Bab 19A Salah Paham
Gita sudah tak tahan lagi mendengar kemesraan mereka di dalam ruang kerja. Ingin rasanya mendobrak pintu di depannya.
"Mas Bintang, awas ya!" Giginya saling menggertak menahan cemburu.
Tanpa aba-aba, pintu pun menjadi saksi bisu sasaran kecemburuannya.
Brakk,
Ardi tersentak, pun juga Jessy yang tengah memegang penggaris dengan posisi menunduk dan tangan di atas meja desain.
"Apa yang kalian la...lakukan?" Teriakan diakhiri suara terbata Gita membuat keduanya heran.
"Ada apa, Ras?"tanya Ardi penuh selidik. Tangan kanannya memegang pensil khusus untuk mendesain.
Dia mendekati Gita yang terpaku di tempatnya.
Betapa Gita ingin menenggelamkan wajahnya di bawah bantal sekarang juga. Bisa-bisanya dia berpikir terjadi hal yang tidak-tidak di ruang kerja. Jam dinding yang berdetak jarumnya seakan menertawakan tingkah konyolnya. Ternyata mereka berdua sedang menggambar desai
Bab 19B Salah Paham"Sudah sampai, Tuan." Gita mengucap sambil menoleh ke arah Ardi.Ardi terdiam menatap lekat manik mata gadis berjilbab marun di depannya. Gita tertegun saat Ardi mulai mengikis jarak dengannya.Aroma mint bisa dirasakan sampai ke indra penciuman Gita."Tuan, sudah sam...."Tanpa persiapan, bibir merah Gita sudah menjadi sasaran pria di depannya. Gita hanya tercengang dibuatnya dan tak berniat membalasnya."Aku menyukaimu, Ras. Sungguh, aku tidak bisa berbohong. Aku benar-benar tertarik padamu."Deg,"Tapi, Tuan?"Ardi melakukannya lagi dengan lembut, pun juga Gita tak bisa menolaknya. Mengingat dia tidak berdosa melakukannya bersama Ardi, Gita mencoba membalas.Ardi terkesiap dengan apa yang dilakukan Gita. Dalam hati bertanya-tanya kenapa Gita dengan senang hati melakukannya.Tidak bisa dipercaya oleh logikanya. Mereka larut dalam kenikmatan. Sesaat
Bab 20A Semakin dekat Sejak pernyataan malam itu, Gita berusaha menjaga jarak dengan suaminya. Dia memang belum menjawab, pun Ardi tak ingin memaksanya. Gita terus mencari cara untuk berterus terang karena yang dia tahu suaminya sangat membenci istrinya. Bagaimana jadinya kalau suaminya tahu kalau dirinya yang disukai sekaligus menjadi orang yang paling dibenci.Sementara itu, Ardi justru semakin mencoba mendekati Gita. Ardi menyadari Laras adalah gadis kecil yang sudah mengubah dunianya. Sedikit demi sedikit dia mulai mengurangi kebiasaannya minum-minuman keras dan juga bermain-main dengan Jessy. "Ar, ke kantor jam berapa?" Pagi-pagi seperti biasa Jessy menyambangi rumahnya."Sebentar lagi, Jess. Sarapan dulu! Masih nunggu Laras bersiap sekalian aku mengantarkannya ke kampus.""Laras lagi," batin Jessy tak suka."Aku sudah sarapan. Siapa yang masak, Ar?""Laras."Mendengarnya, Jessy tersenyum kecut. Kentara sekali Ardi sangat menikmati masakan Gita. Semakin hari mereka semakin terl
Bab 20B Semakin dekat"Astaga. Serius, Ta?" Ela menjerit saking kagetnya. Tak percaya kalau selama ini Gita ternyata tinggal bersama suami yang ingin dihindarinya."Iya, El."Gita menghambur ke pelukan Ela. Sahabat yang siap menyediakan bahu untuknya menangis. Tak ingin air mata sahabatnya mengucur sia-sia, Ela segera menenangkan Gita saat isakan mulai berkurang."Gimana ceritanya Pak Ardi suamimu. Katamu suamimu bernama Atmaja?" Ela masih belum pulih dari herannya."Salahku, El. Aku tak mempedulikan nama ataupun sosok wajahnya. Yang aku tahu hanya nama belakangnya Atmaja. Tuan Ardi sudah pernah menemui Toni saat aku kabur ke Yogya.""Jadi, Toni sudah tahu?" ujar Ela terkejut."Iya, dia yang memperingatkanku. Kamu masih ingat, kan?""Iya, pantas aja Toni merasa nggak asing dengan Pak Ardi. Lalu apa yang kamu lakukan selanjutnya,Ta?""Entahlah, El. Aku masih bingung. Mas Bintang punya
Bab 21A Hasutan Hiruk pikuk manusia melintasi jalan raya yang biasa Ardi lewati. Jam pulang kerja tiba, jalanan dipenuhi kendaraan. Asapnya pun mengepul di udara. Sepulang kerja, Ardi sengaja menjemput Gita untuk diajak mampir ke butik. Lelahnya bekerja tak dirasakan saat ingin mewujudkan sebuah keinginan. Ardi ingin memberikan hadiah untuk Gita yang sudah membuatnya kembali mengingat Tuhannya. Dari lubuk hati yang terdalam sedikit demi sedikit perasaan suka itu bermunculan. Dia menyadari perubahan ke arah pribadi yang baik muncul saat mengenal Gita. Meskipun untuk mencapai tujuan yang sempurna itu harus pelan-pelan tapi Ardi yakin bisa meraihnya.Tin.tin,Mobil mewah yang dikendarai Ardi sudah parkir di gerbang depan kampus. Lambaian tangannya menyapa dua gadis yang berjalan dari arah dalam kampus. Gadis dengan gaya sama, mereka suka mengenakan tunik floral selutut dipadu dengan leging dan jilbab polos senada. "Ta, itu suamimu."Gita sudah membalas lambaian tangan Tuan Ardi sembar
