หน้าหลัก / Rumah Tangga / Istri yang tak Berharga / Bab 11 Bulan madu yang menyakitkan

แชร์

Bab 11 Bulan madu yang menyakitkan

ผู้เขียน: Ray
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-09-27 14:01:54

Mobil hitam yang membawa kami melaju keluar dari gerbang rumah keluarga Mahendra. Aku duduk di samping Fahri, menunduk, sementara tanganku menggenggam ujung jilbab panjangku dengan gelisah. Suasana begitu hening, hanya suara mesin dan deru angin dari luar jendela.

Aku melirik Fahri sebentar. Wajahnya tetap dingin, tatapannya lurus ke jalan, rahangnya mengeras.

“Mas…” suaraku pelan, hampir berbisik.

“Apa lagi?” balasnya cepat, nadanya ketus. Tatapannya tetap ke depan.

Aku menghela napas kecil. “Saya hanya ingin bilang terima kasih, Mas... sudah mau berangkat. Walau saya tahu mungkin Mas nggak mau.”

Ia tertawa pendek, sinis. “Jangan ge-er. Gue berangkat karena dipaksa Papa, bukan karena lo.”

Aku terdiam, menunduk lagi. Mataku memanas, tapi aku menahan air mata itu. Kenapa setiap kata dari suamiku tidak pernah sekalipun membuatku bahagia? Pernikahan seperti apakah ini?

Aku hanya bi
อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป
บทที่ถูกล็อก

บทล่าสุด

  • Istri yang tak Berharga    Bab 14 Lingerie Merah

    Gue akhirnya memilih jalan-jalan sendirian di sekitar resort. Dari pada gue di kira ngikutin Aisyah. Udara sore ini cukup hangat, matahari hampir tenggelam di balik laut. Gue masuk ke salah satu butik kecil di lobi, awalnya cuma mau iseng lihat-lihat. Dan entah kenapa mata gue berhenti pada sebuah lingerie warna merah menyala. Gue nggak tahu apa yang ngebuat tangan gue tiba-tiba meraihnya. Mungkin karena warna itu, mungkin karena bayangan Salsa yang sering pake hal-hal kayak gini. Atau… mungkin juga karena gue penasaran kalau Aisyah, perempuan yang selama ini terlalu tertutup, pake ini. Tanpa pikir panjang, gue beli. Lagian, apa salahnya Kalau Aisyah gue suruh pakai ini. Toh diakan istri gue. Sepanjang jalan gue kepikiran terus gimana cara gue buat nyuruh Aisyah pake pakaian terbuka kayak gini. Gue sangat yakin, pasti dia akan nolak kalo gue minta baik-baik. Malamnya, gue masuk kamar. Aisyah lagi duduk di pinggir ranjang sambil baca buku tipis. Dia menoleh pas gue datang, senyum

  • Istri yang tak Berharga    Bab 13 Salah tingkah

    Matahari pagi menembus tirai kamar resort kami. Cahaya hangatnya jatuh ke wajah gue yang belum sempat tidur nyenyak. Dari semalam gue gelisah, kebayang terus tangis Aisyah yang nggak pernah berhenti, karena udah gue bentak habis-habisan.Gue bangun pelan, melirik ke arah balkon. Di sana dia duduk, masih dengan gamis sederhana, mukanya pucat tapi tetap tersenyum samar saat sadar gue menatapnya. Senyumnya membuat gue merasa semakin bersalah.“Assalamu'alaikum, Mas. Saya sudah pesenin sarapan. Kalau Mas mau mandi dulu, nanti makanannya dikirim ke kamar,” katanya tenang. Suaranya lembut, seolah nggak ada luka semalam.Gue cuma bisa bengong. Serius nih perempuan? Kemarin gue bikin dia menangis. Gue lemparin kata-kata paling tajam, gue bilang gue muak sama dia. Gue yakin siapa pun di posisi dia pasti udah ngamuk, udah balas kata-kata gue dengan seribu pisau yang sama tajamnya. Tapi dia? Bangun pagi masih bisa mikirin gue, masih bisa nyiapin

