แชร์

4. Aku ingin cerai, Mas

ผู้เขียน: Henny Djayadi
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-07-23 16:05:43

Aditya membeku saat menyadari satu hal yang paling ia takuti telah terjadi, Naira tahu segalanya. Bukan hanya soal perselingkuhannya, tapi juga kehamilan Kirana.

Rasa bersalah menyusupi hati Aditya. Malu, getir, dan penyesalan menggerogoti batinnya. Bagaimana bisa ia, yang dulu begitu mencintai Naira, berubah menjadi lelaki sekeji ini? Bagaimana bisa ia melukai perempuan yang selama ini selalu mendampingi dan mendukungnya?

Di tengah kehancuran yang tergambar jelas di wajah Naira, semua kenikmatan tadi malam terasa begitu memuakkan. Ia ingin menyentuh bahu istrinya, ingin memohon maaf, tapi lidahnya kelu, hatinya pun beku.

"Aku ingin pulang," bisik Naira lirih, nyaris tak terdengar, meski parau tapi tetap tegas. Tatap matanya nanar menembus jendela rumah sakit.

"Aku tidak sanggup lagi tinggal di sini."

Naira tak ingin melihat wajah Aditya, tidak ingin mendengar suaranya, tidak ingin berada di kota yang telah merenggut segalanya dari hidupnya. Setiap napas yang ia hirup di sini terasa menyesakkan, penuh aroma pengkhianatan dan trauma yang mendalam.

Aditya tersentak. “Tapi, Nai… kamu belum pulih. Dokter bilang kamu masih butuh istirahat.”

Naira menoleh perlahan, tatap matanya penuh kehampaan. “Aku mau istirahat di rumah.”

“Lebih baik di sini dulu, sampai…”

“Sampai aku benar-benar hancur?” potong Naira sambil menatap Aditya dengan penuh luka.

Aditya menggeleng samar, nyaris tak terlihat. “Kita bisa perbaiki semuanya…”

“Apa yang mau diperbaiki?” tanya Naira, kali ini tanpa menatapnya.

Aditya ingin mengatakan ‘kita bisa bicara, kita bisa cari jalan keluar’, tapi semua kata terasa hambar tanpa makna. Bagaimana mungkin ia meminta Naira bertahan, di tempat yang telah mencabik-cabik kehidupannya?

“Aku hanya ingin pulang. Sekarang.” Suara Naira tajam, tak menyisakan ruang untuk penolakan.

Aditya mematung melihat sorot putus asa yang dalam di mata Naira, keinginan untuk lari, menjauh dari segalanya. Dan ia tahu, menahan Naira hanya akan membuat luka itu semakin dalam.

Akhirnya dengan berat hati, Aditya mengangguk. Jika itu bisa sedikit meringankan luka istrinya, maka ia rela melakukan apa pun itu.

***

Harapan untuk mendapat sedikit ketenangan pupus sudah. Perjalanan pulang berubah menjadi mimpi buruk yang panjang. Dengan alasan ingin membantu merawat Naira yang baru keluar dari rumah sakit, Kirana ikut pulang bersama mereka.

Mobil melaju membelah kota, tapi di dalamnya keheningan begitu menusuk. Naira duduk di belakang, wajahnya menempel pada kaca jendela. Pandangannya kosong, mengikuti bayangan kota yang berlalu. Setiap kilometer yang terlewati justru terasa semakin mendekatkan pada kehancuran.

Sesekali Aditya meliriknya lewat kaca spion. Wajahnya penuh penyesalan, tapi Naira tak peduli. Di kursi depan, Kirana duduk dengan tenang, sesekali menoleh ke belakang dan menyunggingkan senyum tipis, senyum yang bagi Naira lebih menyakitkan dari tamparan.

Kehadiran Kirana seperti duri yang tertancap dalam. Wanita itu, dengan perut yang mulai membuncit, ingin menunjukkan kepeduliannya.

"Kau butuh sesuatu, Nai?" tanya Kirana pelan.

Naira diam, tak menoleh sama sekali, tak mengeluarkan sepatah kata pun. Tidak ada energi untuk menjawab. Setiap kata yang terlontar dari mulut Kirana terdengar seperti ejekan. Setiap gesturnya seolah ingin menunjukkan dialah sang pemenang.

Bagi Naira, Kirana telah menghancurkan hidupnya, tapi sekarang, dia bersikap seolah peduli. Membuat amarah di dada Naira bergemuruh, tapi dia tidak tahu bagaimana melampiaskannya.

Setibanya di rumah keluarga Pramudito, sambutan yang seharusnya hangat yang diterima sama sekali tidak mampu menenangkan hati Naira, dadanya terasa semakin sesak. Retno Kinasih, ibu mertuanya langsung memeluknya erat dengan air mata membanjiri pipinya.

“Naira, syukurlah kamu selamat. Ibu khawatir saat mendengar kabar kamu kesrempet mobil.” Retno membimbing langkah Naira menuju ke kamar agar bisa segera istirahat.

