Sebagai istri berbakti, Zivanna Almaira rela pekerjaannya diambil alih sang suami. Bahkan, ia rela mengurus seluruh anggota keluarga suaminya selama 5 tahun meski selalu dicaci mereka. Akan tetapi, perngorbanan Ziva tak diharagai sama sekali! Ia justru menemukan pesan mesra masuk ke ponsel pria itu dari selingkuhannya.... Lantas, bagaimana cara Ziva membalas semua perlakuan suami dan keluarganya itu?
Lihat lebih banyak[Mas Athar, ntar malem jadi kan ke rumah? Aku kangen nih. Jangan lupa bawa hadiah ya. Harus yang mewah loh. I love you, Mas Athar-ku sayang.]
Aku terkejut saat membaca pesan masuk dari W******p suamiku. Mas? Kangen? Apa maksud semua ini? Jadi, Mas Athar diam-diam selingkuh di belakangku?Kedua tanganku sudah gemetar, namun berusaha untuk bertahan demi membaca pesan sebelumnya. Ternyata benar. Mas Athar selingkuh dengan wanita lain. Aku pun segera melihat profil wanita itu, dan … rasanya aku ingin pingsan detik itu juga.Aku tidak menyangka, suamiku berselingkuh dengan mantan rekan kerjaku dulu. Wanita yang menjadi duri dalam rumah tanggaku adalah Lusi Candrika. Lusi yang kukenal sangat baik dan ramah, ternyata tega mengkhianatiku sebagai temannya sendiri.“Ziva!”Aku tersentak kaget sampai ponsel Mas Athar hampir terjatuh ke lantai. Ketika diriku mulai tersadar dari lamunan, aku menoleh ke belakang. Ternyata Mas Athar sudah berdiri di belakangku sambil menatapku dengan tajam. Dia bahkan merampas ponselnya dari tanganku sedikit kasar.“Kamu selingkuh sama Lusi, Mas? Sejak kapan? Barusan aku periksa chattingan mesra kamu sama Lusi, dan malam ini kamu mau ketemuan sama dia. Jawab Mas!”Aku mendesaknya untuk jujur. Namun, dia justru berucap, “Lancang kamu ya periksa handphone aku! Ini tuh privasi! Jangan mentang-mentang kamu istriku, terus kamu bisa berbuat seenaknya aja!”Mas Athar benar-benar berteriak keras sekali. Sampai mertua dan iparku masuk ke kamar kami. Kebetulan, kamar kami bersebelahan dengan kamar mertua dan juga iparku.Jika sudah seperti ini, aku pasti akan dipojokkan oleh keluarga Mas Athar. Di sini, tidak ada yang membelaku sama sekali. Suami yang selalu kuharapkan, justru diam-diam telah berselingkuh dengan Lusi.“Ada apa sih kok ribut-ribut? Ini udah mau maghrib loh.” Itu Ibu mertuaku yang bicara. Aku hanya menatapnya sekilas, dan kembali menatap Mas Athar.“Ini loh, Ma. Ziva lancang banget periksa handphone aku. Padahal ini privasi.”Ibu mertuaku langsung menatapku dengan tajam sambil menaikkan kacamatanya yang sedikit merosot. Matanya yang lebar pun melotot tajam, seakan bola mata itu akan keluar dari tempatnya.Tanpa berkata apapun, Ibu mertuaku langsung menoyor kepalaku dengan kasar, sampai aku hampir terjatuh. Untung saja aku masih bisa berdiri seimbang.Dasar mertua laknat!“Istri kurang ajar kamu ya! Bisa-bisanya ganggu privasi suami sendiri! Apa tujuan kamu periksa handphone Athar, hah?! Mau fitnah dia selingkuh, iya?! Terus, kalau dia selingkuh, kamu mau apa, hah?! Kamu tuh udah miskin dan nggak punya apa-apa! Makan kamu, biaya hidup kamu, semuanya ditanggung sama Athar!”