Share

7. Calon Ayah Baru

last update Last Updated: 2022-10-22 15:17:34

“Oh. Jadi ini kelakuanmu di belakangku, Feli!”

Feli yang tengah menyesap minumannya langsung tersedak begitu mendengar suara seseorang yang tak asing di telinga.

Rafi menyambar selembar tisu lalu menyerahkannya kepada Feli, dan hal itu tak luput dari pandangan Archer yang kini berdiri di dekat meja mereka dengan ekspresi dingin.

“Bisa nggak kamu nanyanya nunggu aku selesai minum dulu?” gerutu Feli sembari mengeringkan bajunya yang terkena air menggunakan tisu pemberian Rafi.

“Oh. Anda pasti suaminya Feli.” Rafi bangkit berdiri, tersenyum sambil mengulurkan tangan kanan. Mencoba menghargai suami kliennya ini. “Perkenalkan, saya Rafi,” katanya dengan tenang.

Archer mengalihkan tatapannya dari Feli ke arah tangan Rafi, lalu berpaling lagi ke arah lain seolah-olah tak menganggap kehadiran Rafi sama sekali.

Satu sudut bibir Rafi terangkat. Merasa Archer enggan menerima uluran tangannya, Rafi lantas menarik tangannya kembali dan menjejalkannya ke saku celana.

“Kami hanya makan siang, tadi saya sendiri yang datang ke sini. Tidak ada janji temu dulu sebelumnya,” jelas Rafi, berharap Archer tidak salah paham dengan apa yang dia lihat saat ini. Meski ekspresi Archer tampak datar, Rafi bisa mengerti sorot mata hitam pekat itu tengah menyembunyikan emosi.

“Saya tidak meminta penjelasan apapun dari Anda, Tuan Rafi." Archer menatap Rafi dengan malas.

“Panggil saya ‘pak’ saja.” Rafi tersenyum kecil, meski ia tahu panggilan tuan yang disematkan Archer hanya sebagai sindiran. “Saya tidak terbiasa dipanggil tuan.”

“Kalau sudah tidak ada urusan lagi dengan ISTRI saya, lebih baik tinggalkan kami.” Archer menekankan kata ‘istri’, seolah ingin menegaskan status Rafi yang hanya sebagai orang asing di antara mereka.

“Baik. Kebetulan saya juga sudah selesai makan siangnya.”

Rafi menggeser pandangannya pada Feli yang tengah memperhatikan mereka sejak tadi. Dilihat dari raut wajahnya yang tanpa ekspresi, Rafi sulit menebak apa yang Feli rasakan saat ini. Ada yang sedikit aneh dalam cara berkomunikasi Feli dan Archer, Rafi dapat melihat hal itu. Namun, Rafi tak ingin ikut campur lebih jauh lagi.

“Fel, aku pulang dulu. Terkait rancangan yang tadi kita bahas, kirimkan saja hasilnya melalui email.”

Feli mengangguk. “Oke. Aku akan menyelesaikan desainnya hari ini.”

Rafi lantas pergi meninggalkan café tersebut. Tatapan Archer mendadak berubah tajam saat menatap Feli.

“Ikut aku. Ada yang harus kita bicarakan.” Suara Archer terdengar dingin.

“Ada sesuatu yang penting?”

“Tentu. Urusan kita tidak pernah tidak penting.”

“Sampaikan saja di sini. Nggak ada orang yang bakal nguping pembicaraan kita,” ujar Feli dengan santai.

Rahang Archer berkedut. Ia tidak suka dengan sikap Feli yang terlihat santai dan tak merasa berdosa sama sekali. Padahal apa yang Feli lakukan hari ini tidak dapat ditolerir lagi. Feli secara terang-terangan menunjukkan kedekatannya dengan pria lain di depan umum. Itu bisa merusak reputasi Archer sebagai CEO muda ternama di tanah air.

Archer menggenggam pergelangan tangan Feli. Genggamannya yang keras membuat Feli sempat meringis kesakitan.

“Ikut aku!” titah Archer dengan jauh lebih tegas.

“Mami…! Aku udah selesai cuci ta… ngan.” Suara melengking Kimberly perlahan merendah begitu melihat Archer.

Archer menoleh. Ia langsung terdiam manakala melihat putri semata wayangnya yang masih menatapnya dengan tatapan suram. Ia belum berhasil membuat putrinya memaafkannya.

