Makan malam yang diharapkan Rayyan akan indah karena bertemu Akira, berubah menjadi panas saat Noah tahu niatnya mendekati Akira. Laki-laki itu pulang dengan keadaan marah, nertanya menatap punggung Noah dan Akira yang menjauh dengan ekspresi gelap. "Noah benar-benar meremehkanku," pikirnya. Dia tahu bahwa Noah tidak menganggapnya sebagai ancaman serius, dan itu membuatnya semakin ingin menang. Namun, dia juga sadar bahwa mengambil Akira dari Noah tidak akan mudah. Rayyan mengeluarkan ponselnya dan menghubungi seseorang. "Aku butuh informasi lebih banyak tentang Akira Mahendra. Rutinitasnya, orang-orang di sekitarnya, dan apa pun yang bisa kugunakan untuk mendekatinya." Seseorang di ujung telepon menjawab dengan cepat, "Baik, Tuan. Saya akan segera mengirimkan datanya." Rayyan tersenyum kecil. Jika dia tidak bisa mendapatkan Akira secara langsung, maka dia akan menggunakan cara lain yaitu dengan cara yang lebih licik. Beberapa hari setelah insiden di restoran, Akira mulai mera
Melihat Akira kesakitan sambil memegang perutnya, Noah pun panik, dia ingin membawa Akira ke rumah sakit, namun wanita muda itu menahan suaminya yang ingin memeriksa keadaannya. "Sayang, sudah! Aku tidak apa," ujar Akira dengan nada pelan, menahan sakit yang dia rasa. "Wajah kamu pucat sayang, aku tidak ingin kamu kenapa-kenapa," sahut Noah dengan ekspresi sedih. "Sstttt, ini memang sering terjadi tiap bulan, jadi--" "Bahkan itu tiap bulan, dan kamu bilang tidak apa-apa, mungkin sesuatu yang sangat serius, ayo kita ke dokter saja." Karena Akira kesal, "Aku hanya haid bukannya sakit serius," sahut Akira dengan nada gemas. "Oh maaf, sayang aku kira--" "Kita pulang saja, aku mau minta dibuatin jahe gula merah untuk meredakan sakit ini," pinta Akira kepada suaminya. "Okey, kita pulang." Pengguna kendaraan roda dua maupun roda empat tidak kunjung maju, Noah kesal hingga uring-uringan. "Kamu kenapa sih, Sayang!" ucap Akira dengan nada lembut. "Itu lampu merah." Wajah
Setelah meneguk jahe hangatnya, Akira merasa tubuhnya sedikit lebih rileks. Namun, suasana di dalam rumah tetap tegang. Noah masih terlihat muram, pikirannya jelas dipenuhi dengan sesuatu yang tidak ingin dia bicarakan sekarang.Akira meletakkan gelasnya di meja, lalu duduk lebih dekat ke Noah, "Apa yang sedang kamu pikirkan, Sayang?""Kamu belum menjelaskan siapa yang menelepon tadi," tanya Akira dengan nada lembut, berusaha meredakan ketegangan di wajah suaminya.Noah menghela napas kasar, lalu memijat pelipisnya. "Seseorang yang tidak seharusnya menghubungiku," jawabnya singkat sambil berdiri menatap langit malam dari atas balkon.Akira melipat tangannya di dada. "Jangan coba-coba menyembunyikan sesuatu dariku lagi, Sayang, aku bahkan bisa lebih dari singa kalau tahu kamu berbuat yang aneh-aneh. Aku tahu ada sesuatu yang lebih besar yang sedang terjadi."Noah menatapnya beberapa detik, sebelum akhirnya menyerah. "Salah satu orang kepercayaanku mendapat informasi bahwa Rayyan tidak
