"Kurang ajar, jangan sebut namaku Bintang Lazuardi Atmaja jika aku tidak bisa menghancurkanmu! Sampai ke ujung dunia pun aku pasti menemukanmu."
Pernikahan ini memang bukan keinginannya, tetapi atas inisiatif kedua orang tuanya yang ingin membalas budi kebaikan mertuanya yang kini sedang dalam kondisi ekonomi terpuruk.
Bukan ini yang diharapkan Ardi sapaan akrabnya, istrinya telah menginjak-injak harga dirinya. Hati kian memanas, tak ada ampun bagi orang yang sudah mempermalukannya dengan meninggalkannya sendiri di malam pertama.
"Aku pasti bisa menemukanmu dan membuatmu berlutut di hadapanku." Seringai licik tercetak di wajah Ardi yang telah merangkai siasat untuk membalas perbuatan wanita berstatus istri belum ada 24 jam itu.
Bintang Lazuardi, lulusan arsitek dari universitas luar negeri. Nama yang diberikan kedua orang tuanya sangat indah, tetapi tidak dengan perangainya. Sejak kuliah di luar negeri, Ardi menjadi anak liar dan susah diatur orang tuanya. Ayah ibunya menikahkannya dengan Anggita dengan harapan perangainya bisa berubah menjadi lebih baik. Tak disangka justru Anggita menorehkan luka yang semakin dalam pada Ardi.
Gita sudah berhasil keluar dari rumahnya bertemu teman SMAnya di gardu kampung.
"Ta, kamu sudah berani mengambil resiko. Gimana kalau suamimu tidak terima?"
Deg,
Gita tidak berpikir sampai sejauh itu. Suaminya sudah punya keluarga pastinya tidak akan mengejarnya. Untuk apa mengejar anak ingusan yang hanya punya ijazah SMA.
"Aku mau ke Yogya. Kamu tahu Ela punya saudara di sana. Tolong rahasiakan semua ini! Aku mau kuliah, semua berkas sudah aku bawa. Kalau kamu ke Yogya tolong kabari aku dan bantu mendaftar ya!"
"Ya, Ta. Apapun yang kamu perlukan pasti aku bantu. Hati-hati di jalan, jaga dirimu baik-baik!"
Perjalanan Karanganyar ke Yogya Gita tempuh dengan naik bis. Transportasi ini paling aman dari jejak yang mungkin bisa dilacak suaminya.
"Ah, suami, bahkan aku tidak tahu wajah suamiku. Namanya pun hanya nama belakang yang aku tahu. Aku tidak salah bukan, demi menghindari status istri kedua lebih baik aku kabur mengejar mimpiku."
Gita memantapkan niatnya dan bertekad meraih impiannya memperbaiki kondisi ekonomi keluarganya.
Berbekal uang tabungan seadanya dan baju-baju secukupnya, Gita sudah berada di dalam bis jurusan Solo-Yogya.
Butuh waktu sekitar 1,5 jam untuk sampai di terminal Giwangan.
Dia segera menghubungi Ela sahabatnya yang sedang tinggal di rumah tantenya di Yogya.
"El, aku hampir sampai terminal. Bisa jemput aku di gerbang masuk terminal! Nomer ini segera aku nonaktifkan, kawatir terlacak. Aku nanti hubungi kamu pakai nomer baru."
"Ya, Ta. Tunggu di sana! Jangan kemana-mana!"
Gadis bercelana kulot dengan kaos motif floral dan berhijap instan tengah berdiri di gerbang masuk terminal setelah turun dari bis yang baru saja ditumpanginya. Jaket jeans yang melekat ditubuhnya mampu menghalau dinginnya udara Yogya di malam hari. Suasana tambah mencekam saat dua orang bermuka garang menghampirinya.
"Mau kemana, Neng?"
Gita bergidik ngeri, jam sudah menunjukkan angka 10 kurang lima belas menit, tetapi Ela belum juga sampai.
Dua laki-laki berwajah preman mendekat, membuatnya beringsut mundur. Tangan salah satunya meraih pundak Gita membuat gadis itu gemetaran.
Tanpa pikir panjang, berlari adalah satu-satunya jalan keluar.
"Hei, mau kemana? Ayo kejar dia! Jangan sampai lolos! Kita akan bersenang-senang dengannya," ucap salah satu laki-laki berambut gondrong. Gita semakin mempercepat langkahnya, bahkan sekuat tenaga berlari tanpa tujuan. Pikirnya yang penting menjauh dari dua orang bermaksud menggodanya.
"Dimana gadis itu? Pasti nggak jauh dari sini."
