Share

2. Tak Pernah Berubah

Penulis: Rosa Uchiyamana
last update Terakhir Diperbarui: 2022-10-04 13:05:02

Empat tahun kemudian.

“Papi…? Halo? Papi kapan pulang?”

Feli menghela napas berat saat menyaksikan Kimberly—anaknya dan Archer yang baru berusia tiga tahun, tengah berbicara sendiri dengan pelafalan yang masih cadel pada telepon mainan, yang Kimberly tempelkan di telinga kanannya.

Feli merasa iba melihat Kimberly yang begitu merindukan ayahnya, yang selama satu bulan ini tidak pulang ke rumah.

“Papi…,” rengek Kimberly lagi dengan mata berkaca-kaca.

Feli menghentikan kegiatannya yang tengah membuat sketsa gambar gaun pengantin salah satu kliennya. Ia menaruh buku gambar dan pensil ke atas meja. Kemudian meraih Kimberly yang duduk di sampingnya, ke atas pangkuannya.

“Kimmy kangen sama Papi, hm?”

“Iya, Mi. Aku mau Papi.”

Feli tersenyum lembut seraya mengusap puncak kepala putrinya dengan sayang. “Papi lagi kerja dulu, Sayang. Sebentar lagi Papi pulang, kok. Kimmy mau bersabar sebentar lagi?”

Kimberly cemberut. Matanya semakin berkaca-kaca, lalu mulai menangis. Mungkin Kimberly kesal, karena setiap kali dia ingin bertemu dengan ayahnya, Feli selalu menjawab dengan kata-kata yang sama. Namun pada kenyataannya Archer tak kunjung pulang.

Semakin lama tangisan anak berpipi chubby itu semakin kencang bahkan Feli kesulitan menenangkannya. Feli bangkit sembari menggendong Kimberly. Lalu mencoba menghubungi Archer, akan tetapi nomor teleponnya tidak aktif.

[“Kapan pulang? Kimmy nangis pengen ketemu sama kamu.”]

Feli sempat menimbang-nimbang, apakah ia harus mengirimkan pesan tersebut kepada Archer atau tidak?

Karena Kimberly terus menerus menangis, Feli tak punya waktu untuk banyak berpikir, ia lalu mengirimkan pesannya kepada Archer.

Feli berharap Archer akan segera mengaktifkan ponselnya dan membaca pesan tersebut. Setidaknya rasa rindu Kimberly akan terobati setelah melakukan video call dengan ayahnya.

Namun, sampai Kimberly capek menangis hingga terlelap satu jam kemudian, ponsel Archer masih belum aktif. Feli menaruh Kimberly ke atas kasur dengan hati-hati, lalu menyelimutinya sebatas dada.

“Maafin Mami sama Papi ya, Nak,” gumam Feli sembari mengelap sisa-sisa air mata di pipi Kimberly yang tampak merah. “Kami belum bisa jadi orang tua yang baik buat kamu.”

Feli memandangi putrinya dengan sedih.

Wajah Kimberly adalah Archer versi perempuan. Rupa mereka bak pinang di belah dua. Feli beryukur karena Archer masih mau menyayangi anak mereka, kendati sikapnya terhadap Feli masih sama seperti empat tahun lalu. Dingin dan tak pernah menganggap Feli ada. Bahkan untuk sekadar menatap Feli pun Archer tampak enggan.

Berbeda sekali saat di hadapan orang tua mereka berdua. Archer berubah menjadi sosok yang manis dan hangat, layaknya suami dan ayah yang menyayangi keluarga kecilnya. Hingga orang tua mereka pun tidak menaruh curiga sama sekali dengan kondisi rumah tangga mereka yang tidak harmonis.

Feli tak pernah mengeluh dan selalu menutupi masalah rumah tangganya dari orang tuanya sendiri. Nicko dan Leica—orang tua Feli, bukanlah orang tua yang suka ikut campur urusan rumah tangga anaknya.

Namun, Feli yakin, jika dirinya mengadu kepada sang ayah terkait sikap Archer selama empat tahun ini, Nicko pasti akan marah besar dan mengecam Archer. Tetapi Feli tak melakukannya. Biarlah, ia menyelesaikan masalah rumah tangganya sendiri. Ia akan membuktikan kepada Archer bahwa dirinya bukan anak manja yang terus bergantung kepada orang tua.

“Selamat malam, Sayang,” gumam Feli setelah mengecup kening Kimberly cukup lama.

Ia mematikan lampu utama dan menggantinya dengan lampu tidur. Kemudian menutup pintu kamar putrinya dengan perlahan.

