Share

Bab. 3

Setelah ibu Hana kembali, Arjuna pamit pulang. Arjuna tidak ingin membuat Hana semakin tidak nyaman karena kehadirannya. Hana pun hanya diam tidak saat Arjuna pergi meninggalkan rumahnya.

Hari telah berganti, langit jingga kini berangsur-angsur mulia gelap. Di dalam kamar, Hana berbaring menatap langit-langit kamarnya. "Apa aku sangat keterlaluan padanya?" tanya Hana pada dirinya sendiri.

Hana mengingat pertama kali dia bertemu Arjuna. Pria itu begitu sabar menghadipi sikapnya yang menyebalkan, tapi entah mengapa kesabaran pria itu membuat Hana semakin bencinya.

"Han," panggil ibu Hana masuk ke kamar sang anak. Ibu Hana menghampiri Hana yang berbaring di atas ranjangnya.

"Ada apa, Bu?" tanya Hana saat sang ibu sudah duduk di ranjangnya.

"Seharusnya kamu tidak bersikap seperti itu pada nak Arjuna, Hana," kata ibu Hana menatap sendu. "Kamu harus menghargainya, Hana, karena biar bagaimanapun dia sudah menolong kamu," katanya lagi.

"Bela saja dia terus, Bu! Sebenarnyayang anak ibu itu Hana apa Arjuna?" tanya Hana semakin kesal pada ibunya.

"Bukan begitu, Nak, ibu juga tidak ingin membelanya jika dia salah, tapidia tidak salah dan ibu merasa kasihan pada nak Arjuna karena kamu terlalu kasar padanya," kata ibu Hana berusaha menyingkirkan pikiran negatif Hana terhadapnya.

"Hana mohon jangan bahas dia lagi, Bu, Hana tidak ingin mendengar namanya lagi!" kata Hana dengan penekanan.

"Han," panggil ibu Hana tidak ingin sang anak salah paham.

"Sudahlah, Bu, tinggalkan Hana, Hana hanya butuh waktu untuk sendiri!" pinta Hana yang tidak ingin lagi berdebat dengan ibunya hanya karena Arjuna.

Ibu Hana pasrah, dia tidak tahu lagi harus bagaimana menjelaskan pada sang anak yang memang sangat keras kepala. Ibu Hana keluar dari kamar Hana, membiarkan sang anak merenung seorang diri.

Disisi lain, Arjuna berdiri di balkon kamarnya. Arjuna menatap langit malam yang begitu gelap tanpa ada satu bintang pun yang terlihat. Bibir Arjuna mengukir senyum saat mengingat pertama kali dia bertemu Hana.

"Dasar, gadis menyebalkan," gumam Arjuna tersenyum sendiri. "Tapi kenapa aku selalu ingin berada didekat kamu, Han," kata Arjuna menahan kerinduan yang perlahan menusuk ke dalam kalbunya.

"Aku merindukan kamu, Han! Tapi apa mungkin? kamu begitu membenciku ... dan aku juga sudah berjanji tidak akan pernah menemui kamu lagi," kata Arjuna tak kuasa menahan kesedihan akan kerinduan yang dia rasakan.

Udara malam semakin dingin menerpa wajah tampan Arjuna. Namun, Arjuna enggan masuk ke kamarnya. Arjuna masih setia menatap langit gelap, segelap hatinya kerena cinta yang tidak terbalaskan.

"Seperti ini kah rasanya jika cinta kita tidak terbalaskan. Sakit sekali!" gumam Arjuna memegang dadanya yang berdenyut nyeri.

"Tapi ... Apa aku memang mencintainya? atau hanya perasaan ... Ah entahlah! kenapa rasanya seperti ini?" Arjuna sendiri merasa bingung dengan apa yang dia rasakan saat ini, karena sebelumnya Arjuna belum pernah merasakan yang namanya jatuh cinta.

Udara semakin dingin menusuk kulit hingga terasa hingga ke tulang. Arjuna merapatkan jaketnya dan berjalan masuk ke kamarnya karena malam sudah semakin larut.

Di dalam kamar pun Arjuna tidak bisa memejamkan matanya. Pikirannya terus melayang memikirkan gadis menyebalkan yang membuatnya merasakan kerinduan yang teramat sangat.

Malam telah berlalu, suara kicau burung membangunkan Arjuna dari tidurnya. Arjuna mengerjabkan mata yang masih terasa berat karena memang dia baru saja berkelana ke alam mimpi. Arjuna duduk bersandarkan headbord ranjang sambil mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangan. Arjuna bangkit dari ranjang meski masih dalam keadaan setengah sadar. Arjuna berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.

Di tempat lain, Hana duduk di taman yang berada tidak jauh dari rumahnya. Hana termenung, terlihat jelas sekali jika dia sedang bersedih.

Ibu Hana memperhatikan sang anak dari kejauhan. Sedih! sudah pasti ibu Hana sangat sedih saat melihat sang anak yang dulu ceria kini menjadi lebih pendiam, bahkan Hana enggan berbicara padanya.

"Kak," panggil seorang anak kecil berjalan menghampiri Hana.

"Hana menoleh dan tersenyum pada anak itu, "Iya," jawab Hana dengan lembut.

"Ini ada coklat untuk kakak," kata anak itu menyerahkan sebatang coklat pada Hana.

"Kamu baik sekali, terima kasih, ya," kata Hana mengambil coklat itu dari tangan anak itu.

"Sama-sama, Kak, tapi kata yang kasih coklat ini, kakak jangan sedih lagi, kalau kakak sedih cantiknya nanti hilang," kata anak itu dengan polosnya.

"Kakak? kakak yang mana?" tanya Hana mengedarkan pandangannya.

"Itu rahasia kak, pokoknya, kakak harus makan coklat ini dan jangan bersedih lagi!" jawab anak kecil itu.

"Pasti kakak akan makan coklat ini, tapi kakak ingin tahu kakak mana yang kamu maksud?" tanya Hana berharap anak kecil itu memberitahunya.

"Itu rahasia, kak, suatu saat nanti kakak akan tahu," jawab anak kecil itu kemudian berlari meninggalakan tempat itu.

"Kakak? rahasia? siapa sebenarnya orang yang memberikan coklat ini?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status