Suara maskulin berat itu tidak akan pernah terlupakan. Bertahun tahun lalu, suara itu memenuhi mimpi-mimpi indahnya dengan kegembiraan. Kemudian, suara itu memenuhi mimpi-mimpi buruknya.Sekarang, hari ini, hatinya hancur berkeping-keping. Segala sesuatu dalam dirinya membeku. Waktu berhenti. Napasnya tersendat. Jantungnya berhenti berdetak.Tak sampai sedetik kemudian, hidup kembali dimulai. Mengarahkan tatapan dingin pada pria yang berdiri di hadapannya. “Je crois que vous vous trompez.” (Kurasa Anda salah orang)...Daren Grissham memandang wanita cantik yang menatapnya dengan kesal lewat mata hijau cemerlang. Wanita ini sama sekali tidak mirip dengan Sylvia. Betapa bodohnya ia karena menganggap sebaliknya.Wanita ini meski memesona takkan pernah sama dengan kecantikan polos Sylvia. Dengan rambut panjang pirang kemerah-merahan, mata bagaikan kaca hijau bening, hidung aristokratis dan dagu lancip lembut, makhluk memikat ini menyerukan kedewasaan, sikap acuh tak acuh dan pengalaman.
Menjauhkan makanan yang baru di makannya setengah, Claire meletakkan tangannya yang langsing di atas taplak meja putih yang indah serta menyentuh tangan maskulin yang terawat. “Senang sekali melihatmu lagi.”Anthoni Larue mengangkat tangan Claire san mendekatkan ke mulutnya. “Sayangku, Claire. Aku sangat merindukanmu. Katakan yang sebenarnya. Bagaimana keadaanmu?”Ujung jari Claire membelai kulit Anthoni yang lembut saat ia menjauhkan diri. Kembali bersandar ke kursi nya, ia mengibaskan rambut ke balik bahu. Perasaan menang menerpanya saat tatapan panas Anthoni mengikuti gerakan feminin itu, gairah menggelapkan matanya.“Minggu lalu memang berat, tapi kami bertahan. Danny sepertinya sangat kesakitan, tapi para dokter menyakinkanku kondisinya belum berubah. Tentu saja, Anthoniku sangat kuat, sangat berani, ia tak akan pernah memberitahuku jika ia benar-benar kesakitan.” Air mata muncul di mata Claire. Hanya sedikit untuk membuat matanya berkilau, terkesan lebih bercahaya.“Oh, sayangku
Claire memasuki gedung tak mencolok yang menjadi kantor Won and Run Enterprises di Paris. Berada di antara kantor asuransi kecil dan toko kue sederhana. WNR terlihat seperti agen perjalanan tak terawat dan tak terlalu sukses. Agen perjalanan itu memiliki dua orang karyawan tetap, dan orang malang yang melewati pintu repot dengan cat terkelupas untuk mencari bantuan memilih tujuan wisata mereka cepat cepat pergi, kecewa dan biasanya jengkel. Karyawan karyawan terlihat tak bersemangat, tak terlalu kompeten. Mereka sama menipunya dengan gedung itu sendiri.Di lantai sepuluh, di balik pintu terkunci dan tersembunyi, terdapat beberapa serdadu paling terlatih di dunia. Kantor di Paris adalah markas WNR. Ada enam kantor cabang di seluruh dunia. Setiap kantor cabang mempekerjakan antara lima belas hingga tiga puluh lima orang berbahaya dan sangat termotivasi dengan satu-satunya tujuan untuk menyelamatkan para korban.Tidak memiliki terlalu banyak persyaratan dalam penyelamatan selain kerahas
Paris, PrancisKegelapan adalah sahabatnya. Berbagai kepedihan yang telah mendera, hanya itu yang dikenalnya, satu-satunya temannya. Menguasai. Memenuhi. Menyeluruh. Sampai dia datang. Ia berbisik padanya, membuatnya marah. Membuatnya melawan, menghiburnya. Ia tahu pria itu, tapi tak mengenalnya. Pria itu memberinya kehidupan, tujuan... dan alasan untuk hidup.Secepat kilat rasa sakit menyerang, luar biasa panas. Memenuhi secara total. Dalam keheningan mencekam, ia melawan saat rasa sakit itu berusaha melemahkannya. Berupaya menghancurkan apa yang telah mereka bangun. Ia melawan bahkan saat rasa sakit itu mencapainya. Pusaran rasa putus asa menyelubungi paru-parunya, menenggelamkan, mencekik, menghapus seluruh harapan.Jeritan tercekik menembus kegelapan mencekam, membuatnya terjaga.Ia bangkit dan melompat dari ranjang, kakinya mendarat dengan lembut dan tanpa suara. Ia membungkuk, nafas terengah-engah saat matanya yang liar menelusuri ruangan yang remang remang. Ancaman itu---meng
Gadis tidak yakin apakah dirinya telah terlihat, tapi tidak diragukan mereka telah mendengar sesuatu. Bunyi ranting patah di bawah kakinya, sementara ia berusaha mendekat terdengar seperti suara petasan.Saat mereka yang berada di pemakaman berpaling ke arahnya, ia menjatuhkan diri ke tanah di balik nisan terdekat, kemudian menempelkan lutut rapat rapat ke dada dan menahan nafas. Waktu yang tepat untuk bertanya-tanya apakah ia sudah terlampau berani mengambil resiko dengan datang ke tempat ini.Tapi Gladys tahu ia tak akan sanggup menjauh. Ia harus melihatnya.Sekalipun merasa mengganggu dan menakutkan. Mayat Armadillo akan digali lagi dari tanah, apa mereka akan benar-benar melakukannya?Iya, memang.Gladys menggigil. Menurut legenda, ada seorang penyihir yang telah dimakamkan di sini, di makam tanpa nisan.Bahkan dengan mengenakan sweater pun Gladys masih bisa merasakan dinginnya granit di punggungnya. Perlahan, ia mengintip kebalik nisan.Fiuh!Mereka telah kembali bekerja. Tali-ta
Sebuah mesin pemotong rumput terdengar di luar kamar Fasilitas Psikiatri Beatrice Hawk. Suaranya menerobos masuk ke dalam kamar dan menyebabkan Gladys tersentak kala pagi ini ia datang berkunjung. Mendadak ia merasa lumpuh dan tidak bisa bernafas. Satu-satunya yang berfungsi hanyalah air matanya. Topengnya runtuh dan dunia luar melingkupinya. Ia menyeka air matanya. “Maaf ibu. Aku tahu ibu suka membaca, tapi kali ini aku lupa membawakan buku untukmu. Keadaan agak. Well, Situasinya …"Untuk pertama kalinya, Gladys bercerita kepada ibunya mengenai mimpi yang terus menghantuinya. Mimpi tentang Beatrice yang menembak ayahnya. Betapa dalamnya peristiwa malam itu terukir di benaknya. Apa yang dikatakan, apa yang dikenakan setiap orang, bahkan bau mesiunya. Tapi apa gunanya? Ia bahkan tidak tahu siapa aku. Gladys meraih tisyu dari meja samping ranjang. Rasanya seperti ada bendungan yang jebol. Air matanya. Emosinya. Segala sesuatu membanjir keluar. Ia kehilangan kendali. Ada dorongan kuat un