Share

Enam

Author: Rositi
last update Last Updated: 2025-01-17 09:38:29

“Ternyata ... dia ... dia Mas Ravael? Kami pernah bertemu, ... dia ... dia temannya pak Dimas ....” Walau hanya berbicara dalam hati, pertemuannya dengan Ravael membuatnya tak kuasa melakukannya. Iya, sekadar berkata-kata dalam hati, mendadak sangat sulit Melati jalani. Lidahnya terlanjur kelu selain rasa aneh yang membuat dadanya menghangat.

Gugup Melati rasakan karena ternyata, suaminya sangat tampan. Bisa Melati pastikan, tak ada wanita yang tidak terpikat kepada suaminya, terlebih jika suaminya sampai memberikan perhatian. Pantas selama ini, Ravael selalu semena-mena kepadanya. Karena Ravael pasti merasa Melati yang hanya gadis desa, tak pantas bersanding dengannya.

Dunia seorang Melati seolah berputar lebih lambat dibuatnya, menjadikan Ravael sebagai porosnya. Tiga tahun lebih dinikahi, tetapi temu di antara mereka benar-benar baru terjadi. Sungguh hubungan yang sulit dimengerti, tetapi Melati berharap, temu kali ini akan menjadi awal yang baik untuk hubungan mereka.

Diam-diam, sebenarnya bukan hanya dunia Melati saja yang seolah berputar lebih lambat. Karena dunia seorang Ravael justru nyaris berhenti berputar akibat pertemuan sekarang. Ravael merasa tak asing pada kedua mata wanita yang tiga tahun lalu ia nikahi tanpa temu itu. Kedua mata Melati teramat indah bahkan jernih, meski kini mereka berada di ruang keluarga lantai bawah dengan penerangan temaram. Sebab lampu utama di sana sudah dimatikan, menyisakan lampu kecil di salah satu sudut ruangan saja.

“Rasanya sungguh tidak asing. Apalagi mata dan tatapannya. Sepertinya, kami memang pernah bertemu sebelumnya, tetapi di mana?” pikir Ravael.

Ravael yakin, harusnya ia dan Melati memang pernah bertemu, tetapi ia tidak yakin kapan kejadiannya. Otaknya terlalu penuh dengan banyak hal, khususnya penuh oleh Nilam dan juga sederet pekerjaan. Apalagi baginya, meski ia telah menikahi Melati, dan Melati merupakan istri pertamanya, baginya gadis desa itu sama sekali tidak penting. Sampai detik ini saja, sebenarnya Ravael hanya tinggal menunggu waktu yang tepat untuknya menceraikan Melati, membuangnya dari kehidupannya, untuk selama-lamanya. Semuanya sungguh hanya tinggal menunggu waktu.

Memang salahnya, dan Ravael mengakuinya. Kenapa sekadar melihat wujud Melati saja, ia tak sudi melakukannya. Hanya karena Melati gadis desa pilihan orang tuanya yang harus ia nikahi, padahal saat itu ia sudah memiliki Nilam. Kebenciannya kepada Melati sungguh teramat dalam. Yang mana, kebencian tersebut Ravael pastikan tidak akan berubah. Malahan bisa-bisa, kebencian tersebut akan bertambah.

Di balik pertemuan Ravael dan Melati, ada kedua orang tua Ravael yang bersuka cita. Keduanya sampai menitikkan air mata bersama harapan yang terus keduanya langitkan. Harapan agar hati Ravael terbuka, hingga pernikahan pria itu dan Melati menjadi nyata.

“Assalamualaikum, Mas?” Di tengah jantungnya yang berdegup lebih kencang, Melati memberanikan diri menyapa duluan.

Selanjutnya, Melati juga maju dan berangsur mengulurkan tangan kanan sambil membungkuk. Tentu maksudnya akan menyalami sang suami. Namun, tanpa sekadar basa basi apalagi membalas salam Melati, Ravael pergi begitu saja. Ravael yang memakai piyama lengan panjang warna biru gelap, melangkah menaiki anak tangga yang menghubungkan lantai bawah keberadaan Melati, dan lantai atas.

“Ravael!” teriak ibu Irma yang sampai detik ini masih berada di belakang Melati. Karena tadi, ia juga yang langsung membukakan pintu untuk menantu pilihannya itu.