“Tahu nih! Kok ada ya istri nggak tahu diri kayak kamu. Udah hidup numpang, malah buat ulah.” Iparku itu ikut menambahkan.Aku masih tetap diam. Berusaha menekan rasa amarah yang bergemuruh di dada. Aku harus tetap menunjukkan sikap wibawaku di depan orang-orang tidak waras itu. Meskipun sejujurnya aku ingin menangis. Tapi, aku tetap menahannya.“Kamu itu ngaca, Va! Masih mending si Athar mau nampung kamu di sini. Kalau nggak, udah jadi gelandangan kamu tuh,” lanjut Ibu mertuaku.Siapa yang mereka sebut tidak tahu diri? Aku? Mereka menganggapku menumpang hidup? Astaga. Ingin sekali kuremas mulut dua wanita jahanam itu dengan tanganku sendiri. Harusnya mereka yang berkaca diri. Mereka yang menumpang hidup denganku. Jelas-jelas rumah yang mereka tempati saat ini adalah rumah hasil jerih payahku sebelum menikah dengan Mas Athar. Lalu Mas Athar mendapatkan jabatan terbaik juga karena bantuanku. Kenapa mereka berkata seolah aku yang benalu?“Udah deh, Mas Athar, mending usir aja cewek benalu ini. Dia nggak cocok sama Mas,” ucap Rania, adik iparku.“Iya, Athar. Mending kamu cari cewek yang lebih kompeten dan bisa menghasilkan uang lebih banyak lagi. Mama nggak cocok sama dia. Jijik juga. Mukanya dekil, nggak ada bagus-bagusnya,” sambung Rahma, ibu mertuaku.“Kalian tenang aja, bentar lagi juga bakal aku asingkan dia. Aku lagi proses nih cari calon istri baru. Aku juga udah muak sama dia. Bisanya cuma nyusahin.”Nah, itu suamiku sendiri yang berkata. Sungguh suami yang tidak tahu diri. Ibarat kacang, lupa pada kulitnya. Dia bukan siapa-siapa tanpa bantuanku. Aku jadi teringat, tahun pertama setelah menikah dengannya. Saat itu, dia memohon padaku agar aku memberikan jabatanku padanya. Jabatan sebagai Manajer Keuangan di salah satu perusahaan swasta milik Pak Cokro Atmadja, harus kualihkan pada Mas Athar.Kala itu, Mas Athar masih menjabat sebagai karyawan keuangan biasa dan aku merupakan atasannya di kantor. Kami sudah berhubungan selama kurang lebih satu tahun, saat itu. Dia selalu dicemooh oleh karyawan lain karena karirnya tidak menanjak sepertiku. Padahal Mas Athar sudah lebih dulu bekerja di perusahaan itu, daripada aku. Tapi, karirnya stuck di tempat.Itu sebabnya, setelah menikah, aku merelakan jabatanku diambil alih olehnya. Tentunya dengan bantuan dari Pak Cokro. Aku memohon pada Pak Cokro untuk memberikan kesempatan pada suamiku, dan pada akhirnya Pak Cokro pun setuju.Tapi, setelah berhasil mendapatkan jabatan itu dan aku sudah menjadi pengangguran, sikap Mas Athar dan keluarganya mulai berubah. Mereka mulai bersikap semena-mena, menganggapku sebagai benalu dan pembantu di rumahku sendiri. Aku sudah menahan rasa sakit ini selama hampir lima tahun. Bahkan aku hanya bisa meluapkan segala amarahku dengan menangis sendiri di kamar.Namun tidak untuk kali ini. Kesabaranku sudah habis dan kini berubah menjadi dendam. Hatiku sudah terlanjur sakit, apalagi Mas Athar mengakui sendiri bahwa dirinya akan mencari penggantiku. Tentu saja aku tidak akan tinggal diam. Aku akan membalas perbuatan mereka dengan cara yang elegan.“Beneran Mas mau cari calon istri baru?”