Melihat Archer yang sedang lengah, Feli lantas menarik tangannya kembali dari genggaman pria itu.

“Om Rafi mana, Mi?”

“Sudah pulang, Sayang.”

“Yaah….” Kimberly tampak kecewa. Ia tak sadar sikapnya ini telah membuat ayahnya juga merasa kecewa sekaligus geram.

Kimberly naik ke kursinya, lantas memeluk boneka kuda poni di atas pangkuan.

Sorot mata Archer menyusut saat dirinya baru sadar bahwa sejak tadi ada boneka yang diinginkan Kimberly di kursi itu.

“Kimmy sudah dapat bonekanya?” tanya Archer dengan tenggorokan tercekat.

Kimberly mengangguk, ekspresinya tak seceria saat sebelum ada Archer. “Dari Om Rafi.”

Sekali lagi Archer terdiam. Kedua tangannya perlahan mengepal hingga urat-uratnya terlihat menonjol. Ia lantas menatap mobilnya yang terparkir di luar sana, terlihat jelas dari dinding kaca café ini. Tatapan Archer berubah kelam mengingat ada banyak boneka kuda poni di dalam mobilnya. Yang rencananya akan ia berikan hari ini kepada Kimberly.

Namun ternyata dia kalah cepat oleh lelaki bernama Rafi itu. Archer lantas tersenyum kecut.

“Baiklah, jadi mau mengobrol di mana? Di sini? Atau di kantorku?” Feli segera mengalihkan perhatian karena ia bisa melihat raut muka Archer semakin suram setelah melihat boneka di pelukan putri mereka.

“Di rumah. Ikut aku pulang.”

Archer berlalu pergi meninggalkan meja itu dan keluar dari café. Helaan napas Feli terasa berat seraya menatap punggung Archer yang perlahan menjauh dari mereka.

“Sayang, ayo kita pulang.” Feli mengacak rambut Kimberly dengan gemas.

“Tapi minuman Mami belum habis.”

“Ah… iya, Mami lupa. Mau Mami habiskan sekarang.”

Feli menghabiskan minumannya saat itu juga. Ia selalu mengajarkan Kimberly untuk tidak menyisakan makanan atau minuman. Tidak etis rasanya jika Feli yang mengajarkan tapi dia juga yang melanggar.

Pada akhirnya Feli memutuskan untuk mengikuti kemauan Archer. Pekerjaannya bisa ia handle dari rumah dan kebetulan hari ini tidak ada jadwal penting yang mengharuskan ada Feli di kantor.

Suasana di dalam mobil terasa kaku. Archer sibuk dengan kemudi, pandangannya lurus ke depan, bibirnya terkatup rapat. Rahangnya sesekali mengeras dan pegangannya pada kemudi begitu kuat saat mendengar suara Kimberly yang asyik mengobrol dengan boneka pemberian Rafi, di kursi belakang.

Sedangkan Feli tak ingin banyak berkomentar, ia hanya menanggapi pertanyaan Kimberly yang penasaran dengan hal-hal baru. Feli tahu Archer sedang marah. Tapi Feli tidak mau ambil pusing.

Sesampainya di rumah, Archer meminta Dewi untuk menjaga Kimberly. Kemudian menarik tangan Feli dan membawanya memasuki kamar Feli sendiri. Ya, Archer memang seperti itu. Ia bebas keluar masuk kamar Feli, sedangkan dia sendiri tidak suka jika Feli masuk ke kamarnya.

“Aku bukan barang yang perlu diseret-seret.” Feli mengentakkan tangannya dengan kasar, tetapi genggaman Archer terlalu kuat.

Archer menutup pintu kamar dan menguncinya. Kemudian memenjarakan tubuh Feli ke dinding dan mengunci kedua pergelangan tangannya di atas kepala. Feli segera membuang muka ketika wajah Archer berada terlalu dekat dengannya.

“Kalau mau bicara, bicara saja dengan cara baik-baik. Nggak perlu memperlakukan aku seperti binatang begini,” ujar Feli dengan suara dingin.

“Kamu mengajarkan Kimberly untuk jadi pengemis, Feli?” desis Archer tajam, yang membuat Feli mengerutkan keningnya tak mengerti.

“Mengemis apa maksudmu, Archer?”

“Boneka itu!” Suara Archer naik satu oktaf seraya menatap Feli dengan tatapan tajam. “Kamu menyuruh Kimberly untuk minta boneka pada pria itu, bukan?” Archer tersenyum kecut. “Atau… kamu sedang mengenalkan dia pada calon ayah barunya, begitu maksudmu?”

