Setelah kejadian sebelumnya, semua orang sibuk mempersiapkan pernikahan. Pernikahan ini akan menjadi sebuah pernikahan yang digelar dengan pasar dan akan berlangsung selama beberapa hari. Tentu saja ini dikarenakan kedua mempelai saya berasal dari bangsawan terkenal dan kaya. Mempelai wanita berasal dari keluarga sastrawan dan seorang keturunan Raja. Sedangkan mempelai laki-laki adalah seorang tentara yang berbakat, dan berasal dari keluarga militer yang berpengaruh.
Semua orang bergotong-royong saling bahu-membahu untuk merayakan pernikahan Akbar ini. Berbagai macam jenis perhiasan telah dipesan untuk menghiasi mempelai wanita agar terlihat cantik layaknya seorang ratu di hari pernikahannya. Begitu pula dengan mempelai laki-laki, yang akan disematkan keris pusaka keluarga serta kereta emas yang telah disimpan di dalam kerajaan selama bertahun-tahun.
Pernikahan ini begitu istimewa, karena Mahapatih dan yang mulia Raja Malaka akan hadir dalam pernikahan tersebut. Jadi orang orang berusaha keras agar acara tersebut menjadi spektakuler dan memuaskan, bukan hanya untuk keluarga mempelai tapi juga untuk memuaskan yang mulia Raja Malaka.
Selama berhari-hari Ayudisha diperlakukan begitu istimewa dan hati-hati. Ia dipasangkan dengan pernak-pernik mewah dan selalu diperlakukan layaknya seorang ratu. Berbagai macam jenis peralatan kecantikan telah Ia pakai untuk menunjang penampilan. Kulitnya pun semakin cerah dan bersinar, hal itu dikarenakan hampir setiap hari Ia memakai lulur lulur yang dibuat khusus oleh tabib istana.
Saat Ayudisha menikmati pijatan serta layanan yang khusus diperuntukkan untuknya, suara langkah kaki berhasil membuyarkan kenikmatan itu. Saat ia menoleh Hal pertama yang ia lihat adalah ekspresi datar dari calon suaminya. Itu membuat Ayudisha sadar bahwa laki-laki itu ingin membicarakan sesuatu dengannya. Ayudisha pun memerintahkan orang-orang untuk keluar dari ruangan tersebut dan membiarkan ia bersama Bayan berbicara berdua.
Beberapa gadis tersenyum malu saat mereka keluar. Hal itu dikarenakan mereka berpikir bahwa kedua mempelai tak sabar untuk bertemu dan saling merindukan satu sama lain. Apalagi jika mengingat sudah beberapa hari Bayan pergi ke perbatasan dan memulai misi untuk menjaga kedaulatan kerajaan.
Bayan mendekat dan melihat Ayudisha dengan mata tajam. Ia ingin memastikan bahwa Ayudisha tak akan lari lagi dan membuatnya malu di masa depan.
"Aku tidak tau apa yang akan kamu rencanakan di masa depan, tapi ketahuilah Ayudisha. Saat kita mengucapkan sumpah pernikahan nanti, tak ada kata menyesal yang bisa kamu ucapkan di masa depan."
Mendengar hal itu, Ayudisha menghembuskan nafas pasrah. Ia dapat melihat dengan jelas bahwa Bayan tak mempercayainya dan ia memaklumi hal itu. Bagaimanapun ia pernah lari dengan Tanjung sebelum, jadi wajar saja jika Bayan waspada terhadap semua hal yang ia lakukan. Tapi Ayudisha dapat memastikan bahwa tidak ada kata menyesal di masa depan. Walaupun itu terlalu dini untuk mengatakannya, tapi melihat betapa buruknya kehidupan sebelumnya. Maka kehidupan ini tak mungkin lebih buruk dari sebelumnya.
"Aku tidak memiliki rencana apa-apa. Hanya saja masa depanmu cukup menjanjikan untuk membuat ku tetap dimanjakan dalam keluarga. Jadi kalau kamu tidak ingin aku lari di masa depan, sebaiknya kamu bekerja keras untuk menghidupiku dengan cara yang layak."
Ayudisha tau itu terdengar sangat arogan, hanya saja jika mengingat tabiatnya di masa lalu itu tak terlalu parah. Perubahan sikap yang mendadak tidak akan pernah bagus dan itu akan menimbulkan kecurigaan yang lebih besar. Jadi Ayudisha berencana untuk mempertahankan sikapnya di masa lalu dan berubah secara perlahan.