Malam itu, Akira merasa gelisah. Setelah Noah pergi bersama Gabriel, suasana di rumah terasa sepi dan mencekam. Seakan ada badai besar yang siap menghantam kapan saja. Akira duduk di ruang kerja Noah, matanya menatap ponselnya dengan cemas. Sudah lebih dari satu jam sejak Noah pergi, dan belum ada kabar darinya.Akira menghela napas, mencoba mengendalikan pikirannya. Namun, ketenangan itu hancur saat suara ponselnya berdering. Akira segera mengambilnya, berharap itu Noah. Tapi ketika melihat nomor tak dikenal di layar, firasat buruk langsung menyergapnya. Dengan ragu, dia menjawab. "Halo?" Suara di seberang terdengar berat dan penuh ejekan. "Ny. Mahendra, senang akhirnya kita bisa berbicara." Jantung Akira berdegup kencang. "Siapa ini?" Pria itu tertawa kecil. "Seseorang yang ingin memberikan peringatan. Suamimu sudah terlalu jauh mencampuri urusan yang bukan miliknya." Akira mengepalkan tangannya. "Jika ini tentang Rayyan, aku sarankan kamu berhenti sekarang juga." "Tidak ses
Noah menghela napas panjang ketika merasakan lengan Akira melingkar lebih erat di pinggangnya. Wanita itu menyandarkan kepalanya di bahu Noah, seperti enggan berpisah."Aku ikut," gumam Akira pelan.Noah menatapnya dengan kening berkerut, "Ikut ke mana, sayang?"Akira mendongak, bibirnya mengerucut dengan ekspresi manja, "Ke mana pun kamu pergi."Noah tertawa kecil dan mengusap rambut istrinya dengan lembut, "Sayang, aku hanya akan pergi ke kantor sebentar. Aku akan kembali sebelum makan siang.""Tapi tetap saja," Akira merapatkan tubuhnya ke Noah. "Aku tidak mau sendirian."Noah mengerti apa yang terjadi. Sejak insiden dengan Rayyan beberapa waktu lalu, Akira menjadi lebih manja dan sedikit posesif. Dia selalu ingin berada di dekat Noah, bahkan untuk hal-hal sepele.Biasanya, Akira adalah wanita yang mandiri dan tegas. Namun belakangan ini, dia seperti tidak ingin berpisah walaupun hanya sebentar.Noah mengangkat dagunya dengan lembut, "Akira, apa kamu merasa tidak aman?"Akira tidak
Langit malam di kota itu begitu gelap, seakan mencerminkan badai yang tengah berkecamuk di hati Noah Mahendra. Dia duduk di belakang meja kerjanya, jari-jarinya mengetuk permukaan kayu dengan irama pelan namun tegas. Wajahnya dingin, nyaris tanpa ekspresi, tapi tatapan matanya penuh perhitungan. Di seberangnya, Gabriel berdiri tegak, menyerahkan laporan yang baru saja diterimanya. "Orang dalam yang membantu Rayyan sudah teridentifikasi," ujar Gabriel. "Mereka sudah diamankan." Noah membaca dokumen itu dengan seksama. Bibirnya melengkung tipis, namun itu bukan senyuman penuh kemenangan. "Rayyan terlalu mudah diprediksi," gumamnya. "Jika dia memang punya rencana besar, kenapa kita bisa mengatasinya secepat ini?" Akira yang duduk di sofa, menyilangkan tangan dan menatap suaminya, "Kamu merasa ini seperti pengalihan?" Noah menutup dokumen itu dengan satu gerakan tajam. "Tepat sekali." Seolah menjawab kecurigaan mereka, ponsel Akira tiba-tiba bergetar. Dia mengambilnya dan melihat s
Suasana di gala amal berubah menjadi kekacauan begitu listrik padam. Jeritan terdengar dari berbagai sudut ruangan, sementara para tamu berusaha mencari jalan keluar dalam kegelapan.Akira berdiri kaku di tempatnya, napasnya tercekat saat suara familiar itu berbisik di telinganya."Aku sudah memperingatkanmu, Nyonya Mahendra."Jantungnya berdegup kencang. Rayyan.Tangan Akira gemetar, tetapi sebelum dia bisa bereaksi, sebuah lengan melingkari pinggangnya, menariknya mundur ke dalam gelap."Noah!" Akira berusaha berteriak, tapi suara gaduh di sekitarnya membuat panggilannya tenggelam.Namun, Akira tidak perlu menunggu lama.Brakk!Suara dentuman keras terdengar, disusul erangan seseorang. Dalam hitungan detik, tangan yang tadi menahannya mengendur.Cahaya emergency dari sudut ruangan mulai menyala, dan Akira bisa melihat Noah berdiri di depannya dengan tatapan mematikan."Sentuh dia lagi, dan kau akan menyesal," Noah berbisik dingin.Di lantai, seorang pria berpakaian hitam terkapar, m