Tenggorokan Feli terasa kering dan ia berniat turun ke dapur. Ia menuruni tangga sembari merapatkan cardigan yang melapisi piyama tidurnya.

Begitu menuruni tangga, langkah kaki Feli seketika terhenti di anak tangga terbawah, saat sosok yang dirindukan Kimberly akhirnya pulang.

Feli tertegun.

Jika ada penghargaan untuk wanita paling bodoh di dunia, maka Feli yakin dirinyalah pemenangnya. Ya, Feli merasa dirinya memang bodoh. Ia tetap merindukan Archer setelah satu bulan tak bertemu, padahal Feli tahu ke mana pria itu pergi selama sebulan itu.

“Oh. Kamu pulang?” tanya Feli basa-basi dengan ekspresi datar.

Archer menatap Feli sesaat, sebelum akhirnya berpaling ke arah lain dengan malas.

“Di mana Kimberly?” Suara Archer terdengar dingin.

“Tidur.”

Feli berlalu menuju dapur. Archer mengikutinya dengan satu alis terangkat. “Baru jam delapan dan dia sudah tidur?”

“Memangnya harus menunggu jam dua belas malam dulu baru dia boleh tidur?”

Feli menyindir Archer. Sebab biasanya pria itu pulang larut malam ke rumah. Archer adalah CEO muda yang menjalankan perusahaan orang tuanya. Di mata kalangan pebisnis, Archer termasuk CEO yang ‘bersih’ dan berperangai baik.

Mereka tak tahu bahwa di balik topeng malaikatnya itu tersimpan sisi iblis yang Archer sembunyikan rapat-rapat. Ya, satu sisi yang hanya ditunjukkan kepada Feli saja. Karena pada dasarnya Archer memang orang baik terhadap siapapun. Kecuali kepada Feli.

Archer mendengus. Ia menuangkan air putih ke dalam gelas, lalu meneguknya hingga habis.

“Bagaimana kabar wanita itu?”

Alis Archer terangkat, lalu menoleh ke arah Feli dengan ekspresi datar. “Apa maksudmu?”

“Bukankah kamu pergi ke Singapura untuk menemani kekasihmu yang lagi sakit?”

Feli tersenyum pahit saat Archer tampak terkejut dengan pertanyaannya. Feli yakin, Archer pasti tak menduga ia akan tahu, bahwa sebenarnya pekerjaan hanya menjadi alasan bagi Archer untuk pergi ke Singapura.

Feli tahu itu karena satu hari setelah kepergian Archer, Kimberly sempat menghilang dan membuat Feli kelabakan mencarinya. Setelah sepuluh menit mencari di seisi rumah, anak itu ternyata ditemukan tengah bersembunyi di ruangan kerja Archer. Kimberly sedang mencari Archer karena malam harinya Archer tidak sempat sounding dulu dengannya. Archer pergi dadakan dan terburu-buru.

Saat itulah Feli melihat selembar kertas berisi informasi salah satu rumah sakit di Singapura. Awalnya Feli tidak curiga. Namun keesokan harinya, Binar—sahabat Feli, mendapat informasi bahwa Belvina pergi ke Singapura untuk melakukan pengobatan. Dari situ Feli menyimpulkan bahwa Archer memang ke Singapura untuk menemani Belvina.

“Kamu mencari tahu rupanya.” Archer mendengkus pelan. “Bukankah sudah aku bilang padamu untuk nggak mencampuri urusanku?”

“Aku sama sekali nggak berniat mencampuri urusanmu, Archer. Dan sampai kapanpun aku nggak tertarik dengan urusan kalian,” timpal Feli sarkastik. “Silahkan lakukan saja apapun yang kalian mau. Sekalipun kalian mau menikah di belakangku, aku nggak peduli.”

Karena sejatinya rumah tangganya dengan Archer tak pernah benar-benar ada. Feli hanya digunakan sebagai sasaran balas dendam Archer yang sakit hati karena kekasih yang dicintainya harus mengalami kecelakaan hebat, akibat ulah Feli.

Bahkan selama empat tahun ini, Archer masih terus berhubungan dengan Belvina.

Feli tersenyum ironi mengingatnya.

Tanpa Feli sadari, Archer terlihat mengepalkan tangan usai mendengar ucapannya barusan.

“Dia cacat karena kamu, Feli. Ingat itu baik-baik,” desis Archer, membuat Feli yang akan pergi seketika menghentikan langkahnya. Feli berbalik, menatap Archer dengan ekspresi datar.

“Jangan khawatir, aku nggak lupa,” timpal Feli, “terima kasih karena hampir setiap hari sudah mengingatkan aku pada kesalahan yang aku lakukan.”

“Bagus kalau kamu nggak lupa.”

