Home / Romansa / Istri yang Tak Dihargai / Bab 29 Siasat busuk Athar

Share

Bab 29 Siasat busuk Athar

Author: Wii
last update Last Updated: 2025-05-08 20:00:29

Di bengkel tua yang tersembunyi di belakang terminal kota, suara logam berdenting dan mesin tua meraung pelan. Bau oli dan bensin menyengat, bercampur dengan debu dan asap knalpot. Bengkel itu bukan tempat biasa untuk pertemuan, tapi justru itu yang membuatnya aman untuk pembicaraan kotor—tempat di mana tak ada yang peduli dan tak ada yang bertanya.

Reza duduk di kursi kayu reyot sambil menghisap rokok, jaket kulitnya sudah penuh noda hitam oli. Ia tengah mengawasi seorang mekanik menyervis motor ketika suara motor tua berhenti mendadak di depan bengkel. Reza menoleh pelan.

Athar turun dari motor, jaketnya kusut, wajahnya tegang dan keringat mengalir dari pelipis. Ia menatap Reza tanpa ekspresi, lalu berjalan mendekat tanpa sepatah kata.

Reza berdiri menyambut, namun sorot matanya menyelidik. "Lo masih hidup ternyata."

Athar mendengus. "Dan lo masih kayak dulu. Bau oli dan debu."

Reza terkekeh, lalu duduk kembali. "Lo datang mau ngapain?"
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Istri yang Tak Dihargai   Bab 1 : Ini rumahku, bukan rumah kalian

    [Mas Athar, ntar malem jadi kan ke rumah? Aku kangen nih. Jangan lupa bawa hadiah ya. Harus yang mewah loh. I love you, Mas Athar-ku sayang.]Aku terkejut saat membaca pesan masuk dari Whatsapp suamiku. Mas? Kangen? Apa maksud semua ini? Jadi, Mas Athar diam-diam selingkuh di belakangku?Kedua tanganku sudah gemetar, namun berusaha untuk bertahan demi membaca pesan sebelumnya. Ternyata benar. Mas Athar selingkuh dengan wanita lain. Aku pun segera melihat profil wanita itu, dan … rasanya aku ingin pingsan detik itu juga.Aku tidak menyangka, suamiku berselingkuh dengan mantan rekan kerjaku dulu. Wanita yang menjadi duri dalam rumah tanggaku adalah Lusi Candrika. Lusi yang kukenal sangat baik dan ramah, ternyata tega mengkhianatiku sebagai temannya sendiri.“Ziva!”Aku tersentak kaget sampai ponsel Mas Athar hampir terjatuh ke lantai. Ketika diriku mulai tersadar dari lamunan, aku menoleh ke belakang. Ternyata Mas Athar sudah berdiri di belakangku sambil menatapku dengan tajam. Dia bahk

    Last Updated : 2023-06-09
  • Istri yang Tak Dihargai   Bab 2 : Siasat

    Aku menatap tajam ke arah Ibu mertuaku, Rania, dan Mas Athar secara bergantian. Masing-masing dari mereka masih belum menanggapi ucapanku. Mereka terdiam beberapa saat, hingga akhirnya aku melanjutkan ucapanku. Segala uneg-uneg yang kutahan selama ini, harus kukeluarkan saat ini juga. Agar mereka paham, bahwa aku bukanlah wanita lemah yang bisa selamanya mereka tindas. Aku juga berhak membela diri demi kebahagiaanku sendiri.Kedua tanganku sudah terlipat di dada. Masih menatap mereka secara bergantian. “Dari awal, rumah ini aku beli dari hasil kerja kerasku sendiri, bukan dari hasil ngemis. Justru yang mengemis jabatan itu kamu, Mas Athar. Kamu yang cocok disebut benalu dalam rumah ini. Begitu juga dengan Mama dan Rania. Selama hampir lima tahun, kalian memperlakukanku bukan sebagai menantu, istri, ataupun kakak ipar. Kalian menganggapku hanya sebagai pembantu di rumahku sendiri.”“Apa pantas orang yang menumpang, bertingkah layaknya seorang majikan di rumah yang dia tumpangi? Harusny