Angin malam berembus dingin saat Akira berdiri sendirian di balkon rumahnya. Pikirannya berkecamuk setelah menerima ancaman dari Rayyan beberapa jam lalu."Jika kamu tidak meninggalkan Noah, maka dia akan mati di tanganku."Ancaman itu bergema di kepalanya seperti suara hantu yang tidak bisa diusir. Tangannya mengepal di pagar balkon, matanya menerawang ke kejauhan. Haruskah ia benar-benar meninggalkan Noah? Jika tetap bersamanya berarti mempertaruhkan nyawa pria yang dicintainya, bukankah lebih baik jika dia pergi?Suara langkah kaki di belakangnya membuat Akira menoleh. Noah berdiri di ambang pintu balkon, ekspresinya tajam dan penuh kecemasan."Apa yang sedang kau pikirkan, Sayang?" suaranya lembut, tetapi ada nada waspada di dalamnya.Akira menggigit bibirnya. "Noah... aku..."Noah berjalan mendekat, menggenggam kedua bahunya. "Katakan padaku. Apa yang mengganggumu?"Air mata menggenang di mata Akira. "Rayyan menghubungiku. Dia bilang... dia akan membunuhmu jika aku tidak meningga
Langit senja di atas markas bawah tanah Phoenix of Gold tampak membara keemasan, seolah mencerminkan semangat baru yang menggelegak di dalamnya. Arka Mahendra, kini berusia tujuh belas tahun, berdiri gagah di hadapan peta digital raksasa yang menampilkan pola satelit global. Di belakangnya, puluhan anggota Operasi Prometheus menunggu komando dengan mata penuh keyakinan.“Dragunov belum benar-benar mati,” ujar Arka tegas. “Mereka hanya berganti wajah.”Seseorang dari barisan depan mengangkat tangan. “Apa maksudmu, Kapten?”Arka menoleh. Di layar, muncullah simbol aneh yang baru-baru ini muncul dalam komunikasi terenkripsi di dark web: lingkaran berputar dengan huruf ‘H’ menyala merah. Helix.“Program Helix adalah warisan terakhir mereka. Sebuah AI global yang mereka bentuk selama bertahun-tahun, tersembunyi dalam jaringan satelit, lembaga keuangan, bahkan institusi pemerintahan,” jelas Arka. “Jika mereka berhasil mengaktifkannya sepenuhnya, seluruh dunia akan tunduk pada kendali ekonom
Malam itu, markas utama Phoenix of Gold diselimuti aura kesiagaan tinggi. Core Site Zero yang berada di bawah tanah Pegunungan Alpen kini menjadi jantung pertempuran baru dunia teknologi dan kekuasaan. Arka Mahendra, putra sulung Noah dan Akira, berdiri di ruang strategi yang diterangi cahaya holografik biru. Usianya baru enam belas tahun, namun pandangannya tajam dan penuh ketegasan seperti ayahnya."Target utama kita adalah menghancurkan jaringan sisa Dragunov yang bersembunyi di bawah organisasi Black Vortex," ujarnya tegas kepada tim elit Prometheus—unit rahasia Phoenix of Gold yang dipimpinnya.Di sisi lain dunia, para pemimpin negara-negara besar berkumpul dalam sidang darurat Dewan Keamanan Global. Mereka resah. Perusahaan yang dulu bernama Mahendra Corp kini telah berevolusi menjadi kekuatan negara digital bernama Phoenix of Gold. Dengan armada teknologi canggih, mata-mata AI, dan sistem pertahanan luar biasa, Phoenix bukan lagi sekadar korporasi—ia telah menjadi entitas berda
