Share

Gagal

Author: Nona Kirei
last update Last Updated: 2021-04-26 11:20:07
Bram mulai membuka handuk kimono yang dipakai oleh Naila, kini ia terlihat mengenakan gaun malam pendek  warna merah menyala dan transparan membuat hasrat Bram semakin liar. 

Bram mulai mencumbu tiap inci bagian tubuh Naila yang molek, tidak perlu ia singkap karena tubuh molek itu telah terlihat karena baju malam transparan yang ia kenakan. Tangan Bram mulai menarik tali yang yang melilit sebagai kancing penutup, terlihat sudah kini punggung putih Naila yang membuat Bram semakin tidak karuan. 

"Ah, sial! Panas lagi!" keluhnya karena pada saat itu listrik mati sehingga AC pun tidak dapat berfungsi. 

Bram meninggalkan tubuh Naila, ia membuka jendela kamar. Terasa semilir angin malam yang menerpa tubuhnya yang memang terasa panas. Bagaimana tidak, dengan degup yang semakin tidak karuan ia harusnya mulai menikmati indahnya malam pertama malah terjadi tragedi mati lampu yang membuatnya kepanasan saat itu. 

Bram meraih segelas minuman sirup berwarna biru yang telah Naila siapkan sebelum mereka hendak bercumbu. 

Tak disangka, satu gelas sirup itu telah raip dalam beberapa tegukan saja. Semuanya telah berpindah pada perut lelaki itu. Naila membulatkan mata, ia tidak menyangka bahwa akhirnya Bram meminum sirup itu tanpa ia minta. 

Dari tadi suruh minum, tidak diminum-minum. Sekarang tidak disuruh malah ia habiskan, batin Naila yang masih menutup beberapa bagian tubuh yang telah terbuka. 

Setelah beberapa saat, Bram pun kembali mendekati Naila dan membiarkan jendela itu tetap terbuka. 

"Ayo, layani aku dengan baik," pintanya yang kini mulai kembali mencumbu Naila. 

Ah, kenapa obatnya tidak bereaksi? Batin Naila.

Bram mulai mencumbu leher Naila yang membuat wanita itu semakin risih kala bibir Bram menempel di lehernya. Ingin sekali ia melepaskan diri dari sentuhan bibir Bram, tapi bagaimana? 

Tiba-tiba saja Bram mengeluh kepalanya sakit, ia melepaskan pelukan dan cumbu mesra itu dari tubuh Naila. Bram terlihat kesakitan, ia memegangi kepalanya kemudian berbaring tanpa daya di atas ranjang king size miliknya. 

Naila mulai sedikit bernapas lega, ia memperhatikan Bram yang kini sudah tak berdaya dengan mata terpejam.

"Om, Om?" Naila mencoba membangunkan. "Yes! Akhirnya dia tertidur," ucap si pemilik bibir seksi itu. 

Naila bergegas menuruni ranjang kemudian cepat-cepat ia mengambil baju yang lebih tertutup. Saat itu juga, Naila duduk di sofa panjang warna cream yang ada dalam kamar. 

"Besok Om Bram marah nggak, ya?" Naila bergumam. "Tapi bodo amatlah, yang jelas malam ini aku sudah selamat darinya." Naila menarik selimut dan berbaring di sofa.

** 

Matahari mulai menelusup jendela kamar, warna kuning keemasannya kini telah memasuki rongga ventilasi kamar yang bernuansa putih. Parahnya, Naila tidur terlalu pulas, sehingga Bram lah yang lebih dulu bangun pagi itu. 

Bram membuka mata, tubuhnya sudah terasa hangat walaupun ia hanya memakai kaos dalam saja. Mata itu pun kini terfokus pada gundukan selimut yang menutupi tubuh seorang wanita. Bram menghampiri. 

"Kenapa dia tidur di sini?" Bram sedikit terlihat bingung. "Bukankah semalam aku dan dia itu bercumbu? Ah tidak, aku malah ketiduran. Aku tidak mengingat apapun akan hal itu, yang aku ingat hanyalah ketika mencumbu leher Naila saja."

Bram masih penasaran kenapa ia dapat tertidur malam itu padahal hasratnya sudah tak terbendung lagi. Ia ingin merasakan tubuh molek istrinya. 

