Share

Bab 4. Sebuah Keputusan

Sofia kembali masuk ke dalam rumah setelah  selesai membakar habis barang-barang bekas pakai kedua orang yang telah menghancurkan perasaannya. Langkahnya terhenti sesaat di ambang pintu kamar tidur yang selama ini jadi tempat peraduannya. Kamar yang sudah tak ingin dia lihat lagi apalagi untuk tidur di sana.

Sofia memaksakan diri untuk masuk ke dalam ruangan berukuran besar tersebut, lalu dikeluarkannya pakaian dari dalam lemari. Selembar foto tiba-tiba terjatuh dari dalam laci saat dia mengeluarkan beberapa barang penting di dalamnya. Membungkukkan badan Sofia lalu meraih benda tersebut. Itu adalah foto Sofia dan Haris waktu acara lamaran dulu.

Seketika ingatan Sofia kembali pada masa saat-saat pertemuan mereka yang pertama lima tahun silam.

Sofia sedang berada di sebuah acara resepsi pernikahan salah seorang teman SMU. Ia yang saat itu datang sendirian, berdiri menunggu di salah satu sisi gedung sambil netranya memandang sekeliling mencari teman-teman yang lain. Namun setelah sekian lama, orang yang ditunggu tak kunjung datang. Sofia akhirnya melangkah menuju meja prasmanan dimana terhidang aneka makanan dan minuman. Saat akan mengambil salah satu hidangan yang tersaji, Sofia tak sengaja menumpahkan saus hingga mengenai pakaian tamu yang lain. Sofia merasa bersalah dan terus minta maaf. Karena akibat kecerobohannya, pakaian yang dikenakan orang itu menjadi kotor terkena noda.

"Ma--maaf ... saya benar-benar tidak sengaja."  Laki-laki itu menatap tajam wajah gugup Sofia. Sementara Sofia langsung menundukkan pandangan melihat tatapan tak suka pria di depannya.

"Sudah ... lupakan saja. Tapi sebagai balasannya kau harus menemaniku makan." Sofia mengangkat wajah, mengerutkan kening mendengar permintaan lelaki yang tidak dikenal itu. Karena tak punya alasan untuk menolak, Sofia terpaksa mengangguk mengiyakan. Toh, hanya menemaninya makan. Sofia tidak merasa keberatan karena dia juga sendirian di tempat itu. Teman-teman yang sejak tadi ditunggunya,  belum ada satu pun yang menampakkan diri.

Sofia dan pria asing itu lalu memilih salah satu tempat di bagian gedung yang tak begitu ramai. Duduk bersebelahan dan mulai menyantap hidangan pesta yang ada di tangan masing-masing.

"Saya minta maaf, karena saya bajunya jadi kotor begitu," ucap Sofia setelah menghabiskan suapan terakhirnya.

"Saya juga minta maaf karena sudah memintamu untuk menemaniku makan. Saya jarang sekali datang sendirian ke acara seperti ini. Biasanya datang bareng teman-teman yang lain. Kebetulan ada seorang gadis yang sudah membuat pakaian kotor begini, jadi yah, sekalian saja minta imbalan ... biar impas." Lelaki itu tersenyum memamerkan barisan giginya yang rapi. Netranya memandang lekat wajah cantik yang sejak tadi menunduk seakan sengaja menghindari tatapannya.

"Eh, namanya siapa?" tanya pria itu setelah mereka terdiam lama. 

"Sofia."

"Saya Haris."

Mereka kembali terdiam, tak tahu mau bicara apa. Hal yang wajar memang sebab mereka hanyalah dua orang yang tidak saling mengenal yang kebetulan bertemu karena sebuah insiden kecil. Merasa tak ada kepentingan lagi dengan pria asing tersebut, Sofia akhirnya pamit ingin bergabung dengan rombongan teman-temannya yang baru saja datang. Sofia tidak menyadari kalau pria yang tadi bersamanya terus memperhatikan dari jauh.

Setelah hari itu mereka tidak pernah bertemu lagi. Sofia bahkan sudah lupa dengan nama laki-laki yang hanya didengarnya sekilas dan tak terekam dalam ingatan. Tidak ada alasan baginya untuk mengingat nama orang yang baru dikenal apalagi hanya bertemu sekali saja.

Hingga suatu hari, saat Sofia tengah beristirahat dalam kamar dan menikmati hari liburnya dengan bersantai di rumah, Ibu datang mengetuk pintu kamar dan memberi tahu kalau ada seseorang yang datang mencarinya. Sofia segera bangkit, bertanya-tanya dalam hati siapa gerangan tamu yang datang. Karena tidak biasanya dia kedatangan tamu seorang laki-laki. Gadis itu dibuat terkejut saat melihat seorang pria asing tengah duduk di ruang tamu. Lelaki tampan itu langsung melemparkan senyuman begitu melihat Sofia telah berdiri di hadapan.

