Luna mundur beberapa langkah, saat tangannya tidak sengaja mengenai sebuah foto yang membuat foto tersebut jatuh dan menghantam lantai yang keras. Bingkai kayu yang membungkusnya patah, kaca yang menjadi pelindungnya berhamburan menjadi serpihan-serpihan kecil. Luna tidak sengaja menjatuhkannya saat meletakkan semangkuk bubur di atas meja."Apa yang kau lakukan!"Luna yang berjongkok untuk memungut serpihan-serpihan keca itu, menoleh saat mendengar suara berat Brian yang tertahan.Brian menarik tangan Luna untuk berdiri, membuat serpihan kaca yang sudah ia kumpulkan di tangannya kembali jatuh berhamburan."Aku... aku tidak sengaja." Luna berucap gugup, tidak berani menatap Brian yang menggeram marah melihat foto Bella dengan serpihan-serpihan kaca di atasnya."Aku sudah memintamu untuk tidak menyentuhnya, bukan! Kau hanya harus melakukan tugasmu!" tekan Brian dengan amarah yang tertahan.Brian berjongkok untuk mengambil foto itu, lalu ia kembali berdiri dan berdiri menatap Luna yang ha
"Tidak ada!" jawab Brian, berbohong."Benarkah, jika ternyata Anda berbohong, jangan membuat saya harus menyelesaikannya jika nanti ada masalah. Karena Anda bahkan tidak memberitahukan pada saya," ucap Adrian lugas.Adrian hanya ingin tahu, setidaknya Adrian bisa menyiapkan antisipasi untuk masalah apa pun itu nantinya. Karena bagaimanapun juga, Brian sudah pasti akan selalu menyeret Adrian dalam masalah yang ia timbulkan sendiri."Sebenarnya, aku membuat perjanjian dengan Luna," ujar Brian, "Seperti yang kau tahu, aku tidak akan membiarkan Luna hidup menderita di luar sana, aku harus bertanggung jawab atas dia. Karena itulah, aku berjanji akan melepaskannya, saat dia benar-benar sudah menemukan seseorang yang bisa menjaga dan melindunginya. Kami sepakat akan berpisah saat itu terjadi.""Apakah Anda yakin? Bagaimana jika Luna tidak akan pernah menemukan orang itu? Haruskah dia terus berada dalam pengawasan Anda?"Brian menghela napas, ia mulai ragu dengan perjanjian yang ia buat sendir
"Bukan apa-apa, Bibi Megan hanya berkunjung sebentar." Luna berbohong, ia tidak akan mengatakan yang sebenarnya pada Brian, seperti janjinya pada Bibi Megan."Lalu, mengapa dia marah, Bintang tidak mungkin berbohong. Dan juga, Bibi Megan adalah orang yang penyayang, dia tidak mudah marah. Atau, kau membuat kesalahan?" tebak Brian, membuat Luna mengangguk kaku."Iya, aku tidak tahu minuman seperti apa yang disukainya. Jadi, aku hanya membuatkannya segelas teh, tapi ternyata Bibi Megan menyukai kopi," jelas Luna, memberi alasan."Dia seharusnya tidak marah jika hanya mengenai hal itu," ujar Brian.Bintang yang menjadi pendengar, hendak protes mengenai apa yang dikatakan Luna dan ingin mengatakan yang sebenarnya. Namun, Luna lebih dulu menutup mulutnya dengan sebelah tangan, sembari mengedipkan sebelah matanya, meminta Bintang untuk tidak mengatakan apa pun."Ada apa? Kau menyembunyikan sesuatu dariku?" selidik Brian, menatap curiga pada Luna."Bintang, katakan pada Papa, jangan berbohong
'Mengapa aku terus memikirkan hal itu. Belum tentu hal itu yang akan menjadi permintaannya,' batin Brian, "Lagipula, kita memang sudah membuat perjanjian. Entah cepat atau lambat, kita akan tetap berpisah saat dia sudah menemukan seseorang yang bisa menjaganya," gumam Brian, pandangan matanya tidak lepas dari seorang perempuan yang tertawa lepas, seolah tidak memiliki beban apa pun dalam hidupnya.Luna, untuk pertama kalinya setelah sekian lama. Akhirnya bisa menghirup udara segar yang membuatnya lebih tenang, meski masih banyak kekacauan dalam pikirannya, setidaknya tidak seburuk dulu. Luna merasa lebih bisa bernapas sekarang, jika dibandingkan dengan dulu.Melihat Luna yang seperti itu, Brian ikut tertular untuk menarik ujung bibirnya ke atas. Tersenyum hanya dengan memandangi Luna dan Bintang. Sesekali menguping pembicaraan mereka."Papa, Mama. Kata dokter, Bintang tidak perlu ke rumah sakit lagi 'kan, Bintang hanya perlu meminum obat agar segera sembuh." Bintang berceloteh tentang
