Share

Part 4 - Harta Gono-gini

"Sudahlah, kamu jangan mendramatisir suasana," ucap Sarah ketika Frani mengadukan perselingkuhan suaminya pada ibu mertuanya. Wanita itu sedang mencoba pakaian barunya dan tidak peduli dengan ucapan Frani.

Frani menekan perasaannya yang kacau, "Ibu membela Mas Gani?" Harusnya dia sudah tahu itu.

Dengan tajam, Sarah menatap Frani, "Gani tidak bersalah. Kamu yang bersalah karena tidak bisa memberikan anak. Bukan salah Gani kalau dia mencari wanita lain yang bisa memberikan anak. Ibu setuju kalau dia menikah lagi. Apalagi Celia wanita yang sangat cantik dan penampilannya jauh lebih sempurna daripada kamu. Ibu yakin kalau Celia bisa memberikan keturunan pada keluarga ini."

Air mata yang ditahan oleh Frani akhirnya luruh juga. Wanita itu menangis, mendengar pembelaan dari Sarah, "Tidakkah ibu tahu bahwa ibu juga wanita? Apa ibu tidak peduli dengan perasaanku? Seumur hidup aku tidak pernah mendapat penghinaan semacam ini. Aku juga tidak akan pernah mengizinkan pernikahan kedua suamiku terjadi."

Sarah sudah berniat untuk melayangkan pukulan pada Frani, tapi menantunya menahan gerakan itu. Akibatnya kekesalan Sarah semakin memuncak, "Kamu berani sama ibu? Durhaka kamu sama orang tua! Pantas saja kamu tidak memiliki orang tua karena sikap kamu yang kurang ajar. Pergi kamu dari rumah Ibu! Menantu tidak tahu diri! Sudah tidak memiliki apa-apa tapi berlagak menjadi penguasa."

Tidak ada lagi yang bisa dipertahankan. Frani kembali ke rumah, mengemasi barang-barangnya. Dia juga mengambil buku tabungan dan barang berharga miliknya meskipun yang tersisa hanyalah beberapa ratus ribu. Perdebatan yang mengusik orang tuanya tidak lagi bisa dimaafkan. Seumur hidup Frani akan mendendam pada ucapan Ibu mertuanya itu.

Gani tiba-tiba muncul dan melontarkan kalimat tajam pada istrinya, "Berani kamu membuat ibu sakit hati?"

"Kenapa aku tidak boleh berani melawan ucapan yang tidak semestinya aku dapatkan?" elak Frani.

"Sialan! Istri macam apa yang berani melawan suaminya?"

Plak!

Satu pukulan itu lolos begitu saja. Frani menggantungkan tas pada lengan kirinya sementara tangan kanannya memegang wajahnya yang memerah bekas pukulan itu. Hatinya semakin hancur berkeping-keping. Tidak ibu mertuanya, tidak suaminya, semuanya sama saja.

"Ceraikan aku, Mas! Aku bisa hidup lebih baik tanpamu karena kalian hanya numpang hidup padaku!" tandas Frani. Dia menggertakkan giginya.

"Sialan!" Gani berniat melakukan pemukulan lagi, tapi Frani berhasil menepisnya. Dia tidak akan kalah dari Gani.

Gani tidak menyangka dengan pembelaan Frani, "Dulu kamu tidak pernah bersikap seperti ini sama aku. Apalagi kamu cinta padaku setengah mati. Sekarang hanya karena kamu punya toko laundry, kamu berani menentang suami kamu sendiri."

Tidakkah Gani merasa ucapannya berbanding terbalik? Frani ingin tertawa mendengarnya, "Harusnya aku yang bicara seperti itu sama kamu, Mas. Dulu kamu sangat mencintaiku bahkan tidak bisa hidup tanpaku. Kamu setulus itu, tapi sekarang tidak ada lagi ketulusan yang aku lihat dari mata kamu. Kamu terlalu munafik. Menginginkanku sebagai tulang punggung keluarga, menyalahkanku atas ketidakberhasilan kita mempunyai anak dan sekarang kamu memintaku untuk menjadi Frani yang bodoh seperti dulu setelah melihat kamu berselingkuh? Kalau aku masih bisa menerima kamu, itu berarti aku sudah gila. Tenang saja, Mas! Kamu tidak perlu bermain petak umpet di belakangku. Kamu bisa bermain dengan Celia di kamar kita ini. Lakukan apa yang kamu mau selagi kamu bisa menghidupi gaya hidup Celia. Kalau kamu tidak mau menceraikanku, aku yang akan mengajukan cerai di pengadilan. Aku sudah punya banyak bukti untuk menyudutkan kamu. Laki-laki yang tidak berguna!"

Gani terpojok. Dia tidak tahu bahwa istrinya telah menyiapkan segudang bukti untuk melepaskan diri darinya. Dia tidak bisa apa-apa ketika Frani membawa pergi tas besarnya keluar dari rumah mereka. Sebelum wanita itu menghilang dari pandangan, Gani membuat ultimatum, "Jangan berharap kamu bisa kembali ke rumah ini setelah meninggalkan aku! INGATLAH BAHWA KAMU TIDAK AKAN PERNAH BISA BAHAGIA TANPAKU!"