    Last Updated : 2023-06-10
  • Istri yang Tak Dihargai   Bab 3 : Ribut dengan Ibu Mertua

    Prang! Tanpa disengaja, aku menjatuhkan gelas ketika sedang mencuci piring. Tanganku memang gemetar sejak tadi karena belum makan. Aku lapar, namun aku tidak diizinkan makan oleh suami dan mertuaku, sebelum aku menyelesaikan pekerjaan rumah. Ditambah lagi masalah tadi saat aku memergoki chat mesra Mas Athar dengan Lusi. Mereka malah melarangku untuk makan sampai besok.Tentu saja aku tidak kuat jika harus menunggu sampai besok. Aku butuh makan sekarang, namun mereka selalu mengawasiku di dapur. Sampai akhirnya, aku memecahkan gelas karena tanganku yang sudah gemetar.Kurasakan tarikan kuat di rambutku dari arah belakang. Aku memekik kesakitan dan melihat ternyata itu Ibu mertuaku. Kurang ajar sekali dia menarik rambutku seperti ini.“Kamu itu kalau kerja yang bener! Jangan bisanya cuma ngerusakin barang!” teriaknya tepat di dekat telingaku. “Kamu sengaja kan pecahin gelas supaya dapat perhatian dari Athar?! Cih! Menjijikkan. Kamu itu cuma gembel, dan burik! Nggak usah sok cari perhati

    Last Updated : 2023-06-27
  • Istri yang Tak Dihargai   Bab 4 : Tawaran

    Aku berjalan memasuki sebuah kafe, dimana aku dan Pak Cokro sudah membuat janji untuk bertemu. Keningku masih terasa berdenyut karena kejadian semalam. Tapi, aku sudah memeriksakan kondisiku ke rumah sakit, sebelum tiba di kafe. Aku duduk di kursi yang letaknya di sudut dan bisa melihat pemandangan luar melalui dinding yang terbuat dari kaca bening.Kulirik jam tangan yang melingkar di tangan kiriku. Waktu sudah menunjukkan pukul satu siang dan mungkin sebentar lagi Pak Cokro akan datang.“Permisi, Mbak. Mau pesan apa?” Seorang pelayan datang menghampiriku sambil menyodorkan menu makanan dan minuman kafe tersebut.“Saya pesan teh lemon aja, Mas,” ucapku pada pelayan itu.“Baik. Itu saja, Mbak? Ada tambahan lain?”“Untuk sementara itu aja, Mas,” jawabku sambil tersenyum.“Baik. Ditunggu pesanannya ya, Mbak.”Aku hanya menganggukkan kepala. Pelayan itu pun berlalu dari hadapanku. Dan tak lama setelah itu, orang yang ditunggu tiba. Pak Cokro datang dengan pakaian yang rapi, khas orang ka

    Last Updated : 2023-07-06
  • Istri yang Tak Dihargai   Bab 5 : Suami dan Ipar yang Tak Tahu Diri

    Menjelang maghrib, aku baru tiba di rumah karena aku memilih menyendiri di taman untuk waktu yang cukup lama, setelah pertemuanku dengan Pak Cokro tadi. Hal itu pula yang menyebabkan aku pulang terlambat. Aku tahu, suamiku dan keluarganya pasti kesal atas keterlambatanku ini. Bisa dilihat berapa banyak panggilan masuk dan pesan singkat di ponselku.Aku mendecih saat memeriksa ponsel di perjalanan tadi. Tanpa adanya aku di rumah, mereka semua akan kelaparan. Rumah pasti sudah sangat berantakan. Rania dan Ibu mertuaku tidak tahu bersih-bersih sama sekali. Padahal sebelumnya mereka bukan dari keluarga kaya.“ZIVA, DARI MANA AJA KAMU?!”Hhh! Sungguh, teriakan Mas Athar sangat memekakan telinga. Aku mendengus pelan sambil menatapnya dengan datar. Kuperhatikan penampilannya kali ini yang tampak acak-acakan. Tidak terlihat rapi seperti biasanya. Wajahnya juga kelihatan stres dan tertekan. Mungkinkah Pak Cokro sempat menegurnya tadi?“KALAU SUAMI NANYA ITU DIJAWAB!”Aku mendecak kesal. “Aku h