Subuh belum sepenuhnya menggantikan kegelapan saat pasukan muda Phoenix bersiap di pelabuhan udara utama. Di langit, zeppelin raksasa berbentuk phoenix—Aurora Prime—sudah menyala, siap membawa mereka ke bawah laut Atlantik, menuju Core Site Zero.Arka Mahendra berdiri di depan pasukannya, mengenakan seragam taktis berlapis serat Helium-9, ringan tapi kuat sekeras titanium. Lambang Phoenix of Gold bersinar lembut di dadanya.“Semua sistem cek!” seru Arka.Para anggota tim muda itu segera melaporkan. Ini bukan latihan. Ini adalah operasi nyata—dan seluruh dunia mengintip.Noah dan Akira berdiri tidak jauh, mengawasi."Noah," bisik Akira, "apa kita tidak terlalu membebani Arka?"Noah menggeleng pelan, matanya tetap tertuju pada putra sulung mereka."Dia harus belajar, Akira. Dunia ini bukan lagi tempat yang ramah. Kita tidak bisa melindunginya selamanya."Akira menggenggam tangan suaminya erat.Di atas panggung kecil, Arka mengangkat komunikatornya."Operasi Prometheus—Start!"Zeppelin r
Malam itu, markas besar Phoenix of Gold masih bermandikan cahaya holografik, seolah bintang-bintang turun dari langit untuk menyaksikan kebangkitan era baru. Namun, di balik euforia itu, ketegangan mulai mengendap di bawah permukaan.Di ruang rapat utama, Noah duduk di depan meja bundar raksasa. Layar di sekeliling menampilkan gambar-gambar yang berubah cepat: berita dunia, pesan diplomatik, hingga laporan ancaman.Phoenix baru saja lahir sebagai negara digital, tetapi dunia lama tidak tinggal diam."Amerika Serikat, Tiongkok, Rusia, dan Uni Eropa sudah mengeluarkan pernyataan resmi," lapor Gabriel, kepala intelijen. "Mereka tidak mengakui kedaulatan Phoenix. Mereka menganggap ini pemberontakan teknologi."Noah mengetukkan jarinya di meja. "Seperti yang kita duga.""Lebih buruk lagi," tambah Vanya, berdiri di sudut ruangan. "Beberapa negara berusaha menyusup lewat dunia maya. Mereka meluncurkan virus generasi baru—dirancang khusus untuk menghancurkan Helios dari dalam."Akira, yang du
Angin dingin Balkan menggigit kulit saat tim ekspedisi Phoenix mendarat di dataran tinggi berlapis salju. Di antara kabut pekat, berdiri benteng tua yang kini menjadi markas Dragunov—pusat operasi rahasia musuh.Arka mengenakan seragam tempur khusus Phoenix: serat karbon ringan, dilapisi nano-armor. Di pundaknya, emblem Phoenix bersinar redup.Vanya di sampingnya, membawa konsol portable. Di belakang mereka, regu elit Orion Unit bergerak tanpa suara."Target kita ada di ruang bawah tanah kompleks itu," bisik Vanya. "Mereka mencoba memanipulasi sinyal Helios menggunakan Resonator—sebuah alat frekuensi balik yang bisa membuat Helios meledak."Arka mengangguk. "Waktu kita sedikit. Serang cepat, akurat, dan bersih."Mereka bergerak menyusuri lereng curam, menembus hutan gelap, hingga akhirnya mencapai perimeter luar benteng.Arka memberi isyarat.Tiga... Dua... Satu.Bom EMP mini diledakkan, memutus semua listrik di area luar. Dalam hitungan detik, mereka menyusup masuk ke dalam.Koridor
Seminggu telah berlalu sejak penyelamatan Talia. Meskipun luka-lukanya mulai membaik, trauma yang ditinggalkan oleh para penculik masih melekat. Akira memutuskan untuk memberinya waktu istirahat penuh, menghindarkannya dari segala rapat strategis.Namun di balik dinding kaca Phoenix Headquarters, badai tengah mengumpul.Sejumlah negara, dipimpin oleh Eropa Timur dan beberapa pihak dari Asia Tengah, membentuk koalisi darurat—menuntut audit terbuka terhadap teknologi Phoenix of Gold. Mereka menganggap perusahaan yang dulunya adalah Mahendra Corp itu telah berubah menjadi kekuatan supranasional yang tak bisa diawasi.“Kita menjadi trending topic bukan karena pujian saja,” kata Noah dalam rapat utama. “Tapi juga karena rasa takut. Dunia melihat kita sebagai ancaman baru.”Arka duduk tak jauh dari ayahnya, ekspresinya kaku. Ia telah mempelajari reaksi publik, membaca lebih dari dua ratus artikel opini dalam empat hari terakhir. Kesimpulannya hanya satu—Phoenix mulai kehilangan kendali atas