Demi menjaga perasaan Melati, ibu Irma sengaja merangkulnya dari belakang samping kanan. Sementara pak Bagyo sengaja menyusul sang putra. Namun baru saja, suara Nilam terdengar histeris. Suara yang justru terdengar menyeramkan khas orang kesakitan.

“Bu ... itu?” lirih Melati khawatir.

Ibu Irma yang paham maksud Melati mengangguk-angguk. “Iya, itu Nilam, Mel. Memang keadaannya sudah sangat mengkhawatirkan. ”

“Sakit ... sakit sekali ... tolong! Tolong, ini sakit banget!” Nilam yang hanya memakai popok sekali pakai dan atasan tipis, terus menggeliat di atas tempat tidur.

Melihat Nilam yang sudah sangat mengenaskan, hati Melati ikut sakit. Melati tak tega dan jadi memaklumi kenapa Ravael begitu menjaga jarak darinya. Tentu karena suaminya itu sengaja menjaga Nilam, meski biar bagaimanapun, Melati juga tetap istri Ravael.

“Sakit, Rav ... sakit banget! Cepetan panggilin dokter! Kamu tega biarin aku kesakitan begini! Kalau terus begini, lebih baik aku mati saja! Biarkan aku mati saja nyusul mama papaku!”

Nilam makin tidak bisa mengontrol diri maupun kata-katanya. Sementara di sampingnya, Ravael berusaha melakukan pertolongan sebisanya.

“Sus ... Suster ... goblog kamu ya, biarin aku kesakitan. Kamu dibayar loh, mau makan gaji buta kamu!”

Karena Nilam makin berisik, orang tua Ravael sengaja membawa Melati pergi dari sana. Bertepatan dengan itu, Nilam tak sengaja menoleh dan melihat Melati.

“Itu yang bercadar, kamu siapa?!” teriak Nilam makin emosional. Padahal sekadar memiringkan tubuh saja, ia yang sudah botak sempurna, tak kuasa melakukannya.

Melati yang paham bahwa dirinya yang dimaksud sang madu, refleks menghentikan langkah. Ia yang telanjur balik badan juga berangsur menoleh menatap Nilam. Hanya saja, jawaban dari Ravael kepada Nilam, amat sangat melukai hati Melati.

“Pembantu baru yang juga akan membantuku?” Suara Nilam yang bergetar, mengulang kabar dari sang suami perihal siapa yang bercadar di sana.

Tanpa sedikit pun keraguan apalagi beban demi menjaga perasaan Melati, Ravael membenarkan. Ravael melakukannya sambil mengangguk-angguk.

“Ravael! Tega kamu! Melati ini—” Ibu Irma langsung jadi garda terdepan Melati.

“Enggak apa-apa, Bu. Enggak apa-apa. Mbak Nilam sedang sakit. Kemarin saat bapak sedang parah-parahnya, juga begitu. Enggak apa-apa,” lembut Melati meyakinkan.

Lain halnya dengan ibu Irma yang masih bisa bertahan di sana. Tidak dengan sang suami yang memilih pergi.

“Heh pembantu! Cepat buatkan sup untukku! Aku mau yang seger-seger panas! Cepat!” teriak Nilam.

Lagi-lagi, Melati menenangkan ibu mertuanya yang tak terima pada sikap Nilam kepadanya.

“Enggak apa-apa, Bu. Enggak apa-apa. Biar aku bantu-bantu. Sekarang, lebih baik Ibu dan bapak istirahat. Sudah malam, sudah seharusnya Ibu dan Bapak istirahat. Namun sebelum itu, tolong antar aku ke dapur karena aku belum tahu posisinya di mana,” ucap Melati.

Tutur kata Melati yang selalu penuh kelembutan, sudah langsung membuat hati seorang Ravael terombang-ambing. Ditambah lagi, kelembutan Melati kontras dengan Nilam yang sebentar-sebentar emosi. Termasuk juga ketika Melati benar-benar memasakkan sup untuk Nilam. Ravael menjadi penonton baik bersama sang suster.

“Dia begitu karena dia sedang mencoba mendapatkan perhatianku,” batin Ravael masih tidak bisa berbaik sangka kepada ketulusan Melati.