    Last Updated : 2023-07-06
  • Istri yang Tak Dihargai   Bab 6 : Kejutan Dimulai

    “Ziva!”Aku yang sedang merapikan hijab pun langsung memejamkan mata ketika teriakan Ibu mertuaku mulai terdengar. Kuhembuskan napas panjang, lalu bergegas keluar kamar sambil membawa tas yang selalu kugunakan saat bekerja dulu. Pakaianku juga sudah rapi, layaknya seorang CEO.Ketika aku sampai di bawah, semua orang yang ada di meja makan terkejut melihat penampilanku. Mereka melongo sambil mengamati penampilanku dari atas hingga ke bawah, termasuk Mas Athar. Dia bahkan sampai berdiri dan mendekatiku.Kemudian, dia bertanya, “Mau kemana kamu? Kok rapi banget.”“Mau kerja,” jawabku santai.“Apa? Kerja?” Rahma, si Ibu mertua menyebalkan itu tiba-tiba mendekatiku dan mendecih saat menatapku. “Mau kerja apa kamu, hah? Kamu itu cocoknya jadi babu. Nggak usah mimpi deh kerja kantoran. Pakai jas segala lagi,” cibirnya.“Iya bener tuh, Ma. Paling cuma kerja jadi kasir, tapi sengaja pakai pakaian kayak gini. Biar kelihatan keren.” Rania menimpali.Mas Athar langsung menyambar tas yang kupegang

    Last Updated : 2023-07-08
  • Istri yang Tak Dihargai   Bab 7 : Berkuasa

    Aku duduk di kursi kerjaku, setelah lelah berkeliling kantor bersama Pak Cokro. Aku memandangi meja kerja yang sudah terisi peralatan kerja. Mulai dari laptop, sampai beberapa peralatan kerja lainnya. Tak hanya itu saja fasilitas yang kudapat. Di sisi kiri ruangan, ada sebuah toilet khusus agar aku tidak perlu lagi ke toilet bawah untuk buang air. Ruanganku juga terbilang besar dan lebar. Ada beberapa sofa dan meja di sudut kanan untuk menerima tamu yang datang.Selain itu, aku juga diberi kartu akses untuk masuk ke dalam beberapa ruangan penting—yang memang dikhususkan untuk para petinggi perusahaan saja.Aku sungguh menikmati semua ini. Bahkan senyumku tak pudar sedikitpun sejak tadi. Tuhan memang sangat baik padaku. Aku bersyukur karena bisa bangkit kembali setelah hampir lima tahun terkurung bersama orang-orang licik itu.Brak! Pintu terbuka secara tiba-tiba. Aku sedikit terkejut, namun masih bisa mengendalikan diri. Apalagi yang masuk ke dalam ruanganku adalah Mas Athar. Senyum s

    Last Updated : 2023-07-11
  • Istri yang Tak Dihargai   Bab 8 : Iri?

    Pukul 12.00 siang aku makan di kantin bersama Pak Cokro dan Pak Andi. Kami bertiga sedang membahas masalah pengiriman barang tekstil ke konsumen. Beberapa waktu yang lalu, pengiriman barang sengaja ditunda oleh Pak Cokro karena adanya kecurangan. Belakangan diketahui, pendapatan perusahaan mendadak turun, dan Pak Cokro menduga, pihak konsumen yang melakukan kecurangan. Namun, aku memberi saran padanya agar tidak menuduh satu pihak saja.Pak Cokro sempat kesal saat aku berkata demikian. Dia mengira aku menuduh orang dalam perusahaan ikut terlibat. Tapi, aku langsung menegaskan bahwa hal itu bisa saja terjadi. Dalam dunia bisnis, sudah pasti ada yang jujur, ada juga yang licik. Tidak menutup kemungkinan, ada orang dalam yang melakukan kecurangan itu.“Pihak-pihak terkait di perusahaan ini harus diperiksa, Pak. Kita jangan menyalahkan satu pihak. Mungkin aja pihak konsumen udah kasih pembayaran yang jelas dan tepat. Selama saya menjabat sebagai manajer keuangan, masalah kayak gini nggak