Keluarga yang lain ikut datang, menatap iba, mengucapkan simpati melihat keadaan Naira. Sepengetahuan mereka, Naira pamit untuk mengunjungi suami yang telah terpisah selama enam bulan, karena harus mengurus proyek di luar kota, tapi justru mengalami kecelakaan.

“Bagaimana sih, Dit, sampai Naira kesrempet mobil?” tanya Retno dengan tatap mata penuh kekecewaan. “Menjaga istri sehari saja tidak bisa.”

“Maaf, Bu. Kejadiannya begitu cepat, saat itu saya masih sibuk.” Aditya menunduk tidak memiliki keberanian mengungkap kebenaran yang terjadi.

Terdengar suara bersahutan yang menghakimi Aditya yang dianggap gagal melindunginya. Naira hanya tersenyum tipis. Setiap ucapan simpati terdengar seperti ironi, karena saat ini dia hanya ingin sendiri.

Aditya tidak lagi mengeluarkan suara. Tidak membuka satu pun fakta tentang pelecehan yang dialami Naira. Bagitu juga perselingkuhannya dengan Kirana.

Sementara itu, Kirana berdiri agak jauh, menatap dengan sorot mata yang sulit dijelaskan, antara cemburu dan tersingkir. Saat ini dia sedang mengandung keturunan Pramudito, kini menjadi bayangan yang sama sekali tak dianggap. Hanya seorag ART yang menghampirinya menunjukkan kamar tamu, untuk tempatnya beristirahat setelah perjalanan jauh.

Malam datang, rumah bergaya arsitektur Jawa itu perlahan sepi. Sanak saudara telah pulang. Kini hanya tinggal Naira dan Aditya di kamar itu. Suami istri yang dulu saling mencintai, kini terpisah oleh keheningan yang pekat.

Naira duduk di tepi ranjang, membelakangi Aditya. Menatap langit malam yang kelam di luar jendela.

Naira merasa sudah tidak sanggung lagi menyimpan semua luka. Kini, di tengah sunyi yang menggantung, ia merasa ini sudah waktunya.

“Aku ingin cerai, Mas.”

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • Istri yang Ternoda: Mengandung Benih Tuan Vancroft    110. Tugas Utama Theo

    Seperti malam-malam sebelumnya, Naira akan menemani Aditya di rumah sakit. Harus siap bangun kapan saja, saat suaminya membutuhkan sesuatu. Meski d rumah sakit ada perawat yang siap membantu dua puluh empat jam, tapi untuk beberapa hal Aditya merasa tidak nyaman jika harus diurus selain keluarga sendiri.Naira mempersiapkan tempat tidurnya, ingin segera istirahat setelah menjalani hari yang sangat melelahkan, bukan hanya fisik, tapi juga jiwanya. Terus bersandiwara seolah pernikahannya baik-baik saja, dan tentang Alex yang pamit akan pergi, saat dirinya mulai merasa nyaman dan bergantung kepadanya.“Tidurlah di sampingku, Nai…” Suara Aditya yang lirih dan nelangsa, membuyarkan lamunan Naira. “Aku kangen.”Naira terdiam. Kata kangen yang keluar dari mulut Aditya justru seperti pisau yang menggores hatinya. Kangen? Bukankah kata itu seharusnya lahir dari ketulusan, bukan sekadar pengikat agar dirinya tetap bertahan? Air matanya menetes deras tanpa bisa ditahan.Aditya menatapnya heran.

  • Istri yang Ternoda: Mengandung Benih Tuan Vancroft    109. Semoga Aditya Cepat Sembuh

    Ponsel Alex tiba-tiba berdering, getarannya memecah detik yang terasa begitu panjang. Nama Revan muncul di layar. Dengan enggan, Alex perlahan melepaskan ciumannya dari bibir Naira. Ada jeda hampa di antara mereka, seolah udara pun menahan napas.Dengan gerakan lembut, Alex merapikan rambut Naira yang kusut karena ulahnya, juga merapikan kerah bajunya yang sedikit berantakan. Jemarinya menahan lebih lama dari seharusnya, seakan tak rela kehilangan momen intim itu.“Bersihkan air matamu,” ucap Alex lirih, nada suaranya penuh perintah tapi juga terselubung kehangatan. Naira buru-buru menunduk, mengusap wajahnya, berusaha kembali tenang.Alex melangkah menuju kursinya, meraih ponsel, lalu menekan tombol merah. Dia menolak panggilan yang hanya merupakan kode jika sebantar lagi Revan akan kembali bersama Ardi.Sandiwara dimulai.Alex harus kembali bersikap professional dan penuh wibawa. Dan pembicaraan dengan Naira hanya sebatas masalah desain interior kantornya saja.Tak lama, pintu ruan

  • Istri yang Ternoda: Mengandung Benih Tuan Vancroft    108. Kenangan tak Terlupakan

