Aku marah, merasa Kanina sepertinya memang banyak mulut. Dia pasti sudah melampaui batasan, mengadu tentang tingkah laku ku. Padahal aku pikir dia tidak mungkin mengadu tentang perselingkuhan yang aku lakukan selama ini dengan Helena.
"Sial." Aku mengeram dongkol, mencoba menetralisir perasaan ku yang kacau balau. Sejak tadi aku tidak bisa konsentrasi menyetir, pada akhirnya memaksa untuk mengantar Helena pulang. Sesekali aku meremas rambut ku sambil mencoba mengembalikan kewarasan sejenak. Telepon mama jelas mengejutkan ku dan membuat aku nyaris menabrak sesuatu di jalanan. Helena agaknya tidak sadar aku nyaris kehilangan kendali membawa mobil, dia terlihat sibuk dengan handphone nya sejak tadi. Entah bicara dengan siapa aku tidak tahu, membuat aku mengernyit kening dan mencoba mendengar percakapan yang aku tidak tahu siapa yang menghubungi Helena. "Berapa?" Suara Helena terdengar kecil, tumben dia seperti berbisik saat bicara di handphone nya. "150 juta?." Suara Helena terdengar agak terkejut, aku jelas mengernyitkan dahi sambil terus melaju kan mobil ku menembus jalanan. Entah apa percakapan berikutnya aku tidak tahu, Helena agak aneh, suaranya nyaris tidak terdengar setelah dan raut wajah Helena terlihat aneh menurut ku. "Ada apa?" Jelas saja aku bertanya saat dia selesai bicara dengan seseorang diseberang sana, Helena terlihat menutup telepon nya. "Will, bisa bantu aku?" Dengan sedikit ragu Helena bertanya, seolah-olah dia ingin bicara serius dan butuh sesuatu. Aku jelas melirik Helena sejenak, mengerutkan kening dan bertanya. "Jika bisa tentu aku akan melakukan nya." Jawab ku sambil kembali memfokuskan diri ke jalanan. "Bisa kirimkan aku uang 150juta? Ini penting, maksud ku, aku meminjam nya tidak lama, saat uang dari agensi cair aku akan mengembalikan nya, Will." Helena bicara cepat, kalimat awal mantap namun kata-kata berikut nya sedikit ragu, seolah-olah dia memang membutuhkan uang yang tidak sedikit tapi dia meminjam nya, bukan meminta. Helena tahu aku biasanya sulit menolak keinginan nya. "Sebanyak itu? Untuk apa?" Aku jelas bertanya. "Aku sulit menejelaskan nya, ini sedikit mendesak Will, aku mohon. Nanti jika ada waktu akan aku jelaskan." Mendengar jawaban Helena jelas aku semakin mengernyitkan kening. "Untuk apa dia?." Tentu saja aku mengernyit heran, belakangan Helena jadi agak sedikit banyak tingkah dan sulit diajak berkomunikasi jika aku tanya untuk apa uang yang sering diminta tiba-tiba pada ku. Jelas saja itu membuat ku agak tidak nyaman atas beberapa keinginan yang kurang terbuka pada diriku. "Mungkin aku tidak bisa mengirim nya malam ini, aku harus ke rumah mama dan papa, nanti setelah pulang dari rumah mama dan papa baru aku transfer uang nya." Itu jawaban yang aku berikan, sengaja ingin mengirim nanti saja, aku pikir sesekali menunda keinginan nya bukan masalah. Bisa aku lihat raut wajah agak kecewa di balik wajah cantik tersebut, tapi apa boleh buat sesekali menunda keinginan nya bukan masalah. Mencoba mengajarkan Helena bagaimana caranya bersabar dan mau menunggu sejenak untuk sebuah keinginan. Siapa tahu satu hari ujian melanda setelah menikah, Helena mampu untuk menahan keinginan di kala ujian menerjang. Apalagi ingin dipinjam uang tanpa tahu untuk apa tanpa keterbukaan membuat ku agak tidak nyaman. Helena diam, dia tidak menjawab, hanya menghela nafas kasar kemudian berkata jika dia harus di antar ke sebuah restoran yang letaknya tidak begitu jauh dari posisi kami, dengan alasan harus menemui teman nya. "Antarkan aku ke sana, aku harus menemui seseorang.". Dan Helena meminta dengan raut wajah yang rumit. "Ini sudah terlalu malam, aku pikir ini..."aku coba protes, mengingat jam sudah tidak normal lagi untuk keluar dan bertemu teman. "Bukan masalah, antarkan saja aku kesana Wii." Dan Helena bersih keras agar aku mengantar nya kesana. "Tapi ini terlalu larut, tidak bisakah kamu menunda pertemuan besok? Ini bukan jam normal lagi untuk keluar." Aku terus protes, berharap Helena mendengar ucapan ku. "Ah ayolah Will, kenapa kau jadi pengatur begini? Aku ada keperluan dengan teman ku." Raut wajah Helena tidak suka mendengar larangan ku. "Apa ini soal 150 juta?" Aku bertanya cepat. "Pertanyaan macam apa itu?" Seketika Helena tidak