Istri? Ah, dia tidak jauh seperti seorang budak yang dijual padaku, batin Bram sambil melihat wajah istrinya yang masih terlelap. 

Bram masih dengan hasrat yang membara, ia mulai menyingkap selimut yang menutupi tubuh indah Naila. 

"Om mau apa?" spontan, mata Naila membulat. Ia berusaha menarik selimut yang Bram pegang. 

"Aku ingin melakukan itu padamu, lakukanlah sekarang karena kau sudah resmi menjadi suamimu!"

"Tapi, Om--"

Tanpa ada aba-aba, Bram langsung menutup bibir indah itu dengan bibirnya. Bram memperlakukan hal itu dengan lembut tetapi bagi Naila semua itu terasa sia-sia, karena ia merasa terpaksa. Bram mulai membuka kancing kemeja yang melekat di tubuh Naila. Satu persatu telah terlepas dan tangan itu tinggal menyingkap saja kemeja yang ia kenakan dan lelaki itu akan disuguhkan kemolekan dari tubuh istrinya saat ini juga. 

"Tuan, maaf. Tuan Bram, ada telepon dari kantor," suara pembantu dari luar kamar. 

"Tolong bilang padanya, nanti lagi telponnya, tidak tau waktu sekali!" gerutunya kesal.

"Tapi Tuan, katanya penting."

"Bilang padanya ini masih pagi!" teriak Bram dalam kamar. Padahal, waktu telah menunjukkan jam sepuluh yang harusnya dua jam tadi ia sudah ada di kantor. 

"Maaf , Tuan, urgent! Katanya ada kebakaran dalam perusahaan."

"Apa?"

Bram segera melepaskan Naila. Lagi-lagi malam pertamanya harus gagal karena berbagai alasan. Mulai dari tragedi mati lampu hingga kebakaran di Kantornya pagi ini. 

** 

Bram melesat membawa mobil dengan kecepatan tinggi. Benar saja, di sana api masih berkobar makin membesar, bahkan hampir melahap semua bangunan dan seluruh isi yang ada di kantor tersebut.

"Bagaimana hal ini bisa terjadi?" tanya Bram pada secutiry di sana. 

"Anu, pak, terjadi konsleting listrik."

Aset perusahaan Bram di kantor itu hampir habis terlalap si jago merah. Tetapi itu bukan masalah besar untuknya, karena perusahaan Bram tumbuh pesat di mana-mana. Hampir dua jam berlalu, api baru dapat dipadamkan. 

Ia memerintahkan untuk segera membangun perusahaan itu kembali. Bukan hal yang sulit untuknya kembali membangun perusahaan, karena pundi-pundi uang selalu mengalir ke rekeningnya bak air sungai. 

Arghhh! Sial! Hanya karena hal ini aku tidak mendapatkan malam pertamaku dengan Naila, tapi kenapa malam itu aku tiba-tiba saja mengantuk? Bahkan aku tertidur pulas setelah meminum sirup yang tersaji di nakas kamar. Apa mungkin Naila menaruh sesuatu di gelas itu? Batin Bram penuh tanya. 

Ia mengingat setiap kejadian pada malam pertamanya yang gagal. 

"Iya, aku yakin. Yakin sekali setelah minum sirup itu kemudian kepalaku pusing dan hanya ingin tidur kala aku sedang mencumbu Naila. Aarrggghh Naila, kau mau bermain-main denganku rupanya!"

*** 

Naila kembali ke kampus, setelah ia pulang ke rumahnya untuk membawa baju-baju yang belum sempat ia bawa. 

"Woy!" sapa Niken kala Naila hendak berjalan ke kelasnya.

"Ish! Kak Niken ngagetin aku saja," ucap gadis cantik bermata indah. 

"Gimana malam pertamanya? Lancar?" goda Niken sambil menyikut tangan Naila. 

Naila tersenyum. Ia teringat akan segala kejadian yang hendak menimpanya, untung saja Bram akhirnya meminum sirup yang ia hidangkan waktu itu. 

"Haha ... tapi hati-hati, itu bukan akhir, Nai. Bisa saja suami lu melakukan hal yang sama." Niken mengingatkan. 

