Home / Rumah Tangga / Istri yang Tak Dianggap / 6. Kartu undangan mantan

Share

6. Kartu undangan mantan

Author: Queen Zeera
last update Last Updated: 2023-06-20 21:57:24

Perlahan namun pasti, Dion membaca isi dari kartu undangan itu, yang tertulis dua buah nama.

"Rumi??" gumamnya dengan mata menyipit, "Mungkinkah ...."

Dion pun menghentikan ucapannya kala ia mengingat sebuah nama yang ia kenal dengan sangat baik, bahkan menerka-nerka siapa Rumi yang dimaksud dalam kartu undangan tersebut. Terlebih calon istri Bryan memanglah memiliki nama yang sama dengan mantan istrinya.

Seketika itu pula sosok wanita itu membayangi pikirannya, hingga membuat Dion terhanyut di dalamnya.

"Tapi bukankah banyak orang yang memakai nama itu?"

Dio terus menerus menerka dan mengira calon istri Bryan, mungkinkah hubungan keduanya terjalin dengan baik selama ini?

Lalu detik itu pula, Dion berdecih dan menampakkan senyuman sinisnya, "Apa peduliku? Toh dari dulu mereka memang menjalin hubungan di belakangku."

Ya! Pendapat tersebutlah yang selalu ia pegang sedari dulu, sebuah tuduhan yang tak berdasar hingga membuat dirinya yakin untuk segera menceraikan Rumi, sang istri yang ia nikahi secara sah.

Bahkan tanpa ia ketahui kejadian yang sebenarnya, karena lelaki itu telah dibutakan oleh perasaannya yang teramat dalam terhadap Bella, sang istri siri yang kini menjelma menjadi istri sah.

"Kalau dilihat lagipun, mereka memang cocok. Dua orang pengkhianat bersatu," ucap Dion dengan sorotan tajam serta senyuman sinis.

Sementara itu di tempat lain, lebih repatnya di kediaman Dion Santoso. Shella tengah berbaring terdiam di dalam kamar Shetta setelah ia menemani buah hatinya membaca dongeng hingga tertidur.

Shella menatap wajah lugu sang anak yang telah terlelap, sosok anak perempuan yang menjadi alasan mengapa sampai detik ini sikap ibu mertuanya berubah total.

"Hmmm ... Entah sampai kapan ini akan berakhir, Nak. Kamu seorang cucu pertama dari keluarga terpandang tetapi tidak pernah mendapat pengakuan dari nenek dan kakekmu sendiri," gumamnya lantas mengusap-usap kepala Shetta dengan lembut.

Betapa tidak? Rose yang selalu bersikukuh berpendapat bahwa Shetta sama sekali tidak memiliki kemiripan dengan ayahnya sendiri, Dion.

"Sejak saat itu, setelah kamu lahir. Nenekmu berubah sikap, beliau yang selalu menemani Mama saat sedang hamil dan tidak sabar melihatmu tiba-tiba saja tidak bersemangat, bahkan beliau berkunjung ke sinipun sangat jarang."

Tak dapat dipungkiri kalau Shella sangat menyayangkan hal itu, bahkan Rose bersikap menolak kehadiran Shetta dalam hidupnya.

Dalam keheningan malam, Shella terdiam dan terhanyut dalam lamunannya. Ia mencoba untuk tetap tegar menghadapi sikap Rose yang persis seperti saat mereka masih berselisih, pun saat Rose menolak dirinya kala itu.

Shella pun menyeringai, memperlihatkan senyuman sinisnya seraya berkata, "Sepertinya aku memang terselamatkan karena Rumi mendua saja, kalau tidak ... aku mungkin sudah ditendang jauh-jauh setelah mereka tahu kalau aku sudah menikah dengan mas Dion."

KRIET ....

"Di sini rupanya."

Mendengar suara itu sontak membuat Shella terkejut dan kemudian menoleh ke belakang, melihat sosok pria yang tengah berdiri di ambang pintu.

"Kamu sudah pulang ternyata," ucap Shella sembari bangkit dari duduknya menyambut kedatangan sang suami.

