Share

Kabar Kehamilan Alesha

Satu Minggu Kemudian...

Tak terasa pernikahan Alesha dan Oliver berjalan beberapa hari tanpa adanya kebahagiaan sedikitpun di dalamnya.

Namun sudah dua hari ini Alesha merepotkan pembantu di rumah Oliver. Seperti pagi ini dia mual-mual dan selalu merasa perutnya bergejolak setiap memakan sesuatu.

Alesha mengusap perutnya dan menatap pantulan wajahnya di cermin.

"Aku mual lagi dan lagi, Ya Tuhan... Bagaimana ini?"

Alesha yang berbaring di atas ranjang, meremas perutnya dengan pelan. Hatinya begitu gelisah dan rasa takutnya semakin besar.

"Nyonya, apa Nyonya masih mual?"

Suara Bibi, pembantu di rumah Oliver yang begitu perhatian pada Alesha selama dia berada di sini, wanita itu mendekati Alesha yang sudah pucat seperti seorang pasien.

"Aku tidak papa Bi," jawab Alesha menyeka keringat dingin di wajahnya. "Tidak perlu menghubungi dokter, aku baik-baik saja."

"Tapi Nyonya sangat pucat," ujar Bibi, wanita itu sangat cemas.

Pintu kamar tiba-tiba terbuka, nampak Oliver berdiri di ambang pintu menenteng mantel hangatnya, laki-laki itu masih berbalut seragam perwiranya, dia menatap Alesha yang terbaring lemah.

Laki-laki itu melangkah mendekati Alesha dengan ekspresi datar dan kesan tidak peduli yang terpancar.

"Apa yang terjadi? Kau sakit?" Oliver menatap wajah Alesha lekat-lekat.

"Hanya tidak enak badan saja, aku tidak pa-"

"Hubungi Dokter Ruby, suruh dia ke sini memeriksa Alesha," perintah Oliver pada sang pembantu, dia menyela cepat ucapan Alesha.

"Oliver, aku-"

"Aku tidak punya waktu menjaga orang sakit, Alesha," seru Oliver begitu menohok.

Oliver akan mendatangkan seorang dokter, perasaan Alesha pun semakin cemas dan takut. Jemarinya meremas bantal dan keringat dingin membasahi wajahnya.

Oliver sedikit membungkukkan badannya di hadapan Alesha sampai tiba telapak tangan laki-laki itu menyentuh keningnya.

"Kenapa kau meminta Bibi menghubungi dokter, aku kan hanya tidak enak badan saja. Harusnya kau tak perlu repot-repot." Alesha menatap mata biru milik Oliver.

Oliver kembali menegakkan tubuhnya.

"Sudah kewajibanku melaksanakan apa yang harus aku kerjakan, termasuk perintah atasanku menjaga anaknya yang merepotkan."

Tatapan Alesha meneduh. "Tugas dari Ayah, ya..."

Tidak ucapan apapun yang Oliver katakan lagi. Laki-laki itu melangkah membuka pintu dan menatap Alesha sekejap.

"Diamlah di sana, dokter akan segera datang," ujar Oliver sebelum dia menutup pintunya kembali.

Alesha kebingungan, dia takut tentang suatu hal yang akan terbongkar. Wanita itu menggigit kuat bibir bawahnya.

Ketakutan merasuki Shela meskipun dia berusaha keras menekan kepanikannya.

'Bagaimana ini... Bagaimana kalau Oliver tahu,' batin Alesha dengan air matanya yang menetes tiba-tiba.

Setelah beberapa menit menunggu, akhirnya dokter yang dipanggil Oliver pun datang dan masuk ke dalam. Wanita dengan balutan jas putih itu hanya berdua saja di dalam kamar dengan Alesha.

Dokter juga menanyakan apa yang Alesha keluhkan dan Alesha mengatakan semuanya dengan jujur. Pemeriksaan pun dilakukan sampai dokter itu menunjukkan ekspresi terkejut beberapa saat.

"Maaf Nyonya Alesha... Apa Nyonya tahu kalau Nyonya sedang hamil?" tanya dokter itu dengan wajah serius. "Bahkan ini sudah sekitar empat minggu."

Alesha menggigit bibir bawahnya, air matanya berdesakam. Semua orang juga tahu kalau Alesha baru menikah satu minggu yang lalu.

Namun akhirnya dia mengangguk. "Iya dok, saya tahu. Tapi... Tapi saya mohon dokter jangan mengatakan ini pada suamiku, jangan memberitahunya kalau saya hamil, saya mohon," pinta Alesha mencekal tangan dokter itu.

Tanpa Alesha ketahui, seorang Oliver Vorgath mendengar semuanya. Laki-laki itu sejak beberapa detik yang lalu berdiri di balik pintu memegangi gagang pintu dan hendak membukanya, tapi kenyataannya mengejutkan yang ia dapatkan.

Bagai petir menyambar dada Oliver setelah mendengar obrolan Alesha dan dokter di dalam sana, dan Alesha meminta dokter untuk tutup mulut dari Oliver.

"Hamil, Alesha hamil?!" lirih Oliver tak tahan dengan keterkejutan itu.

Kobaran amarah menjalar di dadanya. Saat itu juga ia mendorong pintu kamarnya hingga terbuka lebar. Ia melayangkan tatapan tajam dan penuh amarah pada Alesha.