    Last Updated : 2023-07-11

Latest chapter

  • Istri yang Tak Dihargai   Bab 29 Siasat busuk Athar

    Di bengkel tua yang tersembunyi di belakang terminal kota, suara logam berdenting dan mesin tua meraung pelan. Bau oli dan bensin menyengat, bercampur dengan debu dan asap knalpot. Bengkel itu bukan tempat biasa untuk pertemuan, tapi justru itu yang membuatnya aman untuk pembicaraan kotor—tempat di mana tak ada yang peduli dan tak ada yang bertanya.Reza duduk di kursi kayu reyot sambil menghisap rokok, jaket kulitnya sudah penuh noda hitam oli. Ia tengah mengawasi seorang mekanik menyervis motor ketika suara motor tua berhenti mendadak di depan bengkel. Reza menoleh pelan.Athar turun dari motor, jaketnya kusut, wajahnya tegang dan keringat mengalir dari pelipis. Ia menatap Reza tanpa ekspresi, lalu berjalan mendekat tanpa sepatah kata.Reza berdiri menyambut, namun sorot matanya menyelidik. "Lo masih hidup ternyata."Athar mendengus. "Dan lo masih kayak dulu. Bau oli dan debu."Reza terkekeh, lalu duduk kembali. "Lo datang mau ngapain?"

  • Istri yang Tak Dihargai   Bab 28 Masih dengan ego

    SIANG HARI – JALANAN SEPI DI KAWASAN KOTA TUADeru mesin motor tua menggeram seperti binatang yang kelelahan. Athar menunduk sedikit, helm setengah terbuka, wajahnya gelap karena amarah yang belum tuntas. Hatinya masih membara sejak Ziva mengusirnya pagi tadi.“Dasar perempuan keras kepala!” umpatnya sambil menggebrak setang motor. “Udah dibujuk, masih aja sok suci!”Motor tuanya melaju di antara gang-gang sempit. Athar tidak peduli. Ia hanya ingin melampiaskan kekesalan. Pikirannya terus dipenuhi suara Ziva yang menolak, mata Ziva yang menatap dingin, dan semua kata-kata yang menghancurkan egonya.SRETTTT—!!Tiba-tiba, tubuhnya tersentak. Rem mendadak diinjak. Ban motor berdecit keras. Di hadapannya, sesosok tua dengan keranjang rongsokan hampir terseret roda depannya.Athar turun, masih dalam emosi, siap memaki. “Hei, lu buta apa! Jalan aja kayak–”Namun, kalimatnya terhenti. Pemulung itu perlahan menoleh. Rambut kusut

  • Istri yang Tak Dihargai   Bab 27 Luka yang belum sembuh

    Siang itu – di depan rumah ZivaNathan turun dari mobil dengan tangan membawa kantong isi bubur ayam hangat—buatan ibunya, yang khusus ia minta untuk Ziva. Sejak menerima balasan singkat dari Ziva pagi tadi, hatinya tak tenang. Ia tahu, kalimat sesingkat itu menyimpan sesuatu.Saat berjalan ke arah pagar rumah Ziva, seorang tetangga yang tengah menyapu halaman menyapanya. Nathan membalas ramah.“Bu, Ziva lagi di rumah?” tanya Nathan sopan.Sang tetangga berhenti menyapu. “Mas Nathan, ya? Tadi pagi ada Mas Athar datang ke sini. Saya juga nggak tahu banyak, tapi tadi sempat dengar suara mereka agak tinggi.”Wajah Nathan langsung berubah. Ada hawa panas yang naik ke dadanya, tapi ia cepat mengendalikannya. Ia mengangguk singkat dan segera melangkah menuju pintu rumah Ziva. Ia ketuk pelan, lalu memanggil.“Ziva... Ini aku, Nathan.”Tidak ada jawaban. Nathan menunggu, mengetuk sekali lagi. Hatinya makin tak tenang.B

