinya, mudah tersentuh, mudah merasa sepi.“Sudah selesai, Mas?” suara lembutnya memecah keheningan.Yuda baru saja menutup map tebal dan menaruh pulpen di meja.“Sudah,” jawab Yuda tanpa ban
Udara siang di depan gedung kantor itu terasa berat. Panas matahari memantul dari dinding kaca tinggi, membuat helm yang masih menempel di kepala Fikri terasa seperti tungku kecil. Ia turun dari motor, menenteng tas kain kecil berisi bekal, seperti biasa. Nama yang tertulis di nota pengantaran. “Untuk: Bapak Yuda Pradipta, Direktur Utama, Lantai 8.” Sudah hampir dua bulan ia rutin menerima pesanan itu dari Vhena. Dan setiap kali, ia selalu merasa ada sesuatu yang berbeda dari cara perempuan itu menitipkan bekal, selalu dengan nada lembut, kadang disertai senyum kecil yang kelihatan dipaksakan. Fikri menatap tas kain itu sebentar sebelum masuk ke lobi. “Siang, Mas Fikri.” Satpam yang sudah akrab, Pak Hasan, menyapanya. “Siang, Pak. Ini buat Pak Yuda, seperti biasa.” “Wah, istri setia ya. Tiap hari nggak pernah lupa.” Fikri tersenyum kecil. “Iya, Pak. Orang baik, Mbak Vhena itu.” "Langsung ke ruangan saja, pak Yuda ada di dalam," ucap pak Hasan. Fikri masuk. Ia kemudi
Lampu kamar hotel itu temaram, hanya tembaga kekuningan yang memantul di dinding. Asap rokok yang baru setengah padam di asbak masih mengepul pelan, menyatu dengan aroma tubuh dan parfum mahal yang samar. Di balik selimut putih itu, Yuda diam menatap langit-langit. Dada telanjangnya naik turun pelan, bukan karena lelah, tapi karena pikirannya yang tidak berhenti berputar.Jheny, wanita dengan rambut hitam terurai dan bahu polos yang bersandar di dadanya, memandangi wajah Yuda dengan pandangan samar. Ada sesuatu di mata laki-laki itu malam ini, bukan hanya amarah, tapi juga luka.“Kamu tumben, Mas,” bisik Jheny, jemarinya menggambar-gambar garis di kulit Yuda. “Kenapa nggak mau pulang?”Yuda menarik napas panjang, matanya tetap kosong menatap ke langit-langit. “Istriku hamil.”Jheny terlonjak kecil, suaranya meninggi refleks. “Hamil?!”“Iya.” nada Yuda datar, seperti ucapan yang sudah kehilangan rasa. “Tapi aku yakin itu bukan anakku.”Suasana kamar tiba-tiba berubah hening. Hanya terd
"APA? HAMIL?!" pekik Yuda. Ia sedikit tak menyangka jika istrinya hamil. Berarti progam hamilnya berhasil. "Betul, Pak. Dari hasil USG usianya kini sudah memasuki 7 minggu," jelas dokter kandunga yang memeriksa kondisi Vhena. Yuda kemudian masuk ke ruang IGD tempat Vhena di rawat. "Ini tidak mungkin terjadi, Vhena," ujar Yuda langsung saat tahu Vhena sudah sadar. "Maksud Mas Yuda apa?" tanya Vhena bingung. Rupanya dokter itu belum memberitahu Vhena. "Kau hamil, dan usianya sudah 7 minggu. 2 bulan kurang 1 minggu." Yuda menjelaskan sambil memberikan foto hasil USG Vhena. Wanita itu pun menerima foto tersebut dan tersenyum memandangnya. Ada sebuah lingkaran kecil di dalam foto tersebut, dan di dalam lingkaran itu terdapat sebuah gambar yang lebih kecil lagi. Vhena rasa itu adalah calon janinnya. "Jelaskan padaku?!" ujar Yuda dengan nada marah. "Jelaskan apa, Mas? Ini kan yang kamu mau?" tanya Vhena dengan mata yang berkaca-kaca karena terharu. "Aku tidak lagi menyentuhmu. Bagaiman
Satu bulan berlalu. Vhena sudah sangat bosan dengan kegiatannya di rumah yang hanya menonton televisi dan short videos di ponsel pintarnya. Rasanya ingin sekali ia mencari hal baru agar tidak bosan di rumah. Semenjak kejadian lipstik dengan pemilik gaib itu, ia tak lagi menemui Yuda ke kantor. Ia tidak ingin berprasangka buruk pada suaminya dan sekretarisnya yang bernama Jheni itu. "Mas, kamu mau kemana lagi? Ini kan sudah malam," tanya Vhena, melihat suaminya yang berpakaian rapi hendak keluar rumah. "Aku ada perlu dengan Bimo," jawab Yuda singkat. "Kamu baru saja pulang loh, Mas," "Ya memangnya kenapa? Ini urusan penting, Vhena," ujar Yuda dengan nada tegas. "Bukan begitu. Jika penting kenapa tadi tidak diselesaikan sekalian sebelum pulang?" "Sudahlah, aku pergi dulu. Aku akan pulang besok." Vhena menganga mendengar perkataan suaminya. Satu bulan terkahir Yuda sangat sering meninggalkannya sendirian hingga larut, bahkan tidak pulang. Yuda sudah jarang kembali ke rumah. Peker