Share

Bab 2

Author: Gabby_Rsyn
last update Last Updated: 2024-01-25 13:35:48

Teman-teman Steven hanya menatap kepergian Steven bersama gadis yang menurut mereka sangat berani.

"Apa kau yakin Steven bakal meniduri gadis itu?" tanya Gerald pada Bernard dan Carry.

"Mungkin saja hal itu akan terjadi. Lihat saja wajah Steven begitu serius, aku yakin dia dan gadis itu bakal melewati malam panas malam ini," sahut Bernard.

Carry hanya diam dan masih menatap ke arah pintu. Sebenarnya, dia merasa sedikit familiar dengan wajah gadis itu, tetapi dia tidak yakin di mana dia pernah menemukan gadis itu.

Sementara, di tempat Steven pula. Kini, mereka telah sampai di parkiran mobil. Steven telah melepaskan pegangan tangannya pada Shania dan menatap Shania dengan tatapan tajam.

"Kenapa kau bisa berada di tempat ini?" tanya Steven, "bukankah kau seharusnya berada di rumah sakit. Menjaga ibumu?" lanjut Steven lagi.

Shania langsung mengerutkan dahinya. Dari mana pria ini tahu? Begitulah pikirnya. Ternyata benar dugaannya bahwa dia pernah bertemu dengan pria ini karena tahu tentang ibunya.

"Sebenarnya kau siapa?" tanya Shania merasa aneh.

"Kau benar-benar melupakanku?" Steven kembali bertanya sambil menghidupkan rokok cerutunya.

Shania diam dan coba memikirkan lagi, di mana dia pernah bertemu dengan pria ini. Namun, hasilnya masih sama dia tidak bisa mengingatnya.

"Sudahlah, kalau kau tidak bisa mengingatku, kita lanjut saja ke tujuan utama." Steven membuka pintu mobilnya lalu menyuruh Shania masuk.

Sepanjang perjalanan Shania terlihat gelisah, apa dia bakal kehilangan sesuatu yang dia jaga selama ini, sedangkan Steven yang memiliki rasa benci terhadap Shania sangat puas bisa mendapatkan kesempatan untuk merusakkan Shania.

Singkatnya, kini mereka telah berada di apartemen Steven. Shania memasang wajah begitu santai walaupun dia sedang berperang dengan pikirannya sendiri.

"Masuk ke kamar itu dan bersihkan dirimu," perintah Steven.

Shania mengangguk dan mengikuti saja ucapan Steven. Setelah memasuki kamar, Shania langsung berlari memasuki kamar mandi. Jantungnya berdebar dengan kencang.

'Hanya ini caranya! Shania, hanya malam ini kau bisa mendapatkan uang karena besok belum tentu bisa!' batin Shania sembari menatap wajahnya pada cermin kamar mandi.

30 menit telah berlalu, Shania telah selesai membersihkan dirinya. Dia pun keluar dari kamar mandi hanya menggunakan handuk kimono yang tersedia di dalam kamar mandi itu.

Ketika kakinya melangkah menuju ke arah ranjang, tiba-tiba pintu kamar terbuka dan muncul pula Steven dari balik pintu itu.

Shania terkaku di tempat, dia menatap Steven dengan wajah yang sudah berubah warna menjadi semerah tomat. Tubuhnya tiba-tiba saja gementar dan dia mulai merasa panas dingin.

Steven pula terus saja berjalan ke arah Shania dengan wajah yang terlihat begitu santai, namun sudut bibirnya sedikit terangkat.

Saat mereka telah berhadapan, Steven pun mulai menarik pinggang Shania agar lebih merapat pada tubuhnya.

"Aroma kau sangat wangi, aku suka!" Steven mengendus ceruk leher Shania tanpa permisi.

Sementara, Shania masih merasa kaku dan geli. Apalagi, ini baru pertama kali ada yang mendekati dirinya dengan begitu intens.

"Aku akan membayarmu lebih kalau kau benar masih perawan," bisik Steven.

"1 miliar dollar," sahut Shania dengan berani.

"Baiklah!" Steven menerima ucapan Shania.