Naila mengangguk, "Aku sudah beli pil KB, Kak. Aku pasrah kalau memang hal itu terjadi karena memang ini kewajibanku saat ini. Hanya saja, aku belum siap dapat keturunan dari lelaki yang tidak kucintai bahkan, dia pun mungkin merasakan hal yang sma denganku karena pernikahan kami bukanlah pernikahan impian," lirih Naila yang membuat Niken terenyuh. 

"Sabar, ya, Nai." Niken hanya bisa mengusap pundak Naila, ia mencoba memberi support untuk sahabatnya. 

Naila menghapus air mata, gadis ini memang tidak berdaya. Ia begitu penurut dan sikap terlalu kasihan akan orang lain yang membuatnya lemah. 

"Nai, selamat, ya?"

Tiba-tiba saja tangan seorang laki-laki terulur untuknya. Naila yang sedang tertunduk pun akhirnya mendongak. "Kak Andri?"

Andri tersenyum walau ada sedikit sesal karena perasaannya tidak tersampaikan kala itu. Rasa sesal memang selalu datang belakangan, hal itulah yang kini Andri rasa. Merasa kehilangan walau belum pernah memiliki. Bagaimana bisa? Entah, tetapi hal itu yang sedang Andri rasa saat ini. 

"Selamat atas pernikahanmu," ujar Andri memperjelas. 

Naila meraih uluran tangan Andri, "Makasih, Kak," jawab Naila bersuara lirih. 

"Aku masih boleh bersahabat denganmu 'kan?" tanya lelaki itu walau sedikit ragu. 

"Tentu, Kak."

Obrolan mereka tidak berlangsung lama karena saat itu jam kampus telah dimulai. Naila berjalan ke kelasnya, begitupun dengan Andri. Sementara Niken hanya mengelus dada, merasa kasihan terhadap mereka. Terutama Andri, sahabatnya yang mempunyai perasaan lebih terhadap Naila. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Yang Tersakiti   Ranjang Membara

    "Halo Pak, saya ingin membuat laporan. Tolong tangkap orang ini yang sudah melakukan penganiayaan dan percobaan pemerkosaan terhadap istri saya. Posisi kami ada di Jalan Kenanga nomor 30," ujar Bram dalam sambungan ponselnya. Ponsel itu kemudian ditutup dan Bram meletakkan ponselnya di meja, tepatnya ada di samping Naila. Bram mengusap lembut pucuk kepala sang istri, yang ada dalam pikirannya saat ini adalah menyesal. Menyesal karena dia tidak mempercayai ucapan dari istrinya, dia terlalu percaya dengan apa yang dilihat oleh matanya. Naila masih terdiam, Bram menggendong tubuh gadis itu kemudian memasukannya dalam mobil. Cukup lama Bram menunggu pihak polisi datang. Hingga akhirnya satu mobil bersirine lengkap dengan beberapa lelaki berpakaian gagah keluar dari mobil. "Siang, Pak. Apa Bapak yang tadi mengisi laporan dalam sambungan telepon?" ujar salah seorang dari mobil bers

  • Istri Yang Tersakiti   Trauma

    Bel rumah berbunyi.Asisten rumah tangganya pun segera berlari ke pintu depan. Di rumah sepi, hanya ada asisten rumah tangga Bram. Sedangkan Naila dan sopir pribadinya sudah berangkat setengah jam yang lalu untuk menemui Bram.Pintu terbuka.Mata asisten rumah tangga itu membulat, seperti terhipnotis dirinya hanya mematung dan untuk mengucap satu kata pun bibirnya terasa kelu."Bibi kenapa?" ujar Bram sambil melambaikan tangan tepat di depan wajah asisten rumah tangganya."Tu-tuan Bram?" katanya dengan nada terbata."Iya, ini saya, Bram. Bibi kenapa, sih? Seperti melihat setan saja," ujar Bram yang merasa heran ketika melihat asistennya."Bu-bukannya Tu-Tuan Bram Kecela-kaan?" kata yang semakin terbata terucap dari bibir pembantunya."Wh

