Share

Tipu Muslihat Mia

Malam pukul 8, Mia akhirnya sadar. Pandangan pertama yang ia lihat adalah Rafka. Suaminya itu tertidur lelap di kursi dekat ranjang sambil terus menggenggam erat jemari tangan kanannya.

Hati Mia bergetar melihat ketulusan yang diberikan Rafka. Belum pernah Mia mendapatkan kasih sayang yang sebesar ini walaupun untuk saat ini getaran hati itu tidak bermakna apa-apa.

Kepala Mia yang dibungkus perban masih terasa sakit. Secara perlahan Mia menggerakkan badannya lalu bersuara berharap Rafka bangun dan bersedia memberikan segelas air putih yang ada di atas nakas.

Pergerakan Mia yang konstan lambat laun membuahkan hasil. Tidur Rafka yang nyenyak terganggu dan saat badan Rafka kembali tegak, ia menyadari bahwa istrinya telah sadar.

"Sayang," ucap Rafka penuh cinta. Rafka lantas bangkit lalu mendekap erat tubuh Mia yang lemah.

Tangan lemas Mia membalas dekapan Rafka seakan ia bersyukur memiliki Rafka dalam hidupnya. Padahal itu hanya kebohongan belaka supaya Rafka tidak curiga.

"Sayang, aku haus," cicit Mia pelan.

Rafka dengan segala ketulusannya lantas melepas dekapan hangatnya berganti dengan memberikan segelas air putih yang Mia butuhkan.

"Jauh lebih baik?" tanya Rafka setelah menerima kembali segelas air putih yang kini tandas setengahnya.

Perlahan Mia mengangguk kepalanya. Matanya sesekali terpejam karena menahan sakit.

"Kepala kamu masih sakit ya? Maaf ya, aku janji akan jaga kamu!" balas Rafka. Cinta tulusnya akan selalu menemani Mia dalam segala situasi. Rafka benar-benar merasakan arti dicintai dan mencintai. Tidak ada satu katapun yang bisa menjelaskan cinta Rafka pada Mia.

Teramat singkat namun tepat. Rafka yakin, Mia itu pelabuhan terakhirnya. Mia yang akan menjadi titik awal kehidupan barunya.

"Sedikit. Tapi pusing juga," sahut Mia. Tangan kirinya yang menganggur perlahan memijat keningnya. Prediksi Mia salah. Rasa sakit akibat lemparan pas bunga itu ternyata benar-benar sakit.

"Aku panggil dokter ya," putus Rafka.

Saat Rafka hendak bangkit dari duduknya dan berbalik arah, tangan kanan Mia yang ditusuk jarum infus mencegahnya.

"Jangan pergi. Aku butuh kamu. Aku takut Siska datang lagi, aku juga malu sama karyawan di kantor. Sekarang mereka pasti tahu kalau aku istri kedua kamu. Istri yang gak akan pernah diakui di hadapan publik," jelas Mia sengaja memantik prahara baru.

Bukan hanya Siska yang bisa menghasut Rafka. Mia juga bisa, bahkan hasutan Mia lebih mempan dibandingkan hasutan Siska.

Atas nama cinta Mia berbohong, atas nama cinta Mia berjuang. Tidak! Ini soal rasa sakitnya yang harus terbalaskan walaupun ia harus kehilangan jati dirinya. Bayarannya harus setimpal dengan apa yang telah ia korbankan.

"Sayang," Rafka tak banyak bicara. Ia hanya mendekap Mia kembali. Menyalurkan energi positif agar Mia tidak lagi merasakan rasa takut yang berlebih.

Akting Mia dimulai. Tangisnya pecah kala dekapan Rafka terasa hangat menusuk hati. Tapi Mia menutup hatinya. Mia hanya menganggap ketulusan Rafka sebagai kunci utama ia bisa mengalahkan Siska.

Licik benar pikiran Mia, tapi itu semua mendasar. Karena Siska, sebab Siska.

Saat sedang asik mendekap tubuh lemah Mia, suara langkah kaki yang mendekat membuat Mia mengeratkan dekapannya. Bukan karena Mia takut tapi karena ia sedang menghayati perannya. Mia seakan anak kecil yang sedang bersembunyi di balik tubuh ayahnya karena takut di marahin Mama.

"Tenang sayang. Ada aku di sini, mungkin itu suster yang mau ngecek kondisi kamu," ujar Rafka seakan tahu apa yang sedang Mia pikirkan.