Walaupun, sebenarnya Steven tidak yakin sama sekali bahwa Shania masih gadis yang belum pernah disentuh. Hanya saja dalam hati dia mengejek Shania dan jika benar Shania sudah tidak perawan lagi, dia akan menambah beban hidup Shania dengan lebih banyak lagi.

"Kita mulai dan jangan pernah menyesalinya!" bisik Steven lagi.

Shania pun mengangguk, dia telah memantapkan hatinya demi mendapatkan uang untuk biaya rumah sakit sang ibu. Shania sangat rela berkorban!

Steven perlahan membawa Shania ke arah atas ranjang. Sentuhan demi sentuhan pada tubuh Shania sama sekali tidak dia lepaskan.

Awalnya, Shania hanya memejam matanya dan memaksa dirinya untuk bekerjasama demi uang. Hingga akhirnya, bunyi lenguhan mulai lolos dari bibir Shania ketika Steven meremas kedua gunung berkembarnya dengan begitu ganas.

'Sial, payudaranya sangat kecil dan imut!' gerutu Steven dalam hati.

Semakin lama suasana kamar menjadi semakin panas, Steven mulai menelanjangi Shania dengan begitu bernafsu. Ketika tubuh Shania terpempang jelas di hadapan Steven, dia sempat kagum karena tubuh dan kulit Shania sangat mulus dan bersih juga tidak memilik lecet sedikit pun.

"Tolong, jangan tatap aku seperti itu," pinta Shania dengan lirih.

Steven hanya diam, dia juga melepaskan pakaiannya dan mulai menaiki Shania. Tidak ingin menunggu dengan lama, jari tangan Steven mencoba mencari celah untuk memasuki mahkota Shania.

"Kau sudah begitu basah dan ... licin," goda Steven.

Shania menutup wajahnya menggunakan kedua tangannya, merasa malu dengan ucapan Steven setelah menyentuh mahkota miliknya.

Tiba-tiba bunyi teriakan suara Shania menggema di dalam kamar Steven. Air mata Shania pecah dan mulai membasahi wajahnya.

"Ssst, sakit tolong aku tidak mampu! Hentikan tolong hentikan," pinta Shania.

Steven pula kaget karena merasa sesuatu telah pecah dan mengalir ke atas ranjang miliknya. Dia coba meraba menggunakan tangan dan mendapati warna merah telah melekat pada telapak tangannya.

"Sial! Kau benaran perawan!" ucap Steven dengan sedikit beremosi.

Akan tetapi, Steven tidak.mampun untuk berhenti dan terus saja melanjutkan kegiatan berbagi keringat di atas ranjang miliknya.

'Aku sudah melampaui batas!' batin Steven.

Malam panas tetap saja berlanjutan dan pekikan yang awalnya terdengar sumbang kini terdengar indah. Kedua manusia itu saling memenuhi satu sama lain tanpa mereka sadar.

***

"Aku tidak menyangka Kak Stev, diam-diam tidur bersama gadis malang ini!" ucap Stella dengan marah.

"Jangan salahpa--" ucapan Steven terhenti ketika Stella kembali menyela.

"Aku tidak mau tahu! Aku hanya mau Kak Stev bertanggungjawab dan tolong jangan jadi pria brengsek! Kau masih memilik seorang adik perempuan!" sela Stella.

"Stella, aku akan bertanggungjawab membayarnya. Kau tidak perlu khawatir," sahut Steven santai.

Bugh!

Tiba-tiba bantal sofa melayang ke arah Steven dan tepat mengenai wajah Steven.

"Bukan dengan membayar berarti bertanggungjawab, tetapi nikahi dia!" tegas Stella.

Steven membulatkan matanya, dia menatap wajah Stella dengan seksama lalu menoleh ke arah Shania yang dari tadi hanya tertunduk dan membisu.

"Kalau Kak Stev, tidak menikahi gadis malang ini berarti Kak Stev merelakan karma mengenai diriku," ancam Stella.