Dion mengangguk pelan dan kemudian mengecup kening Shella lalu beralih pada kening sang buah hati tercinta.

"Pantas saja, Mas cari kalian di ruang tengah tidak ada. Rupanya di sini," ucapnya dengan memandangi raut wajah Shetta yang tertidur pulas, "Tumben sekali Shetta tidur lebih awal?"

"Ah, ya ... mungkin dia lelah, Mas. Karena hari ini dia mendapat jadwal olah raga di sekolah, setelah itu Shetta bermain petak umpet sama teman-temannya," jelas Shella dengan menunjukkan raut wajah penuh kesenangan.

"Syukurlah, dia puas bermain," sahut Dion sembari mengangguk-anggukkan kepalanya.

Ia tentu merasa senang melihat puterinya tumbuh dengan sangat baik, bahkan terasa hingga puteri kecilnya sudah memasuki taman kanak-kanak.

"Kamu sudah makan, Mas?" tanya Shella.

Dengan gelengan kepala Dion pun menjawab, "Belum, mana bisa Mas makan di luar. Lagi pula kerjaan Mas baru selesai jadi Mas belum sempat makan malam."

Mendengar hal itu, Shea segera bangkit dari duduknya, "Baiklah, aku siapkan makan dulu."

Belum sempat ia beranjak pergi, sebuah dering telepon yang masuk melalui gadgetnya seketika saja mengurungkan niatnya.

Saat Shella meraih ponsel itu tiba-tiba ia kembali terkejut melihat deretan angka yang ia kenal sebelumnya.

"Bukankah ini nomor ponselnya ... Hans!?"

Ya! Bukan tidak mungkin bagi Shea untuk mengenali deretan nomor telepon tersebut, setelah ia selalu menerima panggilan serta pesan singkat yang selalu membuatnya jengah dan muak.

"Siapa? Kok gak diangkat?" tanya Dion tampak heran.

Shella kini ketar ketir, di satu sisi ia tidak mungkin menerima panggilan suara itu, terlebih Dio belum sempat ia layani dengan baik.

Beberapa saat kemudian dering ponsel tersebut sudah terhenti dan tak terdengar lagi membuat Bella sedikit merasa lega.

Akan tetapi rupanya keberuntungan belum berpihak padanya, bahkan setelah dering ponsel itu kembali terdengar.

Tak ada pilihan lain dalam benaknya sehingga ia harus mengangkat teleponnya.

"Angkat saja, siapa tahu penting," ujar Dion yang sedari tadi memperhatikan raut wajah istrinya yang tampak gelisah.

Shella pun akhirnya menurutinya, ia segera bangkit dari duduknya lalu berjalan keluar dari ruang tidur tersebut.

Shella melangkah semakin cepat hingga tiba di sebuah dapur dan ia pun segera mengangkat telepon itu.

["Astaga, lama sekali kamu manjawab teleponku."]

Seketika saja Shella merasa geram setelah mendengar suara dari seberang sana, suara yang tak lain dan tak bukan milik Hans, lelaki yang akhir-akhit ini mengganggu kehidupannya.

"Ada perlu apa lagi!? Kenapa kamu belum mengerti juga dan terus menghubungiku!?" cecar Shella dari balik sambungan telepon tersebut.

Shella tentu sudah lelah dengan tingkah polah yang ditunjukkan oleh Hans, hingga membuatnya selalu melamun akhir-akhir ini.

["Santai dong. Aku hanya ingin mengajakmu besok, kita senang-senang saja dan aku yang akan mentraktirmu,"]

Alih-alih menanggapinya. Shella justru terlihat kesal dengan ajakkan Hans yang dirasa semena-mena.

"Apa kau sudah gila sungguhan!? Harus berapa ribu kali aku katakan padamu untuk tidak muncul lagi!?"

Shella kesal, ia murka dengan sikap Hans yang tak kunjung mengerti, bahkan kini semakin berbuat lebih padanya.

Lalu tanpa ingin mendengar ucapan Hans lagi, Shella lantas segera memutus sambungan telepon tersebut begitu saja.

