Share

6. Terciduk

last update Huling Na-update: 2022-10-21 13:10:03

Feli segera menyongsong putrinya yang tengah memeluk boneka kuda poni yang seukuran nyaris sama dengan tubuh mungilnya.

“Cantik banget bonekanya. Ini… dari papi? Papi datang, ya?” tanya Feli sembari berjongkok untuk mensejajarkan tinggi mereka.

Kimberly menggeleng cepat hingga tirai poni di dahinya yang lurus dan rapi ikut bergerak. Raut wajahnya sempat suram kala mendengar ayahnya disebut-sebut. Lalu tersenyum lagi sembari mengeratkan pelukannya pada boneka berwarna pink dan ungu itu.

“Bukan, Mi. Om Rafi yang ngasih. Ini bonekanya dari Om Rafi!” seru Kimberly dengan riang.

Feli tak bisa menyembunyikan keterkejutannya. “Om Rafi?”

“Hm! Itu Omnya.”

Mata Feli yang berwarna hazel itu bergerak mengikuti arah telunjuk putrinya. Benar saja, seorang pria dengan penampilan rapi yang dibalut jas abu-abu, tengah menghampiri mereka sembari tersenyum.

“Kimmy udah ngucapin terima kasih sama Om Rafi?”

“Sudah, Mi.”

“Pintar.” Feli tersenyum sembari mengusap kedua pipi Kimberly. “Sekarang Kimmy temenin Aunty Binar, ya. Kasihan Aunty ditinggal sendiri. Mamu mau ngobrol dulu sama Om Rafi.”

“Siap, Mami!”

Suara Kimberly terdengar melengking, kemudian berlari kecil ke dalam café sembari memeluk bonekanya dengan erat. Seolah-olah anak itu takut ada yang akan merampas bonekanya.

Feli berdiri, menatap punggung Kimberly yang perlahan menjauh. Ada senyum miris tersungging di bibirnya. Alih-alih mendapatkan boneka itu dari ayahnya yang sangat diharapkan sejak beberapa minggu lalu, Kimberly justru mendapatkannya dari pria lain.

“Hai. Ganggu?”

Sapaan Rafi membuat Feli meluruskan kembali pandangannya. Ia menggeleng, tersenyum kecil. “Nggak. Kebetulan lagi istirahat siang.”

“Syukurlah. Berarti aku datang di waktu yang tepat,” timpal Rafi seraya melirik arlojinya sekilas. “Mau makan siang bareng?”

“Em… aku dan Binar kebetulan lagi mau makan siang. Kamu mau bergabung bareng kami?” Feli bertanya balik, tak mungkin ia membiarkan Binar begitu saja demi makan siang bersama Rafi. Lagi pula Rafi tipe orang yang mudah bergaul dengan orang baru.

“Oke. Nggak masalah.” Rafi tersenyum kecil.

Kepribadiannya memang ramah dan hangat, membuat siapapun mudah akrab dengannya. Sejak pertama kali mengenal Rafi beberapa bulan lalu, Feli merasa komunikasi mereka nyambung dan menyenangkan. Namun Feli menganggap Rafi tak lebih dari sekadar klien dan teman. Meski hubungannya dengan Archer terbilang buruk, tak sekalipun Feli berniat mencari perhatian pria lain. Ia cukup tahu diri statusnya sebagai seorang istri dan ibu dari satu anak.

“Raf, terima kasih bonekanya. Kimmy kelihatan senang banget,” ujar Feli, “semalam aku nggak sempat ngasih tahu Kimmy kalau kamu udah beli boneka itu, karena dia udah tidur duluan. Tadi pagi juga aku agak sibuk di rumah, jadi dia pasti terkejut banget waktu kamu datang.”

Rafi terkekeh kemudian mengangguk. Dia berjalan di samping Feli memasuki café. “Iya, aku juga bisa lihat dia kaget banget barusan.”

“Om Rafi! Duduk sini bareng aku!” seru Kimberly sembari menepuk kursi kosong di sebelahnya. Kimberly sendiri berhadapan dengan Binar.

“Oke, Cantik. Apa sih yang nggak buat anak semanis kamu?”

Rafi menarik kursi, lalu duduk di samping Kimberly yang tertawa mendengar ucapannya barusan.

Binar menatap Rafi dengan kening berkerut, sekilas, sebelum akhirnya menatap Feli dengan tatapan penuh tanya.

“Rafi. Klien aku,” ucap Feli setelah duduk di samping Binar. Ia mengerti apa arti tatapan sahabatnya itu.

Bibir Binar membentuk hurup o sambil manggut-manggut. Kemudian mengecek ponsel karena ada pesan masuk untuknya. Seorang pelayan menghampiri mereka sembari membawa buku menu.

