Share

Lima

Author: Rositi
last update Last Updated: 2025-01-16 17:41:41

Dering tanda telepon masuk di ponselnya, membuat Melati amat sangat girang. Berdebar-debar hatinya seiring senyum di wajah lelahnya yang benar-benar lepas, hanya karena telepon masuk tersebut dari Ravael. 

Meski biasanya alasan suaminya itu menelepon karena untuk menjabarkan semua peraturan dalam hubungan mereka, dan semuanya merupakan larangan untuk Melati. Kali ini Melati yakin, alasan sang suami menghubunginya bukan untuk itu. Melati berpikir, bisa jadi Ravael yang sudah tahu kepulangan Melati ke rumah, akan menawarkan jemputan, maupun menawarkan perhatian lainnya.

Kebahagiaan Melati juga sampai dirasakan oleh pak Dimas yang kebetulan datang. Dari luar kamar mess Melati yang tak sepenuhnya tertutup, pria berkacamata itu menyaksikan wanita muda yang diam-diam mencuri perhatiannya, terlihat sangat bahagia.

“Enggak biasanya Melati begitu. Melati kelihatan bahagia banget,” batin pak Dimas.

“Assalamualaikum, Mas? Mas, ... malam ini juga aku akan pulang ke rumah! Aku baru beres siap-siap, mau langsung pulang!”

Ucapan Melati yang amat sangat antusias tersebut membuat kedua kaki pak Dimas mundur secara teratur. “Jadi benar gosip yang beredar. Bahwa meski masih muda, Melati sudah menikah? Aku pikir yang tadi siang itu orang tuanya. Makanya aku menyesal, enggak sempat bertemu mereka. Berarti ini Melati, beneran mau pulang ke rumah ... mertuanya?” 

Tidak ada pria baik-baik yang tega merusak rumah tangga orang. Alasan tersebut pula yang membuat pak Dimas mundur. Apalagi melihat tanggapan Melati kepada sang suami terlihat jelas, bahwa wanita berusia 21 tahun itu sangat mencintai sang suami.

Bahkan walau pak Dimas bisa memanfaatkan statusnya untuk menekan Melati agar memilihnya, itu sungguh bukan caranya.

“L—lan ... cang? Mas bilang, aku lancang?”

Melati terbata dan air matanya berjatuhan membasahi pipi. Padahal hanya kata-kata Ravael yang lebih menyakitkan dari biasanya. Ravael menganggap Melati lancang sebab rencana kepulangan Melati bukan dari Ravael. Kepulangan Melati hanya diharapkan oleh orang tua Ravael dan tak lain mertua Melati. Masalahnya, kata-kata suaminya kali ini sangat tajam melebihi biasa. Hati Melati seperti ditusuk tanpa henti dan rasanya sakit sekali.

Lagi-lagi Melati harus merasakan tuduhan dari kesalahan yang tidak sepenuhnya dirinya lakukan. Hanya karena statusnya tak lebih dari istri yang tak pernah Ravael inginkan. Hanya karena Ravael menikahinya secara terpaksa akibat desakan orang tua mereka. Hingga meski Melati merupakan istri pertama Ravael, Melati tetap menjadi istri yang selalu Ravael tolak. Istri yang jangankan disentuh, ditatap saja, meski pernikahan mereka sudah berjalan tiga tahun lebih, Ravael tidak pernah melakukannya. Ravael hanya mencintai Nilam, istri keduanya, yang saat ini tengah sakit-sakitan.

“Kamu tidak memikirkan perasaan Nilam? Nilam sedang sakit parah. Satu-satunya obat mujarab untuk Nilam hanyalah kebahagiaan, kedamaian, dan sebisa mungkin, Nilam tidak boleh stres! Mikir kamu!”

“Baik, Mas. Aku tidak jadi pulang!” Melati yakin, suaminya belum selesai bicara, dan tepatnya suaminya itu belum selesai memarahinya. Namun, kali ini ia sengaja memotong ucapan Ravael. “Aku tidak akan pernah pulang, jika memang bukan Mas yang meminta. Justru, aku menunggu perceraian dari Mas. Talak aku, Mas! Aku ikhlas!”

Berbeda dari sebelumnya, kali ini tak terdengar suara Ravael apalagi yang sampai marah-marah.

“Ya sudah, Mas. Aku tunggu kabar dari Mas. Ceraikan aku agar mbak Nilam tidak stres dan Mas anggap gara-gara aku! Talak aku agar semua kesialan Mas tak ada lagi, hanya karena bagi Mas, menikahiku membuat hidup Mas sial!” 

