Alexander yang sudah terpancing gairahnya, saat bibir merah Berliana menyentuh bibirnya langsung beraksi. Berli merasa permasalahan berat yang di rasakanya seakan hilang. Keduanya saling menghangatkan hingga mereka mulai melakukan hubungan terlarang.Kondisi mereka yang setengah mabuk, benar-benar membuat Alexander bergairah, perlahan dia menatap wajah yang sangat cantik meskipun di lapisi make up yang tebal, kulitnya putih mulus. Hembusan nafas Berliana yang lembut tepat mengenai kulit wajah Alexander.“Sangat cantik."Alex mendekati bibir Berliana dan mulai mengecupnya dengan perlahan, manis dan begitu memabukkan. Dia memperlakukan Berli dengan sangat lembut, karena merasa gadis itu sangat berbeda. Tangannya terus menelusuri setiap lekuk tubuh padat berisi. Alex tidak ingin terlewatkan sedikitpun dari setiap lekuk yang membuat gairahnya semakin menggebu-gebu. Berliana mengeliat pelan, ketika merasakan rabaan lembut dan kecupan hangat bibir dan lehernya.“Ini pasti cuma mimpiku, tapi
Alexander membuka matanya, mengeliat merenggangkan otot-otot tubuhnya yang terasa kaku, namun tiba-tiba dia terlonjak kaget teringat kejadian semalam.“Kosong, di mana gadis yang semalam bercinta denganku?” Menatap fokus bercak merah di sepray berwarna putih.“Apa alasan gadis itu semalam masuk ke kamarku? Aaahh.... sial, karena pengaruh minuman. Aku tidak bisa mengingat dengan jelas wajahnya."Alexander segera bangkit ingin membersihkan tubuhnya, namun sekilas matanya menangkap beberapa lembar uang kertas dan secarik kertas yang bertuliskan.(Uang ini untukmu, anggap saja sebagai fee atas kerja kerasmu semalam. Semoga kita tidak akan pernah bertemu lagi) Isi yang tertulis dalam kertas itu langsung diremas-remas Alex dengan penuh kemarahan.“Berani sekali perempuan itu menganggapku sebagai laki-laki bayaran, menghargai tubuhku yang berharga dengan uang recehan ini, awas kamu!!"Alex dengan penuh penekanan meremas-remas uang kertas tersebut. Dia pun meminta petugas hotel untuk memeriksa
Tangis Berliana langsung pecah bersimpuh di kaki wanita yang telah melahirkannya kedunia, sambil terisak-isak Berliana menceritakan kejadian yang sudah menimpanya."Kamu tega membuat mamamu kecewa Berli hick...hick..kamu telah mencoreng nama baik keluarga kita nak." ucap Mery yang baru berusia dari pingsan nya karena syok."Papamu pasti akan marah besar jika mengetahui hal ini." ucap mama kembali menagis."Ampuni Berli, ma."Tubuh Berli menggigil dan ketakutan keringat langsung membasahi wajah cantik nya. bagaimana pun dia masih belum siap untuk hamil diluar nikah, belum lagi menghadapi reaksi papanya nanti, saat ini Berli hanya bisa menagis pilu."Benarkah aku hamil?" gumamnya kembali mengusap perutnya yang masih datar."Untuk memastikannya kita, harus periksa ke Dokter kandungan.""Ngak, aku ngak mungkin hamil.""Jangan membantah lagi Berliana, cepat ikut kami."Setelah bersiap, mereka mengunjungi sebuah klinik ternama, Mama Mery dan Giska ingin memastikan secara langsung kondisi Ber
"Pa, tenangkan dirimu. tidak baik menyelesaikan masalah dalam keadaan emosi." Mery berusaha untuk menenangkan suaminya, sebagai seorang ibu yang bijaksana dia tidak ingin berpihak pada siapapun."Tidak, bagaimana aku bisa tenang. nama baik kita sudah di coreng-coreng oleh anak sialan itu." teriak Hendrawan berlari menuju kamar Berliana yang mulai ketakutan, seandainya dia bisa bersembunyi, ingin rasanya dia menghilang untuk saat ini.Ceklek, pintu terbuka lebar. nampak muka Hendrawan yang merah padam menatap tajam kearah Putri nya yang mundur ketakutan."Dasar anak nakal, aku sudah capek menghadapi sifat keras kepala dengan cinta butamu itu, plack....." papa yang dulu sangat sabar, tidak mampu mengendalikan emosi. tamparan keras melayang dipipi Berliana, yang membuat gadis itu meringis menahan rasa sakit."Cepat katakan, siapa laki-laki yang sudah menghamili mu?""Aku tidak tahu pa." ucap Berliana seraya menggelengkan kepalanya, dia benar-benar tidak mengenal lebih jauh sosok pria tamp