“Lagi, Mbak?” lembut Melati masih membungkuk.

Sejujurnya Melati tak hanya lelah setelah seharian penuh bekerja. Karena sikap dingin Ravael juga menambah rasa lelahnya menjadi luka tak berdarah berupa sakit hati. Namun, melihat Nilam yang begitu tak berdaya, hati Melati benar-benar tidak tega.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri yang Kutolak Ternyata Wanita yang Diam-Diam Aku Cintai   Bonus Bab 2 (Cinta Habis Di Orang Lama)

    “Cintaku habis di Melati. Maaf kalau aku ... mengatakan ini kepadamu, Dim.” Susah payah Ravael menahan tangis sekaligus kesedihannya. Namun pada akhirnya, air matanya tetap mengurai cerita.“Aku tidak bermaksud buat jadi duri dalam rumah tangga kalian. Apalagi kamu begitu memuliakan Melati. Hubungan kalian pun makin hari makin–”Dimas yang berdiri di sebelah Melati sengaja berkata, “Melati lagi hamil lagi. Kami kebobolan.”Seperti yang Dimas yakini, pengakuanya barusan sukses membungkam Ravael. Sahabatnya itu tampak sangat terkejut, tak percaya, sedih, tapi juga bahagia. Senyum bercampur dengan air mata, buyar di wajahnya.Dimas tahu, cinta Ravael habis di Melati selaku mantan istri yang ternyata telah mencuri hati sahabatnya itu. “Aku tahu, cinta kamu sudah habis di istriku. Aku beneran tahu, Rav.” Bukan hanya Ravael yang menangis karena ucapan Dimas barusan. Karena Dimas yang mengatakannya juga berderai air mata hanya karena mengatakannya.“Entah sampai kapan penyesalan itu akan te

  • Istri yang Kutolak Ternyata Wanita yang Diam-Diam Aku Cintai   Bonus Bab

    Suasana nyaris terbilang hening, jika suara anak-anak tak sesekali terdengar. Langkah Melati tertuju ke ruang keluarga, suami dan anak-anak mereka berada. Di sana, Dimas dan kedua anak mereka tengah fokus memasang puzzle milik Chiki.“Serius banget? Kirain mama ditinggal, soalnya kedengerannya sepi banget," ucap Melati sembari membawa nampan berisi potongan buah semangka dan juga melon.Hanya Abimana yang tidak begitu merespons Melati. Bocah yang mulutnya disumpal empeng warna biru muda itu tampak sangat tertarik ke puzzle di meja. Lain halnya dengan Dimas yang langsung menyambut kedatangan istrinya dengan senyum hangat. Senyum Dimas terus terukir sempurna, meski Abimana yang bertubuh gemoy dan tengah ia pangku, benar-benar tak mau diam.“Aku mau semangka!” ucap Chiki sangat antusias. Ia sampai menghampiri mama sambungnya, kemudian mengambil sebuah garpu untuk memakan potongan buah.“Dek Abi serius banget sih?” Melati tidak bisa untuk tidak menertawakan kehebohan putranya. “Pa, lihat

  • Istri yang Kutolak Ternyata Wanita yang Diam-Diam Aku Cintai   49. Berdamai Dengan Kenyataan (TAMAT)

    Air mata Dimas berjatuhan membasahi pipi, mengiringi langkahnya yang kali ini terasa sangat berat. Andai tidak dikuatkan oleh Melati sang istri, mungkin Dimas sudah berakhir meraung-raung sesuka hati. Sebab meski kabar kematian nyonya Filma, sudah Dimas dengar tiga hari setelah dirinya siuman. Mengunjungi peristirahatan terakhir mamanya, teramat membuat Dimas tak berdaya.Ketika Dimas tak kuasa menahan air matanya sambil mendekap nisan mamanya. Di sebelah kirinya, pemandangan berbeda dilakukan oleh istrinya. Di sana, istrinya mendekap nisan pak Sulaiman penuh ketenangan. Air mata Melati memang berlinang, tetapi Melati tampak sangat tegar. Meski dari ketegaran Melati, Dimas merasa bahwa apa yang istrinya lakukan, justru teramat menyakitkan.Meski harus sempat membuatnya merangkak, Dimas berhasil mendekat kemudian mendekap Melati. Tanpa kata, ia melanjutkan tangisnya kemudian membenamkan wajah di punggung istrinya.“Roda kehidupan terus berjalan. Anak-anak butuh kita. Aku butuh Sayang,

  • Istri yang Kutolak Ternyata Wanita yang Diam-Diam Aku Cintai   48. I LOVE YOU!