Frani tidak menyahut. Dia mengusap air mata yang berderai, meninggalkan lukanya pada rumah yang dia harapkan menjadi masa depannya. Bola matanya tidak bisa melihat dengan jelas karena lelehan air mata yang terus mengalir. Malam ini dia akan tidur di toko laundrynya, menenangkan diri.

***

Keesokan harinya, Leni bingung melihat tas besar yang ada di dalam laundry. Dia tidak menyangka Frani menginap di sana semalam. Ketika dia datang bosnya sedang menyetrika beberapa baju yang tersisa untuk dipacking ke dalam plastik besar.

"Bu Frani?" panggilnya.

Frani mendongak dari lamunannya, "Pagi, Leni?"

"Pagi, Bu."

Leni melihat kasur kecil yang biasanya digunakan untuk beristirahat dirinya dan Celia jika senggang, belum terlipat sempurna, "Ibu tidur di sini semalam?"

"Iya."

"Apa Ibu sedang bertengkar dengan suami ibu?"

"Begitulah."

"Saya turut prihatin, Bu."

"Terimakasih."

Leni meletakkan tasnya di dalam nakas, kemudian membantu pekerjaan Frani, "Apa Celia menghubungi ibu?"

Mendengar nama itu disebut, Frani ingin meluapkan amarahnya. Tapi Leni tidak tahu apapun tentang masalahnya.

"Tidak. Katakan padanya, kalau dia saya pecat. Untuk alasannya, dia pasti sudah tahu kesalahan apa yang membuat saya harus memecatnya."

Leni mengangguk pelan. Di dalam hatinya dia menduga bahwa Celia bermain api semakin dalam. Sekarang tinggal bagaimana sikap Frani pada anak buahnya itu.

Seakan tidak ingin Leni berpikir yang bukan-bukan tentang dirinya, Frani meminta wanita itu untuk bersiap dengan pekerjaannya.

Entah kenapa seharian ini, orang yang datang hanya mengambil barang-barang mereka. Tidak ada yang menitipkan cucian atau setrikaan. Padahal biasanya jam-jam makan siang adalah jam paling sibuk. Kenyataannya tidak ada orang yang datang.

Terlepas dari semua itu, Frani mendapati banyak orang yang menatap sinis pada toko miliknya. Bahkan ada yang terang-terangan mengejek. Apa yang Frani lakukan sampai semua orang menolak tatapan teduhnya?

Sampai seorang wanita paruh baya yang sangat Frani kenal berhenti di depan laundry miliknya. Frani cepat-cepat memburunya, "Bu Ida, lama tidak ada cucian."

Ida yang selalu ramah pada semua orang, menatap ketus pada Frani, "Laundry kamu sudah buruk di mata orang-orang. Meskipun pakaian saya tidak semahal pakaian Bu Ningrum, saya tidak mau rugi dengan menitipkan barang di sini."

"Maksud ibu apa?"

"Alah, jangan pura-pura tidak tahu. Bu Ningrum bicara pada semua orang bahwa laundry kamu menghilangkan pakaian mahalnya. Kamu juga tidak mau tanggung jawab kan untuk menggantinya? Dari pada saya kehilangan banyak baju di laundry ini, lebih baik saya menitipkan pakaian saya di tempat lain. Saya benar-benar tidak menyangka dengan kinerja kamu. Pantas saja kalau ibu Sarah tidak menyukai menantu seperti kamu."

Frani tidak terima jika masalah laundry disangkut pautkan dengan Sarah, "Masalah laundry tidak ada hubungannya dengan hubungan saya dengan ibu mertua saya, Bu. Tolong jangan bicara begitu!"

"Kenyataannya memang begitu kan? Pantas Kalau Bu Sarah ingin Gani menceraikan kamu. Sudah tidak bisa bekerja dengan baik, jadi menantu pun tidak becus. Untuk apa menikah kalau tidak mau punya anak? Kalau saya jadi ibu Sarah, sudah saya minta anak saya untuk menceraikan kamu dari dulu. Beruntung karena ibu Sarah baik, makanya dia bisa bertahan dengan menantu macam kamu."

"Astaga, Ibu. Kalau punya mulut dijaga. Atas dasar apa ibu menceramahi rumah tangga saya? Ibu bahkan tidak tahu apa-apa tentang kami," ucap Frani setengah kesal. Dia tercekat dengan semua informasi yang ditujukan padanya. Jangan-jangan Sarah sudah menyebarkan gosip tentang dirinya.

Ida tentu lebih percaya pada Sarah dari pada Frani, "Heh, Frani! Ibu Sarah sudah menceritakan semuanya pada orang-orang bahwa kamu selalu mencari-cari alasan untuk bercerai. Padahal kamu sudah ketahuan berselingkuh dan hidup menumpang di rumah pemberian mertua kamu. Harusnya kamu bersyukur mendapatkan Gani yang rela pulang larut malam demi menghidupi kamu. Saya juga tahu kalau laundry ini dulunya dibeli dari uang Gani. Jangan sok karena kamu yang memegang kendali!"

Deg!

Sarah memutar balikkan fakta.

***

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Aam Jamilah
menarik juga
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status