Steven selalu saja kalah jika berdebat dengan Stella adik kesayangannya itu. Hingga akhirnya dia hanya bisa menghela napas panjang dan menuruti ucapan Stella.

Mana mungkin Steven rela karma itu terjadi pada Stella, sedangkan yang berbuat adalah dirinya.

"Baiklah, sekarang kami akan menikah! Kau, cepat bersiap kita ke biro catatan sipil untuk menjelaskan status kita. Setelah itu kita ke gereja untuk menemui pendeta," jelas Steven.

"Hah?"

Bersambung...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri di Atas Kertas sang CEO   Bab 52

    "Memangnya aku sakit apa?" tanya Shania setelah meminum obat yang diberikan oleh Mikael. Mikael menatap Shania dengan raut intens. Dia menghela napas panjang. "Kau tidak tahu?" Mikael kembali bertanya. Shania mengerutkan dahinya, sejak kapan dia sakit. Kemarin dan beberapa hari yang lalu, dia masih merasa sehat-sehat saja. "Sudahlah, kau hanya perlu makan dan minum obat secara rutin," imbuh Mikael lagi. Pria itu membantu Shania kembali ke kamar yang sempat dia tempati tadi. Dia terlihat begitu misterius sebenarnya, tetapi perlakuannya terkesan tulus. "Mikael, kenapa tidak kau memberitahuku saja? Aku sakit apa sebenarnya?" tanya Shania yang masih saja penasaran dan merasa sedikit bingung. Mikael diam, dia terus saja mengandeng tangan Shania hingga mereka tiba di dalam kamar. Setelah memastikan Shania bisa duduk dengan tenang. Barulah, Mikael menunjukkan raut wajah tersenyum tipis. "Kamu keguguran dan rahimmu bermasalah," jelas Mikael. "Keguguran?" ulang Shania tampak begitu kag

  • Istri di Atas Kertas sang CEO   Bab 51

    Cristo pulang ke rumah dengan terburu-buru, ketika dia sampai di rumah dia langsung mencari sang istri."Natalia?" Suara Cristo menggema ketika memanggil nama sang istri."Ada apa?" sahut Natalia yang datang dari ruang baca.Cristo menatap Natalia, dia segera mendekati sang istri. Lalu, perlahan menarik tangan sang istri dan membawanya masuk kembali ke ruangan membaca."Ada apa sebenarnya? Kenapa wajahmu terlihat khawatir?" tanya Natalia ketika telah duduk di sofa dalam ruang baca itu.Cristo diam, dia hanya mengeluarkan beberapa dokumen dan kotak kecil. Lalu, diserahkannya pada Natalia."Sayang, aku mempercayaimu untuk menyimpan kedua barang-barang ini. Jangan sampai ada orang merampasnya darimu," ungkap Cristo."Tapi ini apa?" tanya Natalia lagi."Ini adalah dokumen kepemilikan perusahaan dan kotak kecil ini adalah kunci brankas," jelas Cristo.Natalia memasang raut bingung, terus ada apa dengan dokumen dan kunci ini. Kenapa harus diserahkan padanya?"Aku belum mengerti, jika ini pe

  • Istri di Atas Kertas sang CEO   Bab 50

    Gadis ini aneh menurut Mikael, namun sudut bibirnya terangkat. Merasa Shania sedikit menarik, selama ini banyak gadis berusaha mendekatinya dan sanggup melemparkan diri kepadanya.Akan tetapi, berbeda dengan Shania yang menolak dirinya mentah-mentah tanpa ingin berkenalan terlebih dalam."Apa yang aku dapat jika aku bekerjasama dengan kau?" tanya Mikael.Shania tampak berpikir, sebuah ide terlintas dan langsung saja Shania katakan tanpa ada rasa ragu."Hubungan pertemanan, tapi tergantung sih bagaimana sikap kau terhadapku," jelas Jessi.Mikael tersenyum sungging, dia pun mengangguk mengerti. Sebenarnya, bukan berarti bersetuju, tetapi dia ingin melihat sampai mana Shania bisa menolak dirinya."Terus sekarang kau mau ke mana? Mau kabur?" tanya Mikael lagi dengan raut penasaran."Sangat tepat!" jawab Shania penuh bersemangat."Hm, bagaimana kalau kita kabur bersama saja?" Mikael menawarkan untuk melarikan diri bersama Shania.Shania terkejut, dia kembali berpikir. Sungguh, tidak mungki