suka mendengar pertanyaan ku. Sebenarnya aku ingin membantah, paling benci jika perempuan pergi terlalu larut ditambah lagi seorang perempuan membantah ucapan seorang laki-laki. Belum jadi istri sudah berani membantah apalagi nanti tapi pada akhirnya mau tidak mau aku mengalah sebab kembali telepon ku berdering dan mama menghubungi ku. "Baiklah, maaf." Aku berusaha mengalah meskipun sebenarnya hati ku mulai mendidih berdebat dengan Helena. Demi Allah Kanina sekalipun tidak pernah bersikap buruk seperti Helena, dia tidak pernah membantah ucapan ku apalagi keluar di jam malam yang jelas buruk untuk keselamatan. Kanina bahkan tidak pernah sekalipun menjawab ucapan ku saat aku tidak menyukai sesuatu atau protes dengan sesuatu. Bahkan meskipun aku berlaku buruk, Kanina tidak pernah mengeluarkan ekspresi buruk, senyuman selalu mengembang dibalik wajah cantiknya. Cantik? Yah Kanina memang cantik, tapi bagi ku cantik bukan tolak ukur untuk ku, asalkan aku mencintai seseorang itu, bagi ku cantik bukan prioritas utama dan bagi ku sejak dulu hingga sekarang Helena adalah segala-galanya. Seharusnya yang aku nikahi Helena, tapi karena papa berulang kali berkata Helena bukan gadis yang baik dan cocok untuk ku, papa memaksa ku agar aku menikah dengan gadis pilihan nya dan mama. Menjodohkan ku dan memaksa ku menikah dengan Kanina, dan semua karena kebodohan ayah Kanina di masa lalu. Pada akhirnya aku mengantar Helena ke arah tujuan nya, meskipun sebenarnya aku tidak suka, aku berusaha untuk mengalah sejenak kali ini. Keadaan membuat ku terpaksa meninggalkan Helena dan pergi berlalu dari hadapan orang yang begitu aku cinta sejak SMA. Bergerak membawa mobil ku menuju kerumah orang tua ku yang jarak nya tidak begitu jauh dari restoran dimana Helena meminta aku mengantar nya. Dan tanpa pernah aku duga, saat mobil ku melesat pergi meninggalkan Helena, secara bersamaan sebuah mobil bergerak dari arah berlawanan dengan ku dan kamu saling berpapasan. Didalam nya merupakan sosok seseorang yang hendak Helena temui diam-diam dibelakang ku. Helena bergerak masuk ke restoran tersebut dengan ekspresi wajah yang rumit, dia memastikan jika mobil ku sudah menghilang dan berganti dengan mobil yang jelas sangat dia kenal bergerak mendekat ke sana dan memarkirkan mobilnya di area parkiran depan. Seseorang perlahan turun dari sana, menampilkan sepatu hitam mengkilat nya dimana sang pemilik wajah belum tampak sama sekali, mencari sosok Helena dalam sunggingan bibir penuh misteri dan makna.Trangggg.Suara perpaduan tongkat kayu dan jeruji besi terdengar memekakkan telinga, membuat siapapun yang ada di sekitar sana cukup terkejut dibuatnya di mana bisa dilihat seorang penjaga sipir bergerak dengan langkah yang begitu pongah, melangggakkan kepalanya berjalan menuju ke arah depan.Wajah tidak bersahabat dari sosok tersebut terlihat dengan jelas, di mana orang-orang yang ada di dalam jeruji pasti masing-masing cukup enggan untuk melihat sosok tersebut yang tidak lain seorang perempuan berusia hampir kepala 4. Orang-orang jelas enggan untuk menatap langsung perempuan tidak ramah itu apalagi harus berinteraksi dengan nya. Mereka tahu perempuan bengis dengan wajah tidak bersahabat dan tidak ramah itu bukanlah orang yang baik untuk di tatap apalagi diajak bicara. Daripada menyulitkan diri sendiri mereka lebih baik tidak menantang perempuan tersebut. Dan yang jelas mereka tidak akan mau berurusan dengan perempuan itu.Kini bisa dilihat perempuan itu bergerak menuju ke ujung ruan
"Bagaimana, dok?" Dia bertanya dalam kegelisahan mendalam, menatap sosok dokter yang baru saja keluar dari dalam ruangan di mana William berada.Dokter di hadapannya terlihat menghela nafas nya pelan, dia menatap Kanina kemudian mencoba mengulas senyuman getir. "Kita berusaha semaksimal mungkin, sisa nya Allah yang paling tahu dan tergantung perjuangan pasien sendiri ingin terus bertahan atau menyerah."Ahhh ucapan sang dokter terdengar begitu mengerikan, siapa yang tidak shok mendengar nya coba. Kanina jelas terdiam, memundurkan langkahnya dan nyaris jatuh ke belakang. Jika bukan karena Nayla menangkap tubuh nya dan menahan nya mungkin Kanina sudah jatuh terhenyak ke lantai."Tiap waktu kita akan terus mengecek perkembangan nya." Lanjut dokter itu lagi.Tidak usah panjang lebar, dia sudah paham maksud dari dokter di hadapannya. Nayla jelas menangis dalam diam, menggenggam erat telapak tangan Kanina dan membawa kakak ipar nya menuju ke kursi dimana mereka menunggu tadi."Kamu mendeng