"Ck! Bisa-bisanya dia ... "

Ucapan Shella sampai terhenti karena sikap Hans yang sudah di luar batas menurutnya, bahkan ia tak bisa hidup tenang dan merasa seperti dikejar-kejar sesuatu. Hingga tanpa disadari olehnya, Dion yang tak sengaja melewati sebuah dapurpun lantas menghampiri sang istri.

"Siapa yang telepon? Kenapa kamu seperti kesal setelah menerima telepon itu?" ucap Dion berdiri di ambang pintu.

Deg!!

Ucapan Dion sontak membuat Shella terkejut, wanita itu lantas mendelikkan pandangannya mengarah kepada sang suami, dengan otak yang terus memikirkan sebuah jawaban.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri yang Tak Dianggap   82. Dia bukan anakku!?

    Kerutan pada keningnya kini mulai tampak jelas, kala lelaki itu membalikkan amplop putih yang ternyata mempunyai lambang yang menggambarkan salah satu lambang Laboratorium terkemuka di kota itu.Mulanya Dion merasa aneh hingga bertanya-tanya dalam benaknya. Tanpa menunggu lama lagi Dion lantas mulai membuka isi amplop dan memgeluarkan secarik kertas putih dengan beberapa deretan huruf dan angka di dalamnya."Surat apa ini?" tanyanya masih menerka-nerka bahkan belum menyadarinya.Perlahan namun pasti, Dion kini mulai membaca kata demi kata yang tertulis di dalam surat tersebut. Untuk sesaat ia kembali heran, terlebih ketika lelaki itu menyadari terdapat beberapa nama yang tidak asing lagi baginya tertera di dalam tulisan tersebut."Kenapa ada nama anakku di sini!? Arshetta Puteri Santoso!?"Ya! Rasa penasaran lelaki itu semakin meluas, bahkan merasa begitu heran mengapa nama itu ada di dalamnya. Ia pun lekas membaca dengan lebih teliti lagi, kata demi kata yang menjelaskan terkait hasi

  • Istri yang Tak Dianggap   81. Amplop putih

    Seperti rencana sebelumnya pagi ini Hans akan melancarkan aksinya dengan memberi pelajaran pada Dion dan Shella terkait Kejadian beberapa malam yang lalu yang membuat dirinya merasa dipermalukan di hadapan semua orang bahkan di tempat yang selalu ia kunjungi. Lelaki itu telah bersiap dengan pakaian rapinya dan segera meluncur meninggalkan kediamannya menggunakan mobil mewah miliknya yang berharga milyaran rupiah.Dengan ditemani sopir pribadinya Hans segera saja menuju perusahaan milik Dion yang berada di pusat kota tersebut. Raut wajahnya kini menampakkan bahwa dirinya sangat percaya diri dengan rencana ini bahkan Hans sangat yakin bahwa ia akan segera membuat Dion menderita dan bisa memiliki Shella seutuhnya."Tunggu saja, Dion, aku akan menunjukkan Siapa yang paling kuat di antara kita dan aku akan membuktikan siapa yang paling pantas berada di samping Shella, " ucapnya dengan penuh keyakinan dan percaya diri.Tak butuh waktu beberapa jam untuk bisa tiba di kawasan perusahaan elit

  • Istri yang Tak Dianggap   80. Makan dengan Shetta

    Sudah berhari-hari Hans selalu melamun, asyik dengan pikirannya sendiri. Ya! Setelah perdebatannya bersama Dion dan Shella malam itu, ia kini lebih banyak diam dari biasanya, ponsel yang selalu ia mainkanpun kini hanya tergeletak tak karuan di atas meja kerjanya.Ia sungguh tidak berselera untuk melakukan apapun, bahkan ia hanya melakukan beberapa pekerjaan kantornya dan pulang tepat waktu. Tanpa mampir ke sebuah tempat atau melakukan sesuatu seperti biasanya."Ini terasa membosankan, aku hanya dian seperti ini dan tidak melakukan apapun."Hans lalu merebahkan dirinya di atas kursi santai di sebelah kolam renang miliknya, menandangi langit malam yang gelap dan penuh dengan berbagai cahaya bintang menghiasinya.Tak dapat dipungkiri, beberapa ucapan serta cibiran yang ia terima dari Shella tentu berdampak buruk dan cukup panjang hingga membuaynya seperti ini. Lelaki itu semakin terlarut dalam lamunannya sendiri membayangkan semua rentetan kejadian yang secara tidak langsung telah menyin

  • Istri yang Tak Dianggap   79. Mertua tidak tahu diri!