“Mami aku mau salmon panggang!” seru Kimberly. Suaranya yang keras bisa terdengar di seisi café, beruntung café ini sepi siang ini. Hanya ada dua pegawai butik yang tengah istirahat di sudut ruangan.

“Di sini nggak ada salmon panggang, Sayang. Kan udah Mami bilang berkali-kali.”

“Eh iya. Lupa.” Kimberly menyengir. “Chicken katsu aja deh, Mi.”

“Okey.”

Feli senang melihat Kimberly yang tampak ceria kembali. Ia lantas menyebutkan pesanan Kimberly kepada pelayan. Baik itu salmon panggang ataupun chicken katsu, dua-duanya adalah makanan favorit Kimberly dan Archer.

Mengingat nama Archer, dada Feli selalu terasa sesak meski ia sudah berusaha melupakan apapun tentang pria itu. Nyatanya, Feli tidak bisa. Sekeras apapun ia berusaha membenci Archer, hatinya seakan menolak mentah-mentah untuk membencinya.

“Non, kenapa melamun?”

Feli mengerjap saat Rafi melambaikan tangan di depan wajahnya.

“Huh? Oh. Ng-nggak. Maaf, tadi pesanannya sampai mana, ya?”

“Bu Feli baru pesan chicken katsu,” jawab sang pelayan.

Binar memperhatikan Feli dalam diam. Persahabatan yang terjalin sangat lama membuat Binar mengerti siapa yang barusan Feli lamunkan. Binar tak pernah menduga, hidup Feli yang dulu ia kira akan sempurna, nyatanya malah menyedihkan karena tidak diinginkan oleh suaminya sendiri. Binar ikut merasa sakit dan rumit.

Selain cantik dan baik hati, karir Feli pun sangat sukses dan memiliki keluarga yang kaya raya. Sepintas dari luar, wanita lain akan iri dan tak percaya diri jika berhadapan dengan sosok seperti Feli. Namun, mereka tidak tahu, rupanya Tuhan memberikan Feli kekurangan pada sisi hubungan percintaan yang tidak sempurna.

Makan siang itu pun berlangsung cukup ramai. Kimberly tak berhenti berceloteh dengan boneka barunya. Berpura-pura memasukkan chicken katsu ke mulut si kuda. Sedangkan tiga orang dewasa di dekatnya sibuk berbincang terkait pekerjaan.

Belum sempat Binar menghabiskan makanannya, ia tiba-tiba mendapat telepon dari bosnya yang super otoriter, menyuruh Binar agar segera menghadapnya. Binar bekerja di perusahaan media massa. Dan kantornya kebetulan tak begitu jauh dari Blossom Boutique.

“Sahabat kamu itu, aku sering lihat di televisi. Benar dia, ‘kan?” tanya Rafi saat Binar sudah pamit pulang duluan.

“Hm-hm. Binar seorang reporter.”

“Ah, pantas saja wajahnya familiar.” Rafi meneguk minumannya.

“Om, di sekolah aku mau ngadain family gathering, lho. Om Rafi datang ya!” celetuk Kimberly, yang membuat Feli nyaris tersedak makanan yang tengah ia kunyah.

“Oh ya? Kapan?” tanya Rafi sembari memasukkan makanan lagi ke mulutnya.

“Kapan, Mi?”

Feli berdehem pelan. Ia menatap Rafi sembari tersenyum samar, seolah-olah lewat senyumannya itu Feli ingin bilang ‘Ucapan Kimmy nggak usah dihiraukan’. Feli sudah memberitahu Archer terkait acara itu yang harus dihadiri orang tua. Namun, Feli tak tahu apakah pria itu akan menemani Kimberly, atau justru malah menemui kekasihnya lagi.

“Minggu depan, Sayang,” jawab Feli.

“Ooh.” Kimberly lantas menatap Rafi. “Minggu depan, Om. Om Rafi ikut ya! Please… kan Om Rafi udah kasih aku boneka.”

Rafi tersenyum. Ada banyak hal yang ingin ia ketahui tentang hidup Feli, tentang keluarganya, apalagi tentang… suaminya.

“Em… Om lihat dulu jadwal Om, ya. Tapi Om nggak janji bisa ikut lho,” jawab Rafi. Ia cukup tahu diri. Di mana-mana family gathering harus dihadiri orang tua si anak. Bukan olehnya yang merupakan orang asing di keluarga Feli. “Kimmy belum cuci tangan, ya? Cuci tangan dulu gih,” pintanya, untuk mengalihkan perhatian Kimberly.

“Oh iya lupa.”

