"Selamat pagi, Mbak!"Sebelum pukul delapan pagi, Analea sudah tiba di depan Eternal Group. Langkah kakinya penuh semangat sembari menyapa setiap orang yang ia jumpai dengan senyum ramah dan anggukan kepala.Analea juga menyapa resepsionis yang kemarin sempat mengusirnya. Namun, wanita di balik meja itu tidak membalas sapaannya dan justru mematut riasannya di depan cermin tangan.Walau penampilan tidak modis seperti karyawati lainnya, Analea tetap berusaha untuk meyakinkan hatinya agar bisa percaya diri untuk bekerja di Eternal Group.Pagi ini Analea langsung pergi ke lantai kantor presiden direktur. Ia mengingat-ingat lantai dan ruangan yang kemarin ia datangi, karena kali ini ia tidak didampingi oleh resepsionis.Akan tetapi, saat Analea tiba di mejanya, Risa--rekan seniornya yang telah menjabat sebagai sekretaris Kaisar selama dua tahun, masih belum datang. Meja Risa kosong, sementara pintu ruangan Kaisar tertutup rapat. Di lantai itu memang tidak banyak karyawan, tetapi ada cukup
"Sebenarnya siapa Analea ini?"Sang ibu tampak berkaca-kaca. Ia menatap putra sulungnya dan balas menggenggam tangan Kaisar dengan erat."Pak Kaisar?"Ingatan Kaisar terputus saat Analea kembali memanggilnya. Wanita tersebut tampak bingung lantaran pertanyaannya tidak kunjung dijawab."Ah, maaf. Bagaimana?" Kaisar kembali tersenyum.“Apa hari ini Bu Maira datang ke kantor?" tanya Analea kembali. "Saya belum mengucapkan terima kasih pada beliau."Atasannya tersebut sempat terdiam selama beberapa detik dan hal tersebut membuat Analea ragu untuk kembali bertanya. Meskipun, ia akhirnya tetap mengulang pertanyaannya karena ia yakin bahwa tidak ada salahnya bertanya demikian.Toh, memang, Analea harus kembali berterima kasih kepada Maira."Mama dan dad saya sudah jarang ke kantor. Mereka datang hanya jika ada rapat direksi atau hal yang sangat penting,” jawab Kaisar akhirnya. “Nanti ucapan terima kasih kamu akan saya sampaikan pada mama saya ya."Analea mengangguk. "Terima kasih banyak, Pak
"Kamu tidak ingat saya?"Analea mengernyit, antara merasa heran dan berusaha mengingat di mana ia pernah bertemu dengan pria tersebut.Akan tetapi, tatapan si pria asing itu membuat Analea tidak mampu berpikir dengan baik. Wanita itu merasakan dadanya berdegup kencang."Apakah kami pernah bertemu? Kenapa dia melihatku aku seperti gitu?" pikir Analea dalam hati.Namun, sebelum sempat Analea bertanya, pintu ruangan presdir terbuka.Ratu yang baru saja berniat untuk pulang tampak berbinar dan seketika mengurungkan niatnya saat melihat kedatangan pria yang berdiri sedang menatap Analea penuh arti."Kak Fabian! Mau ketemu Kak Kaisar?" Ratu langsung merangkul lengan pria yang dipanggil Fabian itu dan bergelayut manja sementara sudut matanya melirik tajam pada Analea. Sekilas ia tadi sempat melihat bagaimana cara Fabian menatap Analea.Sementara itu, melihat bagaimana Ratu langsung tampak akrab dengan pria itu, Analea langsung menunduk. Ia khawatir akan membuat kesalahan lagi."Astaga! Mungk
"Istri kurang ajar! Kenapa tidak diangkat, sih?" Hamid mengusap kasar wajahnya. Sejak tadi netranya terus melihat ke layar ponsel. Sesekali ia menggerutu."Pesanku juga tidak dibalas. Sial!" Tangan Hamid mengepal di atas meja. Wajahnya mengeras karena emosi. Ia tampak tegang.Sejak siang tadi, karena Analea tidak kunjung mengangkat panggilannya, Hamid mencoba menghubungi ibunya di rumah. Pria itu makin emosi mendengar jawaban ibunya bahwa Analea belum pulang sejak tadi.Karenanya, Hamid terus menghubungi Analea dan mengirim pesan pada istrinya itu. Ia bahkan mengancam akan membuang semua barang-barang Analea jika istrinya itu tidak kunjung menjawab panggilannya.Beberapa menit Hamid menunggu, pesan di ponselnya hanya bertanda ceklis biru. Artinya, Analea telah membaca pesan-pesannya, tapi tidak membalas.Hamid meremas kertas yang ada di meja kerjanya. Pria bertubuh gempal itu terlihat gelisah. Sejak tadi, pikirannya tertuju hanya pada Analea.Bagaimana jika istrinya itu benar-benar me