Senja menyelimuti markas utama Phoenix of Gold. Gedung kaca yang menjulang tinggi itu memantulkan warna jingga dari matahari yang perlahan tenggelam. Di dalam ruang observasi, Arka duduk diam menatap layar hologram, meninjau ulang data-data yang berhasil direbut dari Leo.Di sampingnya, Vanya membungkuk memeriksa pola-pola anomali dalam algoritma yang digunakan Leo untuk menyalin blueprint milik Hydra Star Corp.“Leo bekerja sendiri?” tanya Vanya, masih menatap layar.Arka menggeleng pelan. “Enggak. Pola enkripsinya bukan gaya Leo. Ini lebih kompleks. Lebih... khas Dragunov.”Vanya menegakkan tubuh. “Tapi Dragunov udah dihancurkan, Ka. Kita sendiri yang mengakhiri jaringan mereka.”Arka mengangguk. “Iya. Tapi sisa-sisanya masih berkeliaran. Dan aku curiga... mereka tidak pernah benar-benar hancur. Hanya bersembunyi.”Belum sempat Vanya menjawab, pintu ruang observasi terbuka cepat. Gabriel masuk dengan ekspresi tegang.“Kalian harus lihat ini.”Mereka mengikuti Gabriel menuju ruang ko
Tiga minggu telah berlalu sejak insiden pelabuhan. Dunia mulai menaruh perhatian besar pada dua sosok remaja jenius, Arka Mahendra dan Vanya Laurent. Tak hanya karena keberanian mereka melawan jaringan Black Shadow, tetapi karena simbol baru yang mereka wakili—harapan generasi masa depan.Media internasional menjuluki mereka sebagai Phoenix Twins, mengacu pada nama perusahaan keluarga Arka, Phoenix of Gold, dan kebangkitan mereka dari ancaman masa lalu. Namun, bagi Arka, popularitas bukanlah sesuatu yang ia nikmati. Ia lebih memilih duduk di ruang riset, berkutat dengan sistem keamanan, memantau jejak sisa kelompok Rio yang kini menghilang dari radar.Sementara itu, Vanya, yang mulai tinggal di markas Phoenix sebagai bagian dari program rehabilitasi dan perlindungan, tak kunjung merasa nyaman. Meskipun Arka membelanya di depan seluruh dewan direksi Phoenix, beberapa anggota senior perusahaan—terutama dari pihak investor lama Mahendra Corp—masih mencurigainya.
Pagi itu, langit kota London terlihat kelabu. Kabut menyelimuti kaca-kaca pencakar langit, seolah menyembunyikan sesuatu yang lebih besar dari sekadar perubahan cuaca. Di salah satu ruangan paling aman di markas Phoenix of Gold, Arka sedang bersiap untuk melakukan sesuatu yang belum pernah ia lakukan sebelumnya—keluar dari perlindungan ayahnya.Ia telah meretas jalur khusus di dalam sistem bawah tanah milik Phoenix. Jalur itu dulunya hanya diketahui oleh Noah dan Gabriel, namun kini Arka telah berhasil menciptakan duplikat pintu masuk virtualnya sendiri. Ia tahu, jika ia ingin menyelamatkan Vanya dan menghentikan Rio, ia harus melangkah seorang diri.Dengan mengenakan pakaian khusus berteknologi ringan dan chip identifikasi palsu, Arka menyelinap keluar melalui lorong belakang, diiringi suara langkah robot pengawas yang nyaris tak terdengar. Ia tidak meninggalkan pesan, kecuali surat di bawah bantalnya yang bertuliskan satu kalimat,"Jangan cari aku. Aku akan kembali saat sudah bisa m