"Masih ingat sama saya kan?"

"Emm ... sedikit," jawab Sofia ragu-ragu.

"Kok, sedikit?"

"Iya, maaf. Soalnya saya sudah lupa namanya."

"Hem, begitu ya? Dan karena baru kenal, kamu juga menyebutkan nama palsu pada saya?"

"Nama palsu?" Sofia mengerutkan kening karena tak mengerti.

"Iya, nama kamu itu Hana, kan, bukan Sofia?"

Sofia terkekeh mendengar ucapan pria di depannya.

"Nama saya Hana Sofiana, biasa dipanggil Hana tapi lebih sering dipanggil Sofia. Teman-teman SMU memanggil saya dengan nama Hana."

"Oh, pantas saja waktu saya menanyakan nama kamu pada teman yang menikah tempo hari, dia sama sekali gak kenal dengan nama Sofia." Lelaki itu tersenyum lebar setelah mendengar penjelasan Sofia.

Selama enam bulan semenjak pertemuan mereka tempo hari, pria itu terus mencari tahu tentang Sofia. Namun, Haris kesulitan karena nama yang Sofia sebutkan adalah nama panggilan lain yang tidak dikenal oleh teman-temannya. Lelaki itu tak bisa melupakan wajah gugup Sofia saat bertemu di acara resepsi pernikahan temannya waktu itu. Butuh waktu enam bulan bagi Haris hingga akhirnya dia berhasil menemukan informasi tentang alamat rumah Sofia.

Sejak hari itu, Haris kerap datang ke rumah Sofia. Hanya saja Sofia tidak membiarkan dirinya hanya berduaan dengan Haris di ruang tamu. Sofia selalu meminta sang ibu untuk menemaninya setiap lelaki itu datang berkunjung. Awalnya Sofia hanya menganggap Haris biasa saja. Tutur kata yang lembut lagi santun setiap kali berbicara dengan sang ibu membuat Sofia tertarik. Sofia yang sebelumnya tidak pernah menjalin hubungan dengan laki-laki mana pun, akhirnya bersedia saat Haris menyampaikan niatnya pada Ibu untuk meminang Sofia. Tidak butuh waktu lama untuk mempersiapkan semuanya. Hanya dalam waktu sebulan, mereka akhirnya resmi menjadi pasangan suami istri.

Awal-awal penikahan adalah hari yang paling membahagiakan bagi keduanya. Sofia yang sebelumnya tak mengenal istilah pacaran begitu menikmati kehidupannya yang baru. Menikmati peran sebagai seorang istri. Ia akhirnya melepaskan pekerjaan yang menjadi sumber penghasilan yang menopang kehidupannya selama ini.

Haris sendiri adalah tipe suami yang perhatian dan penyayang. Dia begitu mencintai istrinya walaupun kedua orang tua Haris tidak begitu menerima kehadiran Sofia, entah karena alasan apa. 

Selama sekian tahun menikah, lelaki itu tak pernah bosan mengingatkan Sofia untuk terus bersabar. Tetap bahagia menjalani hari-hari yang sepi, meski tanpa celoteh anak-anak. Mereka sama-sama saling menguatkan walau dalam hati mereka sebenarnya rapuh. 

Hingga suatu hari Haris--suaminya yang perhatian mulai berubah. Tepatnya semenjak peristiwa kecelakaan yang merenggut nyawa Adam, kakak laki-laki Haris. Perubahan itu semakin terasa saat janda sang kakak ikut tinggal di rumah orang tua Haris. Itulah awal kehidupan pernikahan mereka mulai berubah.

Mengingat kenangan masa lalu, kembali mata Sofia berkaca-kaca. Kini kehidupan pernikahan yang begitu manis telah berubah. Kenyataan pahit yang dirasakannya saat ini telah membuatnya kehilangan semangat hidup.

Dengan punggung tangan dihapusnya genangan yang siap turun dari sudut mata. Sofia meremas lembar foto di tangannya lalu melempar benda itu ke dalam tempat sampah. Tak ingin berlama-lama berada di dalam kamar itu, Sofia bergegas keluar membawa pakaian dan barang penting miliknya. Meskipun berat, dia telah memutuskan untuk meninggalkan semua. Sofia tak sanggup harus menyaksikan kebersamaan suaminya yang kini telah menikah lagi. Dan wanita itu yang tak lain adalah mantan ipar yang kini tinggal di rumah mertua.

Dari arah luar terdengar suara ketukan di pintu depan. Bergegas Sofia melangkah untuk membuka pintu. Netranya membeliak saat menyaksikan seorang perempuan seksi telah berdiri di depan pintu dengan senyum menantang.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status