  • Istri yang tak Berharga    Bab 12 Merasa Bersalah

    (POV Fahri) Gue duduk di balkon resort gue, sengaja gue memesan dua kamar dalam perjalanan bulan madu ini. Gue menatap laut gelap yang berkilauan kena cahaya bulan. Angin laut menerpa wajah gue, tapi nggak bisa mendinginkan kepala gue yang panas. Barusan gue bentak Aisyah lagi. Kata-kata gue terlalu tajam, bahkan untuk orang yang nggak gue suka. Gue bisa lihat jelas matanya yang berkaca-kaca, tapi gue malah pura-pura nggak peduli. Kenapa gue ngomong gitu sih? Rasanya gue pingin mengutuki diri gue sendiri. Kenapa setiap kata yang keluar dari mulut gue ke Aisyah adalah kata yang selalu nyakitin dia. Padahal… gue tahu dia nggak salah apa-apa. Dia cuma berusaha nyambungin obrolan, dia cuma berusaha jadi istri yang baik. Tapi entah kenapa, tiap kali gue lihat wajahnya… gue seperti kalah dengan tatapan matanya, dan ego gue ngerasa muak dengan itu semua. Atau lebih tepatnya, rasa takut

  • Istri yang tak Berharga    Bab 11 Bulan madu yang menyakitkan

    Mobil hitam yang membawa kami melaju keluar dari gerbang rumah keluarga Mahendra. Aku duduk di samping Fahri, menunduk, sementara tanganku menggenggam ujung jilbab panjangku dengan gelisah. Suasana begitu hening, hanya suara mesin dan deru angin dari luar jendela. Aku melirik Fahri sebentar. Wajahnya tetap dingin, tatapannya lurus ke jalan, rahangnya mengeras. “Mas…” suaraku pelan, hampir berbisik. “Apa lagi?” balasnya cepat, nadanya ketus. Tatapannya tetap ke depan. Aku menghela napas kecil. “Saya hanya ingin bilang terima kasih, Mas... sudah mau berangkat. Walau saya tahu mungkin Mas nggak mau.” Ia tertawa pendek, sinis. “Jangan ge-er. Gue berangkat karena dipaksa Papa, bukan karena lo.” Aku terdiam, menunduk lagi. Mataku memanas, tapi aku menahan air mata itu. Kenapa setiap kata dari suamiku tidak pernah sekalipun membuatku bahagia? Pernikahan seperti apakah ini? Aku hanya bi

  • Istri yang tak Berharga    Bab 10 Pergi Bulan madu

    (POV AISYAH)Entah kenapa hatiku begitu sunyi, bahkan selalu sunyi, hanya detak jam dinding yang terdengar jelas di kamar besar ini. Aku duduk di tepi ranjang, menatap kosong ke arah pintu yang baru saja dibanting Fahri. Suara itu masih terngiang di telingaku, meninggalkan getar dalam dada yang sulit ku hentikan.Dia pergi. Lagi.Bukan hanya pergi, tapi aku tahu… ke mana arah langkahnya. Ke wanita itu.Salsa. Cinta masa lalunya yang bahkan belum usai.Hatiku seketika terasa seperti diremas. Rasanya sesak, perih, nyeri yang bahkan tak bisa kuterjemahkan dengan kata-kata.“Ya Allah…” bisikku lirih, jemariku mencengkeram sprei erat-erat. “Sampai kapan aku harus begini? Mampukah aku menjalani semua ini?”Aku mencoba mengatur napas, meski tangis yang kutahan membuat dadaku bergetar. Aku ingin marah, ingin protes, ingin menjerit menanyakan mengapa ia harus selalu menyakitiku. Menyakitiku terlalu dalam.Tapi… lidahku kelu.Dan hati ini hanya bisa bicara pada Tuhanku."Ya Allah, apa dosaku se

  • Istri yang tak Berharga    Bab 9 Ya Allah, Lembutkan lah Hati Suamiku

    Kring... Kring... Kring...Ponsel gue berdering, ternyata panggilan dari Salsa lagi, Aisyah menatap gue dalam."Mas, udah bangun? Ponselnya dari tadi berdering, sepertinya panggilan dari Salsa." Ucapnya datar. Gue tahu itu panggilan dari Salsa karena barusan juga gue lihat dari layar ponsel gue tapi yang gue nggak habis pikir ternyata Salsa udah nelpon dari tadi. Gue hanya diam nggak merespon ucapan Aisyah dari sorot matanya terlihat ia kecewa. Tapi gue nggak peduli, toh dia dan gue juga nggak ada perasaan cinta sampai sekali dan kami bersama cuma karena perjodohan dan terpaksa terikat hubungan pernikahan aja.Di ruang tamu, Mama dan Aluna lagi ngobrol soal Salsa. Gue dengar mereka ketawa-ketawa, nyebut nama itu dengan santai, kayak ngebuka kisah lama gue.“Sayang banget ya, Kak. Kalau aja dulu sama Salsa, pasti sekarang beda. Dia pinter banget bawa diri, modis pula,” kata Aluna.Mama manggut-manggut, tersenyum puas. “Betul. Mama juga masih inget betapa cocoknya kalian. Beda banget

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status