  • Istri di Atas Kertas sang CEO   Bab 49

    "Shania, bangunlah. Kau harus pergi, dengarkan ibu. Jangan percaya mereka yang berada di sekitarmu kecuali ....""Ibu!" pekik Shania, dia terbangun dengan napas yang memburu. Keringat telah membasahi kulit wajah Shania. Dia belum sadar sepenuhnya, hingga masih terdengar helaan napas yang coba diatur perlahan. Air mata, Shania juga terlihat mengalir tanpa ada isak tangisan."Kau sudah bangun?" Suara seorang pria memberi Shania kesadaran penuh. Shania langsung mengambil posisi duduk, dia mencari asal suara tadi. Sehingga, netra mata Shania menangkap satu sosok yang sedang duduk bersilangkan kaki.Ingatan tentang 6 tahun sebelum sang ayah meninggalkan, kembali berputar pada benak Shania. Wajah yang dia lihat kembali membuka masa lalu yang seharusnya dia lupakan.***"Nia malam ini kita ada tamu, ayah harap kau tidak memasang wajah cemberut," ucap Cristo, sang ayah yang berpesan pada putri semata wayangnya."Kalau begitu, Nia tidak perlu turun dari kamar sekalian saja," jawab Shania."H

  • Istri di Atas Kertas sang CEO   Bab 48

    Shania terkejut ketika pria asing itu menggerakkan tangannya yang memengang pisau. Lengan Steven tergores oleh senjata tajam itu."Stev!" pekik Shania.Steven lantas menendang pria tadi dengan tendangan berputarnya, darahnya terlihat semakin banyak mengalir. Pria asing tadi, sempat tersungkur ke atas jalan raya itu. "Steven! Masuk mobil!" pekik Shania yang telah berada di luar mobil.Steven menoleh, raut wajahnya berubah mendadak, dia tahu pria di hadapannya ini cuma untuk memancing Steven dan Shania keluar. Apalagi, sedari tadi Steven menunggu musuh yang lain keluar, namun hingga saat ini belum ada satu pun yang terlihat dan hanya ada satu pria asing itu saja."Shania, masuk! Ini je--"Dor..dor..Bunyi tembkan membuat Steven berhenti memekik, dua kali tembakan dari arah belakang lalu mengenai Shania, mata Shania terlihat melebar dan akhirnya terjatuh di atas aspal jalan itu."Sha-- Shania!" pekik Steven.Steven coba berlari ke arah Shania yang telah tergeletak di atas jalan di sampi

  • Istri di Atas Kertas sang CEO   Bab 47

    Steven pulang ke rumah utama dengan raut lesu, dia sedikit merasa kesal dengan Bernard dan Gerald yang sedikitpun tidak menaruh curiga pada Carry.Namun, jika dipikirkan, itu juga bukan salah keduanya yang memilih tidak percaya. Hanya saja, Carry yang terlalu licik dalam menutupi sisi jahatnya.Semakin hari, dia semakin yakin ada yang disembunyikan oleh Carry dan Carry juga berkaitan dengan teror beberapa hari yang lalu."Stev," tegur Nikel.Steven menoleh, dia lantas mengukir senyuman tipis untuk diperlihatkan."Kau melamun, apa ada masalah?" tanya Nikel kemudian."Tidak, hanya saja masih terpikir tentang teror hari itu," jawab Steven dengan jujur."Tenang saja, Oma dan paman sudah mengerahkan orang-orang untuk mengawasi sekitar kalian," jelas Nikel sembari menepuk pundak Steven.Steven mengangguk, dia hanya tersenyum tipis. Berharap, suatu saat nanti akan ada hasil dari pencarian mereka. "Oh iya. Malam ini jamuan makan, keluarga besar Smith semuanya akan datang," beritahu Nikel."M

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status