“Iya, Rania. Mas udah nemu sih, namanya Lusi. Dia juga karyawan kantoran. Nggak pemalas kayak si Ziva.” Mas Athar berkata sambil melirikku dengan sinis.“Rasain kamu, Ziva. Bentar lagi kamu dibuang sama Athar.”Aku tersenyum sinis mendengar ucapan mertuaku. Sungguh, mereka terlalu percaya diri sekali. Sampai melupakan siapa yang berhak atas rumah ini.“Aku nggak takut soal itu. Justru yang harusnya waspada itu kalian. Ingat, ini rumahku, bukan rumah kalian.”POV: ZIVASuara hujan masih terdengar samar di luar jendela kamar apartemen Nathan. Aku duduk di tepi ranjang, memandangi koper kecil berisi beberapa baju dan berkas kerja yang sengaja kubawa. Rasanya aneh. Rasanya canggung. Tapi yang paling mendominasi sekarang adalah rasa takut.Nathan baru saja keluar kamar, menelpon seseorang dengan suara berbisik. Aku tahu dia sedang menghubungi orang kepercayaannya—bahkan mungkin juga pengacaranya—untuk berjaga-jaga. Aku hanya bisa menebak dari potongan kalimat yang terdengar samar lewat pintu setengah terbuka.Aku menarik selimut, memeluk lutut. Di sudut ruangan, ponselku tergeletak di atas meja. Mati. Nathan mematikan ponselku. Katanya, lebih baik begitu daripada si pengirim teror itu terus memancing kepanikan.Aku menutup mata sejenak. Semua ini terasa berlebihan, tapi aku sadar ini perlu. Gina bukan cuma perempuan licik—dia sudah berubah menjadi bayangan menakutkan yang mengintai kami di mana-mana.Pintu kamar berderit pelan. Nathan masuk, m
POV: ZIVATubuhku gemetar. Aku memandangi layar ponsel yang masih menampilkan pesan terakhir dari nomor anonim itu: ‘Lo bakal mati!’Tanganku meremas sisi meja kerja. Mataku beralih ke pintu ruangan yang tertutup rapat, seolah berharap Nathan akan segera menendang pintu dan memelukku, membawaku pergi dari semua ini.Aku mencoba bernapas. Pelan. Tapi rasanya dada ini begitu sesak. Tak ada satupun suara di ruanganku, kecuali detak jantungku yang berdentum semakin keras.Aku tahu, ini pasti ulah Gina. Atau orang suruhannya. Siapa lagi yang punya motif sebesar ini kalau bukan dia? Kenapa perempuan itu begitu terobsesi pada Nathan? Kenapa harus aku yang jadi korbannya?Suara pintu diketuk pelan, membuatku sedikit tersentak. “Masuk,” sahutku dengan suara bergetar.Dan benar saja. Nathan muncul dengan wajah tegang. Dia langsung berjalan cepat ke arahku. Tanpa basa-basi, tangannya meraih bahuku, menunduk untuk memastikan aku baik-baik saja.“Kamu nggak apa-apa, kan?” tanyanya parau.Aku mengg
POV: ZIVA“Kenapa nggak cerita?” Aku bertanya penuh dengan rasa penasaran.Selesai dengan drama kehadiran Gina, Nathan membawaku pergi—meninggalkan acara begitu saja. Dan dia membawaku ke taman kota. Untungnya Alma ada di sana dan dia yang menghandle semuanya. Alma juga mengirimkan pesan singkat bahwa Gina sudah pergi dari acara itu.Namun, masalah belum benar-benar selesai. Aku marah. Kali ini pada Nathan. Pria itu pandai sekali menutup masa lalunya. Bahkan aku sampai tidak pernah berpikir tentang mantan kekasihnya sebelum aku.Dan malam ini, aku menuntut jawaban darinya.“Kita janji untuk saling terbuka, tapi kamu malah nyembunyiin hal besar ini dari aku. Sementara aku… terbuka soal masa lalu aku sama Athar,” ucapku penuh penekanan. “Apa menurutmu ini adil buatku?”“Maaf.”“Untuk apa minta maaf?” tanyaku dengan nada sinis.Tangan hangatnya menggenggam erat tanganku—sangat erat—seolah menyalurkan rasa maaf itu padaku. Aku tahu, dia pasti memiliki alasan kenapa tidak menceritakan tent