"Mengapa Papa hanya duduk di situ?" tanya Bintang saat melihat sang Ayah yang tampak menjaga jarak dari Mereka, "ayo bermain Papa," ajak Bintang lagi, agar Brian bergabung bersamanya juga Luna dan Adrian."Bintang saja yang bermain bersama Mama Luna dan Paman Adrian, Papa ingin di sini saja," ucap Brian, tersenyum canggung saat tatapan matanya tak sengaja bertemu dengan Luna."Ayo bermain dengan paman saja Bintang, tidak perlu pedulikan Papamu. Dia memang suka aneh," bisik Adrian, namun masih bisa didengar oleh Brian."Aku mendengarnya Adrian!" dengus Brian.Adrian dan Bintang sontak tertawa. Sedangkan Luna, ia hanya tersenyum dan melirik Brian sekilas. Saat tatapan mata mereka tidak sengaja bertemu, Brian segera mengalihkan pandangannya ke arah lain. Membuat Luna jadi merasa janggal, Brian tidak seperti biasanya.'Apa dia merasa canggung karena menangis tadi?' batin Luna.Luna cukup peka untuk menyadari perubahan Brian sejak selesai berbicara sambil menangis dan memeluknya, Brian jadi
"Semua ini salahmu!" tuduh Brian, melirik Luna yang berbaring telentang di sebelahnya."Mengapa jadi menyalahkan aku, jelas-jelas kau yang menarikku," bantah Luna, tidak terima saat Brian masih berusaha menyalahkannya."Tetap saja, kau yang hanya menggunakan handuk sehingga membuat siapa saja yang melihat jadi salah paham." Brian tetap menyalahkan Luna atas kesalahpahaman yang terjadi.Adrian yang melihat kejadian tadi, benar-benar salah paham. Dan mereka tidak memiliki kesempatan untuk menjelaskan, karena Adrian sudah lebih dulu pergi membawa Bintang."Aku sudah akan berpakaian, tapi kau menahanku. Selain itu, kau yang menerobos masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu," ujar Luna menggebu-gebu, tidak terima saat Brian terus memojokkannya."Tetap saja, itu salahmu. Mengapa kau tidak mengunci pintunya." Brian yang memang tidak ingin mengalah, kembali memulai perdebatan, "bagaimana jika orang lain yang membuka pintu, dia bisa saja melakukan hal yang buruk padamu," lanjutnya."Aku tahu
"Mama, kapan Bintang akan memiliki adik?" Luna yang sedang sibuk di dapur cukup terkejut dengan pertanyaan Bintang yang tiba-tiba. "Mengapa Bintang bertanya seperti itu?" tanya balik Luna, menghentikan kegiatannya sejenak."Paman Adrian yang mengatakan pada Bintang, Bintang harus tidur dengan Paman Adrian karena Mama Luna dan Papa sedang membuat adik untuk Bintang," ujar Bintang, membuat Luna tersenyum masam, dalam hati ia melemparkan sumpah serapah pada Adrian.Sekarang Luna jadi bingung, bagaimana menjelaskannya pada Bintang. Sedangkan Luna tidak melakukan apa pun dengan Brian. Mereka hanya sebatas tidur bersama."Bintang, Paman Adrian salah paham. Mama dan Papa tidak membuat adik untuk Bintang, Mama dan Papa hanya sedang mengobrol," jelas Luna, "Bintang bisa bertanya pada Papa Brian untuk memastikannya," lanjutnya."Tapi, Bintang sudah bertanya pada Papa, dan Papa mengatakan iya, Papa juga menyuruh Bintang agar meminta langsung pada Mama Luna. Papa mengatakan, jika Bintang mengingi
"Bintang lelah!" Bintang berbaring di atas karpet, di antara mainannya yang berhamburan.Brian yang duduk di sofa hanya meliriknya sekilas, tidak tertarik. Berbeda dengan Luna yang langsung berpindah mendekati Bintang."Bintang sudah mengantuk ya? Mau tidur sekarang?" tanya Luna, namun Bintang hanya menggeleng menolak. Sekarang bukanlah jam tidur Bintang, jadi Bintang seharusnya belum mengantuk."Tidak, Mama. Bintang belum mengantuk," ujar Bintang, ia segera bangun dan duduk di pangkuan Luna."Atau Bintang mau pindah ke kamar saja? Bermain di kamar bersama Mama." Luna memutar tubuh Bintang agar duduk menghadapnya.Namun, lagi-lagi Bintang hanya menggeleng. Diam-diam ia melirik Brian yang sibuk dengan ponselnya."Bintang hanya lelah melihat Papa dan Mama," ucap Bintang tiba-tiba, menatap Brian dan Luna secara bergantian."Mengapa Papa dan Mama tidak saling berbicara? Papa dan Mama sedang bermusuhan ya?" tanya Bintang, "kata paman Adrian, kita tidak boleh bermusuhan tahu," ucap Bintang l