Feli segera berbalik dan ingin segera menjauh dari pria itu. Berhadapan dengan Archer selalu membuat energinya terkuras habis.

“Mau ke mana kamu? Aku belum selesai bicara.”

Ucapan bernada dingin itu mampu membuat Feli menghentikan langkahnya lagi. Archer menghampiri Feli seraya menatapnya dengan tatapan tajam.

Feli benar-benar tak mengerti, apakah Archer tidak bosan selalu menatapnya penuh kebencian setiap kali mereka sedang berdua?

“Apa lagi? Aku lelah. Ingin istirahat,” ucap Feli seraya menghela napas berat.

“Feli, apa karena aku nggak ada di rumah, kamu jadi sesuka hati berkencan dengan selingkuhanmu?!”

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (16)
goodnovel comment avatar
Syamsiyah 2020
Bagus ceritanya
goodnovel comment avatar
Istna Zena cantik
Archer kamu aja menemui pacar kamu saja Feli gk marah, kenapa Feli sama temannya kamu kok marah
goodnovel comment avatar
Nova Vaw
tuuan ini cinta atau bodooooohh
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Istri yang Tak Diinginkan   Extra Chapter 12 (TAMAT)

    Setelah hampir empat jam mengasuh putra dan putrinya, Malik akhirnya bisa bernapas lega saat bertemu lagi dengan Kimberly. Raut muka istrinya itu tampak lebih cerah dan ceria. Sepertinya Kimberly sudah tidak badmood lagi gara-gara Malik berfoto dengan Yoana tadi.“Gimana anak-anak? Mereka rewel nggak?” Kimberly mengambil alih anak perempuan berpipi chubby dari pangkuan Malik.“Rewel sih nggak, tapi yah… cukup membuatku berkeringat.” Malik tersenyum dan mengedikkan bahu.Kimberly mengamati suaminya sesaat, lalu tertawa karena penampilan pria itu tampak acak-acakan. Ia mengecup pipi Malik dan berkata, “Terima kasih udah kasih aku waktu buat me time.”Malik mengerjap dan memegangi pipinya sambil bergumam, “Kita harus pulang sekarang, Sayang.”“Kenapa? Kan belum beli susu buat Timur di supermarket.”“Malam ini kita titipin anak-anak di Mami sama Papi aja, ya? Besok kita ambil lagi mereka pagi sebelum aku—Oke oke! Nggak jadi, aku cuma bercanda,” ralat Malik dengan cepat saat Kimberly mencub

  • Istri yang Tak Diinginkan   Extra Chapter 11. Time Flies

    Empat tahun kemudian.“Eh? Bukannya dia mantan pembalap itu, ‘kan?”“Iya, Jeng, yang kemarin ramai dibahas sama hampir semua orang tua murid itu, Jeng.”“Anaknya beneran sekolah di sini?”“Iya.”“Yang bener? OMG! Kita bakalan ketemu dia terus dong! Ganteng banget ya Tuhan.”“Itu kalau setiap hari dia antar jemput anaknya.”“Eh! Emang setiap hari tauk! Kalian berdua aja yang baru lihat. Pagi dan siang dia selalu antar jemput.”“Duh, suami idaman banget sih…. Beruntung banget yang jadi istri dia. Udah ganteng, kaya, perhatian sama anak, lagi. Ya Tuhan, mau yang begini satu aja, please.”Malik menghela napas berat. Ia tidak bermaksud menguping pembicaraan tiga atau empat wanita—entah yang pastinya berapa orang karena Malik tidak begitu memperhatikan—yang sedang membicarakan dirinya, tapi suara mereka terlalu jelas di telinga Malik, sehingga mau tidak mau ia harus mendengarkan dirinya menjadi bahan gosip ibu-ibu.Sudah satu minggu Timur masuk sekolah ke playgroup. Setiap hari Malik selalu

  • Istri yang Tak Diinginkan   Extra Chapter 10. Timur Malvin Rozano

    “Sayang! Gimana kondisi kamu? Apanya yang sakit?!” tanya Malik dengan raut muka menegang sambil berlari menghampiri ranjang yang ditempati Kimberly. “Perut aku sakit… pinggang aku juga panas.” Kimberly meringis kesakitan. Namun ada yang berubah dalam sorot matanya, ia seolah-olah merasa lega dan aman setelah melihat kedatangan suaminya. Malik merundukan badan, memeluk Kimberly dan mengecup keningnya berkali-kali. Ia berbisik, “Sabar, ya. Maaf aku terlambat.” “Bau!” Malik terkejut saat Kimberly mendorong dadanya. “Eh? Kenapa? Siapa yang bau?” “Kamu,” jawab Kimberly seraya menggigit bibir bawah, menahan rasa sakit yang kembali menyerang dan rasanya tak tertahankan. “Kamu bau debu.” “Ah, ini….” Malik menggaruk tengkuk dan menghidu tubuhnya sendiri. “Barusan aku naik motor, Sayang. Soalnya di jalan macet banget, nggak mungkin bisa sampai dengan cepat kalau aku tetap pakai mobil,” jelasnya sambil menggenggam tangan sang istri. “Apa perlu aku ganti baju dulu? Tapi aku nggak bawa baju c