“Kamu bisa berbicara begitu, tanpa memikirkan perasaan orang tuaku. Sementara kamu sudah membuat mereka sangat berharap kepadamu!” balas Ravael akhirnya kembali bicara.

“Terserah, Mas. Toh, apa pun yang aku lakukan, selalu salah di mata Mas! Ya sudah, Mas ... sudah malam. Aku mau istirahat—”

“Ya sudah, cepat pulang!” Kali ini giliran Ravael yang memotong ucapan Melati. Namun berbeda dari sebelumnya, kali ini Ravael tak sampai teriak-teriak.

“Cepat pulang ....” Ravael kembali bersuara, meski Melati belum menanggapi. Ucapannya kali ini terdengar sangat putus asa.

Di lain sisi, diamnya Melati juga karena menunggu lanjutan sekaligus arahan dari Ravael. 

“Melati, kamu masih mendengarkan aku, kan?”

“Iya ....”

“Dengarkan aku baik-baik. Sekarang juga kamu pulang, tapi jangan pernah menampakkan diri kamu di depanku maupun Nilam.”

“Aku ini bukan siluman, Mas. Aku manusia nyata. Mana bisa aku tiba-tiba tak terlihat oleh kalian!” jawab Melati.

“Pakailah cadar dan semacamnya, agar kamu tak mudah dikenali,” ucap Ravael yang kemudian berkata, “Kamu cukup melakukan itu jika di depan kami.”

Meski persyaratan dari Ravael kali ini agak sulit Melati terima, masalahnya Melati mendadak ingat kata-kata ibu Irma.

“Tolong sabar sebentar lagi, ya, Mel. Bukannya Ibu mendahului kehendak Allah. Namun jika melihat keadaan Nilam. Sudah dipastikan tinggal menunggu siang, malam, apa sebentar lagi. Nanti setelah Nilam meninggal, Ibu dan Bapak yakin, Ravael bisa fokus ke kamu.”

“Jangan lupa, posisi Ravael gampang emosi pasti karena dia terlalu banyak pikiran. Sebelumnya Ibu sudah cerita, kan, bahwa Ravael harus mengurus sekaligus menanggung biaya pengobatan orang tua Nilam juga?”

“Andai kepala Ravael buatan manusia, pasti batok kepalanya sudah lepas. Untungnya, usaha Ravael masih tetap jalan buat urus semuanya!”

Teringat kata-kata ibu Irma tersebut, Melati berusaha menekan egonya. Iya, Melati akan bersabar dan sebisa mungkin membantu meringankan beban Ravael.

*** 

“Salam buat keluargamu. Hati-hati di jalan, ya. Selamat berkumpul dengan keluargamu,” ucap pak Dimas melepas kepergian Melati.

“Loh, ... Pak. Saya kan masih kerja di sini. Saya hanya enggak tinggal di mess.” Melati benar-benar bingung. Dirasanya, malam ini pak Dimas agak berbeda. Tatapan pria bermata sipit itu agak sendu, dan suaranya juga terdengar melow. Dirasa Melati, bosnya yang baik hati itu sedang dalam keadaan suasana hati yang kurang baik.

“Iya, saya tahu. Kamu pun masuknya boleh pukul delapan pagi. Karena kamu saja tidak tinggal di sini. Sementara untuk pulangnya, tetap menyesuaikan. Jika memang restoran sedang rame, ya tentu kamu pulangnya bisa lebih malam dari sekarang," balas pak Dimas.

“Sekali lagi terima kasih banyak, Pak. Sampai diantar pakai mobil begini!” Melati membungkuk-bungkuk hormat kepada sang bos sebelum ia yang menenteng ransel jinjing warna hitamnya, masuk ke dalam mobil.

“Padahal bosku saja perhatian banget. Aku sampai diantar pakai mobil bagus begini. Lah mas Rava, hanya minta aku pulang tanpa diuruskan kendaraannya. Sekadar ditanya aku pulang pakai apa saja, enggak. Ya ampun Mel, ... sabar. Ingat kata ibu Irma, ... beban hidup mas Rava terlalu banyak. Pantas dia gampang emosi dan sekadar punya waktu buat aku saja enggak. Karena dia harus urus banyak urusan sekaligus pekerjaan.” Dalam hatinya, Melati menyemangati dirinya sendiri.