Catatan = kak komen yuk, kalian pengen nya Will dan Kanina gimana?. Sebab penulis matikan William ada yang ga setuju, penulis biarkan mereka kembali bersama ada juga yang ga setuju, jadi serba salah 🤧🥺.*****Suara branker dorong terdengar memecah keadaan, roda branker dorong terus saling sahut menyahut antara satu dengan yang lainnya, di mana bisa dilihat beberapa orang berpakaian serba putih terus bergerak dengan cepat membawa tubuh yang tergeletak tidak berdaya juga berhamburan darah yang memenuhi tubuh tersebut di atas branker dorong menuju ke arah sebuah ruangan di ujung tempat tersebut.William tidak baik-baik saja, laki-laki itu tergeletak tak berdaya dan ada pada masa kritisnya, tabrakan yang dilakukan oleh Helena jelas tidak main-main. Kemarahan perempuan itu membuncah di mana dia memang berniat untuk mencelakai dan menghabisi nyawa Kanina. Sayangnya William datang dengan cepat, mencoba untuk menyelamatkan sang istri nya. Hal itu jelas saja membuat Helena histeris saat dia
Tatapan mataku terus tertuju pada Helena, bisa aku lihat gadis itu mencoba menggenggam erat telapak tangannya. Aku tahu Helena pasti tertekan dan sangat marah dengan apa yang aku ucapkan barusan.Ekspresi manja nya tadi langsung berubah, dia sempat bergelayut manja, sempat merengek minta di belikan ini itu bahkan sempat meminta ku mengantar nya pergi ke rumah teman baik nya. Tapi semua kemanjahan dan suara rengekan nya kini berubah drastis, wajahnya terlihat mendung dan kecewa berat."Mari berpisah." Itu yang aku ucapkan pada gadis tersebut barusan.Bayangkan bagaimana ekspresi gadis itu saat mendengar apa yang aku ucapkan, seketika bisa aku lihat bola mata Helena berkaca-kaca, dia bisa jadi akan menangis sebentar lagi. Dan aku jelas paling sulit saat melihat Helena terluka atau menangis, tapi aku tidak mungkin tidak meneruskan keadaan dan tidak mungkin tidak menghentikan hubungan kami karena aku tahu pada akhirnya harus ada yang kupilih di antara Helena dan Kanina."Kamu sedang berca
"Kematian ibu ku semakin menyakiti ku tiap kali melihat wajah mu saat kita bertatap muka." Daaarrrr.Dan percayalah ucapan Kanina kali ini bagaikan petir di pagi hari tanpa langit gelap atau hujan melanda. Akhirnya Kanina tahu tentang sebuah kenyataan yang mungkin sudah disembunyikan oleh semua orang.Seketika ucapan Kanina membuat aku kehilangan kata-kata."Oleh karena itu mari bercerai, Will.""Aku tidak akan pernah mau menceraikan kamu." Aku gila, mungkin saja. Apalagi memberanikan diri berkata begitu di saat kemarahan Kanina masih menggebu membara.Aku tidak rela menerima permintaan Kanina untuk menceraikan nya, meksipun aku tahu selama ini aku sudah menyia-nyiakan nya. Bukankah Tuhan selalu mau memberikan kesempatan kedua pada para umat manusia yang hendak bertaubat? Lalu apakah aku tidak boleh mendapatkan kesempatan kedua dari Kanina?."Aku tahu aku salah, terlalu banyak menyakiti kamu kemarin tapi itu tidak menjadi alasan untuk aku dan kamu harus bercerai saat ini.' bersikukuh
Aku menatap Kanina yang baru saja menyelesaikan sesi memasak nya. Menghidangkan makanan di atas meja dan membiarkan aku untuk melahap makanan ku. Aku tahu, dia berdiam untuk pergi menghindariku seperti biasa nya tapi kali ini Aku bersumpah tidak akan membuat kami berada di tempat yang berbeda atau di meja yang berbeda saat makan bersama. Kanina baru saja melepaskan apron memasaknya, hendak berlalu meninggalkan diriku tapi dengan cepat aku langsung menari tangannya hingga membuat istriku tersebut terkejut."Eh?" Kanina refleks terkejut, dia menoleh dan memundurkan langkahnya, melepaskan pegangan ku dari telapak tangan nya."Bukankah aku sudah bilang, mari makan bersama." Ucap ku kemudian.Kanina diam mendengar ucapan ku, dia mengernyitkan dahi agak nya heran dengan perubahan ku pagi ini. Dia terlihat mematung, seperti nya mencerna apa yang sebenarnya terjadi pada ku."Duduk dan makan lah bersama." Kembali aku bicara, mungkin terdengar seperti perintah.Dengan ragu-ragu Kanina perlahan