Tentu saja mendengar ucapan calon istrinya yang terdengar tegas dan realistis berhasil membuat harga diri Bayan sedikit tergores. Ia adalah seorang prajurit dengan masa depan yang cerah dan keluarganya adalah keluarga bangsawan militer yang kuat dan kaya. Jadi dapat dipastikan bahwa Ayudisha akan dimanjakan dan tak akan kalah dengan kehidupan saat dia masih gadis. Jadi ucapan Ayudisha dapat diterima dan cukup masuk akal.
"Bahkan jika aku mati di Medan perang, kamu akan menjadi janda terkaya di seluruh Malaka. Tapi kamu perlu tau satu hal Ayudisha, aku benci penghianatan. Kemarin aku menghancurkan beberapa tulang Tanjung, besok mungkin aku akan langsung membunuhmu tanpa berfikir. Jadi aku harap kejadian malam itu menjadi kejadian terakhir yang kamu lakukan di belakangku."
Tanpa menunggu jawaban Ayudisha, Bayang langsung keluar dengan wajah datar. Sebagai prajurit kuat, ia memiliki kharisma yang mematikan. Siapapun yang melihatnya akan merasa terintimidasi dan perlahan mengikuti perintahnya. Hal itu juga berlaku untuk Ayudisha, walaupun ia telah merasakan mati sekali. Bukan berarti ia kebal terhadap rasa takut. Ancaman Bayan berhasil membuatnya sedikit bergetar. Hanya saja ia dapat yakin bahwa hak semacam itu tidak akan pernah terjadi di masa depan, karena ia telah berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia tak akan pernah mengkhianati Bayan.
Semua orang sibuk dengan tugas masing-masing. Mereka berusaha untuk membuat pesta pernikahan terbaik. Apalagi pernikahan ini akan dihadiri langsung oleh Raja Agung.
Saat upacara pernikahan akan dilaksanakan, suara gamelan terdengar dan beberapa tarian mulai dilakukan. Bayan datang dengan gagah dan memberi hormat pada Yang Mulia Raja dan empat tetua lainnya. Ia lalu duduk di atas panggung kecil dengan tegak.
Bayan berjabat tangan dengan pemuka ada yang paling dihormati di Malaka. Mereka saling menatap dengan pasti dan mengucap sumpah pernikahan dengan mantap.
"Aku bersumpah atas nama Gunung Baru dan Laut Saras, sebagai tempat ku berpijak dan mencari penghidupan. Aku Raden Bayan Malaka putra langsung dari Patih Senggrala, akan menikahi Dinda Ayudisha putri langsung dari Raden Sangkareang dan cucu dari Maharaja Subadra. Dengan ini aku berjanji menjaganya hingga akhir hayat ku dan membawa kesejahteraan bersamanya."
Suara itu begitu lantang dan keras, semua orang langsung mengangguk dan berteriak keras sebagai bentuk persetujuan. Setelah itu Bayan mengalihkan penglihatannya ke ujung jalan kecil. Di sana Ayudisha datang bersama pendamping dan berjalan menuju ke arah Bayan. Bayan menahan nafas sejenak dan menatap Ayudisha untuk waktu yang lama. Ia tau bahwa Ayudisha adalah kecantikan nomor satu Malaka. Hanya saja ia tak terlalu memperhatikannya. Tapi hari ini semua bualan orang-orang pada sosok Ayudisha telah terbukti adanya.
Sekarang Ayudisha telah resmi menjadi istri Raden Bayan. Mereka duduk di atas panggung sambil melihat pemuka adat melakukan doa-doa. Itu bertujuan agar pernikahan mereka menjadi sempurna dan berharap doa-doa itu akan terkabul dan membuat pernikahan mereka menjadi pernikahan yang bahagia.
Setelah itu mereka di siram dengan besar kuning dan beberapa koin emas. Para anak-anak langsung maju dan memungut koin itu dan para orang dewasa mengambil beras kuning agar berkah pernikahan akan menular pada mereka.
