Dengan sepasang mata melotot, Shella masih berpikir dan harus memutar otak agar Dion tidak merasa curiga dengan gelagatnya.
"Apa dia mendengar percakapanku barusan?" batinnya menerka-nerka.Di samping itu, Dion tampak mulai berjalan menghampiri dirinya. Seolah merasa penasaran dengan urusan istrinya sendiri."Itu, umm ... Temanku ngajak hangout bareng," jawab Shella dengan rona wajah memerah."Fanny? Tumben sekali dia mengajakmu bertemu setelah sekian lama," jelas Dion yang kini telah berada di hadapan Shella, "Terus? Apa kamu terima ajakannya?"Tetapi Shella menggelengkan kepalanya, ia tentu tengah kebingungan karena Dion salah menduganya namun hal itu cukup membuatnya tenang karena artinya Dion tidak mendengar percakapan Shella dengan lawan bicaranya sebelum itu.Lalu seketika saja terlintas sebuah nama dalam benak diri wanita itu, ia teringat dengan sosok teman yang cocok untuk ia jadikan alasan."Bukan Fanny, Mas. Tapi Shanty yang mengajakku bertemu," jelas Shella.Dion pun menaikkan kedua alisnya, "Temanmu yang suka pamer itu?" terkanya lagi.Kali ini Shella mengangguk, "Iya, kamu tahu sendiri 'kan kalau temanku yang satu itu sedikit menyebalkan," ucapnya sembari mengangkat dua jarinya masing-masing menirukan sebuah tanda petik.Dion pun menyeringai, ia tentu mengerti dengan ucapan Bella terkait nama yang telah disebutkan."Yah, kalau bertemu dengannya membuatmu tidak nyaman lebih baik tolak saja."Untuk sesaat senyuman Shella mulai mengembang dan mengangguk sebagai sebuah tanda bahwa ia akan menuruti saran suaminya.Akan tetapi di samping itu, seketika saja muncul rasa sesal dalam diri wanita tersebut.Betapa tidak? Bukan hanya Dion yang ia bohongi, namun ia juga menyeret orang lain dalam kebohongannya. Sinta yang kini sudah tak tahu menahu tentang kehidupan Shella harus ikut andil dalam sandiwara yang tengah Bella lakukan meski hanya sebatas nama.***Esok harinya, sembari bersenandung riang Shella terlihat sibuk menyiapkan bekal makan siang untuk Dion dan anaknya.Raut wajahnya tampak berseri-seri meski pikirannya penuh dengan kejadian yang ia alami akhir-akhir ini.Ya! Perkataan Hans dalam sambungan telepon malam tadi rupa-rupanya masih teringat dengan jelas, mengapa lelaki itu berani sekali mengajaknya keluar?Tetapi di sela-sela itu, tiba-tiba sepasang tangan kekar kemudian menyentuh bahkan melingkari pinggangnya membuat Shella terkejut bukan main."Astaga!!" pekiknya sampai-sampai membuat Dion ikut terkejut.Lalu Shella mengembuskan napas kasar kala wanita itu menoleh dan mendapati bahwa suaminya sendiri yang sedang memeluknya dari belakang."Kenapa sih? Kamu pikir aku setan!?" umpat Dion terkekeh."Kamu yang kenapa, Mas! Tiba-tiba saja memelukku seperti itu, aku 'kan jadi kaget." Dengan menampakkan kekesalannya Shella lantas melepaskan pelukkan Dion dan meninggalkannya begitu saja sembari membawa dua kotak makanan tersebut.Hal itu lantas membuat Dion heran dan terdiam, bukankah hal yang seperti itu sudah biasa terjadi? Bahkan Shella selalu menyukai jika suaminya memeluknya.Dion yang merasa dongkolpun hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya sembari mengikuti langkah istrinya menuju ruang makan.Sedangkan Shella, setelah ia selesai memasukkan bekal makan siang untuk Shetta