POV: ZIVAHari ini adalah hari terpenting dalam hidupku. Aku akan bertunangan dengan Nathan—pria yang tak pernah kuharapkan untuk datang dalam kehidupanku. Pria yang tak pernah bertemu denganku sebelumnya, tapi selalu mengerti bagaimana kondisiku. Selalu mempunyai cara bagaimana membuatku tersenyum bahagia.Dan ini adalah hari ke-tujuh setelah Athar ditahan. Sesekali, aku masih merasa takut—takut dia hadir kembali disaat aku sudah memulai hidup bahagia bersama Nathan. Namun, rasa takut itu selalu disingkirkan oleh rasa bahagia yang diciptakan Nathan.Hingga akhirnya, aku mampu untuk berdiri kembali—di depan cermin sambil memutar tubuhku yang terbalut dress berwarna pastel—senada dengan hijabku.“Kamu cantik banget.” Ucapan itu datang dari seseorang yang tadinya sangat membenciku—Alma.“Kamu juga cantik,” balasku sambil tersenyum menatap pantulan dirinya di cerminku. “Kapan kamu nyusul?”“Ntar aja deh
Seminggu setelah acara tahunan itu, Athar mendadak hilang. Tak tahu dimana keberadaannya sekarang. Ia kabur disaat semua tamu menghujatnya tanpa henti. Bahkan ia tega mendorong Rahma hingga kepalanya membentur lantai podium.Ziva segera membawa Rahma ke rumah sakit karena mengalami pendarahan hebat. Sementara Nathan berusaha mengejar Athar, namun tak berhasil.Kini, Nathan menemani Ziva menjaga Rahma di rumah sakit. Rahma masih dalam kondisi kritis—sudah seminggu tak sadarkan diri.“Aku takut, Nat,” ucap Ziva pelan.Nathan menggenggam tangan Ziva—lembut. “Takut kenapa, Zi?”“Aku takut, Athar bakal ngelakuin hal lain lagi. Aku tahu gimana sifat dia. Dia nggak bakal nyerah sampai semua keinginannya tercapai.”“Kamu tenang aja ya. Masalah itu biar Alma yang urus. Dia lagi cari tuh orang,” ujar Nathan—berusaha menenangkan.Ziva menatap mata Nathan—sayu dan penuh ketakutan. “Semoga Alma bisa
“Kita mau kemana, Al?”“Udah ngikut aja,” jawab Alma.Sore ini, Alma mengajak Athar untuk bertemu. Awalnya mereka bertemu di kafe, namun di tengah pembicaraan, Alma mengatakan bahwa dirinya mempunyai sebuah kejutan untuk Athar. Tentu hal itu membuat Athar senang—apalagi Alma sampai menutup matanya dengan kain.Athar berjalan pelan—dituntun oleh Alma. Mereka memasuki sebuah gedung megah, menjulang tinggi—bak istana. Di sana sudah sangat ramai. Ternyata ini adalah acara tahunan yang selalu diadakan oleh Alma dan orang tuanya, dan di tahun ini, Athar diajak untuk pertama kalinya.“Oke, kita udah sampai,” ucap Alma—cukup antusias.Semua mata memandang ke arah mereka. Dengan cepat Alma membuka penutup mata Athar. Mata itu mengerjap beberapa kali untuk menetralkan penglihatannya. Setelah itu, ia tampak terkejut.Athar menatap Alma yang berdiri di sampingnya. “Ini acara apa, Al?”“Ini acara tahunan sekaligus acara… pertunangan kita,” jawab Alma dengan senyum misterius. “Aku sengaja adain pes
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen