Istri yang Tak Dihargai

Istri yang Tak Dihargai

By:  Wii  Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
1 rating
16Chapters
412views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Sebagai istri berbakti, Zivanna Almaira rela pekerjaannya diambil alih sang suami. Bahkan, ia rela mengurus seluruh anggota keluarga suaminya selama 5 tahun meski selalu dicaci mereka. Akan tetapi, perngorbanan Ziva tak diharagai sama sekali! Ia justru menemukan pesan mesra masuk ke ponsel pria itu dari selingkuhannya.... Lantas, bagaimana cara Ziva membalas semua perlakuan suami dan keluarganya itu?

View More
Istri yang Tak Dihargai Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
user avatar
Wii
Jgn lupa dikomen ya ...
2023-07-20 19:40:00
0
16 Chapters
Bab 1 : Ini rumahku, bukan rumah kalian
[Mas Athar, ntar malem jadi kan ke rumah? Aku kangen nih. Jangan lupa bawa hadiah ya. Harus yang mewah loh. I love you, Mas Athar-ku sayang.]Aku terkejut saat membaca pesan masuk dari Whatsapp suamiku. Mas? Kangen? Apa maksud semua ini? Jadi, Mas Athar diam-diam selingkuh di belakangku?Kedua tanganku sudah gemetar, namun berusaha untuk bertahan demi membaca pesan sebelumnya. Ternyata benar. Mas Athar selingkuh dengan wanita lain. Aku pun segera melihat profil wanita itu, dan … rasanya aku ingin pingsan detik itu juga.Aku tidak menyangka, suamiku berselingkuh dengan mantan rekan kerjaku dulu. Wanita yang menjadi duri dalam rumah tanggaku adalah Lusi Candrika. Lusi yang kukenal sangat baik dan ramah, ternyata tega mengkhianatiku sebagai temannya sendiri.“Ziva!”Aku tersentak kaget sampai ponsel Mas Athar hampir terjatuh ke lantai. Ketika diriku mulai tersadar dari lamunan, aku menoleh ke belakang. Ternyata Mas Athar sudah berdiri di belakangku sambil menatapku dengan tajam. Dia bahk
Read more
Bab 2 : Siasat
Aku menatap tajam ke arah Ibu mertuaku, Rania, dan Mas Athar secara bergantian. Masing-masing dari mereka masih belum menanggapi ucapanku. Mereka terdiam beberapa saat, hingga akhirnya aku melanjutkan ucapanku. Segala uneg-uneg yang kutahan selama ini, harus kukeluarkan saat ini juga. Agar mereka paham, bahwa aku bukanlah wanita lemah yang bisa selamanya mereka tindas. Aku juga berhak membela diri demi kebahagiaanku sendiri.Kedua tanganku sudah terlipat di dada. Masih menatap mereka secara bergantian. “Dari awal, rumah ini aku beli dari hasil kerja kerasku sendiri, bukan dari hasil ngemis. Justru yang mengemis jabatan itu kamu, Mas Athar. Kamu yang cocok disebut benalu dalam rumah ini. Begitu juga dengan Mama dan Rania. Selama hampir lima tahun, kalian memperlakukanku bukan sebagai menantu, istri, ataupun kakak ipar. Kalian menganggapku hanya sebagai pembantu di rumahku sendiri.”“Apa pantas orang yang menumpang, bertingkah layaknya seorang majikan di rumah yang dia tumpangi? Harusny
Read more
Bab 3 : Ribut dengan Ibu Mertua
Prang! Tanpa disengaja, aku menjatuhkan gelas ketika sedang mencuci piring. Tanganku memang gemetar sejak tadi karena belum makan. Aku lapar, namun aku tidak diizinkan makan oleh suami dan mertuaku, sebelum aku menyelesaikan pekerjaan rumah. Ditambah lagi masalah tadi saat aku memergoki chat mesra Mas Athar dengan Lusi. Mereka malah melarangku untuk makan sampai besok.Tentu saja aku tidak kuat jika harus menunggu sampai besok. Aku butuh makan sekarang, namun mereka selalu mengawasiku di dapur. Sampai akhirnya, aku memecahkan gelas karena tanganku yang sudah gemetar.Kurasakan tarikan kuat di rambutku dari arah belakang. Aku memekik kesakitan dan melihat ternyata itu Ibu mertuaku. Kurang ajar sekali dia menarik rambutku seperti ini.“Kamu itu kalau kerja yang bener! Jangan bisanya cuma ngerusakin barang!” teriaknya tepat di dekat telingaku. “Kamu sengaja kan pecahin gelas supaya dapat perhatian dari Athar?! Cih! Menjijikkan. Kamu itu cuma gembel, dan burik! Nggak usah sok cari perhati
Read more
Bab 4 : Tawaran