  • Istri Yang Tersakiti   Kecelakaan

    Timbul kecemasan pada Naila karena hingga jam sebelas siang, suaminya belum juga pulang. Dia mulai menghubungi Bram tapi sayang ponselnya tidak aktif. Gadis itu mulai membuka lemari untuk mengambil baju ganti. Tiba-tiba saja Naila mendengar deru mesin mobil yang memasuki halaman rumah yang luas dengan rumput yang hijau. Wanita itu berlari ke arah jendela, dia melihat kalau suaminya sudah sampai di rumah. Dengan perasaan senang, gadis itu meraih cincin yang ada dalam sebuah kotak merah, kemudian berlari untuk menemui Bram. "Om Bram?" sapa Naila dengan senyum manis dan binar mata bahagia. "Kenapa kamu?" tanya Bram ketus. "Mari, kita makan, Om. Pasti Om Bram belum sarapan, kan?" Naila masih bersikap manis walau Bram masih ketus dan sombong. Lelaki itu pun berjalan berdampingan denga

  • Istri Yang Tersakiti   Club Malam

    Bram menghabiskan malam di club, kerlap-kerlip lampu dalam ruangan gelap memberikan kesan ceria walau tidak dengan hatinya. Dentum musik yang kuat mengalihkan perasaan Bram yang kini telah kalut. Dia masih mengira kalau Naila berselingkuh, sama seperti mantan kekasihnya.Satu gelas minuman beralkohol larut membasahi kerongkongannya yang haus karena luapan emosi yang mendalam. Gelas demi gelas alkohol kini telah menguasai tubuh dan pikirannya. Bram kini sudah tidak sadarkan diri, bahkan ketika club hendak tutup, Bram masih sulit untuk meninggalkan tempat itu, walaupun beberapa kali pelayan di sana telah menyuruhnya pulang."Rese banget sih, ni orang!" keluh salah satu pelayan club."Sabar, dia memang sering seperti ini. Kita coba tunggu saja dulu sambil menunggu waktu tutup club," ujar pelayan yang sudah mengetahui kebiasaan Bram.Mereka tidak berani kasar terhadap Bram, karena lelaki in

  • Istri Yang Tersakiti   Masa Lalu

    "Kenapa aku di sini?"Naila yang heran ketika dia terbangun sudah ada di tempat tidur. Matahari pun telah bersinar cerah, tetapi tidak dengan Naila. Gadis itu belum menjelaskan inti permasalahan itu pada suaminya.Tiba-tiba saja pintu kamar terbuka dan terlihat sesosok pria bermata elang. Sorot mata tajam yang terkadang membuat Naila merasa takut. "Om Bram?" gumamnya kala lelaki itu mendekatinya."Apa yang kamu mau katakan padaku? Hingga kamu rela tidur terduduk di sofa seperti itu, hah?" tanya Bram yang kini duduk di tepi ranjang."Em, itu--masalah kemarin, Om salah paham," ujar Naila."Salah paham gimana?""Sebenarnya aku--" Kata itu terputus saat dering ponsel Bram berbunyi."Sebentar," ujar lelaki itu kemudian meraih ponsel yang ada di nakas.

  • Istri Yang Tersakiti   Salah Paham

    Baru juga beberapa detik Bram menyaksikan tangan Naila digenggam laki-laki lain, dia sudah terbakar cemburu. Dia langsung tancap gas, melesat meninggalkan Naila."Aargghh! Sialan! Ternyata kelakuan dia seperti itu di belakangku!" umpatnya sambil memukul stir mobil, "sial, sial, siaaall!!!"Dengan kecepatan tinggi, Bram melesatkan mobilnya menuju rumah. Hatinya sungguh geram ketika melihat Naila. Baru digenggam saja, Bram sudah marah seperti itu. Bagaimana kalau dirinya menjadi Naila? Bram tidak berpikir kalau dirinya pun bersikap seperti itu, bahkan sangat jauh dari itu. Bram sudah tidur dengan perempuan lain dan bukan hanya satu. Apa dia tidak bisa memposisikan dirinya sebagai Naila?Sesampainya di apartemen, Bram langsung masuk ke kamar lalu membanting pintu dengan kasar. Tubuh jangkungnya kini sudah terhempas di ranjang. "Aarrgghhhh!"Bram berusaha memejamkan mata, tetapi lelaki itu tidak dapat tidur. Bagaimana bisa, yang ada dalam pikira

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status