  • Istri yang Tak Dihargai   Bab 26 Dia Kembali

    Malam hari – Rumah NathanNathan membuka pintu rumahnya perlahan. Lampu ruang tamu masih menyala, menandakan kedua orang tuanya belum tidur.Ibunya muncul dari dapur, membawa dua cangkir teh. “Kamu baru pulang?” tanyanya lembut.Nathan mengangguk sambil melepas sepatu. “Iya. Maaf pulang malam.”Ayahnya yang duduk membaca di ruang tengah menoleh. “Kalian jadi ketemu?”Nathan menghela napas dan duduk di samping ayahnya. “Jadi. Kami ngobrol cukup lama.”Ibunya duduk di depannya, menyodorkan teh. “Lalu? Bagaimana Ziva?”Nathan mengangkat bahu. “Dia baik, tapi masih ragu. Aku kasih waktu. Aku nggak mau nyeret dia ke sesuatu yang belum dia siapin. Dia masih jalan pelan, dan aku... harus sabar.”“Lalu soal mengenalkan dia ke kami?” tanya ibunya dengan nada hati-hati.Nathan menatap ibunya sebentar. “Nggak sekarang. Aku takut dia merasa dipaksa. Kalau aku terus tekan

  • Istri yang Tak Dihargai   Bab 25 Nara Garden

    Nara Garden tampak hangat malam itu. Restoran bergaya semi terbuka dengan dekorasi kayu dan cahaya temaram lampu gantung kuning. Di sudut taman kecilnya, ada meja bundar yang dihiasi vas mungil berisi bunga lily.Nathan duduk di sana, mengenakan kemeja biru tua dan jam tangannya yang selalu tampak terlalu mahal untuk dipakai santai. Tapi wajahnya justru yang mencuri perhatian — gelisah, tapi tetap tenang. Ia menatap ke arah pintu masuk restoran setiap beberapa menit sekali, lalu kembali menunduk pada gelas air mineral yang tak disentuh.Sampai akhirnya ia melihat sosok yang dikenalnya berjalan masuk. Ziva melangkah pelan menuju pintu masuk Nara Garden. Ia mengenakan blouse putih panjang yang dipadukan dengan celana kain hitam longgar dan hijab berwarna abu-abu lembut. Riasan wajahnya nyaris tak terlihat, hanya polesan tipis yang menonjolkan keteduhan matanya. Penampilannya sederhana, tapi memancarkan keanggunan yang tulus.Ziva melangkah pel

  • Istri yang Tak Dihargai   Bab 24 Keputusan yang Sulit

    Ziva menatap bayangannya di cermin. Pagi itu, wajahnya terlihat lebih pucat dari biasanya. Entah karena semalaman ia tak bisa tidur, atau karena pikirannya terlalu kacau. Perkataan Nathan terus terngiang-ngiang dalam kepalanya. Sudah seminggu ia mengalami insomnia. "Aku serius cinta sama kamu." "Aku bakal kasih kamu waktu sampai kamu siap." Ziva menarik napas panjang, lalu menghembuskannya perlahan. Ia mengenakan jas kerjanya dan mengambil tas tangan dari sofa. Suasana rumahnya yang biasanya terasa nyaman, kini justru terasa sesak. Saat membuka pintu depan, sinar matahari pagi menyapa wajahnya. Di halaman kecil rumah itu, Bu Rina — tetangga sebelah rumah — sedang menyiram tanaman. "Ziva, kamu kelihatan capek, nak. Nggak apa-apa?" sapa Bu Rina sambil menoleh. Ziva berusaha membalas dengan senyum kecil. "Ng