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (187)
goodnovel comment avatar
Masitah Azzahra
Apa binar yang sekongkol sama belvina ya...
goodnovel comment avatar
Istna Zena cantik
Archer Archer?? Feli deket sama rafi kamu marah2 gk jelas, Feli aja gk marah kalo kamu ketemu sama selingkuhanmu. mending Feli cerai aja sama Archer dari pada hidupnya menderita.
goodnovel comment avatar
Yumi Anah
beca cerita ini ikutan terasa sesak bgt didada seperti yg dialami Feli......
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Istri yang Tak Diinginkan   Extra Chapter 12 (TAMAT)

    Setelah hampir empat jam mengasuh putra dan putrinya, Malik akhirnya bisa bernapas lega saat bertemu lagi dengan Kimberly. Raut muka istrinya itu tampak lebih cerah dan ceria. Sepertinya Kimberly sudah tidak badmood lagi gara-gara Malik berfoto dengan Yoana tadi.“Gimana anak-anak? Mereka rewel nggak?” Kimberly mengambil alih anak perempuan berpipi chubby dari pangkuan Malik.“Rewel sih nggak, tapi yah… cukup membuatku berkeringat.” Malik tersenyum dan mengedikkan bahu.Kimberly mengamati suaminya sesaat, lalu tertawa karena penampilan pria itu tampak acak-acakan. Ia mengecup pipi Malik dan berkata, “Terima kasih udah kasih aku waktu buat me time.”Malik mengerjap dan memegangi pipinya sambil bergumam, “Kita harus pulang sekarang, Sayang.”“Kenapa? Kan belum beli susu buat Timur di supermarket.”“Malam ini kita titipin anak-anak di Mami sama Papi aja, ya? Besok kita ambil lagi mereka pagi sebelum aku—Oke oke! Nggak jadi, aku cuma bercanda,” ralat Malik dengan cepat saat Kimberly mencub

  • Istri yang Tak Diinginkan   Extra Chapter 11. Time Flies

    Empat tahun kemudian.“Eh? Bukannya dia mantan pembalap itu, ‘kan?”“Iya, Jeng, yang kemarin ramai dibahas sama hampir semua orang tua murid itu, Jeng.”“Anaknya beneran sekolah di sini?”“Iya.”“Yang bener? OMG! Kita bakalan ketemu dia terus dong! Ganteng banget ya Tuhan.”“Itu kalau setiap hari dia antar jemput anaknya.”“Eh! Emang setiap hari tauk! Kalian berdua aja yang baru lihat. Pagi dan siang dia selalu antar jemput.”“Duh, suami idaman banget sih…. Beruntung banget yang jadi istri dia. Udah ganteng, kaya, perhatian sama anak, lagi. Ya Tuhan, mau yang begini satu aja, please.”Malik menghela napas berat. Ia tidak bermaksud menguping pembicaraan tiga atau empat wanita—entah yang pastinya berapa orang karena Malik tidak begitu memperhatikan—yang sedang membicarakan dirinya, tapi suara mereka terlalu jelas di telinga Malik, sehingga mau tidak mau ia harus mendengarkan dirinya menjadi bahan gosip ibu-ibu.Sudah satu minggu Timur masuk sekolah ke playgroup. Setiap hari Malik selalu

  • Istri yang Tak Diinginkan   Extra Chapter 10. Timur Malvin Rozano

    “Sayang! Gimana kondisi kamu? Apanya yang sakit?!” tanya Malik dengan raut muka menegang sambil berlari menghampiri ranjang yang ditempati Kimberly. “Perut aku sakit… pinggang aku juga panas.” Kimberly meringis kesakitan. Namun ada yang berubah dalam sorot matanya, ia seolah-olah merasa lega dan aman setelah melihat kedatangan suaminya. Malik merundukan badan, memeluk Kimberly dan mengecup keningnya berkali-kali. Ia berbisik, “Sabar, ya. Maaf aku terlambat.” “Bau!” Malik terkejut saat Kimberly mendorong dadanya. “Eh? Kenapa? Siapa yang bau?” “Kamu,” jawab Kimberly seraya menggigit bibir bawah, menahan rasa sakit yang kembali menyerang dan rasanya tak tertahankan. “Kamu bau debu.” “Ah, ini….” Malik menggaruk tengkuk dan menghidu tubuhnya sendiri. “Barusan aku naik motor, Sayang. Soalnya di jalan macet banget, nggak mungkin bisa sampai dengan cepat kalau aku tetap pakai mobil,” jelasnya sambil menggenggam tangan sang istri. “Apa perlu aku ganti baju dulu? Tapi aku nggak bawa baju c