Alesha yang terkejut saat pintu terbuka dan kemunculan Oliver. Wanita itu menundukkan kepalanya seketika dan air matanya mulai mengalir begitu tatapannya bertemu dengan Oliver.

"Katakan sekali lagi, dokter. Apakah istriku benar-benar hamil?" Oliver berucap dingin seraya melangkah mendekati Alesha.

Dokter itu nampak ragu, namun dia mengangguk.

"Be-benar Tuan. Nyonya Alesha sedang hamil."

"Baik, pergilah," usirnya dengan nada dingin.

Pintu kamar kembali tertutup dan menyisakan kemarahan seorang Oliver di dalam sana.

"Hamil," ucap Oliver dengan dingin, sampai akhirnya dia tertawa sumbang. Menertawakan kebodohannya.

"Oliver..."

Alesha turun dari atas ranjang dan mendekati Oliver dengan tangisannya yang tak terbendung. Dia hendak menyentuh lengan suaminya, namun Oliver menyentak tangan Alesha dengan cepat.

Oliver menatap marah pada Alesha yang menangis-nangis di depannya, sungguh menjijikkan di mata Oliver.

"Jadi karena ini," desis Oliver menipiskan bibirnya menarik pergelangan tangan Alesha.

"Karena ini Ayahmu memintaku menikahimu?! Karena kau hamil!"

Oliver berteriak keras di depan Alesha, tangannya menyambar vas bunga hingga menimbulkan suara pecahan beling dengan keras.

Amarahnya tak bisa ia tahan setelah menyadari kalau dirinya dimanfaatkan oleh atasannya untuk menikahi putrinya yang ternyata sedang hamil.

"Pantas saja Ayahmu itu, Seorang Laksamana Fredrick akan melakukan segala cara untuk menjatuhkanku supaya aku menikahimu, bahkan dia mengancamku dengan hal yang tidak masuk akal! Ternyata, putri orang ternama di kota Sisilia ini sedang hamil tanpa suami!" teriak Oliver sekali lagi dan kali ini dia tertawa penuh amarah.

Alesha menekan dadanya dan menangis sesenggukan. Kesedihannya sungguh tak mampu lagi Alesha gambarkan.

"Oliver... Aku minta maaf, aku sungguh meminta maaf. Aku melakukan ini karena Ayah memintaku untuk menikah denganmu. Aku tidak bisa menolaknya, aku tidak mau Ayahku malu, dan-"

Ucapan Alesha terputus saat Oliver mencekal erat kedua pundaknya dengan tatapan nyalang. Rahang Oliver mengetar, wajahnya mengeras dan iris birunya benar-benar tajam menyayat hati Alesha.

"Maaf katamu? Aku benar-benar tidak menyangka kalau kau adalah wanita murahan yang hamil di luar nikah!" desis Oliver menyentak tubuh Alesha dengan kasar.

Tubuh Alesha terjatuh, dia terduduk di lantai menangis hingga dadanya terasa sesak. Alesha sangat-sangat sedih dengan hal ini, kemarahan Oliver yang tidak akan pernah bisa memaafkannya.

Gemetar sekujur tubuh Alesha, ia mendongak menatap Oliver yang berapi-api. Sampai Alesha menyentuh tangan Oliver erat-erat dengan tangisan tak terhentikan.

"Aku tidak seperti yang kau pikirkan, Oliver. Tidak!" Alesha menggelengkan kepalanya. "Aku dijebak. Seseorang ingin menjatuhkan Ayahku, aku dijebak dan dilecehkan seseorang. Aku juga tidak menginginkan hal ini terjadi padaku, Oliver..."

Alesha menangis setelah menjelaskan hal yang sejujurnya. Dia dijebak oleh musuh Ayahnya, dan Alesha dilecehkan dengan kejam. Hal ini membuat Alesha ketakutan sekedar untuk bercerita.

Oliver melirik Alesha yang begitu menyedihkan, dia tidak peduli apapun alasan Alesha. Amarah sudah membumbung tinggi di dalam hatinya, jangankan peduli, percaya pun ia enggan.

"Jangan berusaha keras membuat aku percaya padamu, sekarang urusi saja anak harammu itu!" sinis Oliver dengan kedua tangan terkepal.

Alesha berusaha bangkit, dia mendekati Oliver dan sekali lagi Oliver menyentak tangan Alesha.

"Jangan menyentuhku!" berang Oliver.

"Dengarkan aku, aku tidak berbohong padamu tentang ini. Oliver tolong..." Alesha menutup mulutnya menangis hingga tak bersuara.

Laki-laki itu berdiri tegap penuh tatapan kebencian.

"Sampai kapanpun, jangan pernah kau berharap aku menerima anak haram dalam rahimmu itu, Alesha Alister!"

Oliver kembali menyahut mantel hangatnya, padahal laki-laki itu baru saja pulang. Dia pasti lelah, namun keributan besar ini membuat Oliver semakin lelah.

"Ka-kau mau ke mana? Kau baru saja pulang," ujar Alesha mencoba menahan suaminya. "Apa malam ini kau tidak akan di rumah lagi?"

Laki-laki itu membuka pintu kamar dan menghentikan langkahnya di tempat, dia memunggungi Alesha tanpa menatapnya sedikit pun.

"Ya, aku akan menghabiskan malam di tempat kekasihku!"

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Fitria Pangumpia
sedih ceritanya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status