Sebelum benar-benar ke alamat tujuan, Melati minta diantar ke toko pakaian muslimah terdekat. Ia akan memakai cadar seperti yang Ravael minta. Melati hanya berani membeli dua pakaian muslim lengkap dengan cadar. Sebab uang untuk membeli juga tidak cukup. Terlebih, Ravael tak sampai memodalinya untuk memberi keperluan cadar dan pakaian mislim. Andai Melati meminta, Melati tak tega melakukannya kepada sang suami yang sedang banyak kebutuhan.

Karena tak mungkin memakai pakaian pilihannya di tempat lain, termasuk itu mobil yang mengantarkannya, Melati sengaja langsung ganti di ruang ganti yang ada di toko. Warna cokelat tua Melati pilih, agar penampilannya tidak terlalu mencolok. kendati demikian, pak Supri selaku sopir yang mengantar, tetap pangling. Andai Melati tidak bersuara, pria paruh baya itu pasti tak membukakan pintu mobilnya untuknya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri yang Kutolak Ternyata Wanita yang Diam-Diam Aku Cintai   Bonus Bab 2 (Cinta Habis Di Orang Lama)

    “Cintaku habis di Melati. Maaf kalau aku ... mengatakan ini kepadamu, Dim.” Susah payah Ravael menahan tangis sekaligus kesedihannya. Namun pada akhirnya, air matanya tetap mengurai cerita.“Aku tidak bermaksud buat jadi duri dalam rumah tangga kalian. Apalagi kamu begitu memuliakan Melati. Hubungan kalian pun makin hari makin–”Dimas yang berdiri di sebelah Melati sengaja berkata, “Melati lagi hamil lagi. Kami kebobolan.”Seperti yang Dimas yakini, pengakuanya barusan sukses membungkam Ravael. Sahabatnya itu tampak sangat terkejut, tak percaya, sedih, tapi juga bahagia. Senyum bercampur dengan air mata, buyar di wajahnya.Dimas tahu, cinta Ravael habis di Melati selaku mantan istri yang ternyata telah mencuri hati sahabatnya itu. “Aku tahu, cinta kamu sudah habis di istriku. Aku beneran tahu, Rav.” Bukan hanya Ravael yang menangis karena ucapan Dimas barusan. Karena Dimas yang mengatakannya juga berderai air mata hanya karena mengatakannya.“Entah sampai kapan penyesalan itu akan te

  • Istri yang Kutolak Ternyata Wanita yang Diam-Diam Aku Cintai   Bonus Bab

    Suasana nyaris terbilang hening, jika suara anak-anak tak sesekali terdengar. Langkah Melati tertuju ke ruang keluarga, suami dan anak-anak mereka berada. Di sana, Dimas dan kedua anak mereka tengah fokus memasang puzzle milik Chiki.“Serius banget? Kirain mama ditinggal, soalnya kedengerannya sepi banget," ucap Melati sembari membawa nampan berisi potongan buah semangka dan juga melon.Hanya Abimana yang tidak begitu merespons Melati. Bocah yang mulutnya disumpal empeng warna biru muda itu tampak sangat tertarik ke puzzle di meja. Lain halnya dengan Dimas yang langsung menyambut kedatangan istrinya dengan senyum hangat. Senyum Dimas terus terukir sempurna, meski Abimana yang bertubuh gemoy dan tengah ia pangku, benar-benar tak mau diam.“Aku mau semangka!” ucap Chiki sangat antusias. Ia sampai menghampiri mama sambungnya, kemudian mengambil sebuah garpu untuk memakan potongan buah.“Dek Abi serius banget sih?” Melati tidak bisa untuk tidak menertawakan kehebohan putranya. “Pa, lihat

  • Istri yang Kutolak Ternyata Wanita yang Diam-Diam Aku Cintai   49. Berdamai Dengan Kenyataan (TAMAT)