dan kemudian hendak memasukkan bekal untuk Dion ke salam tas kerja milik lelaki itu, tiba-tiba saja gerakkan tangannya terhenti kala ia tak sengaja melihat sebuah kartu undangan yang terselip di antara beberapa berkas di dalam tas tersebut.Shella lantas meraih kartu undangan itu tanpa rasa curiga sedikitpun."Undangan dari siapa ini, Mas?" tanyanya dengan sepasang tangan yang mulai membuka isi undangan tersebut.Dion yang baru saja duduk di atas kursipun dengan santainya menjawab "Dari Bryan, dia mau tunangan hari sabtu nanti."Detik berikutnya wanita itu terdiam, membeku di tempatnya ia berdiri saat ini dengan kedua mata terfokus melihat sebuah nama yang tertera berdampingan dengan saudara sepupu dari suaminya.Betapa tidak? Nama yang ia lihat saat ini sangatlah persis dengan nama seseorang yang berhasil membuatnya jatuh bangun mempertahankan biduk rumah tangganya dengan Dion."Rumi!?" ujar Shella bernada tinggi sembari menoleh ke arah suaminya, "Bukankah dia ...."Ucapan Shella pun terhenti bersama dengan anggukkan kepala sang suami, menandakan bahwa Dion pun memiliki pemikiran yang sama."Aku pun awalnya berpikir begitu, tetapi mana mungkin Bryan menikah dengannya, terlebih Bryan pun sudah lama menetap di Amerika dan baru saja kembali. Tentu dia punya kekasih yang sepadan dengannya di sana," jelasnya dengan mulut yang terisi penuh.Shella pun terdiam sesaat, memikirkan perkataan Dion yang dirasa ada benarnya."Tapi ... Bukankah ini terlalu kebetulan? Nama mereka pun sama persis," ucap Shella yang masih merasa kurang yakin.Alih-alih menjawab, Dion justru hanya menggelengkan kepalanya tanpa berkata ataupun berkomentar lagi.Lelaki itu bahkan terlihat bersikap seperti biasa seolah tidak merasa terganggu dengan adanya kartu undangan tersebut."Sudahlah, tidak usah dipikirkan. Kita lihat saja apa wanita itu wanita yang sama atau bukan," tukasnya, "Lagi pula kalaupun Rumi yang kita maksud memang benar calon istri Bryan kenapa? Aku sama sekali tidak keberatan. Dan lagi ... kita sudah tidak berhubungan dengannya lagi."Akan tetapi meskipun ucapan Dion ada benarnya, Shella tetap saja terlihat kurang nyaman dan masih merasa penasaran terkait hal itu.Bahkan kini feelingnya mengatakan bahwa calon istri Bryan merupakan sosok wanita yang dulu pernah menjadi madunya pula.Wanita itupun menoleh dan memperhatikan wajah Dion yang tampak biasa saja sembari terus mengunyah makanannya, namun sorot matanya menyiratkan sesuatu yang teramat dalam.Pandangan lelaki itu memang mengarah pada gadis kecil yang tengah memakan nasi goreng sembari memainkan boneka Barbie miliknya yang baru, namun pikirannya tentu berada di tempat lain."Hmmm ... Tapi ekspresi wajahmu berkata lain, Mas," batinnya dengan terus memalingkan wajahnya.Seketika saja Shella mengembuskan napasnya tanpa menunjukkan reaksi apapun, ia lebih memilih untuk diam dan berpura-pura tidak mengerti saja terkait ekspresi suaminya.Karena ia pun tahu betul Dion akan mengelak jika ia membahas terkait mantan istrinya.Drt ... Drt ....Tiba-tiba saja Shella mengerjap di tengah lamunannya, merasakan getaran yang berasal dari ponsel di dalam kantong celananya.Shella pun lantas merogoh ponselnya dan mulai membuka sebuah pesan dari nomor yang tak dikenal.