  • Istri yang Tak Diinginkan   Extra Chapter 9. Kontraksi

    7 bulan kemudian.“Kakak, jangan lupakan aku. Aku juga adik kamu, adik yang paling ganteng!”“Diam!” Kimberly menjauhkan wajah Ernest dari hadapannya. “Kamu ngehalangin pemandangan aku tahu nggak?”Ernest cemberut.Kemudian Kimberly tersenyum lebar pada bayi berusia 4 bulan yang baru saja membuka mata, di atas kasur yang ia dan Ernest duduki.“Selamat siang Cheryl! Adiknya Kakak yang paling cantik! Nyenyak banget tidurnya ya?” goda Kimberly dengan nada bicara khas anak-anak.Cheryl tersenyum. Dia berguling sendiri hingga tengkurap.“Ugh! Jangan percaya sama kelembutan kakak kita, Dek, aslinya dia itu cerewet dan galak. Kamu kalau sudah besar nanti pasti jadi bahan omelan dia—auwh!” Ernest tiba-tiba mengaduh saat Kimberly menjewer telinganya.“Diam,” bisik Kimberly dengan kesal. “Jangan meracuni otak bayi dengan omongan kamu yang negatif itu ya!”“Aku ‘kan bicara apa adanya,” gumam Ernest sembari mengusap-usap telinga.Kimberly mendelik pada Ernest, lalu kembali tersenyum lebar pada Ch

  • Istri yang Tak Diinginkan   Extra Chapter 8. Babymoon II

    “Gimana perasaan kamu?” bisik Malik seraya mengelus pipi Kimberly dengan lembut.Kimberly terdiam. Harusnya ia yang bertanya seperti itu kepada Malik.Detik berikutnya, Kimberly tersenyum lebar, tangannya mengusap-usap perut dan berseru riang, “Anak kita sepertinya senang banget, Babe! Dia bikin perasaan aku jadi makin bahagia setelah lihat kamu ngendarain motor balap barusan!”“Benarkah?” Malik ikut tersenyum lebar.Kimberly mengangguk cepat. Ia langsung melompat ke pelukan Malik, melingkarkan tangan di leher pria yang masih memakai baju balapan yang dulu sering dia pakai. Malik terlihat tampan sekali dengan baju itu, mengingatkan Kimberly akan kebersamaan mereka sebelum menikah.“Terima kasih, ya! Aku jadi rindu nonton kamu balapan.” Kimberly terkekeh, suaranya terdengar teredam karena bibirnya terbenang di pundak Malik. “Kalau kamu? Gimana perasaan kamu sekarang?”“Perasaanku?” ulang Malik.“Hm-hm. Apa barusan bisa mengobati kerinduan kamu sama balapan?”“Iya.” Malik bergumam dan m

  • Istri yang Tak Diinginkan   Extra Chapter 7. Babymoon

    Jam dinding sudah menunjukkan pukul 23.25 waktu Andorra. Kimberly merebahkan tubuhnya di kasur berseprai abu tua. Matanya menatap plafon putih dengan penerangan lampu warm white.Mereka baru saja tiba di Andorra pukul 18.30 waktu setempat. Perjalanan ini atas inisiatif Kimberly yang mengidam ingin tidur di kamar Malik, di rumahnya yang ada di Andorra. Setelah mendengar keinginan istrinya, Malik langsung memesan tiket pesawat.“Ternyata begini rasanya ada di kamar kamu.” Kimberly terkekeh dan melirik Malik yang baru saja selesai memindahkan semua pakaian mereka dari koper ke dalam lemari.Tadi Kimberly berniat membantu, tapi Malik melarangnya dan malah menyuruhnya untuk istirahat.“Gimana rasanya? Aneh?” Malik melepas kaos putihnya dan menghampiri ranjang.“Nyaman banget!” Kimberly meringis, ia mengangkat kedua tangan ke atas untuk menyambut Malik yang baru saja menaiki ranjang dan memeluknya. Tangan Kimberly mengalung di leher Malik.Ia sempat menahan napas dengan jantung berdebar-deb

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status