  • Istri yang Tak Diinginkan   Extra Chapter 9. Kontraksi

    7 bulan kemudian.“Kakak, jangan lupakan aku. Aku juga adik kamu, adik yang paling ganteng!”“Diam!” Kimberly menjauhkan wajah Ernest dari hadapannya. “Kamu ngehalangin pemandangan aku tahu nggak?”Ernest cemberut.Kemudian Kimberly tersenyum lebar pada bayi berusia 4 bulan yang baru saja membuka mata, di atas kasur yang ia dan Ernest duduki.“Selamat siang Cheryl! Adiknya Kakak yang paling cantik! Nyenyak banget tidurnya ya?” goda Kimberly dengan nada bicara khas anak-anak.Cheryl tersenyum. Dia berguling sendiri hingga tengkurap.“Ugh! Jangan percaya sama kelembutan kakak kita, Dek, aslinya dia itu cerewet dan galak. Kamu kalau sudah besar nanti pasti jadi bahan omelan dia—auwh!” Ernest tiba-tiba mengaduh saat Kimberly menjewer telinganya.“Diam,” bisik Kimberly dengan kesal. “Jangan meracuni otak bayi dengan omongan kamu yang negatif itu ya!”“Aku ‘kan bicara apa adanya,” gumam Ernest sembari mengusap-usap telinga.Kimberly mendelik pada Ernest, lalu kembali tersenyum lebar pada Ch

  • Istri yang Tak Diinginkan   Extra Chapter 8. Babymoon II

    “Gimana perasaan kamu?” bisik Malik seraya mengelus pipi Kimberly dengan lembut.Kimberly terdiam. Harusnya ia yang bertanya seperti itu kepada Malik.Detik berikutnya, Kimberly tersenyum lebar, tangannya mengusap-usap perut dan berseru riang, “Anak kita sepertinya senang banget, Babe! Dia bikin perasaan aku jadi makin bahagia setelah lihat kamu ngendarain motor balap barusan!”“Benarkah?” Malik ikut tersenyum lebar.Kimberly mengangguk cepat. Ia langsung melompat ke pelukan Malik, melingkarkan tangan di leher pria yang masih memakai baju balapan yang dulu sering dia pakai. Malik terlihat tampan sekali dengan baju itu, mengingatkan Kimberly akan kebersamaan mereka sebelum menikah.“Terima kasih, ya! Aku jadi rindu nonton kamu balapan.” Kimberly terkekeh, suaranya terdengar teredam karena bibirnya terbenang di pundak Malik. “Kalau kamu? Gimana perasaan kamu sekarang?”“Perasaanku?” ulang Malik.“Hm-hm. Apa barusan bisa mengobati kerinduan kamu sama balapan?”“Iya.” Malik bergumam dan m

  • Istri yang Tak Diinginkan   Extra Chapter 7. Babymoon

    Jam dinding sudah menunjukkan pukul 23.25 waktu Andorra. Kimberly merebahkan tubuhnya di kasur berseprai abu tua. Matanya menatap plafon putih dengan penerangan lampu warm white.Mereka baru saja tiba di Andorra pukul 18.30 waktu setempat. Perjalanan ini atas inisiatif Kimberly yang mengidam ingin tidur di kamar Malik, di rumahnya yang ada di Andorra. Setelah mendengar keinginan istrinya, Malik langsung memesan tiket pesawat.“Ternyata begini rasanya ada di kamar kamu.” Kimberly terkekeh dan melirik Malik yang baru saja selesai memindahkan semua pakaian mereka dari koper ke dalam lemari.Tadi Kimberly berniat membantu, tapi Malik melarangnya dan malah menyuruhnya untuk istirahat.“Gimana rasanya? Aneh?” Malik melepas kaos putihnya dan menghampiri ranjang.“Nyaman banget!” Kimberly meringis, ia mengangkat kedua tangan ke atas untuk menyambut Malik yang baru saja menaiki ranjang dan memeluknya. Tangan Kimberly mengalung di leher Malik.Ia sempat menahan napas dengan jantung berdebar-deb

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status