Aku berjalan memasuki sebuah kafe, dimana aku dan Pak Cokro sudah membuat janji untuk bertemu. Keningku masih terasa berdenyut karena kejadian semalam. Tapi, aku sudah memeriksakan kondisiku ke rumah sakit, sebelum tiba di kafe. Aku duduk di kursi yang letaknya di sudut dan bisa melihat pemandangan luar melalui dinding yang terbuat dari kaca bening.Kulirik jam tangan yang melingkar di tangan kiriku. Waktu sudah menunjukkan pukul satu siang dan mungkin sebentar lagi Pak Cokro akan datang.“Permisi, Mbak. Mau pesan apa?” Seorang pelayan datang menghampiriku sambil menyodorkan menu makanan dan minuman kafe tersebut.“Saya pesan teh lemon aja, Mas,” ucapku pada pelayan itu.“Baik. Itu saja, Mbak? Ada tambahan lain?”“Untuk sementara itu aja, Mas,” jawabku sambil tersenyum.“Baik. Ditunggu pesanannya ya, Mbak.”Aku hanya menganggukkan kepala. Pelayan itu pun berlalu dari hadapanku. Dan tak lama setelah itu, orang yang ditunggu tiba. Pak Cokro datang dengan pakaian yang rapi, khas orang ka
Read more
Bab 5 : Suami dan Ipar yang Tak Tahu Diri
Menjelang maghrib, aku baru tiba di rumah karena aku memilih menyendiri di taman untuk waktu yang cukup lama, setelah pertemuanku dengan Pak Cokro tadi. Hal itu pula yang menyebabkan aku pulang terlambat. Aku tahu, suamiku dan keluarganya pasti kesal atas keterlambatanku ini. Bisa dilihat berapa banyak panggilan masuk dan pesan singkat di ponselku.Aku mendecih saat memeriksa ponsel di perjalanan tadi. Tanpa adanya aku di rumah, mereka semua akan kelaparan. Rumah pasti sudah sangat berantakan. Rania dan Ibu mertuaku tidak tahu bersih-bersih sama sekali. Padahal sebelumnya mereka bukan dari keluarga kaya.“ZIVA, DARI MANA AJA KAMU?!”Hhh! Sungguh, teriakan Mas Athar sangat memekakan telinga. Aku mendengus pelan sambil menatapnya dengan datar. Kuperhatikan penampilannya kali ini yang tampak acak-acakan. Tidak terlihat rapi seperti biasanya. Wajahnya juga kelihatan stres dan tertekan. Mungkinkah Pak Cokro sempat menegurnya tadi?“KALAU SUAMI NANYA ITU DIJAWAB!”Aku mendecak kesal. “Aku h
Read more
Bab 6 : Kejutan Dimulai
“Ziva!”Aku yang sedang merapikan hijab pun langsung memejamkan mata ketika teriakan Ibu mertuaku mulai terdengar. Kuhembuskan napas panjang, lalu bergegas keluar kamar sambil membawa tas yang selalu kugunakan saat bekerja dulu. Pakaianku juga sudah rapi, layaknya seorang CEO.Ketika aku sampai di bawah, semua orang yang ada di meja makan terkejut melihat penampilanku. Mereka melongo sambil mengamati penampilanku dari atas hingga ke bawah, termasuk Mas Athar. Dia bahkan sampai berdiri dan mendekatiku.Kemudian, dia bertanya, “Mau kemana kamu? Kok rapi banget.”“Mau kerja,” jawabku santai.“Apa? Kerja?” Rahma, si Ibu mertua menyebalkan itu tiba-tiba mendekatiku dan mendecih saat menatapku. “Mau kerja apa kamu, hah? Kamu itu cocoknya jadi babu. Nggak usah mimpi deh kerja kantoran. Pakai jas segala lagi,” cibirnya.“Iya bener tuh, Ma. Paling cuma kerja jadi kasir, tapi sengaja pakai pakaian kayak gini. Biar kelihatan keren.” Rania menimpali.Mas Athar langsung menyambar tas yang kupegang
Read more
Bab 7 : Berkuasa
Aku duduk di kursi kerjaku, setelah lelah berkeliling kantor bersama Pak Cokro. Aku memandangi meja kerja yang sudah terisi peralatan kerja. Mulai dari laptop, sampai beberapa peralatan kerja lainnya. Tak hanya itu saja fasilitas yang kudapat. Di sisi kiri ruangan, ada sebuah toilet khusus agar aku tidak perlu lagi ke toilet bawah untuk buang air. Ruanganku juga terbilang besar dan lebar. Ada beberapa sofa dan meja di sudut kanan untuk menerima tamu yang datang.Selain itu, aku juga diberi kartu akses untuk masuk ke dalam beberapa ruangan penting—yang memang dikhususkan untuk para petinggi perusahaan saja.Aku sungguh menikmati semua ini. Bahkan senyumku tak pudar sedikitpun sejak tadi. Tuhan memang sangat baik padaku. Aku bersyukur karena bisa bangkit kembali setelah hampir lima tahun terkurung bersama orang-orang licik itu.Brak! Pintu terbuka secara tiba-tiba. Aku sedikit terkejut, namun masih bisa mengendalikan diri. Apalagi yang masuk ke dalam ruanganku adalah Mas Athar. Senyum s
Read more
Bab 8 : Iri?