"Benar pa, aku berkata jujur." ucap Berliana berusaha untuk menahan cairan bening dikedua pelupuk matanya."Untuk beberapa hari ini, tetap lah dirumah. jangan pergi kemana-mana. sampai papa menemukan obat atau cara terbaik untuk menggugurkan janin itu tanpa menyakiti mu." ucap papa seraya beranjak dari duduknya."Iya, pa."Selesai sarapan Berliana kembali kedalam kamarnya, mengurung diri. penyesalan tidak berarti lagi, semua sudah terlanjur. mungkin dengan menyetujui keputusan papa nya, semua masalah akan segera berakhir."Maafkan aku karena tidak menginginkan kehadiran mu, tapi aku tidak mempunyai pilihan lain lagi, cukup sudah aku mengecewakan dan menghancurkan harapan Papa." mengelus perutnya dengan perasaan yang sulit Berliana mengerti.Tidak lama pintu kamar diketuk dari luar, Berli yakin jika papanya sudah kembali dari mencari obat untuk mengugurkan janin yang belum berkembang sempurna dalam rahimnya.Ceklek, pintu terbuka lebar. papa menghampiri nya yang masih menagis menyesali
Berliana berbaring di kasur, tubuh nya benar-benar lelah dan lemas. perlahan dia memejamkan matanya. Hendra membantu menyelimuti Putri kesayangannya hingga batas dada. dia merasa gagal menjadi seorang ayah yang baik.Dalam tidurnya, Berliana bermimpi berada di suatu tempat yang tidak dia kenal sama sekali. tidak seorang pun dia temui selain rasa sepi dan keheningan."Mami..""Mami..""Siapa kalian?"Berliana menatap sepasang bocah kembar yang sangat tampan dan cantik merangkak mendekati nya."Mami...mami..."Kedua bocah-bocah itu kembali mendekati nya, perlahan Berliana mencoba mundur, namun terlambat. mereka berhasil bergelayut manja dikaki sebelah kanan dan kirinya dengan tatapan sendu dan tidak ingin ditinggalkan ditempat sepi ini."Pergilah, aku bukan mami kalian."Berliana berusaha melepaskan pegangan kedua bocah tersebut, namun mereka serentak menagis dan kembali memanggil dirinya dengan sebutan mami. bahkan pelukan mereka semakin kuat dengan tatapan sedih, seolah-olah tidak ingi
Mata Berliana membulat, tiba-tiba keharuan membuat matanya berkaca-kaca. seketika pikirannya teringat mimpinya semalam, wajah sedih dan tangisan kedua bocah-bocah itu kembali terngiang-ngiang ditelinga nya."Mereka Anak-anakku, akulah yang bersalah dan pantas untuk dihukum dalam hal ini. bukan mereka yang tidak berdosa." Berliana seketika mengusap perutnya pelan, untuk pertama kalinya rasa hangat dalam dadanya."Apakah kamu sudah siap?" tanya Dokter memakai sarung tangan khusus, Berli mengedarkan pandangannya keseliking ruangan, seketika dia memucat melihat alat-alat yang menurutnya sangat mengerikan."Apakah mereka mulai bersiap-siap untuk melenyapkan anak-anakku? tidak ini harus dihentikan." Berliana segera duduk dan memperbaiki pakaiannya kembali."Tidak...aku tidak ingin melenyapkan anak-anakku.""Berliana, kamu kenapa nak. jangan seperti ini?" papa segera menghampiri Berli, menuntun langkahnya menuju ruang tindakan."Pa, aku tidak sanggup melihat mereka dikeluarkan dari rahimku. b
"Ya Tuhan, hidup ku hancur, papa memaksa untuk mengugurkan kandungan ku ini. aku tidak ingin menambah dan berbuat dosa lagi, bayi-bayi ini tidak bersalah. aku lah yang pantas menerima hukuman bukan mereka." Berliana terus menagis cukup lama, hingga dia terbangun ketika mendengar suara lantunan adzan, untuk panggilan sholat."Ya Allah, hanya padamu aku akan mengadukan semua penderitaan ku, berilah hamba jalan keluar yang terbaik." doa Berliana seraya bangkit untuk melakukan sholat.Selesai sholat dan berdoa, Berliana merasakan ketenangan."Untuk menyelamatkan Anak-anakku, aku harus pergi sejauh mungkin. berada ditempat dimana tidak ada orang-orang yang akan mengenali dan mencemooh kehidupan ku nantinya." bathin Berliana sedikit lega dengan ide yang tiba-tiba muncul di pikirkanya."Aku akan minta izin pada papa, jika aku akan pindah dan hidup menyendiri di luar kota. sehingga mereka tidak perlu harus menanggung malu dengan kehamilan ku ini, papa dan mama pasti setuju." bathin Berliana.D