    Hari ke tujuh Dimas koma. Sekitar hampir pukul dua belas malam. Melati masih terduduk di ruang tunggu. Ia memakai kain khusus untuk menutupi tubuhnya karena tengah memompa ASI.Kini, di sana Melati tidak sendiri. Ia bersama enam orang selaku keluarga pasien ICU yang baru datang. Selain itu, Melati juga ditemani oleh ibu Irma. Di kasur lantai sebelah, wanita itu sudah lelap, memakai bantal dan juga selimut milik Melati.Keluarga Ravael masih menjadi satu-satunya pihak yang membantu Melati secara langsung. Sekarang saja, Chiki dan Abimana, dijaga oleh Ravael maupun pak Bagyo. Keduanya menginap di rumah Dimas, untuk merawatnya. Sementara ibu Irma sengaja keduanya tugaskan untuk menemani Melati, agar Melati tak merasa canggung, layak ya setiap ditemani Ravael.Sebenarnya beberapa sahabat nyonya Filma maupun Dimas, banyak yang mendekat. Banyak dari mereka yang mengirim ini itu, dan ada juga yang sampai berkunjung ke rumah sakit. Namun karena Melati tidak begitu paham apalagi kenal, Melati

  • Istri yang Kutolak Ternyata Wanita yang Diam-Diam Aku Cintai   47. Surat Wasiat Suamiku

    Di tengah kerapuhan yang Melati rasakan, kedatangan pengacara keluarga suaminya ke rumah sakit, malah memupus harapan yang susah payah Melati susun.Surat wasiat, seolah sudah tahu bahwa cepat atau lambat, kepergiannya untuk selama-lamanya akan tiba, seorang Dimas sungguh meninggalkan surat wasiat untuk Melati.Semua aset milik Dimas, sudah dipindah nama menjadi milik Melati. Semua itu sudah disetujui oleh nyonya Filma. Sungguh mulianya mama dan anak itu. Melati yang mendengarnya nyaris pingsan karena dari cara suaminya menyiapkan semua kemudahan untuknya, justru menegaskan bahwa niat pria itu meninggalkannya, sudah sangat matang.“Biaya pendidikan untuk anak-anak juga sudah disiapkan—” Pak Hakim, selaku pengacara keluarga Dimas masih menjelaskan.Di bangku tunggu, Melati yang terduduk loyo, makin kesulitan mengendalikan tangisnya. Surat wasiat itu sengaja dikabarkan ke Melati karena berlangsungnya koma yang Dimas alami, sudah hampir empat hari.“Suamiku, di saat hatiku bahkan kehidup

  • Istri yang Kutolak Ternyata Wanita yang Diam-Diam Aku Cintai   46. Ucapan Adalah Doa

    “Aku mau suamiku. Berilah beliau jalan, biarkan kali ini aku yang mengabdi sekaligus membahagiakannya. Andai—” Melati tak kuasa melanjutkan ucapannya yang bahkan ia lakukan dalam hati.“Kamu istri terbaikku, ... sampai kapan pun, kamu wanita yang selalu membuatku bahagia. Walau sebelumnya aku pernah bersama mamanya Chika, tetap saja semuanya terasa berbeda.” Mendadak, Melati teringat ucapan dari suaminya.“Walau kamu bukan wanita pertama dalam hidupku, percayalah ... kamu tetap menjadi yang utama. Bahkan aku selalu berdoa.”“Bahwa jika memang setelah ini masih ada kehidupan untuk aku jalani. Aku maunya dipertemukan sekaligus berjodoh denganmu sejak awal!”“Aku melakukan semua cara untuk bisa mendapatkan kesempatan kemudian mewujudkan harapan itu. Salah satunya, ... aku yang menjadi orang yang lebih baik lagi, dari sebelum-sebelumnya. Selain, ... aku yang akan selalu mencintaimu. Bahkan itu ketika aku sedang berada di titik paling rendah.”Teringat semua ucapan sekaligus petuah dari su