    Setelah mendengar suara gebrakan meja yang begitu keras, Naira mulai memasang mode waspada. Apalagi saat ini Alex sudah berdiri dan mulai melangkah mendekatinya.Naira menatap kea rah pintu, berharap Ardi segera datang dan menolongnya. Menyadari sepupunya yang sejak tadi belum juga kembali, bukan kesal, tapi Naira justru khawatir, Alex telah melakukan hal buruk agar kepadanya.Padahal jika Naira tahu apa yang sedang dilakukan Ardi saat ini, bukan hanya kesal, mungkin dia akan memutuskan hubungan persaudaraan. Bagaimana tidak, saat Naira terbelenggu rasa takut berdua dengan Alex, Ardi sedang asik ngopi bareng Revan dan menikmati lintingan tembakau sambil ngobrol ngalur ngidul.“Apa yang akan kau lakukan?” Naira terjingkat kaget saat Alex sudah mengangkat tubuhnya.“Agar kita sejajar, jadi ngobrolnya enak.” Alex sudah mendudukkan Naira di atas meja.Naira tidak bisa melawan, dan hanya meneteskan air mata saat Alex membuka kedua kakinya dan berdiri di antaranya.“Jangan lakukan…”Belum s

  • Istri yang Ternoda: Mengandung Benih Tuan Vancroft    107. Dilemma Alex

    Ardi baru saja memasukkan ponselnya ke dalam saku usai menutup panggilan dengan salah satu pemasok material. Wajahnya tampak lega, masalah yang tadi sempat mengganjal sudah mendapat solusi. Ia melangkah ringan menuju ruang private tempat Naira dan Alex menunggu.Namun, baru saja Ardi membalikkan tubuhnya, Revan muncul dari arah berlawanan dengan senyum ramah. Salah satu orang kepercayaan Alex itu langsung menghampirinya dengan sikap yang sangat akrab.“Pak Ardi, ayo kita pesan makanan dulu. Dari tadi kita bicara serius, perut pasti sudah protes.”Ardi menoleh sekilas ke pintu ruang private, ragu. “Naira… dia sendirian di dalam.”Revan langsung menyambung, cepat dan meyakinkan. “Itu justru kesempatan baik, Pak. Nanti Tuan Alex bisa membicarakan teknis detail dengan Bu Naira, toh beliau yang pegang desain. Sementara kita pesan makanan. Lagi pula, kami tidak tahu selera Pak Ardi dan Bu Naira. Katanya kalau orang Semarang cenderung suka yang manis-manis.”Ardi mengernyit, tapi akhirnya me

  • Istri yang Ternoda: Mengandung Benih Tuan Vancroft    106. Kesempatan Berdua

    Ternyata semua lelaki sama saja. Wanita adalah salah satu ujian berat di dunia yang sulit untuk mereka takhlukkan. Bagi Naira, baik Alex maupun Aditya, tak ada bedanya.Tatap mata Naira tetap dingin, seakan tidak peduli dengan apa yang terjadi di hadapannya. Namun jauh di relung hatinya, ada sesak yang makin menekan.Seketika Naira makin yakin, semua perhatian Alex selama ini bukanlah karena dirinya, melainkan hanya karena anak yang dikandungnya. Alex peduli pada bayinya, bukan pada perempuan yang mengandungnya. Dan jika Alex menginginkannya, mungkin hanya sebagai pelampiasan nafsu semata.Alex, yang biasanya tenang dan penuh kendali, kini tampak salah tingkah. Tatapannya menyapu cepat ke arah Naira, lalu beralih ke Ardi yang masih bingung. Wajah Alex menegang, jelas ia sadar apa yang baru saja diperlihatkan Regina, bisa menimbulkan salah paham besar.Tidak ingin kehadiran Regina merusak semua rencananya, dengan suara tegas, penuh nada perintah yang jarang ia keluarkan di depan umum,

  • Istri yang Ternoda: Mengandung Benih Tuan Vancroft    105. Perasaan Apa Ini?

    Aditya terdiam sejenak lalu mengalihkan pandangannya ke sembarang arah. Setelah menghela napas dalam-dalam dan merasa lebih tenang, Aditya kembali menatap istrinya dengan seulas senyum di bibirnya.“Tidak semua ingatanku hilang, Nai. Aku memang lupa banyak hal… tapi aku masih ingat kenangan indah kita berdua.” Aditya meraih tangan Naira, lalu menggenggamnya dengan erat. Dia ingin istrinya percaya dengan semua yang keluar dari mulutnya.Naira menahan napas, hatinya berdegup. Ada getir yang menyesak di dadanya, mengingat ucapan suaminya bukan sekadar ambisi, tapi juga rayuan yang bisa saja membuatnya luluh dan kehilangan arah.“Sebelum kecelakaan itu terjadi… aku dan bapak memiliki rencana besar. Waktu itu aku sedang memikirkan bagaimana caranya bisa mendapatkan tender dari V-Inno. Perusahaan global, reputasi dunia… kalau perusahaan kita berhasil mendapatkannya, itu akan jadi lompatan terbesar.”Retno yang sejak tadi mendengarkan dengan saksama percakapan itu tiba-tiba tersenyum lebar.

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status