Bab 21B Hasutan "Asal malam ini temani aku lagi seperti biasa!" "Apa yang tidak untuk Pak Robert." Senyum tersungging di bibir merah Jessy yang memakai kosmetik mahal. Dia mencari kesenangan lain saat Ardi melupakannya. Tak memperhitungkan berapa besar dosa yang sedang ditabungnya, Jessy hanya memikirkan kenikmatan duniawi. Masih memandang dua insan yang sedang memadu kasih, Jessy mengepalkan tangannya. Gigi menggertak seraya mengumpat sang wanita. "Awas saja, Laras kamu sudah berani main-main denganku." Seminggu berlalu, sejak Ardi membelikan baju untuk Gita, Jessy tak berhenti mencari celah untuk membuat Ardi membenci Gita. Berbagai cara dilakukan Jessy agar gadis itu bisa pergi jauh dari rumah Ardi. Sementara itu, Gita tak merasa canggung dibelikan baju karena Ardi memberikannya sebagai hadiah mau mengingatkannya beribadah. Ada rasa bangga di hati Gita saat suaminya mulai menyadari kebiasaan buruknya harus ditinggalkan. Bajunya sangat pas dipakainya saat ke kampus siang ini.
Bab 22A Amarah Jessy berlalu meninggalkan Ardi yang duduk termangu di ruang kerjanya dengan sebotol minuman dingin."Laras, tunggu saja hukuman dariku!" Seringai tercetak di bibir Ardi yang sudah diliputi kemarahan. Otaknya dipaksa berpikir untuk memberi hukuman pada Gita.Hampir jam 10, Gita baru sampai di rumah naik taksi yang dipesankan dosennya. Sementara Ela dan Toni juga sudah pulang ke tempatnya masing-masing. Toni memilih menginap di tempat kos teman sekelasnya karena besoknya ada pertandingan futsal."Kenapa jam segini baru pulang?"ucapan Ardi dengan intonasi tinggi membuat Gita tergagap. Suara yang didengar tidak seperti tadi siang yang lembut. Kali ini nada bicara suaminya terdengar dingin."Maaf Tuan, kegiatannya baru selesai jam 9 tadi. Setelah itu harus beres-beres juga.""Oh, apa kamu menikmatinya?""Hah?"Gita dibuat heran kenapa pertanyaannya seperti sedang menginterogasi."Sedikit capek tapi menyenangkan, Tuan. Pengalaman baru buat saya."Jawaban Gita saling bertau
Bab 22B Amarah"Nih, bayaran untukmu. Tinggalkan rumahku sekarang juga!"Bak petir menyambar, Gita yang baru terbangun dengan nyawa belum sepenuhnya terkumpul justru dibuat tercengang dengan teriakan suaminya."Apa maksud Tuan?"Gita mencoba meraih pakaiannya, setidaknya memakai jilbabnya. Mencoba menjadi Laras dihadapan suaminya."Kenapa harus ditutupi? Padahal semalam aku sudah melihat semuanya," ucap Ardi terkesan mengejek.Gita yang tidak terima hanya mampu menggigit bibir bawahnya."Tidak usah sok polos kamu, Ras. Dasar perempuan munafik. Kamu bilang takut dosa melakukannya. Kenapa justru sekarang menikmatinya? Aku kira kamu masih per*w*n, ternyata dugaan Jessy benar adanya. Kamu sudah pernah melakukannya dengan laki-laki lain sebelum ini. Kamu sama halnya dengan perempuan mur*h*n di luar sana.""Maafkan saya, Tuan. Saya...."Tak sanggup melanjutkan ucapannya, tengg
Bab 23A TerusirArdi menatap nyalang surat yang ditinggalkan Gita bersama segepok uang yang tadinya diberikannya sebagai gaji dan bayaran semalam. Diremasnya hingga tak berbentuk surat itu."Dasar wanita si*l*n. Jadi, Laras adalah Gita, selama ini dia sudah membohongiku. Tapi aku tidak menyesal telah mengusirnya. Biarkan saja dia terlunta-lunta di jalanan. Ini akibat dia mempermalukan aku. Aku sudah berhasil membuatnya bertekuk lutut di hadapanku dan juga sudah menghancurkannya dengan meminta hakku."Ardi tertawa sumbang, kenyataan istrinya masih punya harga diri dengan tidak mengambil uang sepeserpun. Padahal Ardi tahu kalau Gita butuh uang untuk biaya hidup kuliahnya dan juga kedua orang tuanya."Dasar tidak tahu diri, memangnya dia bisa apa, hidup tanpa uang. Biarkan saja dia kelaparan. Salah sendiri uang sebanyak ini tidak diambilnya."Umpatan demi umpatan didengar oleh Bi Irah yang mengintip dari bali