Dekapan erat dari Mia membuktikan jika saat ini Mia sedang ketakutan walaupun faktanya tidak. Rafka yang polos, Rafka yang tidak pernah menyimpan satupun pikiran negatifnya pada Mia membuat Mia mudah menguasai isi pikirannya.

Bukan mencuci otak Rafka hanya saja memanfaatkan kelemahan Rafka.

Mia berangsur-angsur tenang. Dekapannya melonggar lantas terlepas. Rafka kembali duduk di kursi yang ada di dekat ranjang tempat Mia berbaring. Derit pintu terdengar sangat nyaring disertai hentakan kaki.

Ceklek,

Suster datang seorang diri. Ia membawa troli yang berisikan suntikan, infus dan alat kesehatan lainnya.

"Saya cek dulu ya Bu," ucap suster itu ramah.

Rafka mengalah. Ia bangkit dan berpindah tempat ke samping kiri ranjang Mia. Sambil menunggu pemeriksaan, Rafka sesekali mengecek ponselnya. Memastikan Mia sudah pulang. Rafka sengaja memasang GPS di ponsel supir pribadi Siska. Semua itu ia lakukan demi menjaga Siska dan juga memastikan istri pertamanya tidak selingkuh dengan pria lain.

Entahlah, Rafka sebenarnya tidak takut jika diselingkuhin hanya saja Rafka ingin memastikan lagi jika selama ini ia hidup bersama wanita setia. Bukan wanita gila harta walaupun tagihan kartu kredit di akhir bulan selalu over limit.

"Alhamdulillah. Semuanya baik, besok dokter akan memeriksa ibu kembali. Sekarang ibu bisa istirahat. Ini ada obat yang harus ibu konsumsi dan ini menu makan malamnya. Kalau begitu saya permisi, selamat malam," ucap suster itu lugas.

Ternyata di bagian troli ke dua suster tersebut membawa beberapa box makanan khusus pasien. Pelayanan rumah sakit ini memang tidak kaleng-kaleng. Terkenal dengan pasiennya yang elit juga dokter-dokter yang mumpuni. Wajar jika suster di rumah sakit ini bisa merangkap jadi tim gizi.

Rafka balas mengangguk. Setelah suster itu keluar, ia kembali ke tempat duduknya.

"Makan dulu ya," ucapnya. Tangan kanannya lantas meraih box makanan yang diperuntukkan bagi Mia.

"Aku gak laper. Kamu sendiri udah makan?" tanya Mia so perhatian.

Sebagai seorang istri Mia harus bisa meraih perhatian Rafka. Mia tidak boleh lengah karena aksi balas dendam baru berjalan setengah.

"Gak laper juga harus makan. Aku pengen kamu sembuh jadi kita bisa pergi honeymoon. Emangnya kamu gak mau berduaan sama aku?" jawab Rafka. Rafka sengaja menyinggung soal honeymoon, selain karena ia mendambakan seorang anak, ia juga ingin bermesraan layaknya pengantin baru. Keperjakaannya memang diambil Siska tapi tidak ada salahnya mendapatkan sensasi bercinta baru dari Mia. Bisa saja servis yang diberikan Mia jauh lebih baik dibandingkan Siska dan membuahkan hasil.

"Pengen, tapi enakan sakit. Jadi kamu lebih peduli sama aku. Fokus kamu juga gak keganggu. Gak ada tuh dinomor duakan!" sahut Mia. Suaranya sengaja mendayu-dayu seakan sedang merayu padahal Mia sendiri ingin muntah mendengarnya.

"Sayang. Aku gak pernah loh menomor duakan kamu. Kamu itu prioritas aku, sekarang dan nanti kamu itu akan selalu jadi prioritas aku," balas Rafka mantap.

Ya, Rafka akui. Sejak jatuh cinta pada Mia prioritasnya dalam mencintai menjadi berubah. Mia memang istri keduanya tapi Mia itu selalu jadi bagian utama dalam hidupnya. Siska yang notabennya istri pertama justru sering dinomor duakan.

"Bohong! Kalau aku prioritas utama kamu kenapa aku gak pernah diajak ketemu keluarga besar kamu? Aku di sembunyi-sembunyi? Aku gak pernah tuh di publish. Kamu malu ya?"

Bagai dihantam beribu pukulan, Rafka terdiam. Ia bingung sekaligus tergugu. Ternyata Mia butuh di publikasikan, namun mampukah Rafka mempublikasikan hubungannya dengan Mia?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status