Bab 3 Tertangkap"Dimana gadis itu? Pasti nggak jauh dari sini,” teriak salah seorang preman bertubung kurus. Kedua preman masih mengedarkan pandangan mencari keberadaan Gita yang tidak terlihat seujung rambutpun."Ya Rabb, inikah balasan atas perbuatanku meninggalkan suami. Sungguh ini awal kemalanganku. Tolonglah hamba-Mu ini!"Prank,Suara benda jatuh tak sengaja tersenggol Gita yang sedang bersembunyi di dekat tong sampah besar."Itu, dia. Tangkap, kak!""Mau kemana kamu gadis cantik? Ayo kita minum-minum dulu!"Andai bisa beladiri, Gita pasti akan menghajarnya sekarang. Namun itu hanya dalam mimpinya. "Jangan mengganggu wanitaku! Pergi dari sini!" Bentakan laki-laki bertubuh tinggi besar membuat dua preman tadi kocar kacir."Terimakasih, Pak.""Tak masalah, kamu mau kemana? Ini sudah malam, ayo saya antar!""Saya dijemput teman di gerbang masuk terminal.""Ya sudah, ayo!"Gita menurut saja masuk ke mobil sedan warna hitam. Tak terbesit dia orang baik atau jahat, Gita menganggapn
Bab 4 Pelayan"Kamu dengar saya!"Lamunan Toni dibuyarkan oleh bentakan Ardi."Ma ...maaf, Mas. Tapi suami Gita.""Tidak perlu basa-basi, katakan dimana Gita?""Saya tidak tahu." Toni masih memegang janjinya pada Gita untuk merahasiakan kepergiannya ke Yogya."Perlu saya laporkan polisi kalau kamu membawa kabur istri orang?""Hah,saya tidak membawa kabur.""Ya, hanya membantunya kabur, bukan?""Cepat katakan dimana Gita atau nama baikmu tercemar dalam hitungan menit!"Tangan Ardi sudah mencengkeram kerah Toni yang tubuhnya gemetaran. Sejatinya dia tidak benar-benar takut dengan sosok di depannya. Dia justru takut kalau kakaknya tahu kelakuannya. Kakaknya pasti murka dan berimbas akses keuangannya dibekukan."Hmm, Gita pergi ke Yogya."Ardi terbahak membuat Toni heran."Bagus, akan mudah bagiku menemukannya.""Tolong jangan sakiti dia! Gita melakukannya karena terpaksa. Dia ingin kuliah untuk memperbaiki kondisi ekonomi keluarganya.""Punya hak apa kamu? Aku suaminya. Jangan coba-coba
Bab MenggodaMenikah? Kemarin? Mendengar kalimat itu membuat dada Gita nyeri. Rasa bersalah menyeruak dan menyesakkan. Tak ingin menjadi bulan-bulanan hidup dalam kubang kesalahan, Gita selalu meminta maaf dalam hati pada suaminya.Dia ingat pesan ayahnya. Ridho Allah tergantung ridho suaminya.Kenapa baru sekarang logikanya jalan, kemana kemarin saat dia sedang dilanda kerisauan.Gita bergidik ngeri, rasa takut mendapat murka suami bahkan murka Allah mendadak menghantuinya."Ada apa, Ras?" Revan heran melihat Gita yang diam dan melamun."Eh, tidak, Van. Aku hanya bingung karena cuma ini yang aku punya." Gita menunjukkan ponsel yang dipegangnya. Tas berisi baju dan uang masih tertinggal di mobil laki-laki brengsek semalam."Tenang saja, nanti aku minta Melia mengantarmu beli baju dan keperluanmu.""Melia?""Dia pacarku, lebih tepatnya calon istriku. Tapi aku tidak tahu kapan kami siap menikah. Sudahlah, kita tidak perlu membahasnya." Ada gurat kesedihan di wajah Revan yang tertangka
Bab 6 Layani AkuSarapan? Di kamar? Sepuluh sampai tiga puluh menit? Astaga, apa yang ingin mereka lakukan di kamar. Pikiran Gita sudah melanglang buana. Tubuhnya meremang, mengetahui keadaan sesungguhnya dunia luar.Sejauh ini, dia hanya bergaul dengan Toni dan Ela tentunya yang lurus-lurus saja. Bukankah berteman itu bisa dengan siapapun, hanya saja berteman dengan orang yang baik atau buruk ada peluang kita mengikuti perangainya. Perlu selektif dalam memilih teman yang bisa menjadikan kita lebih baik atau justru semakin buruk.Bergegas ke dapur, Gita tak mau berkutat dengan prasangka buruk. Melintasi kamar yang tertutup pintunya, terdengar jelas suara desahan wanita dan pria. Entah apa yang mereka lakukan di dalam, Gita hanya meneguk ludahnya seraya meraba tubuhnya yang merinding kaku."Astaghfirullah. Apa mereka melakukan itu? Revan menganggapku adik, mungkin suatu saat aku akan menegurnya, tidak sekarang, bisa-bisa aku diusir dari sini. Selama aku dekat dengannya yang sudah memba