[Bagaimana dengan ajakkanku? Aku janji tidak akan lama, aku hanya ingin memberikan sesuatu untukmu.]Wanita itu lantas mengetikkan sebuah balasan untuk pesan singkatnya, "Apapun yang kau berikan, aku tidak akan tertarik."Pesan terkirim!Keningnya seketika mengerut, dengan sesak di dada yang mulai menjalarinya, Shella memutar bola matanya sembari mendengkus kesal.Pada saat itu pula muncul kembali sebuah notifikasi pesan dari orang yang sama, namun kali ini hanya berisikan sebuah foto."Apa ini??" gumamnya dalam hati.Kerutan pada keningnya kini mulai tampak jelas, kala lelaki itu membalikkan amplop putih yang ternyata mempunyai lambang yang menggambarkan salah satu lambang Laboratorium terkemuka di kota itu.Mulanya Dion merasa aneh hingga bertanya-tanya dalam benaknya. Tanpa menunggu lama lagi Dion lantas mulai membuka isi amplop dan memgeluarkan secarik kertas putih dengan beberapa deretan huruf dan angka di dalamnya."Surat apa ini?" tanyanya masih menerka-nerka bahkan belum menyadarinya.Perlahan namun pasti, Dion kini mulai membaca kata demi kata yang tertulis di dalam surat tersebut. Untuk sesaat ia kembali heran, terlebih ketika lelaki itu menyadari terdapat beberapa nama yang tidak asing lagi baginya tertera di dalam tulisan tersebut."Kenapa ada nama anakku di sini!? Arshetta Puteri Santoso!?"Ya! Rasa penasaran lelaki itu semakin meluas, bahkan merasa begitu heran mengapa nama itu ada di dalamnya. Ia pun lekas membaca dengan lebih teliti lagi, kata demi kata yang menjelaskan terkait hasi
Seperti rencana sebelumnya pagi ini Hans akan melancarkan aksinya dengan memberi pelajaran pada Dion dan Shella terkait Kejadian beberapa malam yang lalu yang membuat dirinya merasa dipermalukan di hadapan semua orang bahkan di tempat yang selalu ia kunjungi. Lelaki itu telah bersiap dengan pakaian rapinya dan segera meluncur meninggalkan kediamannya menggunakan mobil mewah miliknya yang berharga milyaran rupiah.Dengan ditemani sopir pribadinya Hans segera saja menuju perusahaan milik Dion yang berada di pusat kota tersebut. Raut wajahnya kini menampakkan bahwa dirinya sangat percaya diri dengan rencana ini bahkan Hans sangat yakin bahwa ia akan segera membuat Dion menderita dan bisa memiliki Shella seutuhnya."Tunggu saja, Dion, aku akan menunjukkan Siapa yang paling kuat di antara kita dan aku akan membuktikan siapa yang paling pantas berada di samping Shella, " ucapnya dengan penuh keyakinan dan percaya diri.Tak butuh waktu beberapa jam untuk bisa tiba di kawasan perusahaan elit
Sudah berhari-hari Hans selalu melamun, asyik dengan pikirannya sendiri. Ya! Setelah perdebatannya bersama Dion dan Shella malam itu, ia kini lebih banyak diam dari biasanya, ponsel yang selalu ia mainkanpun kini hanya tergeletak tak karuan di atas meja kerjanya.Ia sungguh tidak berselera untuk melakukan apapun, bahkan ia hanya melakukan beberapa pekerjaan kantornya dan pulang tepat waktu. Tanpa mampir ke sebuah tempat atau melakukan sesuatu seperti biasanya."Ini terasa membosankan, aku hanya dian seperti ini dan tidak melakukan apapun."Hans lalu merebahkan dirinya di atas kursi santai di sebelah kolam renang miliknya, menandangi langit malam yang gelap dan penuh dengan berbagai cahaya bintang menghiasinya.Tak dapat dipungkiri, beberapa ucapan serta cibiran yang ia terima dari Shella tentu berdampak buruk dan cukup panjang hingga membuaynya seperti ini. Lelaki itu semakin terlarut dalam lamunannya sendiri membayangkan semua rentetan kejadian yang secara tidak langsung telah menyin