Ini adalah pernikahan yang begitu meriah dan Ayudisha merasa sangat terharu untuk waktu yang lama. Ini mungkin bukan pernikahan pertama tapi suka cita yang ia rasakan hari ini begitu berbeda. Semua orang bahagia dan merayakannya dengan senyum dan tawa. Hal itu membuat perasaannya sedikit melankolis. Ayudisha menatap kedua orang tuanya yang terlihat menangis bahagia untuknya. Hal ini tak pernah ia dapatkan di kehidupan sebelumnya.
Saat Ayudisha hanyut dengan perasaannya yang begitu bahagia. Tangan Bayan perlahan menggenggam tangan istrinya dan meremasnya sedikit. Dapat Ayudisha rasakan ada getaran di dalamnya. Itu membuat Ayudisha sedikit kaget. Ia tak menyangka seorang prajurit berdarah dingin seperti Bayan akan gugup saat melakukan upacara pernikahan.
Ini merupakan pernikahan pertama Bayan di dua kehidupan. Jadi wajar saja laki-laki menunjukkan gelagat yang berbeda dari citranya sebagai seorang prajurit.
Ayudisha pun menggenggam tangan Bayan dan menenangkan laki-laki itu. Tidak ada salahnya untuk saling menguatkan satu sama lain, karena bagaimanapun mulai hari ini mereka telah menjadi satu di hadapan Tuhan.
Pernikahan itu membawa kebahagiaan untuk semua orang. Hanya saja mata Ayudisha jatuh pada satu orang yang duduk dengan wajah datar di atas singgasana. Orang itu adalah Raja Malaka, laki-laki itu adalah Raja muda yang berumur 30 tahun. Dari silsilah keluarga, Raja Malaka dapat dikatakan sebagai sepupu langsung Ayudisha. Hanya saja karena adanya perbedaan status dan jarak umur yang jauh, Ayudisha tak terlalu dekat dengan sepupunya itu. Ayudisha pun menundukkan kepala dan enggan melihat lagi. Wajah Raja terlalu dingin untuk dilihat, hal itu akan membuat perasaan bahagia Ayudisha langsung menjadi redup.
Ayudisha menggendong putrinya sambil melihat Lo Gading yang sedang duduk dan menatap tanah. Hal tersebut membuat Ayudisha merasa heran melihat putranya itu. Apalagi Lo Gading masih tidak bergerak bahkan setelah beberapa jam."Lo Gading, apa yang sedang kamu amati? Hari sudah mulai terik, kemarilah."Akan tetapi Lo Gading masih tetap berjongkok dan terus menatap ke tanah. Setelah beberapa saat ia pun melihat ibunya dan bertanya."Bu, kenapa semut berjalan seperti bebek?""Hah?"Ayudisha pun langsung heran, sejak kapan semut berjalan seperti bebek?Lo Gading selalu bertanya pada sesuatu yang sulit ia mengerti. Akan tetapi rasa ingin tau anak itu begitu besar, sehingga ia selalu menanyakan sesuatu yang bahkan tidak pernah ditanyakan oleh orang lain."Bebek tidak berjalan seperti semut anakku. Mereka berbeda, bebek memiliki dua kali sedangkan semut memiliki lebih.""Tapi aku melihat cara mereka berjalan sama."Untuk beberapa saat Ayudisha terdiam, dan akhirnya mengingat kembali kenangan k
3 tahun kemudianBayan menatap putranya dengan tatapan tak percaya. Ia panik saat ini karena Ayudisha akan melahirkan seorang anak, tapi lihat putra nya yang berbakti itu. Dia bahkan sempat menguap saat mendengar jeritan ibunya yang kesakitan."Apakah kamu tidak khawatir ibumu kenapa-napa?"Mendengar pertanyaan Ayahnya, Lo Gading pun mengangguk."Aku khawatir." ucap Lo Gading dengan suara kecilnya.Akan tetapi raut wajahnya masih terlihat santai dan malas. Hal tersebut membuat Bayan menjadi semakin kesal."Lalu kenapa kamu terlihat seperti itu? Tidak ada raut khawatir di wajah mu, biasanya anak-anak akan menangis jika mendengar jeritan ibunya.""Apakah menangis itu berguna saat ini? Apakah tangisan ku dapat mengurangi rasa sakit yang ibu rasakan? Kalau memang begitu, aku akan menangis sekarang."Bayan pun terdiam, ia merasa putranya tidak normal. Terlalu malas dan tidak ada jejak kekanakan yang tersisa. Padahal jika diingat saat ia masih bayi, Lo Gading cenderung imut bahkan ketika di