"Bagus, ya. Jam segini baru pulang!"Baru saja Analea menginjakkan kakinya di teras rumah, Irma berkacak pinggang di depan pintu."Nggak siang, nggak malam, keluyuran terus! Gimana nggak jadi bahan omongan tetangga kalau setiap hari begini?" Sorot mata Irma begitu tajam menatap menantunya. Ada kemarahan dan ketidaksukaan dalam tatapannya."Asalamualaikum, Bu." Meskipun begitu, Analea tetap menghampiri ibu mertua dan mencium tangannya. "Aku bukan keluyuran, Bu. Tapi baru saja pulang kerja.""Halaaah, mau gaya-gayaan kerja kayak orang-orang. Ngaca dulu dong! Penampilan kayak gini kok mau kerja," cemooh Irma. Ia memandang Analea dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan tatapan meremehkan. "Sana ke dapur, kerjaan kamu seharian numpuk!""Kerjaan aku?" Analea mengernyit. Ia langsung melangkah ke dapur.Mata wanita itu langsung melebar saat melihat tumpukan piring kotor dan alat bekas masak di wastafel yang tampak sepertinya sengaja dikumpulkan sejak pagi, belum dicuci. Tumpukan pakaian ko
"Ana–”"Aku tetap minta cerai," tandas Analea kemudian sebelum suaminya bisa mengambil tindakan lebih lanjut. Ia mendorong tubuh Hamid."Permisi!"Analea buru-buru masuk ke kamarnya dan mengunci pintu.Hamid hanya diam terpaku melihat pintu kamar ditutup rapat oleh Analea."Andai saja kamu tidak membohongiku, kita pasti masih merasakan kebahagiaan seperti dulu." Hamid berkata dalam hati. "Apalagi saat ini kita masih dalam masa pengantin baru. Tapi bahkan sekarang pun kamu masih saja keras kepala."Pria itu menghela napas panjang. Ia merasa sangat berat jika harus berpisah dengan Analea. Namun, ia tak ingin mengatakan hal itu pada istrinya. Analea pasti akan merasa besar kepala dan makin bertingkah seenaknya jika Hamid mengatakan hal itu dan mengalah.Akan tetapi, Hamid yakin bahwa Analea yang cantik dan pintar tentu akan mudah mendapatkan pria lain di luar sana.Oleh karena itu, Hamid tidak akan membiarkan itu terjadi. Ia akan mencari cara agar Analea bisa berhenti kerja. Ia akan menc
"Kamu ngapain ada di sini?"Bukannya menjawab, tatapan Analea kemudian justru beralih pada Nandita yang berdiri dengan angkuh di samping Hamid. Selingkuhan suaminya tersebut balas menatapnya dengan pandangan tidak bersahabat."Eh, malah bengong!" sentak Nandita dengan mata mendelik. "Kalau ditanya itu jawab, dong!"Analea tetap diam saja dan melangkah keluar lift, tidak langsung menjawab. Ia tak mau meladeni perempuan selingkuhan suaminya itu dan beralih menatap Hamid. Namun, ia tidak mau sampai menjadi pusat perhatian orang sekitar."Aku kerja, Mas." Analea akhirnya menjawab dengan dingin. Kemudian, tanpa menoleh lagi, ia melanjutkan langkahnya menuju meja resepsionis."Ck, Ana!" Hamid merasa kesal karena tak dihiraukan oleh Analea."Halaaah! Pegawai rendahan aja sombong!" umpat Nandita. Ia sendiri tidak suka karena diabaikan oleh wanita yang menurutnya bukan siapa-siapa tersebut. "Apa sih kerjanya istri kamu itu, Mid? Paling-paling juga cleaning service atau office girl."Nandita me
Berani-beraninya--"Hamid merasa marah. Tangannya mengepal di bawah meja, tidak terima dengan tingkah Analea yang dinilai genit di matanya padahal wanita itu hanya menjalankan tugasnya.Tatapan Hamid terus tertuju pada Analea yang duduk di depan sejajar dengan Kaisar dan Fabian hingga Nandita harus menyenggolnya agar tidak memelototi dua petinggi perusahaan tersebut.Meskipun merasa marah dan cemburu, Hamid juga terheran-heran melihat Analea bisa berada di sebelah sang CEO."Kenapa dia bisa ada di ruangan ini? Apa jabatan Ana sebenarnya?" tanya Hamid dalam hati. Dadanya kembali bergemuruh ketika melihat Kaisar tersenyum pada Analea yang duduk di sisinya."Sial, CEO itu kenapa harus senyum-senyum bicara dengan istriku?" umpat Hamid dalam hati.Pria itu makin yakin ingin meminta Analea berhenti bekerja. Jangan sampai Analea tergoda oleh pria lain di Eternal Group ini."Dia pasti akan semakin besar kepala dan membangkang jika masih bekerja di sini." Hamid terus menggerutu dalam hatinya.