Kimberly menyengir, kemudian bergegas pergi menuju wastafel.

“Sorry ya, Raf,” ucap Feli tak enak hati. “Kimmy mudah tersentuh sama kebaikan orang lain. Jadi dia pengen ngajak kamu, tapi—”

“Santai aja.” Rafi memotongnya, kemudian tersenyum kecil. “Aku memaklumi kok.”

Feli mengangguk dan berterima kasih kepada Rafi karena tidak menganggap serius keinginan Kimberly. Feli lantas menyesap minumannya. Sebelum kemudian ia tersedak kala mendengar suara bariton seseorang yang sangat dikenalinya.

“Oh. Jadi ini kelakuanmu di belakangku, Feli!”

***

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (19)
goodnovel comment avatar
Deborah Ingdra
archer selalu menang sdri
goodnovel comment avatar
Istna Zena cantik
Archer Archer kamu aja sama selingkuhan kamu Feli gk marah, terus kenapa Feli sama rafi bertemu kamu kaya gk suka,bukannya kamu gk peduli sama Feli hmm.
goodnovel comment avatar
Cilon Kecil
emang dasar Archer ini bikin emosi aja
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Istri yang Tak Diinginkan   Extra Chapter 12 (TAMAT)

    Setelah hampir empat jam mengasuh putra dan putrinya, Malik akhirnya bisa bernapas lega saat bertemu lagi dengan Kimberly. Raut muka istrinya itu tampak lebih cerah dan ceria. Sepertinya Kimberly sudah tidak badmood lagi gara-gara Malik berfoto dengan Yoana tadi.“Gimana anak-anak? Mereka rewel nggak?” Kimberly mengambil alih anak perempuan berpipi chubby dari pangkuan Malik.“Rewel sih nggak, tapi yah… cukup membuatku berkeringat.” Malik tersenyum dan mengedikkan bahu.Kimberly mengamati suaminya sesaat, lalu tertawa karena penampilan pria itu tampak acak-acakan. Ia mengecup pipi Malik dan berkata, “Terima kasih udah kasih aku waktu buat me time.”Malik mengerjap dan memegangi pipinya sambil bergumam, “Kita harus pulang sekarang, Sayang.”“Kenapa? Kan belum beli susu buat Timur di supermarket.”“Malam ini kita titipin anak-anak di Mami sama Papi aja, ya? Besok kita ambil lagi mereka pagi sebelum aku—Oke oke! Nggak jadi, aku cuma bercanda,” ralat Malik dengan cepat saat Kimberly mencub

  • Istri yang Tak Diinginkan   Extra Chapter 11. Time Flies

    Empat tahun kemudian.“Eh? Bukannya dia mantan pembalap itu, ‘kan?”“Iya, Jeng, yang kemarin ramai dibahas sama hampir semua orang tua murid itu, Jeng.”“Anaknya beneran sekolah di sini?”“Iya.”“Yang bener? OMG! Kita bakalan ketemu dia terus dong! Ganteng banget ya Tuhan.”“Itu kalau setiap hari dia antar jemput anaknya.”“Eh! Emang setiap hari tauk! Kalian berdua aja yang baru lihat. Pagi dan siang dia selalu antar jemput.”“Duh, suami idaman banget sih…. Beruntung banget yang jadi istri dia. Udah ganteng, kaya, perhatian sama anak, lagi. Ya Tuhan, mau yang begini satu aja, please.”Malik menghela napas berat. Ia tidak bermaksud menguping pembicaraan tiga atau empat wanita—entah yang pastinya berapa orang karena Malik tidak begitu memperhatikan—yang sedang membicarakan dirinya, tapi suara mereka terlalu jelas di telinga Malik, sehingga mau tidak mau ia harus mendengarkan dirinya menjadi bahan gosip ibu-ibu.Sudah satu minggu Timur masuk sekolah ke playgroup. Setiap hari Malik selalu

  • Istri yang Tak Diinginkan   Extra Chapter 10. Timur Malvin Rozano

    “Sayang! Gimana kondisi kamu? Apanya yang sakit?!” tanya Malik dengan raut muka menegang sambil berlari menghampiri ranjang yang ditempati Kimberly. “Perut aku sakit… pinggang aku juga panas.” Kimberly meringis kesakitan. Namun ada yang berubah dalam sorot matanya, ia seolah-olah merasa lega dan aman setelah melihat kedatangan suaminya. Malik merundukan badan, memeluk Kimberly dan mengecup keningnya berkali-kali. Ia berbisik, “Sabar, ya. Maaf aku terlambat.” “Bau!” Malik terkejut saat Kimberly mendorong dadanya. “Eh? Kenapa? Siapa yang bau?” “Kamu,” jawab Kimberly seraya menggigit bibir bawah, menahan rasa sakit yang kembali menyerang dan rasanya tak tertahankan. “Kamu bau debu.” “Ah, ini….” Malik menggaruk tengkuk dan menghidu tubuhnya sendiri. “Barusan aku naik motor, Sayang. Soalnya di jalan macet banget, nggak mungkin bisa sampai dengan cepat kalau aku tetap pakai mobil,” jelasnya sambil menggenggam tangan sang istri. “Apa perlu aku ganti baju dulu? Tapi aku nggak bawa baju c