    Air mata Dimas berjatuhan membasahi pipi, mengiringi langkahnya yang kali ini terasa sangat berat. Andai tidak dikuatkan oleh Melati sang istri, mungkin Dimas sudah berakhir meraung-raung sesuka hati. Sebab meski kabar kematian nyonya Filma, sudah Dimas dengar tiga hari setelah dirinya siuman. Mengunjungi peristirahatan terakhir mamanya, teramat membuat Dimas tak berdaya.Ketika Dimas tak kuasa menahan air matanya sambil mendekap nisan mamanya. Di sebelah kirinya, pemandangan berbeda dilakukan oleh istrinya. Di sana, istrinya mendekap nisan pak Sulaiman penuh ketenangan. Air mata Melati memang berlinang, tetapi Melati tampak sangat tegar. Meski dari ketegaran Melati, Dimas merasa bahwa apa yang istrinya lakukan, justru teramat menyakitkan.Meski harus sempat membuatnya merangkak, Dimas berhasil mendekat kemudian mendekap Melati. Tanpa kata, ia melanjutkan tangisnya kemudian membenamkan wajah di punggung istrinya.“Roda kehidupan terus berjalan. Anak-anak butuh kita. Aku butuh Sayang,

  • Istri yang Kutolak Ternyata Wanita yang Diam-Diam Aku Cintai   48. I LOVE YOU!

    Hari ke tujuh Dimas koma. Sekitar hampir pukul dua belas malam. Melati masih terduduk di ruang tunggu. Ia memakai kain khusus untuk menutupi tubuhnya karena tengah memompa ASI.Kini, di sana Melati tidak sendiri. Ia bersama enam orang selaku keluarga pasien ICU yang baru datang. Selain itu, Melati juga ditemani oleh ibu Irma. Di kasur lantai sebelah, wanita itu sudah lelap, memakai bantal dan juga selimut milik Melati.Keluarga Ravael masih menjadi satu-satunya pihak yang membantu Melati secara langsung. Sekarang saja, Chiki dan Abimana, dijaga oleh Ravael maupun pak Bagyo. Keduanya menginap di rumah Dimas, untuk merawatnya. Sementara ibu Irma sengaja keduanya tugaskan untuk menemani Melati, agar Melati tak merasa canggung, layak ya setiap ditemani Ravael.Sebenarnya beberapa sahabat nyonya Filma maupun Dimas, banyak yang mendekat. Banyak dari mereka yang mengirim ini itu, dan ada juga yang sampai berkunjung ke rumah sakit. Namun karena Melati tidak begitu paham apalagi kenal, Melati

  • Istri yang Kutolak Ternyata Wanita yang Diam-Diam Aku Cintai   47. Surat Wasiat Suamiku

    Di tengah kerapuhan yang Melati rasakan, kedatangan pengacara keluarga suaminya ke rumah sakit, malah memupus harapan yang susah payah Melati susun.Surat wasiat, seolah sudah tahu bahwa cepat atau lambat, kepergiannya untuk selama-lamanya akan tiba, seorang Dimas sungguh meninggalkan surat wasiat untuk Melati.Semua aset milik Dimas, sudah dipindah nama menjadi milik Melati. Semua itu sudah disetujui oleh nyonya Filma. Sungguh mulianya mama dan anak itu. Melati yang mendengarnya nyaris pingsan karena dari cara suaminya menyiapkan semua kemudahan untuknya, justru menegaskan bahwa niat pria itu meninggalkannya, sudah sangat matang.“Biaya pendidikan untuk anak-anak juga sudah disiapkan—” Pak Hakim, selaku pengacara keluarga Dimas masih menjelaskan.Di bangku tunggu, Melati yang terduduk loyo, makin kesulitan mengendalikan tangisnya. Surat wasiat itu sengaja dikabarkan ke Melati karena berlangsungnya koma yang Dimas alami, sudah hampir empat hari.“Suamiku, di saat hatiku bahkan kehidup

  • Istri yang Kutolak Ternyata Wanita yang Diam-Diam Aku Cintai   46. Ucapan Adalah Doa

    “Aku mau suamiku. Berilah beliau jalan, biarkan kali ini aku yang mengabdi sekaligus membahagiakannya. Andai—” Melati tak kuasa melanjutkan ucapannya yang bahkan ia lakukan dalam hati.“Kamu istri terbaikku, ... sampai kapan pun, kamu wanita yang selalu membuatku bahagia. Walau sebelumnya aku pernah bersama mamanya Chika, tetap saja semuanya terasa berbeda.” Mendadak, Melati teringat ucapan dari suaminya.“Walau kamu bukan wanita pertama dalam hidupku, percayalah ... kamu tetap menjadi yang utama. Bahkan aku selalu berdoa.”“Bahwa jika memang setelah ini masih ada kehidupan untuk aku jalani. Aku maunya dipertemukan sekaligus berjodoh denganmu sejak awal!”“Aku melakukan semua cara untuk bisa mendapatkan kesempatan kemudian mewujudkan harapan itu. Salah satunya, ... aku yang menjadi orang yang lebih baik lagi, dari sebelum-sebelumnya. Selain, ... aku yang akan selalu mencintaimu. Bahkan itu ketika aku sedang berada di titik paling rendah.”Teringat semua ucapan sekaligus petuah dari su