  • Istri yang Tak Dihargai   Bab 23 : Jangan paksa aku

    “Ziva.” Ziva menatap ke arah pintu ruangan. Sorot matanya menggambarkan keterkejutan dirinya setelah melihat siapa yang datang. Sudah hampir satu bulan sejak kepulangannya dari Bali, ia tak pernah bertemu lagi dengan pria itu. Dan hari ini, dia datang untuk menemui Ziva. “Apa kabar?” Setelah beberapa termenung, Ziva mulai berdehem. “Baik.” “Udah lama ya nggak ketemu,” ucap Nathan. “Baru sebulan, belum setahun.” Nathan tertawa mendengar kata-kata Ziva. Wanita itu masih saja terlihat cuek saat bersamanya. Namun hal itu tidak membuat Nathan membencinya. Justru Nathan semakin gemas dengan Ziva. “Eum, btw, kamu lagi sibuk, nggak?” tanya Nathan. “Yang kamu lihat, gimana? Sibuk, atau nggak?” “Ya kelihatannya sibuk sih,” jawab Nathan. “So, aku nggak per

  • Istri yang Tak Dihargai   Bab 22 : Salah satunya ... aku

    Sore ini, Ziva tampak berjalan-jalan di sekitar taman, sendirian. Dia menikmati suasana sekitar hotel yang ramai pengunjung. Beberapa anak kecil tampak berlari kesana kemari di taman itu. Ziva hanya bisa tersenyum melihat raut wajah bahagia mereka.Ziva duduk di salah satu kursi berwarna putih sambil menatap anak-anak kecil yang berlarian itu. Dia kembali teringat dengan pernikahannya dulu. Andai saja dia memiliki seorang anak, mungkin Athar akan berpikir ulang untuk menyakitinya. Namun apalah daya, takdir yang mengatur kehidupannya.“Ziva.”Ziva menoleh ke kiri untuk melihat seseorang yang menyapanya. Seketika bola matanya memutar dan dia memutuskan untuk membuang muka ke arah lain.“Kok kamu sendirian aja sih? Harusnya ajak aku,” ujar Nathan dengan nada santainya.“Ngapain juga aku ngajak kamu? Lebih enak jalan-jalan sendirian daripada sama kamu,” jawab Ziva tanpa menatap Nathan. “Mending kamu nongkrong di tempat lain deh. Jangan di sini.”“Loh, emangnya kenapa? Ini kan tempat umum.

  • Istri yang Tak Dihargai   Bab 21 : Diincar anak tunggal kaya raya

    “Gila. Ini gila.”Ziva berjalan kesana kemari di dalam kamar hotelnya. Ia meremas rambutnya sendiri sambil terus mondar mandir. Kepalanya mendadak pusing setelah semalaman memikirkan ucapan Nathan kemarin.Pria itu mengungkap perasaannya untuk Ziva dan jelas sangat mengganggu pikiran Ziva. Ia tidak menyangka Nathan akan mengungkapkan perasaannya begitu cepat. Padahal mereka baru saja bertemu.“Nggak. Ini nggak mungkin. Nggak mungkin cowok kaya raya seperti Nathan bisa suka sama aku. Nggak, itu nggak mungkin.” Ziva menghentikan langkahnya dan duduk di atas kasur. Ia menyibakkan rambutnya ke belakang sambil menghela napas panjang, “Apa mungkin itu cuma halusinasi aku aja ya? Sumpah, ini berasa mimpi di siang bolong.”Beep!Beberapa saat kemudian, ponselnya berdering. Ia segera mengambil ponsel itu dan melihat nama si pemanggil. Ternyata itu Pak Cokro. Ini waktu yang tepat untuk mengatakan semuanya pada kakek tersebut.“Assalamualaikum, Pak.”‘Waalaikumsalam. Gimana kabar kamu, Ziva? Seh

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status