Hari begitu cerah dan kehidupan di Malaka menjadi begitu membahagiakan. Tak ada lagi perselisihan dan keributan yang berarti dan kehidupan masyarakat jauh lebih sejahtera dari sebelumnya. Sejak kelahiran Pangeran mahkota keberuntungan selalu menghampiri Malaka tidak ada akhirnya. Seolah bayi lucu itu memang ditakdirkan untuk membawa banyak keberuntungan untuk semua orang.Ayudisha menggendong putranya sambil menatap ke arah pohon mangga tempat ia biasa duduk bersama dengan Bayan. Tempat yang biasa ia gunakan untuk mengelus perutnya yang sekarang nyeri dan tak nyaman. Akan tetapi kali ini ia sudah tak merasakan sakitnya lagi dan menikmati kebahagiaan tanpa beban yang berarti."Kamu adalah anugerah terindah yang diberikan tuhan padaku di kehidupan ini." ucap Ayudisha pada anaknya.Entah anak itu mengerti apa yang diucapkan oleh ibunya, atau dia terlalu senang dalam gendongannya, tapi dapat Ayudisha melihat dengan jelas bahwa anak itu tersenyum. Sangat tampan dan manis. Hal tersebut memb
Suara tangisan seorang bayi yang terdengar nyaring telah berhasil membuat semua orang di istana merasa bersyukur. Mereka pun langsung tersenyum dan mengucapkan selamat pada masing-masing anggota keluarga. Tak lupa mereka mengucapkan syukur yang mendalam pada Tuhan yang telah menitipkan sebuah kehidupan baru untuk keluarga mereka.Setelah itu pintu ruang persalinan pun terbuka dan Bibi Bayan menatap semua anggota keluarganya dengan senyum merekah. "Seorang bayi laki-laki telah lahir dengan selamat.""Bayi laki-laki?!!"Setelah itu ibu Ayudisha pun keluar dan membawa bayi di pelukannya yang telah bersih oleh air hangat. Hal tersebut membuat semua orang langsung bersorak bahagia. Bayi itu berkulit putih dengan hidung yang mancung. Mengingatkan Putri Minah dengan Amor ketika dilahirkan pertama kalinya.Sian, Daka dan Jiru pun tak kalah girang. Mereka melihat keponakan mereka untuk pertama kalinya dan itu membuat mereka bersyukur dengan suara yang keras."Syukurlah dia tidak mirip Kakak B
Semua orang khawatir akan keadaan Ayudisha, mereka takut karena merasa Ayudisha lemah dan tak tahan dengan rasa sakit. Akan tetapi hanya Ayudisha yang tau bagaimana ia menikmati rasa sakitnya dengan perasaan bahagia. Rasa sakit itu membuatnya sadar bahwa bayi di dalam perutnya benar-benar hidup. Bayi itu benar-benar ada dan itu terjadi dalam hidupnya di kehidupan ini.Hampir setiap detik dalam hidup Ayudisha di kehidupan sebelumnya, ia merasa kesepian dan cemburu melihat anak orang lain. Ia mengalami banyak kesedihan dan rasa sakit hanya karena ia tidak bisa memiliki anaknya sendiri. Terkadang wanita menjadi begitu tidak berharga ketika mereka tidak bisa memiliki seorang anak untuk suaminya. Seolah mereka adalah sebuah benda yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Seolah ia adalah benda yang cacat dan mereka sangat menyesal setelah membelinya.Akan tetapi sekarang ia memiliki seorang laki-laki yang menerimanya bahkan jika ia tidak akan memiliki anak seumur hidupnya. Ia memiliki lak