Bab 7 Benci"Layani aku dengan baik, kamu akan mendapat bayaran yang pantas!" Ardi menatap tajam mata indah Gita, membuat gadis manis itu tersentak."Layani? Maksudnya apa?"Deg,Ya Rabb, cobaan apalagi ini. Yang benar saja aku akan hidup seatap dengan manusia berperangai monster ini? Kelakuannya sepertinya lebih menyeramkan dari Revan."Jangan menakutinya, Ar!" larang Revan pada Ardi seketika meledakkan tawanya.Bisa tertawa juga ternyata, batin Gita."Mel, pacarmu sudah ada tanda-tanda mencurigakan. Awasi dia!""Ckk, lama-lama bisa penat aku di sini. Ayo Sayang kita bersenang-senang saja! Baik-baik kamu di sini, Ras. Tolong jinakkan singa ini!"Kini gantian Revan yang meledek Ardi membuat pemilik rumah bergaya modern itu melongo."Tunggu, Van! Terima kasih banyak, ya sudah membantuku. Aku berhutang budi padamu." Melia yang mendengar ucapan tulus Gita justru menatapnya sinis."Kedepan tidak usah merepotkannya lagi!" cegah Melia."Tidak masalah, cukup doakan saja aku awet bersama Mel
Bab 8 Ancaman"Jangan sekali-kali menyebut kata itu di depanku! Mengerti!"Tatapan Ardi menusuk tajam membuat Gita gemetaran."Ba...baik, Tuan."Ardi berlalu meninggalkan Gita yang bergeming di tempatnya.Gebrakan pintu kamar membuatnya tersadar lalu dia mengelus dada seraya beristighfar."Non, jangan membuat Tuan Ardi marah! Sabar ya kalau tinggal di sini!"Wanita paruh baya yang bekerja sebagai ART menelusup ke kamar dan menghibur Gita."Iya, Bi. Apa tuan memang tempramennya begitu? Kalau marah seperti monster?""Tidak juga, Non. Malahan Tuan Ardi yang bibi kenal orangnya ramah. Sejak pulang dari rumah orang tuanya jadi sering emosi begitu.""Tuan sudah menikah kan, Bi? Kenapa dia marah saat aku menanyakan istri karena ada wanita yang akan datang sebentar lagi.""Bibi nggak tahu, Non. Istrinya belum pernah diajak ke sini. Kalau tentang wanita, Tuan Ardi memang beberapa kali mengajak wanita cantik dan seksi kemari. Kadang diajak minum-minum bersama Tuan Revan.""Hah, Tuan Revan juga?
Bab 9A Khilaf "Oh, di sini tak nyaman ya?"Ardi menyeret Gita yang sudah meronta, lalu menghempaskannya ke ranjang king size.Gita sudah menangis dan sekuat tenaga melawan tuannya."Ya Rabb, tolonglah hamba!"Rintihan Gita tak menyurutkan kelakuan Ardi hingga membuat gadis itu pasrah dan perasaan bersalah pada suaminya melintas di benaknya.Saat manik mata Ardi mengunci lawannya yang pasrah, terbesit rasa bersalah dalam dirinya. Ada perasaan aneh yang tidak bisa digambarkannya. Debaran jantung yang kian meningkat memaksanya menyudahi ulahnya."Berapa umurmu?" tanya Ardi dengan tegas sembari membetulkan posisinya dan menarik tangan Gita supaya bangun.Memilih menjaga jarak dari singa yang baru saja jinak entah oleh apa, Gita mengusap air matanya. Sesekali masih ada isakan kecil yang tersisa."18 Tuan.""Pantas saja, nggak pernah disentuh laki-laki? Baru juga digertak sudah ketakutan setengah mati. Bagaimana kalau yang di posisiku suamimu, huh? Pasti menyedihkan," ledek Ardi setengah m
Bab 9B Khilaf "Yang benar saja Tuan Ardi tidak jijik memakan bekas saya," guman Gita seraya keningnya mengerut. "Baru kali ini aku makan masakan lezat. Siapa yang masak, Ras?" "Maaf, Tuan. Capcay ini saya yang masak." "Bagus, besok dan seterusnya aku perintahkan kamu yang masak. Bi Irah biar mengerjakan yang lain." "Baik, Tuan." "Saya beri gaji yang pantas untukmu." Wajah Gita berbinar, dia berharap bisa mendapat gaji untuk bertahan hidup di kota Yogya tanpa sanak saudara. Dia harus segera mendaftar kuliah jika tidak mau terlambat tahun ini. "Tuan, besok saya ingin menemui teman. Apa saya boleh keluar?" "Teman? Memangnya kamu punya teman di sini?" "Iya, teman saya mau mendaftar kuliah, saya ingin bareng teman saya." "Jadi kamu mau kuliah? Baguslah, segera hengkang dari rumah ini biar tidak mengganggu moodku bersama Jessy." Deg, "Tuan Ardi sudah punya istri masih suka main perempuan, apa tidak kasihan dengan istrinya," batin Gita. "Kenapa Tuan Ardi tidak menikah saja biar