  • Istri yang Tak Diinginkan   Extra Chapter 9. Kontraksi

    7 bulan kemudian.“Kakak, jangan lupakan aku. Aku juga adik kamu, adik yang paling ganteng!”“Diam!” Kimberly menjauhkan wajah Ernest dari hadapannya. “Kamu ngehalangin pemandangan aku tahu nggak?”Ernest cemberut.Kemudian Kimberly tersenyum lebar pada bayi berusia 4 bulan yang baru saja membuka mata, di atas kasur yang ia dan Ernest duduki.“Selamat siang Cheryl! Adiknya Kakak yang paling cantik! Nyenyak banget tidurnya ya?” goda Kimberly dengan nada bicara khas anak-anak.Cheryl tersenyum. Dia berguling sendiri hingga tengkurap.“Ugh! Jangan percaya sama kelembutan kakak kita, Dek, aslinya dia itu cerewet dan galak. Kamu kalau sudah besar nanti pasti jadi bahan omelan dia—auwh!” Ernest tiba-tiba mengaduh saat Kimberly menjewer telinganya.“Diam,” bisik Kimberly dengan kesal. “Jangan meracuni otak bayi dengan omongan kamu yang negatif itu ya!”“Aku ‘kan bicara apa adanya,” gumam Ernest sembari mengusap-usap telinga.Kimberly mendelik pada Ernest, lalu kembali tersenyum lebar pada Ch

  • Istri yang Tak Diinginkan   Extra Chapter 8. Babymoon II

    “Gimana perasaan kamu?” bisik Malik seraya mengelus pipi Kimberly dengan lembut.Kimberly terdiam. Harusnya ia yang bertanya seperti itu kepada Malik.Detik berikutnya, Kimberly tersenyum lebar, tangannya mengusap-usap perut dan berseru riang, “Anak kita sepertinya senang banget, Babe! Dia bikin perasaan aku jadi makin bahagia setelah lihat kamu ngendarain motor balap barusan!”“Benarkah?” Malik ikut tersenyum lebar.Kimberly mengangguk cepat. Ia langsung melompat ke pelukan Malik, melingkarkan tangan di leher pria yang masih memakai baju balapan yang dulu sering dia pakai. Malik terlihat tampan sekali dengan baju itu, mengingatkan Kimberly akan kebersamaan mereka sebelum menikah.“Terima kasih, ya! Aku jadi rindu nonton kamu balapan.” Kimberly terkekeh, suaranya terdengar teredam karena bibirnya terbenang di pundak Malik. “Kalau kamu? Gimana perasaan kamu sekarang?”“Perasaanku?” ulang Malik.“Hm-hm. Apa barusan bisa mengobati kerinduan kamu sama balapan?”“Iya.” Malik bergumam dan m

  • Istri yang Tak Diinginkan   Extra Chapter 7. Babymoon

    Jam dinding sudah menunjukkan pukul 23.25 waktu Andorra. Kimberly merebahkan tubuhnya di kasur berseprai abu tua. Matanya menatap plafon putih dengan penerangan lampu warm white.Mereka baru saja tiba di Andorra pukul 18.30 waktu setempat. Perjalanan ini atas inisiatif Kimberly yang mengidam ingin tidur di kamar Malik, di rumahnya yang ada di Andorra. Setelah mendengar keinginan istrinya, Malik langsung memesan tiket pesawat.“Ternyata begini rasanya ada di kamar kamu.” Kimberly terkekeh dan melirik Malik yang baru saja selesai memindahkan semua pakaian mereka dari koper ke dalam lemari.Tadi Kimberly berniat membantu, tapi Malik melarangnya dan malah menyuruhnya untuk istirahat.“Gimana rasanya? Aneh?” Malik melepas kaos putihnya dan menghampiri ranjang.“Nyaman banget!” Kimberly meringis, ia mengangkat kedua tangan ke atas untuk menyambut Malik yang baru saja menaiki ranjang dan memeluknya. Tangan Kimberly mengalung di leher Malik.Ia sempat menahan napas dengan jantung berdebar-deb

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status