Pukul 12.00 siang aku makan di kantin bersama Pak Cokro dan Pak Andi. Kami bertiga sedang membahas masalah pengiriman barang tekstil ke konsumen. Beberapa waktu yang lalu, pengiriman barang sengaja ditunda oleh Pak Cokro karena adanya kecurangan. Belakangan diketahui, pendapatan perusahaan mendadak turun, dan Pak Cokro menduga, pihak konsumen yang melakukan kecurangan. Namun, aku memberi saran padanya agar tidak menuduh satu pihak saja.Pak Cokro sempat kesal saat aku berkata demikian. Dia mengira aku menuduh orang dalam perusahaan ikut terlibat. Tapi, aku langsung menegaskan bahwa hal itu bisa saja terjadi. Dalam dunia bisnis, sudah pasti ada yang jujur, ada juga yang licik. Tidak menutup kemungkinan, ada orang dalam yang melakukan kecurangan itu.“Pihak-pihak terkait di perusahaan ini harus diperiksa, Pak. Kita jangan menyalahkan satu pihak. Mungkin aja pihak konsumen udah kasih pembayaran yang jelas dan tepat. Selama saya menjabat sebagai manajer keuangan, masalah kayak gini nggak
Read more
Bab 9 : Kekerasan
Menjelang Maghrib, aku dikejutkan oleh kehadiran Mas Athar di dalam kamar. Dia sengaja membuka pintu dengan kasar. Aku menatapnya dengan tajam. Kudekati dia tanpa rasa takut sedikitpun.Namun, baru saja aku berhenti tepat di depannya, satu tamparan keras mendarat di pipiku. Sial! Aku tidak bisa menghindari tamparannya. Alhasil, pipiku memerah dan terasa perih.“Dasar istri nggak tahu diri kamu!” teriaknya. “Sementang kamu jadi CEO di perusahaan Pak Cokro, terus kamu bisa seenaknya aja sama aku! Kamu sengaja mau bikin malu aku, hah?!”“Iya. Aku emang sengaja mau bikin kamu malu. Terus, mau kamu apa, hah?!” Aku membalas perkataannya dengan lantang. Aku sudah tidak takut lagi pada suami yang tidak pernah menghargaiku. “Itu masih belum parah, Mas. Aku bisa aja bikin kamu lebih malu lagi,” lanjutku.Kulihat tangannya terkepal di samping kanan dan kiri. Dia menatapku dengan garang. Wajahnya merah padam karena amarah. Akan tetapi, itu tak membuatku takut. Justru aku membalas tatapannya dan b
Read more
Bab 10 : Memohon
Tiga hari telah berlalu. Aku mulai disibukkan dengan pekerjaanku. Sedangkan Mas Athar sudah di proses oleh pihak kepolisian. Lalu mertuaku? Dia terus menangis dan memohon agar aku membebaskan Mas Athar dari tuntutan. Jelas saja aku menunda pencabutan tuntutan. Hal itu sengaja kulakukan untuk memberi efek jera pada suami kurang ajar seperti Mas Athar.Sudah diberi jabatan yang layak, malah merendahkanku, menduakanku, dan sekarang dia juga sudah berani melakukan kekerasan padaku. Inilah akibat yang harus dia tanggung.“Ziva, tolong cabut laporan kamu. Mama mohon.”Aku menatap ibu mertuaku dengan sinis. “Maaf, Ma. Laporan nggak bisa aku cabut. Silahkan nikmati aja prosesnya. Toh ini juga kesalahan dari anak Mama sendiri.”“Ziva, jangan egois. Dia suamimu. Nggak pantas kamu laporkan dia. Dia ngelakuin itu juga ada sebabnya. Pasti kamu yang cari masalah duluan.”“Siapa yang egois?” tanyaku sinis.“Ya kamulah!”Aku tertawa sambil tetap menatapnya sinis. Masih pagi, tapi aku sudah mendengark
Read more
DMCA.com Protection Status