Bryan baru saja tiba di kantornya dengan suasana hati yang sedikit kurang baik. Setelah perbincangan bersama pamannya yang terjadi semalam, Bryan tentu saja kini merasa bingung dengan saran yang diberikan oleh Handi.Bagaimana tidak? Saran yang dikatakan oleh Handi telah cukup membuat Bryan kembali berpikir, lagi dan lagi.Ia merasa cemas dan takut dengan keadaan Arumi yang belum sepenuhnya merasa lebih baik, bahkan saat terakhir ia makan siang dengan Arumi, wanita itu masih saja terlihat murung, menjawab pertanyaan Bryan seperlunya."Ini benar-benar membuatku pusing," ucap Bryan kala ia menduduki kursi kerjanya dan hendak memulai aktifitasnya.Tetapi, alih-alih segera menggarap beberapa pekerjaannya, lelaki itu justru hanya diam dengan kedua mata terfokus menatap layar komputernya.Diam ... dan tidak bergeming ....Di dalam pikirannya kini hanya terdapat berbagai macam hal yang tentang Arumi dan Askara."Bagaimana kalau tante Rose berbuat nekad dan bersikukuh menginginkan Askara? Lan
Hari-hari setelah malam itu, Shella kini terlihat murung. Meski ia tetap menemani Vena membuka tempat karaokenya, namun semuanya tidak berjalan seperti sebelumnya. Wanita itu jadi lebih pendiam, senyuman manis yang ia miliki kini hanya tertuju untuk para customer.Ya! Shella cukup profesional dalam mengelola emosinya kali ini.Akan tetapi tetap saja, terlihat sekali perbedaan sikap dalam dirinya. Vena pun merasakan hal itu, merasa iba melihat sahabatnya yang harus berada dalam situasi seperti ini."Hmm, saituasi macam apa lagi ini!? Aku benar-benar tidak habis pikir ... "Semua terjadi jelas karena Dion, lelaki yang tiba-tiba datang mengacau. Hal itu membuat Vena memutuskan untuk melakukan sesuatu."Aku harus segera bertindak, karena seperti ini saja sudah membuatku lelah."Ya! Pagi ini lebih tepatnya sesaat setelah matahari muncul dari ufuk timur, para orang-orang yang memulai aktifitasnya, Vena telah bersiap dan segera pergi menuju kantor Dion. Vena berjalan mengendap-endap melewati
Kini, Handi tengah duduk tegap di sebuah ruang tamu yang terdapat pada rumah mewah bergaya modern tersebut. Lelaki itu tak berhenti mengatur pernapasannya, dan juga mengatur beberapa bahasan yang akan ia katakan pada keponakannya.Ia ingin mengulur waktu, memikirkan lagi semuanya hingga terasa tepat untuk disampaikan. Tetapi Bryan sepertinya tidak akan memberinya kesempatan."Baiklah, Om. Apa yang membawa Om hingga malam-malam begini mendatangiku?" tanya Bryan langsung pada intinya.Bryan yang memang sedari dulu tak begitu menyukai basa-basi serta selalu membahas inti dari setiap permasalahan tentu sudah menjadi hal biasa bagi Handi, dan lelaki itu tak pernah menunjukkan aksi protesnya.Handj lalu membenahi posisi duduknya, sebelumm akhirnya menbahas apa yang membuat pikirannya mengganjal."Maaf sebelumnya kalau Om tiba-tiba menanyakan ini padamu," ucap Handj sedikit ragu, "Apa rencanamu saat kalian berdua resmi menikah?"Bukannya lekas menjawab, Bryan justru dibuat bingung dengan per