  • Istri yang Kutolak Ternyata Wanita yang Diam-Diam Aku Cintai   45. Duka yang Begitu Tiba-Tiba

    “Saya benar-benar minta maaf!” sergah Ravael yang menghampiri Salwa berikut orang tuanya.Ravael sudah mengakhiri sambungan teleponnya. Ponselnya pun sudah ia kantongi di saku sisi celana sebelah kanan. Namun, Ravael yang kali ini berpenampilan kasual, tetap tidak bisa tenang, apalagi baik-baik saja.Dalam diamnya, Salwa yang memakai pakaian santun sekaligus merias wajah, jadi tidak bisa berpikir jernih. Kondisi Ravael, juga alasan pria itu mendadak kacau, dirasa Salwa menjadi pertanda tidak baik untuk hubungannya dengan atasannya itu.Tentu Salwa tidak lupa, siapa Melati, yang menjadi alasan Ravael berikut orang tuanya, sangat kacau layaknya kini. Melati, wanita yang sangat Ravael cintai. Mantan istri Ravael yang justru telah dinikahi sahabat baik Ravael sendiri. Namun kendati demikian, cinta Ravael kepada Melati, tak pernah luntur. Buktinya, foto-foto Melati masih Ravael simpan baik-baik di setiap laci meja maupun lemari kerja. Salwa mengetahui semua itu. Karena sebagai sekretaris R

  • Istri yang Kutolak Ternyata Wanita yang Diam-Diam Aku Cintai   44. Kabar Kecelakaan

    Demi menjaga perasaan Ravael dan orang tuanya, Melati baru menempel manja kepada suaminya, ketika mereka keluar dari ruang VIP.Setelah agak jauh dari ruang VIP, Melati sengaja mendekap pinggang suaminya menggunakan kedua tangan. Ia bersiap minta difoto kepada mama mertuanya. Nyonya Filma sudah langsung menertawakannya karena permintaannya.Posisinya, Dimas masih menggendong Abimana di depan dadanya. Sementara pak Sulaiman masih menemani Chiki menghabiskan makanan di dalam ruang VIP.“Ma, kalau gambarnya kurang cerah, tolong jangan sungkan minta kami buat pindah posisi,” ucap Melati tak segan merengek.Sikap Melati yang jadi menggemaskan sekali, membuat Dimas terpesona. Dimas tak hentinya tersipu dan berakhir menekan sakelar lampu di sebelahnya. Hingga suasana di sana jadi lebih terang benderang.“Nah ... gini!” ucap nyonya Filma langsung menemukan angel yang tepat. Namun, kali ini justru giliran dirinya yang tersipu. Sebab untuk kali pertama dalam kebersamaan mereka, menantunya tak s

  • Istri yang Kutolak Ternyata Wanita yang Diam-Diam Aku Cintai   43. Cinta Dan Bahagia yang Telanjur Habis

    “Menikahlah dengan saya, dan saya akan melunasi semua hutang keluarga kamu!” ucap Ravael, tenang tanpa benar-benar menekan.Di hadapan Ravael, Salwa langsung kebingungan. Shalwa berangsur mendekat karena kedua tangannya butuh pegangan. Kedua tangan Salwa berpegangan kepada pinggir meja kerja Ravael yang kokoh. Napasnya menjadi tak karuan dan jantungnya pun deg-degan parah. Sempat mendadak tak berani menatap kedua mata Ravael sang bos. Kali ini, Salwa berangsur melakukannya. “P—pak?” Suaranya tercekat. Ia menatap tak percaya kedua mata tajam bosnya yang memang memiliki wajah sangat tampan.“Kamu jangan berharap saya bisa mencintai kamu. Pernikahan kita, tak lebih agar Amira berhenti mengganggu saya. Saya hanya butuh teman hidup!” ucap Ravael mematahkan kegugupan Salwa.“Jadi, kamu lebih memilih menikah dengan anak rentenir itu. Daripada kamu menerima tawaran saya, dan menjadi teman hidup saya?” sergah Ravael lantaran Salwa malah seolah melupakan tawarannya.“Tentu saya pilih tawaran P

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status