  • Istri yang Kutolak Ternyata Wanita yang Diam-Diam Aku Cintai   45. Duka yang Begitu Tiba-Tiba

    “Saya benar-benar minta maaf!” sergah Ravael yang menghampiri Salwa berikut orang tuanya.Ravael sudah mengakhiri sambungan teleponnya. Ponselnya pun sudah ia kantongi di saku sisi celana sebelah kanan. Namun, Ravael yang kali ini berpenampilan kasual, tetap tidak bisa tenang, apalagi baik-baik saja.Dalam diamnya, Salwa yang memakai pakaian santun sekaligus merias wajah, jadi tidak bisa berpikir jernih. Kondisi Ravael, juga alasan pria itu mendadak kacau, dirasa Salwa menjadi pertanda tidak baik untuk hubungannya dengan atasannya itu.Tentu Salwa tidak lupa, siapa Melati, yang menjadi alasan Ravael berikut orang tuanya, sangat kacau layaknya kini. Melati, wanita yang sangat Ravael cintai. Mantan istri Ravael yang justru telah dinikahi sahabat baik Ravael sendiri. Namun kendati demikian, cinta Ravael kepada Melati, tak pernah luntur. Buktinya, foto-foto Melati masih Ravael simpan baik-baik di setiap laci meja maupun lemari kerja. Salwa mengetahui semua itu. Karena sebagai sekretaris R

  • Istri yang Kutolak Ternyata Wanita yang Diam-Diam Aku Cintai   44. Kabar Kecelakaan

    Demi menjaga perasaan Ravael dan orang tuanya, Melati baru menempel manja kepada suaminya, ketika mereka keluar dari ruang VIP.Setelah agak jauh dari ruang VIP, Melati sengaja mendekap pinggang suaminya menggunakan kedua tangan. Ia bersiap minta difoto kepada mama mertuanya. Nyonya Filma sudah langsung menertawakannya karena permintaannya.Posisinya, Dimas masih menggendong Abimana di depan dadanya. Sementara pak Sulaiman masih menemani Chiki menghabiskan makanan di dalam ruang VIP.“Ma, kalau gambarnya kurang cerah, tolong jangan sungkan minta kami buat pindah posisi,” ucap Melati tak segan merengek.Sikap Melati yang jadi menggemaskan sekali, membuat Dimas terpesona. Dimas tak hentinya tersipu dan berakhir menekan sakelar lampu di sebelahnya. Hingga suasana di sana jadi lebih terang benderang.“Nah ... gini!” ucap nyonya Filma langsung menemukan angel yang tepat. Namun, kali ini justru giliran dirinya yang tersipu. Sebab untuk kali pertama dalam kebersamaan mereka, menantunya tak s

  • Istri yang Kutolak Ternyata Wanita yang Diam-Diam Aku Cintai   43. Cinta Dan Bahagia yang Telanjur Habis

    “Menikahlah dengan saya, dan saya akan melunasi semua hutang keluarga kamu!” ucap Ravael, tenang tanpa benar-benar menekan.Di hadapan Ravael, Salwa langsung kebingungan. Shalwa berangsur mendekat karena kedua tangannya butuh pegangan. Kedua tangan Salwa berpegangan kepada pinggir meja kerja Ravael yang kokoh. Napasnya menjadi tak karuan dan jantungnya pun deg-degan parah. Sempat mendadak tak berani menatap kedua mata Ravael sang bos. Kali ini, Salwa berangsur melakukannya. “P—pak?” Suaranya tercekat. Ia menatap tak percaya kedua mata tajam bosnya yang memang memiliki wajah sangat tampan.“Kamu jangan berharap saya bisa mencintai kamu. Pernikahan kita, tak lebih agar Amira berhenti mengganggu saya. Saya hanya butuh teman hidup!” ucap Ravael mematahkan kegugupan Salwa.“Jadi, kamu lebih memilih menikah dengan anak rentenir itu. Daripada kamu menerima tawaran saya, dan menjadi teman hidup saya?” sergah Ravael lantaran Salwa malah seolah melupakan tawarannya.“Tentu saya pilih tawaran P

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status