    Bryan baru saja tiba di kantornya dengan suasana hati yang sedikit kurang baik. Setelah perbincangan bersama pamannya yang terjadi semalam, Bryan tentu saja kini merasa bingung dengan saran yang diberikan oleh Handi.Bagaimana tidak? Saran yang dikatakan oleh Handi telah cukup membuat Bryan kembali berpikir, lagi dan lagi.Ia merasa cemas dan takut dengan keadaan Arumi yang belum sepenuhnya merasa lebih baik, bahkan saat terakhir ia makan siang dengan Arumi, wanita itu masih saja terlihat murung, menjawab pertanyaan Bryan seperlunya."Ini benar-benar membuatku pusing," ucap Bryan kala ia menduduki kursi kerjanya dan hendak memulai aktifitasnya.Tetapi, alih-alih segera menggarap beberapa pekerjaannya, lelaki itu justru hanya diam dengan kedua mata terfokus menatap layar komputernya.Diam ... dan tidak bergeming ....Di dalam pikirannya kini hanya terdapat berbagai macam hal yang tentang Arumi dan Askara."Bagaimana kalau tante Rose berbuat nekad dan bersikukuh menginginkan Askara? Lan

  • Istri yang Tak Dianggap   78. Mendatangi Dion

    Hari-hari setelah malam itu, Shella kini terlihat murung. Meski ia tetap menemani Vena membuka tempat karaokenya, namun semuanya tidak berjalan seperti sebelumnya. Wanita itu jadi lebih pendiam, senyuman manis yang ia miliki kini hanya tertuju untuk para customer.Ya! Shella cukup profesional dalam mengelola emosinya kali ini.Akan tetapi tetap saja, terlihat sekali perbedaan sikap dalam dirinya. Vena pun merasakan hal itu, merasa iba melihat sahabatnya yang harus berada dalam situasi seperti ini."Hmm, saituasi macam apa lagi ini!? Aku benar-benar tidak habis pikir ... "Semua terjadi jelas karena Dion, lelaki yang tiba-tiba datang mengacau. Hal itu membuat Vena memutuskan untuk melakukan sesuatu."Aku harus segera bertindak, karena seperti ini saja sudah membuatku lelah."Ya! Pagi ini lebih tepatnya sesaat setelah matahari muncul dari ufuk timur, para orang-orang yang memulai aktifitasnya, Vena telah bersiap dan segera pergi menuju kantor Dion. Vena berjalan mengendap-endap melewati

  • Istri yang Tak Dianggap   77. Kedatangan Om Handi

    Kini, Handi tengah duduk tegap di sebuah ruang tamu yang terdapat pada rumah mewah bergaya modern tersebut. Lelaki itu tak berhenti mengatur pernapasannya, dan juga mengatur beberapa bahasan yang akan ia katakan pada keponakannya.Ia ingin mengulur waktu, memikirkan lagi semuanya hingga terasa tepat untuk disampaikan. Tetapi Bryan sepertinya tidak akan memberinya kesempatan."Baiklah, Om. Apa yang membawa Om hingga malam-malam begini mendatangiku?" tanya Bryan langsung pada intinya.Bryan yang memang sedari dulu tak begitu menyukai basa-basi serta selalu membahas inti dari setiap permasalahan tentu sudah menjadi hal biasa bagi Handi, dan lelaki itu tak pernah menunjukkan aksi protesnya.Handj lalu membenahi posisi duduknya, sebelumm akhirnya menbahas apa yang membuat pikirannya mengganjal."Maaf sebelumnya kalau Om tiba-tiba menanyakan ini padamu," ucap Handj sedikit ragu, "Apa rencanamu saat kalian berdua resmi menikah?"Bukannya lekas menjawab, Bryan justru dibuat bingung dengan per

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status