Bayan memeluk Ayudisha dan membuat tubuh Ayudisha lebih nyaman saat berbaring. Setiap malam Bayan akan mengatur cara Ayudisha tidur karena Ayudisha sudah tidak nyaman dengan perut besarnya. Terkadang Ayudisha akan memiliki nafas yang sedikit pendek karena kesulitan saat bernafas."Lebih nyaman?" tanya Bayan lembut.Ayudisha pun mengangguk dan tersenyum. Ia benar-benar dilayani oleh suaminya dengan sangat baik. Setiap ketidaknyaman yang ia alami selalu Bayan perhatikan. "Kalau begitu selamat tidur istriku yang cantik." ucap Bayan sambil mencium kening istrinya."Selamat tidur juga suamiku yang tampan."Keduanya saling merayu tanpa ada rasa malu terlihat di wajah mereka. Sangat berbeda ketika mereka masih pengantin baru. Sekarang mereka lebih leluasa dalam mengungkapkan rasa cinta hingga tidak ada kecanggungan.Setelah itu keduanya tertidur sambil berpelukan. Malam ini sangat ramai mengingat hampir setiap anggota keluarga berada di tempat yang sama. Ayudisha sebenarnya tidak terlalu ny
Para anggota keluarga kini telah berkumpul. Walaupun tidak semuanya tapi itu cukup ramai mengingat sebentar lagi mereka akan menyambut kedatangan anggota keluarga yang baru. Apalagi anak Ayudisha dan Bayan akan menjadi cucu pertama di keluarga masing-masing.Umur kandungan Ayudisha sudah sembilan bulan dan tinggal menghitung hari untuk melihat bayi itu dilahirkan ke dunia. Hal tersebut membuat anggota keluarga sangat antusias untuk mempersiapkan banyak hal untuk kelahiran nanti. "Apakah persiapannya sudah cukup?"Mendengar pertanyaan ibunya, Amor pun menggelengkan kepala dengan pasrah."Ibu telah menanyakan itu sebanyak tiga kali dan jawabannya masih tetap sama. Persiapan sudah cukup dan kita hanya tinggal menunggu Ayudisha melahirkan."Putri Minah yang melihat Amor dengan tatapan tidak suka. Ia sering bertanya-tanya terus menerus karena ia sebenarnya sangat gugup. Maklum saja ini pertama kalinya ia akan menjadi nenek, walaupun ia sangat berharap bahwa cucu pertamanya akan berasal da
Di Senggrala hampir semua tabib dikumpulkan untuk menyembuhkan penyakit Raja. Akan tetapi hingga kini masih belum ada solusinya. Menurut keterangan tabib, hal tersebut dikarenakan ada ulat bulu langka yang menyerang burung Yang Mulia. Hal tersebut membuat Sang Raja pun tak terima dengan tuduhan itu. Ia sangat yakin bahwa wanita itu menaruh racun di tubuhnya hingga membuat tubuhnya menjadi seperti ini."Maaf Yang Mulia, tapi hasil dari pemeriksaan saya hampir sama dengan tabib yang lainnya."Mendengar hal tersebut, Raja Senggrala langsung berteriak marah. Ia memarahi semua orang, akan tetapi ia masih terbaring lemah dan tak bisa bangun untuk melampiaskan nya secara fisik.Tak lama Raja merintih lagi, ia kesakitan dan hal tersebut membuat para tabib menjadi panik dan khawatir. Ulat bulu memang dapat membuat gatal-gatal, akan tetapi entah kenapa sangat sulit disembuhkan hingga membuat bengkak dan panas. Jadi para tabib semakin bingung bagaimana cara menyembuhkannya. Mereka pun berusaha u
Matahari telah terbit dibalik bukit perbatasan Malaka. Akan tetapi mereka masih berdiri sambil menunduk dan berdoa pada orang-orang yang telah meninggal di bukit ini.Ratusan prajurit telah gugur di medan pertempuran tanpa ada kemenangan yang mereka bawa. Keduanya meninggal tangis dan luka pada orang-orang yang telah mereka tinggalkan.Keempatnya menangis dalam diam sambil mengingat kakak mereka yang telah meninggal dengan cara yang begitu menyakitkan. Setelah itu, Yuda pun menatap ketiga adik Bayan sambil mengucapkan perpisahan."Senang berkenalan dengan kalian.""Kami juga senang berkenalan denganmu.""Ya, aku harap kita akan bertemu lagi tapi tidak di medan perang."Jiru, Daka, Sian dan Yuda. Mereka adalah calon prajurit tangguh yang akan memimpin pasukan di kerajaan mereka masing-masing. Selama perjalanan mereka telah berkenalan dan sudah saling mengenal. Akan tetapi mereka selalu tau bahwa persahabatan mereka ditakdirkan untuk berlalu dalam waktu yang sangat singkat.Keempatnya a